Anda di halaman 1dari 42

Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan

juta tahun) dibawah pengaruh fisika, kimia dan keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana batubara terbentuk dari tumbuhtumbuhan perlu diketahui dimana batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan perlu diketahui dimana batubara terbentuk dan faktor-faktor yang akan mempengaruhinya serta bentuk lapisan batubara. Tempat Terbentuknya Batubara Ada 2 macam teori yang menyatakan tempat terbentuknya batubara, yaitu : A. Teori Insitu Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembenrtuk lapisan batubara terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi, segera tertimbun oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif kecil, Dapat dijumpai pada lapangan batubara Muara Enim (SumSel). B. Teori Drift Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembenrtuk lapisan batubara terbentuknya ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan demikian setelah tumbuhan tersebut mati, diangkut oleh media air dan berakumulasi disuatu tempat, segera tertimbun oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas tetapi dijumpai dibeberapa tempat, kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Dapat dijumpai pada lapangan batubara delta Mahakam Purba, Kaltim. Faktor yang Berpengaruh Batubara terbentuk dengan cara yang kompleks dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) dibawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Faktor yang berpengaruh pada pembentukan batubara, yaitu : a. Posisi Geotektonik Merupakan suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi gaya-gaya tektonik lempeng. Posisi ini mempengaruhi iklim lokal dan morfologi cekungan pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya. b. Morfologi (Topografi) Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk. c. Iklim

Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai. Tergantung pada posisi geografi dan dipengaruhi oleh posisi geotektonik. d. Penurunan Dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan dan pengendapan gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal. e. Umur Geologi Posisi geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai macam tumbuhan. Dalam masa perkembangannya secara tidak langsung membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan yang tejadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi lebih tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur perlipatan atau patahan pada lapisan batubara. f. Tumbuhan Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi tertentu, merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai type batubara. g. Dekomposisi Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi biokimia dari organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan gambut, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimiawi. Setelah tumbuhan mati, proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob). Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti celulosa, protoplasma dan pati. Dari proses diatas terjadi perubahan dari kayu menjadi lignit dan batubara berbitumen. Dalam suasana kekurangan oksigen terjadi proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan methan (CH4). Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon akan bertambah. Kecepatan pembentukan gambut tergantung pada kecepatan perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air dengan cepat, maka akan terhindar oleh proses pembusukan, tetapi terjadi proses disintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang telah mati terlalu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan berkurang, sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan penguraian oleh mikrobiologi. h. Sejarah sesudah pengendapan Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan gambut.

i. Struktur cekungan batubara Terbentuknya batubara pada cekungan batubara umumnya mengalami deformasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan lapisan batubara dengan bentuk tertentu. j. Metamorfosa organik Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang (seperti CO2, CO, CH4 dan gas lainnya) serta bertambahnya prosentase karbon padat, belerang dan kandungan abu. Perubahan mutu batubara diakibatkkan oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan sedimen penutup yang sangat tebal atau karena tektonik. Terbentuknya Lapisan Batubara Tebal Lapisan batubara tebal merupakan deposit batubara yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Salah satu syarat yang dapat membentuk lapisan batubara tebal adalah apabila terdapat suatu cekungan yang oleh karena beban pengendapan bahan-bahan pembentuk batubara diatasnya mengakibatkan dasar cekungan tersebut turun secara perlahan-lahan. Cekungan ini umumnya terdapat didaerah rawa-rawa (hutan bakau) ditepi pantai. Dasar cekungan yang turun secara perlahan-lahan dengan pembentukan batubara memungkinkan permukaan air laut akan tetap dan kondisi rawa stabil. Apabila karena proses geologi dasar cekungan turun secara cepat, maka air laut akan masuk dalam cekungan sehingga menyebabkan kondisi rawa menjadi kondisi laut. Akibatnya diatas lapisan pembentuk batubara akan terendapkan lapisan sedimen laut antara lain batugamping. Pada tahap selanjutnya akan terkumpul dan terendapkan bahan-bahan pembentuk batubara (sisa tumbuhan) diatas lapisan batu lempung (clystone). Demikian seterusnya sehingga terbentuk lapisan batubara dengan diselingi oleh lapisan antara yang berupa batu gamping dan batu lempung. Tidak jarang dijumpai lapisan batubara sering terbentuk lapisan antara yang berupa batulempung yang disebut dengan clayband atau clay parting. Reaksi Pembentukan Batubara Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan mati dengan komposisi utama cellulose. Proses pembentukan batubara atau coalification yang dibantu oleh faktor fisika, kimia alam akan mengubah cellulose menjadi lignit, subbitumene dan antrasit. Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai berikut : 5(C6H10O5) ------> C20H22O4 + 3 CH4 + 8 H2O + 6 CO2 + CO cellulose lignit methan

Keterangan : Cellulosa (zat organik) yang merupakan zat pembentuk batubara. Unsur C dalam lignit lebih sedikit dibanding bitumine. Semakin banyak unsur C lignit semakin baik mutunya. Unsur H dalam lignit lebih banyak ketimbang pada bitumene. Semakin banyak unsur H lignit makin kurang baik mutunya. Senyawa CH4 (methan) lignit semakin baik kualitasnya. Gas-gas yang terbentuk selama proses coalification akan masuk dalam celah-celah vein batulempung dan ini sangat berbahaya. Gas methan yang sudah terakumulasi didalam celah vein, terlebih-lebih apabila terjadi kenaikan temperatur, karena tidak dapat keluar, sewaktu-waktu dapat meledak dan terjadi kebakaran. Oleh sebab itu mengetahui bentuk deposit batubara dapat menentukan cara penambangan yang akan dipilih dan juga meningkatkan keselamatan kerja. Bentuk Lapisan Batubara Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan sesudah proses coalification akan menentukan bentuk lapisan batubara. Dikenal beberapa bentuk lapisan batubara, yaitu : a. Bentuk Horse Back Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya melengkung kearah atas akibat gaya kompresi. Ketebalan kearah lateral lapisan batubara kemungkinan sama ataupun menjadi lebih kecil atau menipis. b. Bentuk Pinch Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis dibagian tengah. Pada umumnya dasar dari lapisan batubara merupakan batuan yang plastis misalnya batulempung, sedang diatas lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur. c. Bentuk Clay Vein Bentuk ini terjadi apabila diantara 2 bagian deposit batubara terdapat urat lempung. Bentukan ini terjadi apabila pada satu seri deposit batubara mengalami patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh material lempung ataupun pasir. d. Bentuk Burried Hill Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana batubara semula terbentuk terdapat suatu kulminasi sehingga lapisan batubara seperti terintrusi. e. Bentuk Fault Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana deposit batubara mengalami beberapa seri patahan. Keadaan ini akan mengacaukan didalam perhitungan cadangan, akibat

adanya perpindahan perlapisan akibat pergeseran kearah vertikal f. Bentuk Fold Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana deposit batubara mengalami perlipatan. Makin intensif gaya yang bekerja pembentuk perlipatan akan makin kompleks perlipatan tersebut terjadi. (sumber: Batubara & Gambut, Ir. Sukandarrumidi, MSc. Ph.D)

Batubara Batubara adalah bahan bakar fosil. Batubara dapat terbakar, terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara. Pembentukan Batubara Komposisi batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini dapat dipahami, karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami coalification. Pada dasarnya pembentukkan batubara sama dengan cara manusia membuat arang dari kayu, perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai hasil rekayasa dan inovasi manusia, selama jangka waktu yang pendek, sedang batubara terbentuk oleh proses alam, selama jangka waktu ratusan hingga ribuan tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses alam, maka banyak parameter yang berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi intensitas parameter yang berpengaruh makin tinggi mutu batubara yang terbentuk. Ada dua teori yang menjelaskan terbentuknya batubara, yaitu teori insitu dan teori drift. Teori insitu menjelaskan, tempat dimana batubara terbentuk sama dengan tempat terjadinya coalification dan sama pula dengan tempat dmana tumbuhan tersebut berkembang. Teori drift menjelaskan, bahwa endapan batubara yang terdapat pada cekungan sedimen

berasal dari tempat lain. Bahan pembentuk batubara mengalami proses transportasi, sortasi dan terakumulasi pada suatu cekungan sedimen. Perbedaan kualitas batubara dapat diketahui melalui stratigrafi lapisan. Hal ini mudah dimengerti karena selama terjadi proses transportasi yang berkaitan dengan kekuatan air, air yang besar akan menghanyutkan pohon yang besar, sedangkan saat arus air mengecil akan menghanyutkan bagian pohon yang lebih kecil (ranting dan daun). Penyebaran batubara dengan teori drift memungkinkan, tergantung dari luasnya cekungan sendimentasi. Pada proses pembentukan batubara atau coalification terjadi proses kimia dan fisika, yang kemudian akan mengubah bahan dasar dari batubara yaitu selulosa menjadi lignit, subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukkannya dapat diperlihatkan sebagai berikut: C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO5(C6H10O5) Selulosa lignit gas metan Dalam proses pembentukkan selulosa sebagai senyawa organik yang merupakan senyawa pembentuk batubara, semakin banyak unsur C pada batubara, maka semakin baik kualitasnya, sebaliknya semakin banyak unsur H, maka semakin rendah kualitasnya, dan senyawa kimia yang terbentuk adalah gas metan, semakin besar kandungan gas metan, maka semakin baik kualitasnya. Klasifikasi Batubara Menurut American Society for Testing Material (ASTM), secara umum batubara digolongkan menjadi 4 berdasarkan kandungan unsur C dan H2O yaitu: anthracite, bituminous coal, sub bituminous coal, lignite dan peat (gambut). a. Anthracite Warna hitam, sangat mengkilat, kompak, kandungan karbon sangat tinggi, kandungan airnya sedikit, kandungan abu sangat sedikit, kandungan sulfur sangat sedikit. b. Bituminous/subbituminous coal Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relative tinggi, nilai kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan sulfur sedikit. c. Lignite Warna hitam, sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalor rendah, kandungan air tinggi, kandungan abu banyak, kandungan sulfur banyak. Kualitas Batubara Batubara yang diperoleh dari hasil penambangan mengandung bahan pengotor (impurities). Hal ini bisa terjadi ketika proses coalification ataupun pada proses penambangan yang dalam hal ini menggunakan alat-alat berat yang selalu bergelimang dengan tanah. Ada dua jenis pengotor yaitu: a. Inherent impurities Merupakan pengotor bawaan yang terdapat dalam batubara. Batubara yang sudah dibakar memberikan sisa abu. Pengotor bawaan ini terjadi bersama-sama pada proses pembentukan batubara. Pengotor tersebut dapat berupa gybsum (CaSO42H2O), anhidrit (CaSO4), pirit (FeS2), silica (SiO2). Pengotor ini tidak mungkin dihilangkan sama sekali, tetapi dapat dikurangi dengan melakukan pembersihan. b. Eksternal impurities

Merupakan pengotor yang berasal dari uar, timbul pada saat proses penambangan antara lain terbawanya tanah yang berasal dari lapisan penutup. Sebagai bahan baku pembangkit energi yang dimanfaatkan industri, mutu batubara mempunyai peranan sangat penting dalam memilih peralatan yang akan dipergunakan dan pemeliharaan alat. Dalam menentukan kualitas batubara perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain: a. Heating Value (HV) (calorific value/Nilai kalori) Banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan oleh batubara tiap satuan berat dinyatakan dalam kkal/kg. semakin tingi HV, makin lambat jalannya batubara yang diumpankan sebagai bahan bakar setiap jamnya, sehingga kecepatan umpan batubara perlu diperhatikan. Hal ini perlu diperhatikan agar panas yang ditimbulkan tidak melebihi panas yang diperlukan dalam proses industri. b. Moisture Content (kandungan lengas). Lengas batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air yang terdapat dalam batubara. Kandungan air dalam batubara dapat berbentuk air internal (air senyawa/unsur), yaitu air yang terikat secara kimiawi. Jenis air ini sulit dihilangkan tetapi dapat dikurangi dengan cara memperkecil ukuran butir batubara. Jenis air yang kedua adalah air eksternal, yaitu air yang menempel pada permukaan butir batubara. Batubara mempunyai sifat hidrofobik yaitu ketika batubara dikeringkan, maka batubara tersebut sulit menyerap air, sehingga tidak akan menambah jumlah air internal. c. Ash content (kandungan abu) Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik dan senyawa anorgani, yang merupakan hasil rombakan batuan yang ada di sekitarnya, bercampur selama proses transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan. Abu hasil dari pembakaran batubara ini, yang dikenal sebagai ash content. Abu ini merupakan kumpulan dari bahan-bahan pembentuk batubara yang tidak dapat terbaka atau yang dioksidasi oleh oksigen. Bahan sisa dalam bentuk padatan ini antara lain senyawa SiO2, Al2O3, TiO3, Mn3O4, CaO, Fe2O3, MgO, K2O, Na2O, P2O, SO3, dan oksida unsur lain. d. Sulfur Content (Kandungan Sulfur) Belerang yang terdapat dalam batubara dibedakan menjadi 2 yaitu dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Beleranga dalam bentuk anorganik dapat dijumpai dalam bentuk pirit (FeS2), markasit (FeS2), atau dalam bentuk sulfat. Mineral pirit dan makasit sangat umum terbentuk pada kondisi sedimentasi rawa (reduktif). Belerang organik terbentuk selama terjadinya proses coalification. Adanya kandungan sulfur, baik dalam bentuk organik maupun anorganik di atmosfer dipicu oleh keberadaan air hujan, mengakibatkan terbentuk air asam. Air asam ini dapat merusak bangunan, tumbuhan dan biota lainnya. II.2. Pemanfaatan Batubara Batubara merupakan sumber energi dari bahan alam yang tidak akan membusuk, tidak mudah terurai berbentuk padat. Oleh karenanya rekayasa pemanfaatan batubara ke bentuk lain perlu dilakukan. Pemanfataan yang diketahui biasanya adalah sebagai sumber energi bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara, sebagai bahan bakar rumah tangga (pengganti minyak tanah) biasanya dibuat briket batubara, sebagai bahan bakar industri kecil; misalnya industri genteng/bata, industri keramik. Abu dari batubara juga dimanfaatkan sebagai bahan dasar sintesis zeolit, bahan baku semen, penyetabil tanah yang lembek. Penyusun beton untuk jalan dan

bendungan, penimbun lahan bekas pertambangan,; recovery magnetit, cenosphere, dan karbon; bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori; bahan penggosok (polisher); filler aspal, plastik, dan kertas; pengganti dan bahan baku semen; aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization). Ada beberapa faktor yang menadi alasan batubara digunakan sebagai sumber energi alternatif, yaitu: 1. Cadangan batubara sangat banyak dan tersebar luas. Diperkirakan terdapat lebih dari 984 milyar ton cadangan batubara terbukti (proven coal reserves) di seluruh dunia yang tersebar di lebih dari 70 negara. 2. Negara-negara maju dan negara-negara berkembang terkemuka memiliki banyak cadangan batubara. 3. Batubara dapat diperoleh dari banyak sumber di pasar dunia dengan pasokan yang stabil. 4. Harga batubara yang murah dibandingkan dengan minyak dan gas. 5. Batubara aman untuk ditransportasikan dan disimpan. 6. Batubara dapat ditumpuk di sekitar tambang, pembangkit listrik, atau lokasi sementara. 7. Teknologi pembangkit listrik tenaga uap batubara sudah teruji dan handal. 8. Kualitas batubara tidak banyak terpengaruh oleh cuaca maupun hujan. 9. Pengaruh pemanfaatan batubara terhadap perubahan lingkungan sudah dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih (clean coal technology) dapat dikembangkan dan diaplikasikan. II.3. Gasifikasi Batubara Gasifikasi batubara adalah sebuah proses untuk mengubah batubara padat menjadi gas batubara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) akhirnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah. Untuk melangsungkan gasifikasi diperlukan suatu suatu reaktor. Reaktor tersebut dikenal dengan nama gasifier. Ketika gasifikasi dilangsungkan, terjadi kontak antara bahan bakar dengan medium penggasifikasi di dalam gasifier. Kontak antara bahan bakar dengan medium tersebut menentukan jenis gasifier yang digunakan. Secara umum pengontakan bahan bakar dengan medium penggasifikasinya pada gasifier dibagi menjadi tiga jenis, yaitu entrained bed, fluidized bed, dan fixed/moving bed. Oleh : Jefri Hansen Siahaan

Senin, 25 Oktober 2010


Proses Pembentukan Endapan batubara
Proses Pembentukan Endapan batubara Tanpa membedakan Proses pembentukan endapan batubara yang sartu dengan yang lain, dapat diaktakan bahwa semua merupakan suatu proses dasar yang sama. Kebanyakan batubara didunia terbentuk dari beberapa juat tahun yang silam yang menurut para ahli geologi disebut dengan zaman batubara (cooal age). Ada dua periode zaman batubara tersebut. Yang pertama, zaman pra-tertier dimuylai pada 545 tahun yang silam (selama periode karbon) dan bnerakhir pada 280 juta tahun silam. Zaman batubara yang kedua, era iosen-meosin, dimulai sekitar sekitar 100 juta tahun yang silam dan berakhir pada 45 juta tahun yang silam. 1. Tahap pertama: Pembentukan gambut

Iklim bumi selama zaman batubara adlah topis dan jenis tumbuh-tumbuhan tumbuh subur di rawa-rawa membentuk suatu hutan tropis. Setelah benyak tumbuhan mati dan menumpuk diatas tanah, tumpukan itu semakin lama semakin tenbal menyebabkan bagian dasar dari raw turunsecara perlahan-lahan dan material tumbuhan tersebut diuraikan oleh bakteri dan jamur. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan batubara (coal lification) yang ditandai dengan rangkaian biokimia yang luas. Selam prose penguriaan tersebut , protein, kanji dan selulosa mengalami penguraian yang lebih cepat dibandingkan material berkayu (lignin) dan bagian tumbuhan yang beerlilin (kulit ari daun, dinding spora, dan tepung sari). Karena itulah, dalam batubara yang mudah masih terdapat ranting, daun, spora, bijih, dan resin, sebagi sisa tumbuhan. Bagian-bagiab tunmbuhan itu terurai dibawah kondisi aerob menjadi karbon dioksida air, dan amoniak serta dipengaruhi oleh iklim. Proses ini disebut dengan pembentukan humus (humification) dan sebagi hasilnya adlah gambut. 2. Tahap kedua : Pembentukan Lignit Prose pembentukan gambut berlangsung tanpa menutupi endapan gambut tersebut dawah kondisi yang asam, dengan dibebaskanya H2O, CH4,dan sedikit CO2. Terbentuklah material dengan rumus kimia C65H2O30 atau ulmin yang dalam keadaan kering akan mengnadung karbon 61,7% hydrogen 0,3% dan oksigen 38%. Dengan berubahnya tofografi daerah diselilinganya, gambut menjadi terkubur di bawah lapisan lanau (silt) dan pasir yang dinedapkan oleh sungai dan rawa. Semakin dalam terkubur, semakin bertambah timbunan sedimen yang menghimpitnya sehinggga tekanan pada lapisan gambut bertambah serta suhu naik dengan jelas. Tahap ini merupakan tahapan kedua dari prosesm pembentukan batubara atau yang disebut tahap metamorfik. Penutupan rawa gambut memberikan kesempatan bada bakteri untuk aktif dan penguraian pada kondisi basa yang menyebabkanya CO2, dioksigenasi dari ulmin, sehinggga kandungan hydrogen dan karbon bertambah. Tahap kedua dari pembentukan batubara ini adlah pembentuakan lignit, yaitu batubra rank rendah yang mempunyai rumus perkiraan C79H5,5O14,1. Dalam kering, lignit mengandung karbon 80,4% dan oksigen 19,1%.

3. Tahap ketiga: Pembentukan batubara subbitumen Tahap selanjutnya dari proses pembentukan batubara ialah pengubahan batubara bitumen rank rendah menjadi batubara bitumen rank pertengahan dan rank tinggi. Selama tahap ketiga , kandungan hydrogen akan tetap konstan dan oksigen turun. Tahap ini merupakan tahap pembentukan batubara subbitumen (sub-bituminous caol). 4. Tahap ke Empat: Pembentukan batubara bitumen Dalam tahap ke empat atau tahap pembentukan batubara bitumen (bitumenios coal). Kandungan hydrogen turun dengan menurunnnya jumlah oksigen secara berlahan-lahansebelumnya. Produk samping dari tahap ketiga dank e empat ini adalah CH4,CO2, dan Mungkin H2O. 5. Tahap ke lima: Pembentukan antrasit Tahap ke lima adalah antrasitasi. Dalam tahap ini, oksigen hampir konstan, sedangkan hydrogen turun lebih cepat dibandingkan tahap-tahap sebelumnya. Proses pembentukan batubara merupakan proses reaksi kimia. Kecepatan reaksi kimia ini dapat diatur oleh suhu dan tekanan. Pengendapan dan tekanan yang menyebabkan adanya kenaikkan rank batubara sampai membentuk batubara rank paling tinggi, yakni antrasit. Susunan unsure karbon, volatile matter, calorific, value, dan moisture, dalam gambut, lignit, batubara subbitunen, dan bitumen.

Batubara
BATUBARA SUMBER ENERGI ALTERNATIF

Beranda About

LITBANG TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA


7 Oktober 2006
Kegiatan Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara meliputi litbang, perekayasaan dan pelayanan jasa di bidang karakterisasi, teknologi pengolahan, konversi dan pembakaran batubara. Litbang ini dilakukan secara terpadu dengan kelompok-kelompok litbang lain yang ada di tekMIRA dengan sasaran utama mendukung program pemerintah dalam mengurangi subsidi BBM/kayu bakar melalui diversifikasi energi, peningkatan penggunaan batubara dalam negeri, penghematan dan peningkatan devisa melalui ekspor serta peningkatan PNBP seperti terlihat dalam Gambar 1.

Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara telah dirintis sejak awal tahun 1970-an, dan terus berkembang mengingat batu bara yang semula hanya dibakar untuk diambil panasnya, kemudian diproses untuk mendapatkan batubara dengan kualitas yang lebih baik atau bahan yang lebih bersih dan ramah terhadap lingkungan. Sampai dengan akhir tahun 1980 sebagian besar kegiatan litbang teknologi pengolahan dan pemanfaatan batubara masih dalam skala laboratorium. Namun sesudah itu kegiatan litbang sudah mengarah kepada aplikasi dengan membangun berbagai pilot plant yang diharapkan dapat mengetahui optimalisasi proses, pengujian produk pada pengguna dan kelayakan ekonomi dari proses tersebut. Untuk mempercepat implementasi hasil litbang teknologi pengolahan dan pemanfaatan batubara pada skala industri, tekMIRA sedang dan akan membangun beberapa pilot plant di

Palimanan Cirebon dalam suatu Pusat Teknologi Batubara Bersih yang disebut Clean Coal Technology Centre atau disingkat Coal Centre. Kegiatan unggulan Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara terdiri dari peningkatan kualitas batubara peringkat rendah melalui proses Upgraded Brown Coal (UBC), pengembangan briket, gasifikasi, pencairan dan pembuatan kokas. Sedangkan hasil yang sudah dapat diimplementasikan diantaranya penggunaan briket untuk peternakan ayam, pemindangan ikan, ekstraksi daun nilam dan penggunaan batubara sebagai bahan bakar langsung pada industri bata, genteng, kapur dan industri gula merah. Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara didukung oleh fasilitas :

Laboratorium penelitian dan penerapan. Laboratorium pengujian sifat kimia dan fisika yang telah terakreditasi berdasarkan ISO 17025. 51 orang tenaga fungsional terdiri dari peneliti, perekayasa dan teknisi dari berbagai keahlian berdasarkan disiplin ilmu, yang berbeda-beda antara lain : kimia dan fisika batubara, pengolahan batu bara dan teknologi pemanfaatan batu bara.

Untuk lebih mempercepat program Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara telah dilakukan kerjasama dengan berbagai institusi litbang baik di dalam negeri maupun luar negeri, antara lain :

Pembangunan pilot plant briket bio batubara kerjasama dengan NEDO-METI, (Jepang). Pembangunan pilot plant peningkatan kualitas batubara peringkat rendah dengan proses UBC kerjasama dengan Kobe Steel (Jepang), JCOAL (Jepang) dan BPPT. Pencairan batubara Indonesia kerjasama dengan NEDO (Jepang) dan BPPT. Daur ulang minyak bekas dengan menggunakan batubara sebagai absorban, kerjasama dengan KOBE Steel (Jepang) dan LEMIGAS. Proses pengeringan teh dengan batubara melalui gasifikasi kerjasama dengan PPTK Gambung. Pengujian sifat kimia dan fisika batubara kerjasama dengan PT. Surveyor Indonesia, PTBA dan perusahaan batubara lainnya.

Pembangunan dan kegiatan litbang pilot plant briket biobatubara dan pilot plant UBC dilakukan di SENTRA TEKNOLOGI PEMANFAATAN BATUBARA DI PALIMANAN CIREBON. Karya Litbang Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara yang meliputi teknologi pengolahan, teknologi konversi dan teknologi pembakaran yang diaplikasikan, diantaranya : 1. Teknologi Pengolahan

Peningkatan kualitas batubara peringkat rendah dengan proses Upgraded Brown Coal (UBC). Percobaan penerapan teknologi coal water fuel sebagai bahan bakar boiler pada industri tekstil. Pengembangan metode penurunan kadar natrium batubara Lati, Berau, Kalimantan Timur. Pengembangan metode pencampuran batubara (coal blending) Kalimantan Tengah untuk pembuatan kokas metalurgi. Pencucian batubara. Desulfurisasi limbah batubara dengan flotasi kolom.

2. Teknologi Konversi

Pengembangan briket kokas dari batubara dan green coke. Proyek pencairan batubara 2002 : uji tuntas (due diligence) pre-FS Batu Bara Banko. Pengembangan briket bio coal Palimanan. Pemanfaatan produk gasifikasi batubara untuk pengeringan teh di Gambung Ciwidey, Jawa Barat. Briket kokas untuk pengecoran logam.

3. Teknologi Pemanfaatan Batubara 3.1. Bahan Bakar Langsung


Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio batubara dengan unggulan zeolit. Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket biocoal untuk industri rumah tangga, pembakaran bata/genteng, boiler rotan dan pengering bawang. Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga dengan bahan bakar batubara/briket bio batubara. Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus menerus skala komersial dengan batubara halus menggunakan pembakar siklon. Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar batubara. Pembakaran kapur dalam tungku system berkala dengan kombinasi bahan bakar batubara kayu. Pembakaran bata-genteng dengan batubara.

3.2. Non Bahan Bakar


Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan untuk pembuatan karbon aktif. Daur ulang minyak pelumas bekas dengan menggunakan batubara peringkat rendah sebagai penyerap.

sumber : Tekmira http://www.tekmira.esdm.go.id/


Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Teknologi & Penelitian 63 Komentar

Fundamental of Coal Petrology


7 Oktober 2006
Asal-usul Peat (Gambut) Lapisan batubara umumnya berasal dari peat(gambut) deposit di suatu rawa. Faktor-faktor penting dalam pembentukkan peat:

Evolusi perkembangan flora

Iklim Geografi dan struktur daerah

Evolusi Perkembangan Flora Batubara tertua yang berumur Hurorian Tengah dari Michigan berasal dari alga dan fungi. Sedangkan pada jaman Devon Bawah dan Atas, batubara kebanyakan berasal dari Psilophites (spt: Taeniocrada decheniana (lower devon)). Kebanyakan batubara dari jaman ini memiliki rata-rata lapisan yang tipis(3-4m) dan tidak punya nilai ekonomis. Pada Carbon Atas, tumbuhan mulai tinggi-tinggi hingga mencapai ketinggian lebih dari 30m namun belum seberagam sekarang. Pada jaman ini didominasi oleh: Lepidodendron, Sigillaria, Leginopteris oldhamia, Calamitea. Jaman Upper Carboniferous dikenal sebagai perioda bituminous coal. Lapisan penting batubara berumur Perm terdapat di USSR, dominan terbentuk dari Gymnosperm cordaites. Pada jaman Mesozoic terutama Jura dan Cretaceous Bawah, Gymnosperm(Ginkcophyta, Cycadophyta dan Cornifers) merupakan tumbuhan penting pembentuk batubara, terutama di Siberia dan Asia Tengah. Pada rawa-rawa berumur Cretaceous Atas dan Tersier tumbuhan Angiosperm tumbuh dengan pesat di N. America, Europe, Japan dan Australia. Jika dibandingkan dengan tumbuhan pada masa Carbon, tumbuhan pada jaman Mesozoic terutama jaman Tersier lebih beragam dan spesifik serta menghasilkan deposit peat yang tebal dan beragam dalam tipe fasiesnya. Perkembangan dan evolusi flora akan berpengaruh pada keragaman jenis dan tipe batubara yang dihasilkan.

Iklim Pada iklim yang lebih hangat dan basah tumbuhan tumbuh lebih cepat dan beragam. Lapisan-lapisan kaya batubara berumur Carbon Atas, Cretaceous Atas dan Tersier Awal diendapkan pada iklim seperti ini. Namun pada hemisphere selatan dan Siberia juga terdapat endapan batubara yang kaya yang diendapakan pada iklim yang sedang hingga dingin, contohnya batubara inter-post glacial PermoCarbon Gondwana (dari Ganganopteris glossopteris) dan batubara umur Perm dan Jura Bawah dari Angara konitnen.

Lapisan batubara yang diendapkan pada iklim hangat dan basah biasanya lebih terang dan tebal dibandingkan dengan yang diendapkan pada iklim basah.

Paleogeografi dan Tectonic Requirement Formasi lapisan tergantung pada hubungan paleogeografi dan struktur pada daerah sedimentasi. Pembentukan peat(gambut) terjadi pada daerah yang depresi permukaan dan memerlukan muka air yang relatif tetap sepanjang tahun diatas atau minimal sama dengan permukaan tanah. Kondisi ini banyak muncul pada flat coastal area dimana banyak rawa yang berasosiasi dengan persisir pantai. Selain itu rawa-rawa juga muncul di darat(shore or inland lakes). Tergantung pada posisi asli geografinya, endapan batubara paralic(sea coast) dan limnic(inland) adalah berbeda. Paralic coal swamps memiliki sedikit pohon atau bahkan tanpa pohon dan terbentuk diluar distal margin pada delta. Pembentukkannya merupakan akibat dari regresi dan transgresi air laut. Banyak coastal swamps besar yang berkembang dibawah perlindungan sand bars dan pits sehingga dapat menghasilkan endapan batubara yang tebal. Back samps terbentuk dibelakang tanggul alam sungai besar. Pada back swamps, peats(gambut) kaya dengan mineral matter akibat banjir yang sering terjadi. Peat deposits hanya dapat terawetkan pada daerah subsidence. Akibatnya endapan yang kaya batubara banyak berhubungan dengan daerah ini, seperti yang sering muncul pada foredeep pada suatu pegunungan lipatan yang besar. Sikuen sediment yang tebal dimana didalamnya terdapat lapisan tipis batubara(<2m) dengan penyebaran yang besar dan keberadaan intercalation dari marine bed adalah karakteristik dari batubara yang diendapkan di foredeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar. Cyclothem adalah perulangan antara peat dengan inorganic sediment dan sekuen ini sering berulang. Pada bagian backdeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar, subsidence biasanya lebih sedikit dan jumlah lapisan batubara lebih sedikit. Ketika paralic coals diendapkan di foredeeps, kebanyakan limnic coals diendapkan di dalam cekungan kontinen yang besar. Limnic coals memiliki karakter: terbentuk pada kontinen graben, jumlah lapisannya sedikit tapi setiap lapisannya sangat tebal. Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Kuliah Umum 6 Komentar

UJI MEKANIK
7 Oktober 2006
Selain analisis kimia, juga dilakukan sejumlah tes untuk menentukan parameter fisik batubara, seperti uji densitas relatif , distribusi ukuran partikel, dll.

1. Densitas relatif: Densitas relatif batubara tergantung pada rank dan mineral pengotornya. Data densitas relatif diperlukan untuk membuat sampel komposit dalam menentukan banyaknya asap (seam). Selain itu diperlukan juga sebagai faktor penting dalam mengubah cadangan batubara dari unit volume menjadi unit massa. Penentuan dilakukan dengan menghitung banyaknya kehilangan berat pada saat dicelupkan ke dalam air. Cara terbaik adalah dari data berat batubara dengan menggunakan piknometer. Grafik di bawah ini memberikan hubungan antara densitas relatif terhadap kandungan abu untuk batubara dan serpih karbon di cekunagn Agades.

2. Distribusi Ukuran Partikel: Distribusi ukuran pertikal pada batubara yang rusak tergantung pada metode penambangan, cara penanganannya, serta derajat perekahan material tersebut. Distribusi ukuran merupakan faktor kritis yang dapat menunjukkan bagian tumbuhan penyusunnya. Penentuan dilakukan dengan metode ayakan. Grafik data pengeplotan menghasilkan data rata-rata ukuran partikel dan derajat keseragaman partikel.

3. Uji Pengapungan (Float-sink testing): Uji ini dilakukan untuk menentukan distribusi densitas partikel sampel dengan cara mencelupkan sampel batubara ke dalam larutan yang diketahui densitas relatif. Selain itu dilakukan juga penelitian lain seperti penghitungan energi spesifik. Larutan yang digunakan biasanya mempunyai densitas berkisar antara 1,3 2,0. Campuran larutan organik ini antara lain tetrabromoethane (R.D.2,89), perchlorethylene (R.D.1,60), dan Toluena (R.D.1,60) yang sering digunakan karena viscositasnya rendah dan sifat pengeringan yang baik. Grafik yang diplot menunjukkan persentase material yang mengapung dan yang tenggelam yang dihitung dalam basis kumulatif. Akhirnya dapat digunakan untuk menentukan fraksi pengapungan dengan kandungan spesifik abu.

4. Uji Kerusakan Serpih (Shale breakdown test): Ada beberapa masalah pada saat ekstraksi batubara, misalnya akibat pengotor (abu,dll) yang biasanya diakibat oleh hadirnya mineral lempung, contoh montmorilonit pada komponen non-

batubara. Jumlah shale breakdown didapat dari proporsi material yang ditentukan dengan analisis sedimentasi residu.

UJI LAINNYA UNTUK KARBONISASI Karbonisasi adalah proses pemanasan batubara pada temperatur beberapa ratus derajat untuk menghasilkan material-material: 1. Padatan yang mengalami pengayaan karbon yang disebut coke. 2. Larutan yang merupakan campuran hidrokarbon tar dan amoniacal liquor. 3. Hidrokarbon lain dalam bentuk gas yang didinginkam ke temperatur normal.

1. Free Swelling Index: Tes ini dilakukan untuk menentukan angka peleburan dengan cara memanaskan sejumlah sampel pada temperatur peleburan normal (kira-kira 800C). Setelah pemanasan atau sampai semua semua volatile dikelurkan, sejumlah coke tersisa dari peleburan. Swelling number dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel dan kecepatan pemanasan.

2. Tes karbonisasi Gray-King dan tipe coke: Tes Gray-King menentukan jumlah padatan, larutan dan gas yang diproduksikan akibat karbonisasi. Tes dilakukan dengan memenaskan sampel didalam tabung tertutup dari temperatur 300C menjadi 600C selama 1 jam untuk karbonisasi temperatur rendah atau dari 300C menjadi 900C selama 2 jam untuk karbonisasi temperatur tinggi.

3. Tes Karbonisasi Fischer: Prinsipnya sama dengan metode Gray-King, perbedaan terletak pada peralatan dan kecepatan pemanasan. Pemanasan dilakukan di dalam tabung alumunium selama 80 menit. Tar dan liquor dikondensasikan ke dalam air dingin. Akhirnya didapatkan persentase coke, tar dan, air sedangkan jumlah gas didapat dengan cara mengurangkannya. Tes Fischer umum digunakan untuk batubara rank rendah (brown coal dan lignit) untuk karbonisasi temperatur rendah. Data perbandingan Tes Gray-King dan Fischer:

4. Plastometer Gieseler: Plastometer Gieseler adalah viskometer yang memantau viscositas sampel batubara yang telah dileburkan. Dari tes ini direkam data-data sbb: 1. 2. 3. 4. Initial softening temperature. Temperatur viscositas maksimum Viskositas maksimum. Temperatur pemadatan resolidifiation temperatur.

5. Indeks Roga: Indeks Roga menyatakan caking capacity. Ditentukan dengan cara memanaskan 1 gram sampel batubara yang dicampur dengan 5 gram antrasit pada 850C selama 15 menit.

6. Tes lain yang dilakukan: Biasanya dilakukan untuk menentukan: 1. 2. 3. 4. Komposisi kimia (analisis proksimat, total belerang, analisis abu,dll) Parameter fisik (distribusi ukuran, densitas relatif) Uji kekuatan. Tes Metalurgi.

Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Kuliah Umum 11 Komentar

BATUBARA SEBAGAI SEDIMEN ORGANIK


7 Oktober 2006
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri dari kandungan bermacam-macam pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut rawarawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara. Selain tumbuhan yang ditemukan bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen, tingkat keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang, lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada

kondisi iklim setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara. Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang peranan yang sangat penting.

PENYUSUN BATUBARA Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya. Lignin Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol. Hingga saat ini, sangat sedikit bukti kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan unsur organik utama yang menyusun batubara. Karbohidrat Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk batubara.

Protein Protein merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.

Material Organik Lain Resin Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada batangnya. Tanin Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian batangnya. Alkaloida Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam bentuk rantai. Porphirin Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi perkembangan dari proses coalifikasi. Hidrokarbon Unsur ini terdiri atas bisiklik alkali, hidrokarbon terpentin, dan pigmen kartenoid. Sebagai tambahan, munculnya turunan picene yang mirip dengan sistem aromatik polinuklir dalam ekstrak batubara dijadikan tanda inklusi material sterane-type dalam pembentukan batubara. Ini menandakan bahwa struktur rangka tetap utuh selama proses pematangan, dan tidak adanya perubahan serta penambahan struktur rangka yang baru. Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral) Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa material tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses kimia dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya peat.

Pembentukan Lapisan Source Teori Rawa Peat (Gambut) Autocthon Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi sisa-sisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu area yang sama. Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu geologi yang cukup, yang kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai dengan terbentuknya peat yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam kualitas antrasit. Kelemahan dari teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya transportasi yang bisa menyebabkan banyaknya kandungan mineral dalam batubara. Teori Transportasi Allotocton Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa peat, melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul didalam lingkungan aqueous seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula. Proses Geokimia dan Metamorfosis Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses. Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi. HETEROATOM DALAM BATUBARA Heteroatom dalam batubara bisa berasal dari dalam (sisa-sisa tumbuhan) dan berasal dari luar yang masuk selama terjadinya proses pematangan.

Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5 1,5 % w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk selama proses pembentukan batubara. Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 30 % w/w terdapat pada lignit atau 1,5 2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari bermacam-macam material penyusun tumbuhan yang terakumulasi ataupun berasal dari inklusi oksigen yang terjadi pada saat kontak lapisan source dengan oksigen di udara terbuka atau air pada saat terjadinya sedimentasi. Variasi kandungan sulfur pada batubara berkisar antara 0,5 5 % w/w yang muncul dalam bentuk sulfur organik dan sulfur inorganik yang umumnya muncul dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam batubara berasal dari berbagai sumber. Pada batubara dengan kandungan sulfur rendah, sulfurnya berasal material tumbuhan penyusun batubara. Sedangkan untuk batubara dengan kandungan sulfur menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari air laut.
Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Kuliah Umum 6 Komentar

Sumber Daya dan Cadangan


23 September 2006
Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini dibagi dalam kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak. Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang. Klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat keyakinan geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu aspek geologi dan aspek ekonomi. Kelas Sumber Daya 1. Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource) Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.

Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan batubara yg diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis sumberdaya dan mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka mereka akan di klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi (identified resources). 2. Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource) Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi. Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km 4,8 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih. 3. Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource) Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan. Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan dengan alasan sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti gteologi dalam daerah antara 0,4 km 1,2 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sib bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm. 4. Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced) Sumber daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di daerah peyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syaratsyarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci. Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm. Penghitungan Sumber Daya

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung sumberdaya batubara di daerah penelitian. Pemakaian metode disesuaikan dengan kualitas data, jenis data yang diperoleh, dan kondisi lapangan serta metode penambangan (misalnya sudut penambangan). Karena data yang digunakan dalam penghitungan hanya berupa data singkapan, maka metode yang digunakan untuk penghitungan sumber daya daerah penelitian adalah metode Circular (USGS) (Gambar).

Aturan Penghitungan Sumberdaya Batubara dengan Metode Circular (USGS) (Wood et al., 1983)

Penghitungan sumber daya batubara menurut USGS dapat dihitung dengan rumus Tonnase batubara = A x B x C, dimana A = bobot ketebalan rata-rata batubara dalam inci, feet, cm atau meter B = berat batubara per stuan volume yang sesuai atau metric ton. C = area batubara dalam acre atau hektar

Kemiringan lapisan batubara juga memberikan pengaruh dalam perhitungan sumber daya batubara. Bila lapisan batubara memiliki kemiringan yang berbeda-beda, maka perhitungan dilakukan secara terpisah. 1. Kemiringan 00 100 Perhitungan Tonase dilakukan langsung dengan menggunakan rumus Tonnase = ketebalan batubara x berat jenis batubara x area batubara 2. Kemiringan 100 300 Untuk kemiringan 100 300, tonase batubara harus dibagi dengan nilai cosinus kemiringan lapisan batubara. 3. Kemiringan > 300 Untuk kemiringan > 300, tonase batubara dikali dengan nilai cosinus kemiringan lapisan batubara.
Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Kuliah Umum 34 Komentar

Kualitas Batubara
23 September 2006
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank). Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang. Kualitas dan Klasifikasi Batubara Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium, diantaranya adalah analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air, zat terbang, karbon padat, dan kadar abu, sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang.

Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah penelitian. Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi American Society for Testing and Material (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983)(Tabel 5.2). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori dalam basis dry, mineral matter free (dmmf). Untuk mengubah basis air dried (adb) menjadi dry, mineral matter free (dmmf) maka digunakan Parr Formulas (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983) :

dimana : FC = % karbon padat (adb) VM = % zat terbang (adb) M = % air total (adb) A = % Abu (adb) S = % sulfur (adb) Btu = british termal unit = 1,8185*CV adb Tabel 5.2 Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983)
Fixed Carbon ,% Volatile Matter Calorific Value Limits BTU per pound , dmmf Limits, % , dmmf (mmmf) Class Group Equal or Less Greater Than Than 98 92 86 78 69 98 92 86 78 69 2 8 14 22 31 Equal Equal or Less Greater or Less Greater Than Than Than Than 2 8 14 22 31 14000
D

Agglomerating Character nonagglomerating

1.Meta-anthracite I Anthracite*
2.Anthracite 3.SemianthraciteC

1.Low volatile bituminous coal II Bituminous 2.Medium volatilebituminous coal 3.High volatile A bituminous coal

commonly

4.High volatile B bituminous coal 5.High volatile C bituminous coal

13000

14000 13000 11500 11500 10500 9500 8300 6300

agglomerating

**E

11500 10500

agglomerating

1.Subbituminous A coal III 2.Subbituminous B coal Subbituminous 3.Subbituminous C coal IV. Lignite 1.Lignite B 1.Lignite A

10500 9500 8300 6300

nonagglomerating

Contoh hasil analisa batubara

Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Kuliah Umum 215 Komentar

Lingkungan Pengendapan Batubara


23 September 2006
Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai pengaruh-pengaruh synsedimentary dan post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat (rank) dan kerumitan struktur yang bervariasi. Lingkungan pengendapan batubara dapat mengontrol penyebaran lateral, ketebalan, komposisi, dan kualitas batubara. Untuk pembentukan suatu endapan yag berarti diperlukan suatu susunan pengendapan dimana terjadi produktifitas organik tinggi dan penimbunan secara perlahan-lahan namun terus menerus terjadi dalam kondisi reduksi tinggi dimana terdapat sirukulasi air yang cepat

sehingga oksigen tidak ada dan zat organik dapat terawetkan. Kondisi demikian dapat terjadi diantaranya di lingkungan paralik (pantai) dan limnik (rawa-rawa). Menurut Diessel (1984, op cit Susilawati ,1992) lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk di lingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, lagunal, deltaik, atau juga fluviatil. Diessel (1992) mengemukakan terdapat 6 lingkungan pengendapan utama pembentuk batubara (Tabel 2.1) yaitu gravelly braid plain, sandy braid plain, alluvial valley and upper delta plain, lower delta plain, backbarrier strand plain, dan estuary. Tiap lingkungan pengendapan mempunyai asosiasi dan menghasilkan karakter batubara yang berbeda. Tabel 2.1 Lingkungan Pengendapan Pembentuk Batubara (Diesel, 1992) Subenvironment Coal Characteristics Bars, channel, overbank plains, swamps, raised bogs Bars, channel, overbank plains, swamp, raised bogs, mainly dull coals, medium to low TPI, low GI, low sulphur mainly dull coals, medium to high TPI, low to medium GI, low sulphur mainly bright coals, high TPI, medium to high GI, low sulphur mainly bright coals, low to medium TPI, high to very high GI, high sulphur transgressive : mainly bright coals, medium TPI, high GI, high sulphur regressive : mainly dull coals, low TPI and GI, low sulphur mainly bright coal with high GI and medium TPI

Environment Gravelly braid plain

Sandy braid plain

Alluvial valley and upper delta plain

channels, point bars, floodplains and basins, swamp, fens, raised bogs Delta front, mouth bar, splays, channel, swamps, fans and marshes Off-, near-, and backshore, tidal inlets, lagoons, fens, swamp, and marshes

Lower delta plain

Backbarrier strand plain

Estuary

channels, tidal flats, fens and marshes

Proses pengendapan batubara pada umunya berasosiasi dengan lingkungan fluvial flood plain dan delta plain. Akumulasi dari endapan sungai (fluvial) di daerah pantai akan membentuk delta dengan mekanisme pengendapan progradasi (Allen & Chambers, 1998). Lingkungan delta plain merupakan bagian dari kompleks pengendapan delta yang terletak di atas permukaan laut (subaerial). Fasies-fasies yang berkembang di lingkungan delta plain ialah endapan channel, levee, crevase, splay, flood plain, dan swamp. Masing-masing endapan tersebut dapat diketahui dari litologi dan struktur sedimen.

Endapan channel dicirikan oleh batupasir dengan struktur sedimen cross bedding, graded bedding, paralel lamination, dan cross lamination yang berupa laminasi karbonan. Kontak di bagian bawah berupa kontak erosional dan terdapat bagian deposit yang berupa fragmen-fragmen batubara dan plagioklas. Secara lateral endapan channel akan berubah secara berangsur menjadi endapan flood plain. Di antara channel dengan flood plain terdapat tanggul alam (natural levee) yang terbentuk ketika muatan sedimen melimpah dari channel. Endapan levee yang dicirikan oleh laminasi batupasir halus dan batulanau dengan struktur sedimen ripple lamination dan paralel lamination. Pada saat terjadi banjir, channel utama akan memotong natural levee dan membentuk crevase play. Endapan crevase play dicirikan oleh batupasir halus sedang dengan struktur sedimen cross bedding, ripple lamination, dan bioturbasi. Laminasi batupasir, batulanau, dan batulempung juga umum ditemukan. Ukuran butir berkurang semakin jauh dari channel utamanya dan umumnya memperlihatkan pola mengasar ke atas. Endapan crevase play berubah secara berangsur ke arah lateral menjadi endapan flood plain. Endapan flood plain merupakan sedimen klastik halus yang diendapkan secara suspensi dari air limpahan banjir. Endapan flood plain dicirikan oleh batulanau, batulempung, dan batubara berlapis. Endapan swamp merupakan jenis endapan yang paling banyak membawa batubara karena lingkungan pengendapannya yang terendam oleh air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok untuk akumulasi gambut. Tumbuhan pada sub-lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh pohon-pohon keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky. Sedangkan tumbuhan pada lower delta plai didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah pohon yang menghasilkan batubara berlapis (Allen, 1985). Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Kuliah Umum 16 Komentar

Batubara
23 September 2006
Batubara adalah batuan yang mudah terbakar yang lebih dari 50% -70% berat volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbonan termasuk inherent moisture. Bahan organik utamanya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora, polen, damar, dan lain-lain. Selanjutnya bahan organik tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh endapan lainnya. Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). peatification Endapan organik coalification Gambut Batubara

Biokimia

geokimia

Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Kuliah Umum 35 Komentar

Up-grading Minyak Batubara


12 Juni 2005
PENGARANG : Hartiniati SUMBER : Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 2000, Vo. 2, No. 1 hal. 1-8. /HUMAS-BPPT/ANY RINGKASAN : As a transportation fuel, coal Liquefied oil requires certain quality improvement known as upgrading due to its higher concentrations of nitrogen, sulfur, oxygen dan aromatics than petroleum fraction. Experiments using small-scale fixed bed reactor show that there is an improvement in the quality of recycle-solvent used for coal liquefaction after first hydrotreatment. Coal slurry using first hydrotreated oil as solvent shows lower viscosity than that of non-hydrotreated oil, and if it is mixed with Banko coal, the coal concentration could achieve as high as 50%. Nitrogen and sulfur contents in hydrotreated oil are reduced to negligible level and the storage stability remarkably improves after hydrotreatment. The quality of fuel from second hydrotreatment is still lower than that of petroleum product in terms of cetane number, smoke point, contents of sulfur and aromatics. KATA KUNCI : hydrotreatment, pencairan batubara, heteroatom, Banko, Yallourn PENDAHULUAN : Riset Pencairan Batubara untuk memproduksi BBM sintetis di Indonesia sudah berlangsung sejak awal tahun 1990-an, namun perkembangannya secara nyata dengan target komersial baru dimulai sejak awal tahun 1994, setelah perjanjian kerjasama riset ditandatangani antara BPPT dan NEDO. Berbagai jenis batubara muda Indonesia telah diuji, dengan hasil yang sangat menjanjikan, hasil tertinggi diperoleh dari batubara Banko dengan produk minyak sekitar 70%. Dibandingkan dengan batubara Yallourn dari Australia yang hanya menghasilkan minyak

<60%, hasil tersebut memang sangat signifikan, terutama dilihat dari segi biaya, dan harga minyak batubara yang semakin kompetitif. Hasil studi kelayakan menunjukkan bahwa batubara Banko dapat memproduksi BBM, produk setengah jadi, dengan harga sekitar US $ 18/barrel. Melihat harga minyak dewasa ini yang telah mencapai US$ 30- 32/barel, maka studi pencairan batubara ini sangat dirasa perlu untuk dilanjutkan hingga tingkat komersialisasi. KESIMPULAN : Hasil pengujian produk batubara cair melalui proses up-grading atau hydrotreatment menggunakan reaktor fixed bed dengan katalis Ni-Mo-P/Al2O, secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Proses hydrotreatment tahap 1 ternyata dapat meningkatkan kualitas pelarut tertersirkulasi (recycle solvent) sebagai donor hidrogen pada proses pencairan batubara. Slurry batubara dengan menggunakan minyak hasil hydrotreatment tahap 1 menunj

Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Teknologi & Penelitian 8 Komentar

Untuk Gantikan BBM Pemerintah akan Gunakan Batubara Cair


5 April 2005
sumber: http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=193264&kat_id=4 JAKARTAButuh payung hukum yang kuat dan dukungan dari presiden. emerintah berencana menggunakan batubara cair untuk mengurangi beban penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang semakin meningkat. Kita harus mengurangi konsumsi Bahan bakar Minyak, salah satunya adalah bagaimana batubara bisa kita cairkan kemudian kita jadikan BBM dimana nantinya bisa menggantikan pemakaian BBM, kata Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro seusai bertemu wapres Jusuf Kalla di Jakarta, Senin. Menurut Purnomo untuk itu, ia membutuhkan payung hukum yang kuat dan kebijakan secara nasional oleh Presiden Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla. Namun ketika ditanyakan payung hukum seperti apa yang diinginkannya, Purnomo belum bisa menjawab karena ia harus mempresentasikan hal ini kepada Presiden Yudhoyono setelah kunjungan ke luar negeri. Yang jelas hal itu perlu dukungan dari Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk keluarkan kebijakan untuk menggantikan BBM ini, kata Purnomo. Menurut rencana produksi batubara cair tersebut akan dilakukan di Sumatra Selatan karena memiliki cadangan batubara yang sangat besar. Saat ini cadangan batubara Indonesia sangat besar masih sekitar 70 tahun. Untuk itu bisa digunakan sebagai pengganti BBM yang untuk kebutuhan nasional saat ini mencapai 85,6 juta kilo liter per tahun. Penggunaan batubara cair, tambah Purnomo, saat ini juga telah dilakukan di Afrika Selatan.

Sementara itu menanggapi peran OPEC akibat harga minyak dunia yang terus meningkat, Purnomo mengatakan OPEC tidak bisa lagi lakukan kontrol atas harga minyak dunia. OPEC, tambahnya saat ini hanya memiliki pangsa pasar minyak dunia sebesar 40 persen. OPEC tidak bisa berdaya dengan penjualan minyak yang tak bisa dikontrol, katanya. Meskipun, tambahnya saat ini OPEC telah berusaha untuk menaikan produksinya hingga 500 ribu barel. Sejauh ini, tambahnya pemerintah Indonesia setuju dengan segala usaha apapun juga untuk menurunkan harga minyak dunia. Seiring dengan meningkatnya permintaan dan ketatnya produksi minyak dunia, harga minyak di pasar dunia pada triwulan keempat tahun 2005 menurut perkiraan pengamat perminyakan, Dr Kurtubi, bisa mencapai 60 dolar AS per barel. Sekarang kita sudah masuk ke triwulan kedua tetapi harga minyak masih bertahan pada 55 dolar AS. Saya khawatir kalau selama triwulan ini harga tetap bertahan pada kisaran itu, harga minyak pada triwulan ketiga dan keempat akan jauh melebihi perkiraan saya, katanya kemarin. Jika pada triwulan kedua tahun 2005 harga minyak dunia masih berkisar 55 dolar per barel maka, menurut dia, Indonesia dan dunia harus bersiap-siap menerima kenyataan melambungnya harga minyak West Texas Intermediate/WTI (yang menjadi acuan perdagangan minyak mentah dunia-red) selama tahun 2005-2006 akan mencapai 60 dolar per barel. Biasanya, kata dia, berdasarkan perilaku permintaan minyak di pasar dunia, pada triwulan kedua harga minyak akan tertekan sehingga menjadi lebih rendah dibandingkan dengan harga minyak pada triwulan sebelumnya meskipun tidak akan lebih rendah dari 40 dolar per barel (batas bawah patokan harga minyak OPEC). Namun hingga memasuki masa-masa awal triwulan kedua tahun 2005 harga minyak di pasaran dunia sama sekali tidak mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena faktor fundamental dimana permintaan minyak dunia sangat tinggi tahun 2005. Saya perkirakan jumlahnya mencapai 84 juta barel per hari atau sekitar 2 juta barel lebih banyak dibandingkan permintaan minyak tahun 2003 yang hanya 82,5 juta barel per hari, katanya. Tingginya laju permintaan minyak pada tahun 2005 itu menurut dia disebabkan oleh masih tingginya laju permintaan minyak dari China yang belakangan ini juga diikuti oleh India.
Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Berita Batubara 23 Komentar

Jurus Bumi Resources Mendulang Untung dari KPC


28 Agustus 2004

Setelah gebrakan yang mengundang kontroversi, ketika mengakuisisi PT Kaltim Prima Coal, Juli tahun lalu,
PT Bumi Resources Tbk yang awalnya bergerak di bidang hotel dan pariwisata, kini terus unjuk kemampuan sebagai produsen batubara utama nasional. Tahun ini, perusahaan publik berkode BUMI itu mencanangkan untuk meningkatkan produksi PT Kaltim Prima Coal (KPC) menjadi 50 juta metrik ton (MT) pada akhir tahun 2007. Direktur Utama BUMI, Ari S Hudaya mengatakan, peningkatan produksi ini akan dilakukan lewat perluasan program pengeboran menjadi 365 ribu meter pada akhir tahun 2004, dari posisi per Juni 2004 seluas 215 ribu meter atau sebanyak 850 titik lubang bor. Kapasitas pengeboran juga akan terus ditambah, seiring dengan target perluasan areal pengeboran menjadi 432 ribu meter pada tahun 2005. Hal ini sejalan dengan strategi bisnis BUMI untuk meningkatkan kapasitas produksi batubara dan meningkatkan persediaan cadangan untuk memenuhi permintaan jangka panjang, ujar Ari. Kapasitas produksi dan cadangan batubara KPC memang jauh lebih besar dibanding anak perusahaan BUMI, PT Arutmin, yang juga bergerak di sektor yang sama. KPC yang berbasis di Sangatta, Kalimantan Timur memiliki cadangan batubara yang terukur dan terkira sebanyak 2,7 miliar metrik ton. Sebanyak 2,3 miliar MT di antaranya tersebar di Sangatta dan Melawan, sementara sisanya tersebar di wilayah Bengalon. Dari angka tersebut, KPC memiliki cadangan yang siap dipasarkan sebesar 552 juta MT dari tiga jenis batubara yakni Prima, Pinang dan Melawan. Prima merupakan jenis batubara terbaik dengan nilai kalori yang cukup tinggi sebesar 6.800 kkal/Kg, sedangkan jenis Pinang sebesar 6.200 kkal/Kg. Pada tahun 2003, produksi batu bara dari dari KPC tercatat sebesar 16,2 juta ton, turun dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 17,7 juta ton. Sementara dari tambang PT Arutmin, BUMI memiliki cadangan batubara 1,5 miliar ton yang tersebar di tambang Senakin, Satui dan Ata Mereh. Besar cadangan yang siap dipasarkan pada tahun 2003 sebanyak 359 juta ton dengan tingkat kalori rata-rata 6.700 6.800 kkal/Kg. Pada tahun 2003 kapasitas produksi tercatat sebesar 13,7 juta ton, meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 10,5 juta MT. Terkait upaya peningkatan produksi KPC menjadi 50 juta MT pada 2007, kata Ari, pihaknya telah menambah alat bor dan membeli alat pengeboran Dando. Sarana itu dilengkapi dengan dua alat pengeboran yang dimiliki kontraktor BUMI. Perusahan juga disebut telah menerapkan sistem aplus baru untuk karyawan, dan diharapakan meningkatkan waktu operasional alat pengeboran hingga 50 persen. Agar mencapai target itu, kata Ari S. Hudaya, BUMI harus mengerek anggaran program pengeboran dari 1,2 juta dolar AS yang dibelanjakan tahun 2003, menjadi 4,8 juta dolar tahun ini. Dari total anggaran tersebut, sebanyak 1,92 juta dolar sudah disalurkan sampai paruh pertama 2004. Hingga saat ini baru 40 persen luas wilayah kontrak karya tambang KPC yang telah dieksplorasi. Perluasan pengeboran ini akan meningkatkan keyakinan geologis atas cadangan yang telah diketahui, serta menentukan posisi cadangan tambahan. Pengeboran tambahan ini diharapkan dapat memetakan deposit batubara yang layak tambang, ujar Ari S. Hudaya. Wilayah pengeboran yang sangat prospektif dan dianggap bisa menunjang peningkatan produksi bagi KPC adalah Pinang Utara, Pinang Timur dan Melawan Utara. Menurut Ari, Pinang Utara selama ini memang telah menjadi target eksplorasi, namun sampai saat ini jumlah cadangan teridentifikasinya masih belum bisa diketahui. Wilayah ini juga diperkirakan memiliki kandungan batubara sekelas jenis Prima dan Pinang yang memiliki bobot bahan bakar yang cukup tinggi, antara 6.700 7 .100 kkal. Saat ini dua unit alat pengeboran telah disiapkan di Pinang Utara untuk segera dioperasikan. Sementara pengeboran di wilayah Melawan Utara dijadwalkan akan dimulai pada awal Oktober tahun ini, sedangkan untuk wilayah Pinang Timur akan dimulai awal Desember. Perusahaan pun telah menunjuk tiga kontraktor pertambangan, PT Thiess Indonesia, Henry Walker Etin dan PT Pama Persada. Jumlah armada telah ditingkatkan sesuai dengan jadwal ekspansi. Seiring perluasan program pengeboran, menurut Ari, produksi KPC tahun ini dipatok 23,5 juta MT, dan akan menjadi 27 juta MT tahun 2005. Sementara dari Arutmin diperkirakan akan mampu dihasilkan 16,5 juta MT pada tahun 2004 dan naik menjadi 18 juta MT pada tahun 2005.

Untuk tahun 2004 BUMI berada dalam target untuk memproduksi 40 juta ton batubara, sebelum melakukan peningkatan kapasitas lebih jauh lagi selama dua tahun ke depan dan mencapai target produksi total tahunan sebesar 70 juta ton akhir tahun 2007, ujar Ari optimis. Produk batubara KPC selama ini sudah menjadi permintaan tetap dari sejumlah perusahaan besar di Jepang dan Taiwan, seperti Chubu Electric Power Co Inc, Tohoku Electric Power Company dan Nippon Steel Ltd. Untuk pasar Jepang dan Taiwan, KPC mengalokasikan 43 persen dari total produksi, dan 20 persen dipasarkan ke Eropa. Rencana perluasan eksplorasi BUMI, menurut analis dari Evergreen Capital, Edwin Sebayang, mengundang sentimen positif. Alasannya, saat ini permintaan batubara dunia masih cukup tinggi menyusul ditutupnya keran impor oleh Cina untuk waktu tak bisa dipastikan. Permintaan batubara sebagai second option untuk bahan bakar dipastikan akan tetap tinggi, khususnya pada saat Eropa dan daratan Amerika memasuki musim dingin. Namun peningkatan pengeboran ini harus didukung oleh cadangan yang ada, itu yang jadi pertanyaan, ujar Edwin. Ia memperkirakan masih akan terjadi peningkatan permintaan batubara dalam beberapa tahun mendatang sebesar 15-20 persen. Namun ia juga mengingatkan bahwa permintaan dan harga batubara akan kembali terkoreksi jika Eropa dan Amerika kembali memasuki musim panas, dan produksi minyak dunia kembali stabil. Sementara itu analis pertambangan dari PT Trimegah Securities Tbk, Arianto Reksoprodjo mengatakan, peningkatan eksplorasi BUMI di KPC akan meningkatkan reserves yang tadinya masih terkira menjadi terukur. Sebelumnya, akibat ketidakpastian yang pernah dirasakan di tubuh KPC ketika sahamnya masih dimiliki BP dan Rio Tinto, membuat perusahaan yang memiliki kontribusi 17 persen dari total produksi nasional ini kurang melakukan eksplorasi dan mengembangkan tambang baru. Sekarang BUMI sudah firmed bahwa dia akan fokus di batubara, khususnya di KPC. Perusahaan juga sudah menciptakan situasi win win solution, baik bagi perusahaan sendiri maupun bagi pihak lain termasuk Pemda Kaltim dan Pemkab Kutai Timur, ujar Arianto. KPC juga disebutkan Arianto memiliki kawasan yang terkenal dengan nama Pinang Dome yang diperkirakan sarat dengan cadangan batubara. Kawasan ini juga disebut Kubah Pinang setelah fenomena geologis akibat proses tekanan dari panas bumi yang mendorong permukaan bumi mencuat keluar. Proses ini mengakibatkan batubara yang tersebar di areal tersebut menjadi matang dengan cepat, sekaligus membentuk kualitas tinggi atau bituminous coal, dengan nilai kalori yang juga tinggi dan tingkat kelembaban yang rendah. Kawasan ini diharapkan mampu memproduksi batubara jenis Prima yang diakui kualitasnya secara internasional karena tingkat kalorinya yang tinggi, level abu yang rendah, dan tingkat sulfur yang moderat serta kelembaban rendah. Saat ini KPC baru menggarap dua wilayah di Pinang yakni wilayah barat dan selatan, Masih ada posisi utara dan timur yang belum digarap sama sekali, dan diasumsikan akan ada peningkatan produksi dua kali lipat di wilayah tersebut, ujar Arianto. Indikasi penambahan cadangan dalam bentuk cadangan terkira baru bisa diketahui tahun 2007, dan baru bisa menjadi cadangan terukur pada tahun berikutnya jika sudah berdiri mine plant di lokasi pengeboran. Masuk ke reserves yang terukur kalau mereka sudah punya mine plant, dan itu mungkin baru bisa terjadi pada tahun 2008, tuturnya. Kendati telah tersedia tambang baru seperti di Bengalon dan Melawan Utara, Arianto juga mengatakan perusahaan belum tentu bisa mencapai target 70 juta MT tahun 2007. Bahkan ia memproyeksikan produksi masih berada pada level versi perusahaan. Kemungkinan kendala yang bakal menghadang BUMI seperti hujan yang tingkatnya melebihi rata-rata, serta keterlambatan masuknya kontraktor tambang-tambang baru karena belum mendapat persetujuan kreditor. Upaya para kontraktor memasukkan peralatan berat ke pedalaman Sangatta lewat pantai juga diperkirakan terganggu akibat iklim di Kalimantan. Arianto juga memperkirakan target produksi KPC untuk 2005 akan meleset menjadi 25 juta MT dibanding target 27 juta ton, begitu juga tahun 2006 akan meleset menjadi 28,9 juta ton dibanding target 30 juta ton. Kita

lihat mereka terlalu agresif untuk membuka tambang baru pada awal tahun, tapi kenyataannya kan nggak bisa langsung, tambahnya. Dirut BUMI, Ari Hudaya membenarkan kemungkinan kendala berupa iklim serta keterlambatan pengiriman alat berat dari pabrik. Namun ia tetap yakin BUMI akan mampu mencapai target 70 juta ton tahun 2007. Pada tahun 2004 saja, perusahaan dipastikan akan mampu meraup laba bersih 137,7 juta dolar AS, mengingat permintaan dunia masih sangat tinggi, disusul harga pasar yang setidaknya masih akan tinggi selama tiga tahun mendatang. Mengenai target laba di tahun 2005 dan 2006 jelas akan meningkat dibandingkan tahun ini, dan kami proyeksikan akan lebih baik karena adanya peningkatan produksi dan tingginya harga jual batubara dunia. Tapi untuk saat ini kami belum dapat mengungkapkan target laba tahun 2005 karena masih dalam tahap perhitungan, ungkap Ari. Harga spot untuk batubara jenis Prima yang diproduksi BUMI berkisar antara 60-56 dolar AS per ton. Dari total produksi batubara BUMI sebesar 40 juta MT, sebanyak 3,0 persen atau 1,5 juta MT dialokasikan ke pasar domestik, sementara sisanya sebesar 97 persen atau 38,5 juta MT dialokasikan ke pasar internasional. *

Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Berita Batubara Tinggalkan Sebuah Komentar

Harga Batubara Diduga Tetap Tinggi


24 Maret 2004
Pada saat pembukaan Konferensi Batubara Asia Mc Closkeys di Kuala Lumpur, 8 Maret lalu, pemilu di negeri jiran ini tinggal 13 hari lagi. Namun, tidak tampak poster, spanduk maupun pawai kontestan. Suasana tenang di jalanan sangat kontras dengan suasana di Hotel Shangri-la, tempat konferensi berlangsung. Salah satu topik panas yang dibahas adalah melesatnya harga batu bara dunia, seperti layaknya balap mobil Formula I yang tak lama lagi diadakan di Sirkuit Syah Alam, Se-pang, tiga jam perjalanan dari Kuala Lumpur. Perdebatan yang selalu ditunggu selama konferensi, sebesar apa dan seberapa lama harga batu bara akan terus melejit? Dan, sejauh mana pengaruh Cina terhadap pasar batu bara ke depan? Seluruh pasar batu bara Asia berubah cepat, dan memberikan dampak pada perdagangan batu bara dunia. Kebutuhan batu bara untuk pasar Jepang, Korea dan Taiwan terus meningkat pada saat Cina mengonsentrasikan kebutuhan domestik dan mengurangi ekspornya. Produksi & pangsa penjualan batu bara Indonesia (juta ton) 2002 2003* 2004* Produksi 108,7 123,6 135,4 A sia 61,0 76,0 83,8 Eropa 10,3 10,5 10,5 AS 3,3 3,6 5,0 Ekspor 74,6 90,1 99,3 Domestik 29,0 31,4 32,2 Total penjualan 103,6 121,5 131,5

Sumber: McCloskeyAsian Coal Conference Ket. * Perkiraan Ini tentu menjadi catatan tersendiri yang mengembirakan bagi para produsen batu bara di Pasific Rim, apalagi pada saat yang sama produsen Australia sedang mengalami penguatan mata uangnya terhadap US$ secara terus menerus. Bagi Indonesia, kondisi pasar dunia yang belum pernah terjadi ini harus dimanfaatkan dengan baik. Sampai-sampai salah satu pemilik perusahaan batu bara yang cukup besar di Kalimantan Timur yang secara rutin bermain golf menghentikan olah raga favoritnya itu demi menangguk keuntungan dalam kondisi saperti ini. Dari tahun ke tahun tingkat produksi dalam negeri terus meningkat. Pada 2003 produksi nasional 123,6 juta ton dan diperkirakan akan meningkat terus di tahun ini sebesar 135,4 juta ton. Tingkat poduksi di atas 150 juta ton dipastikan akan terwujud pada 2006. Dengan kondisi pasar sekarang dan khususnya pada sisi harga batu bara yang diperkirakan akan bertahan tinggi selama dua tahun ke depan, maka tentunya selama waktu tersebut devisa ekspor batu bara Indonesia akan meningkat tajam sejalan dengan kenaikan produksi batu bara Indonesia. Terlebih lagi harga batu bara diperkirakan akan masih tetap tinggi. Kondisi ini akan meningkatkan masukan royalti yang relatif cukup besar bagi pemerintah pusat maupun daerah. Dengan tingkat perkiraan produksi sebesar 135,4 juta ton pada 2004 dan juga perkiraan tingkat ekspor mencapai 99,3 juta ton, Indonesia menjadi eksportir batu bara nomor dua di dunia. Di pasar domestik pun, akan terjadi peningkatan kebutuhan batu bara sebesar 32,2 juta ton. Peningkatan akan terjadi pada 2007 dengan beroperasinya secara penuh PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) Tanjung Jati-B serta kemungkinan besar PLTU Cilacap. Kondisi pasar Pada dasarnya pasar batu bara secara ekonomi sudah tersegmenkan. Afrika Selatan dan Kolumbia ke Eropa, Australia dan Indonesia ke Asia dan kawasan Atlantik. Bagi produsen Indonesia, pertumbuhan kebutuhan batu bara di Asia menjadi sangat penting. Tahun lalu, dari pasar batu bara sebesar 441,3 juta ton, Asia menguasai 244,19 juta ton, dan diperkirakan kebutuhan Asia terus meningkat menjadi 250,89 juta ton. Saat ini, pasar batu bara Asia menjadi fenomena yang cukup menarik dan unik. Bagi produsen Indonesia, sebelumnya untuk memasuki pasar Asia harus berhadapan dengan produsen dari Australia, Afrika Selatan, Cina, Kolumbia, namun dengan kondisi perubahan yang yang terjadi di Cina sampai dengan saat ini, yang tidak saja mempengaruhi harga batu bara dunia, namun juga kenaikan biaya pengangkutan laut yang lebih dari 200%, maka bagi produsen Afrika Selatan dan Kolumbia, berat bersaing dengan produsen Indonesia. Fenomena pasar batu bara Asia menjadi unik dengan terciptanya kompetisi antara sesama produsen Indonesia dalam memperebutkan transaksi di pasar Asia.

Sepanjang sejarah perdagangan batu bara, pertama kalinya harga menembus US$50,45 per ton (Barlow Jonker Spot-11 Maret 2004), yang seminggu sebelumnya masih pada US$47,50 per ton. Bahkan, National Power Corp, Filipina (NPC) dengan kondisi stok batu bara di PLTU Masicloc, telah menyetujui pembelian batu bara satu panamax dari Xstratas Mount Owen (Australia) seharga US$55 per ton FOB (freight on board) atas dasar nilai kalori 6,300 kcal/kg (ar) untuk pengapalan April atau Mei tahun ini. Pengapalan dari Newcastle ke Masinloc pun sudah mencapai US$27 per ton, sehingga CFR dapat mencapai US$82 per ton atau harga yang belum pernah terbayangkan saat itu. Cina melalui National Development and Reform Commission (NDRC) dan Ministry of Commerce (MOC), telah merencanakan pembatasan ekspor batu bara pada 2004. Dipertegas juga setiap kebijaksanaan dalam menentukan perhitungan kuota ekspor batu bara harus didahului dengan perhitungan pertimbangan keamanan ekonomi, penggunaan sumber daya batu bara yang rasional, rencana industri yang ada serta kondisi pasar batu bara domestik dan ekspor. Dengan tingkat perkiraan pertumbuhan GDP (gross domestic product) Cina sebesar 7 %, maka tingkat kenaikan kebutuhan listrik akan dapat mencapai 15 %. Dengan kondisi ini, maka untuk dapat memenuhi kebutuhan batu bara di dalam negeri, pembatasan ekspor sebesar 80 juta ton pada 2004 diperkirakan meleset dan jauh dari angka itu, walaupun tingkat produksi batu bara Cina mencapai 1,608 miliar ton pada 2003 atau naik 15 % dari produksi 2002 yang besarnya 1,39 miliar ton. Juga, dengan kejadian padamnya listrik di 21 provinsi di kuartal ke-4 2003 akibat pasokan batu bara, menjadi pelajaran bagi Cina dalam membuat kebijakan ekspor batu baranya. Dan, tidak seperti di Indonesia yang ma-sing-masing produsen atau trader dapat melakukan ekspor, maka Pemerintah Cina (NDRC) sampai saat ini hanya mengizinkan ekspor kepada China Coal, Shenhua, Shanxi Coal, dan Minmetal. Melihat kondisi yang ada, diperkirakan harga batu bara tetap akan bertahan tinggi (di atas US$40 per ton) selama dua tahun ke depan. Sedangkan, biaya pengangkutan laut juga diperkirakan akan tetap tinggi karena Cina masih memerlukan banyak armada laut untuk memenuhi kebutuhan impor bijih besi sampai 700 juta ton pada 2007, atau naik 520 juta ton pada 2003, atau 37 % dari perdagangan dunia. Dengan tingginya harga batu bara di pasar internasional yang diperkirakan masih akan berlangsung panjang, maka hal ini tentu menjadi peluang bagi seluruh produsen batu bara di dalam negeri. Namun, dengan kebijakan bebas ekspor bagi setiap produsen ataupun trader diharapkan tidak akan mengganggu pasokan kebutuhan batu bara di dalam negeri, khususnya untuk pembangkit-pembangkit besar seperti PLTU Suralaya, PLTU Paiton 1 & 2 , dan PLTU Swasta Paiton I &II. Harga yang harus dibayar dengan terhentinya pasokan batu bara ke pembangkit-pembangkit tersebut di atas akan menghasilkan multiplier effects yang secara ekonomi ruginya justru lebih besar nilainya dari kenaikan harga batu bara yang di dapat.

Dengan tingginya batu bara di pasaran ekspor dan di sisi lain tidak adanya pengaturan perdagangan batu bara oleh Pemerintah Indonesia terhadap batu bara, PT PLN (PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali) sebagai pembeli dan pemakai terbesar harus melakukan komunikasi intensif secepatnya dan terus menerus dengan produsen agar keamanan jaminan pasokan tidak terganggu, khususnya kondisi menjelang pemilu pada April 2004 sampai dengan terbentuknya pemerintahan baru nantinya. Akhirnya, apapun segala isi bumi di Indonesia pelu dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat harus tetap menjadi tujuan utama. Oleh Singgih Widagdo Direktur Masyarakat Batubara Indonesia (MBI)/Manager PT Berau Coal
Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Berita Batubara 8 Komentar

Batubara Indonesia : Peluang dan Tantangannya


23 Maret 2004
Produksi batubara Indonesia selama 10 tahun terakhir menunjukkan peningkatan produksi yang signifikan dan pada tahun 2003 telah mencapai 112 juta ton. Diproyeksikan pada tahun 2004 produksi batubara akan meningkat menjadi sebesar 135 juta ton. Dari jumlah produksi tersebut 86% berasal dari kontraktor PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) generasi I-III, sementara PTBA (PT Tambang Batubara Bukit Asam Persero) memproduksi kurang dari 10% dari total produksi tersebut dan sisanya diproduksi oleh perusahaan pemegang KP dan KUD. Sebagian besar dari produksi tersebut (67,5%) digunakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke berbagai negara terutama di kawasan Asia Pasifik, seperti Jepang Taiwan , Korea dan negara-negara ASEAN. Sisanya sebesar 31 juta ton (32,5%) digunakan untuk keperluan di dalam negeri antara lain untuk pembangkit listrik, pabrik semen, industri pulp, dan lainnya.. Kontribusi batubara di dalam energy mix saat ini masih sangat terbatas, yaitu baru sekitar 13% dari total pemakaian energi dalam negeri, dimana pemakaian terbesar masih didominasi oleh industri ketenagalistrikan (PLTU) yang mencapai 20 juta ton, diikuti oleh industri semen sebesar 4,2 juta ton, dan industri lainnya sebesar 1,1juta ton. Pertumbuhan konsumsi batubara Indonesia rata-rata meningkat sebesar 9% per tahun , dan diharapkan akan semakin meningkat dengan naiknya kontribusi batubara di dalam energy mix untuk mengurangi ketergantungan akan BBM yang saat ini cadangannya semakin menipis serta untuk optimalisasi pendapatan negara dari migas bagi kelangsungan pembangunan. Namun, pengembangan pemanfaatan batubara dalam negeri masih terkendala dengan keterbatasan infrastruktur pendukung terutama dalam hal transportasi dan distribusi. Disamping itu, harga jual batubara dalam negeri yang lebih rendah dibandingkan harga di pasar internasional menyebabkan produsen batubara lebih menyukai pasar luar negeri dibandingkan pasar dalam negeri.

Oleh karena itu, guna menjamin ketersediaan batubara untuk keperluan domestik, maka Pemerintah perlu mengatur keamanan suplai karena dapat berdampak kepada terganggunya kegiatan sektor lainnya terutama pasokan batuibara untuk pembangkit listrik. Dalam beberapa bulan terakhir ini harga batubara di pasar internasional meningkat cukup tajam (mencapai US$ 50 untuk pasar spot). Tingginya harga ini terkait dengan naiknya konsumsi batubara pada hampir semua negara konsumen terutama Cina dan dampak dari tingginya harga minyak di pasar internasional (sejak terjadinya perang di Irak) sehingga banyak industri yang beralih dari minyak kepada gas dan batubara.. Namun, Indonesia tidak dapat memanfaatkan momentum ini walaupun dari sisi cadangan hal ini sangat dimungkinkan tetapi dari sisi produksi terkendala karena sejak lima tahun terakhir tidak ada investasi untuk pembangunan tambang baru akibat berbagai permasalahan internal seperti keamanan, sistim perpajakan, tumpang tindih penggunaan lahan, dan isu-isu lainnya Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk menyelesaikan hal ini tetapi belum memberikan kemajuan yang berarti. Dampak dari semua persoalan di atas tidak hanya akan mengurangi daya saing Indonesia di pasar internasional, namun yang lebih serius lagi adalah terganggunya stabilitas suplai untuk keperluan dalam negeri. Untuk itu diperlukan kepaduan kebijakan dari seluruh sektor terkait serta pembenahan fasilitas infrastruktur pendukung yang memungkinkan industri ini bekerja pada kapasitas optimalnya, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk memanfaatkan peluang ekspor.
Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Berita Batubara Tinggalkan Sebuah Komentar

PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA INDONESIA BERKADAR RENDAH (UPGRADING INDONESIAN LOW GRADE COAL)
12 September 2003
Oleh: Harijanto Soetjijo, Ulum A. Gani, Dewi Fatimah, R. Amelia, Fuad Saebani, dan Zaenal

Sari
Konsumsi batubara di Indonesia terus meningkat seiring dengan irama pembangunan nasional dan bertambahnya penggunaan energi. Indonesia memiliki 36 milyar ton cadangan sumber daya batubara, tetapi sebagian besar daripadanya merupakan batubara yang termasuk pada jenis berkadar rendah. Penggunaan batubara berkadar rendah kurang disukai dan terbatas dibandingkan dengan jenis batubara

bituminous atau antrasit dan penggunaannya untuk jangka panjang mengakibatkan dampak negatip terhadap lingkungan. Peningkatan kualitas batubara berkadar rendah dapat memberikan kontribusi yang sangat besar artinya baik bagi pihak produsen batubara karena nilai jual batubara yang bertambah maupun bagi masyarakat umum misalnya karena menurunnya jumlah polutan dari hasil pembakaran batubara. Studi peningkatan mutu batubara dengan metoda shock expansion untuk tahun pertama (2003) ini ditujukan untuk meneliti efek dari proses shock expansion terhadap struktur batubara pada umumnya dan pori-pori batubara pada khususnya. Diharapkan proses tersebut mampu memperbaiki kualitas batubara ditinjau dari kandungan air; abu, karbon terikat, zat terbang sehingga diperoleh mutu batubara yang makin baik. Hasil percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa proses shock expansion mampu memperbaiki kualitas batubara sub bituminous yang diperoleh dari daerah Bayah, Sukabumi. Berdasarkan percobaan yang diterapkan pada batubara Cimandiri ternyata proses mampu meningkatkan nilai kalorinya dari 6104 kal/Nm3 menjadi 7175 kal/Nm3 dan menjadi 7332 kal/Nm3 setelah diproses selama 24 jam dan 48 jam. Hal yang sama juga teramati pada batubara Cigagoler yang mengalami perbaikan mutu seperti yang diperlihatkan dengan naiknya nilai kalori dari 6284 kal/Nm3 menjadi 7097 kal/Nm3 setelah diproses selama 24 jam dan menjadi 7117 kal/Nm3 setelah diproses selama 48 jam. Ditulis oleh Fariz Tirasonjaya Disimpan di Teknologi & Penelitian 13 Komentar

Pencarian untuk:

Kategori
o o o o

Berita Batubara (5) Kuliah Umum (7) Teknologi & Penelitian (3) Uncategorized (1) LITBANG TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN BATUBARA Fundamental of Coal Petrology UJI MEKANIK BATUBARA SEBAGAI SEDIMEN ORGANIK Sumber Daya dan Cadangan Kualitas Batubara Lingkungan Pengendapan Batubara Batubara Up-grading Minyak Batubara Untuk Gantikan BBM Pemerintah akan Gunakan Batubara Cair

Tulisan Terkini
o o o o o o o o o o

Calendar

Oktober 2012 S S R K J S M Okt 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Arsip
o o o o o o o o o

Oktober 2006 September 2006 Juni 2005 April 2005 Agustus 2004 Maret 2004 September 2003 Agustus 2002 September 2001 Teknik Geologi ITB Teknik Pertambangan ITB Webmaster 269,975

Links
o o o

Pengunjung
o

Batubara Blog pada WordPress.com. Tema: Emire. Ikuti

Follow Batubara
Get every new post delivered to your Inbox.
Powered by WordPress.com

Anda mungkin juga menyukai