Anda di halaman 1dari 9

Batubara Bukit Asam

A. Pendahuluan
Ganesa bahan galian merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang
pembentukan dan asal usul bahan galian, baik logam maupun non-logam. Seperti
yang sudah diketahui bahwa hasil bahan galian tambang digunakan hampir di semua
aspek kehidupan. Kebutuhan akan hasil bahan galian tambang semakin meningkat,
sehingga dibutuhkan pengetahuan akan ganesa bahan galian, sebagai dasar untuk
dapat melakukan eksplorasi dan eksploitasi bahan galian.
Salah satu hasil bahan galian non-logam adalah batubara, dimana terdapat dua
tipe batubara yaitu steaming coal dan coking coal. Steaming coal sendiri umumnya
digunakan pada PLTU sedangkan coking coal digunakan untuk bahan bakar pada
industri. Selain kegunaan tersebut, batubara juga digunakan untuk kebutuhan lain
seperti bahan baku peledakan, bahan baku ammonia, sabun, fertilizer, plastik, karet
sintetis, nylon, dyes (zat warna), kosmetik, obat-obatan, dan disinfektan/ditergen.
Dilihat dari kegunaannya yang cukup banyak dari batubara, maka dibutuhkan
pengetahuan akan bagaimana terbentuknya, keberadaannya, dan bentuk endapan.
Agar dapat dilakukan penambangan batubara secara efisien, baik, dan terukur untuk
memenuhi kebutuhan pasar.
PT Bukit Asam, Tbk. merupakan salah satu perusahaan tambang yang
memproduksi batubara, dengan jenis batubara yang dihasilkan adalah Subbituminous
dan tipenya adalah steaming coal. Produksi pada tahun 2015 mencapai 19,2 juta ton
batubara, menjadikan PT Bukit Asam sebagai salah satu perusahaan tambang
batubara terbesar di Indonesia.
PT Bukit Asam memegang hak Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi
Produksi dengan total area kelolaan 90.832 ha yang berlokasi di Tambang batubara
Tanjung Enim seluas 66.414 ha yang meliputi Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten
Lahat, Sumatera Selatan, yang terdiri dari Air Laya (7.621 ha), Muara Tiga Besar
(3.300 ha), Banko Barat (4.500 ha), Banko-Tengah Blok Barat (2.423 ha), Banko-
Tengah Blok Timur (22.937 ha), Banjarsari, Kungkilan, Bunian, Arahan Utara, Arahan
Selatan (24.751 ha), Anak Perusahaan PT Bukit Kendi (882 ha), Tambang batubara
Ombilin seluas 2.950 ha, yang meliputi Lembah Segar dan Talawi, Lokasi Peranap,
Indragiri Hulu Riau (18.230 ha), dan Lokasi Kecamatan Palaran, Kotamadya
Samarinda melalui anak perusahaan PT Internasional Prima Coal (3.238 ha).

B. Tujuan
1. Mengetahui ganesa endapan batubara Muara Enim
2. Mengetahui cara eksplorasi endapan batubara Muara Enim
3. Mineral utama dan mineral ikutan dari batubara Muara Enim
4. Bentuk, ukuran, dan kekayaan endapan batubara Muara Enim
C. Pembahasan

1. Ganesa Endapan
Batubara merupakan batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar berasal
dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya
terkena proses fisika dan kimia yang mengakibatkan pengkayaan kandungan
karbonnya (Wolf 1984 dalam Anggayana 1999).
Pada makalah ini akan dilihat bagaimana genesa endapan dari batubara
Tanjung Enim yang merupakan batubara milik Bukit Asam. Diketahui bahwa
proses terbentuknya endapan batubara harus dilihat dari dua hal yaitu pertama
adalah lingkungan atau kondisi yang bagaimana batubara itu dapat terbentuk
(lingkungan pengendapan/pembentukan batubara) dan kedua adalah tahapan
dan proses apa saja yang berlangsung serta yang menyertainya selama
pembentukan batubara, dari mulai tanaman hingga menjadi batubara.
Tumbukan lempeng (Kerak Bumi) memiliki kaitan dengan pembentukan
pengendapan batubara. Akibat tumbukan itu menghasilkan beberap morfologi
yang khas, salah satunya adalah cekungan. Cekungan-cekungan inilah menjadi
tempat pengendapan batubara. Endapan batubara milik Bukit Asam ini berada
pada cekungan sedimen yang berumur Tersier yang berada di belakang busur
gunung api atau sebelah timur Pegunungan Barisan serta termasuk ke dalam
cekungan belakang busur. Salah satu cekungan tersebut adalah Cekungan
Sumatera Selatan, tempat terendapkannya batuan sedimen pembawa batubara
berumur Tersier Akhir, yaitu Formasi Muara Enim.
Dua tahap penting yang dapat di bedakan untuk mempelajari genesa
batubara adalah GAMBUT dan BATUBARA. Dua tahap ini merupakan hasil dari
suatu proses yang berurutan terhadap bahan dasar yang sama (tumbuhan). Pada
tahap gambut, memerlukan daerah ideal untuk pembentukan gambut, misalnya
rawa, delta sungai, danau dangkal atau daerah yang kondisi tertutup udara. Pada
Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut dangkal, dataran delta dan non-
marine.
Gambut merupakan batuan sedimen organik (tidak padat) yang dapat
terbakar dan berasal dari sisa sisa hancuran atau bagian tumbuhan yang
tumbang dan mati di permukaan tanah, pada umumnya akan mengalami proses
pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga setelah beberapa
waktu kemudian tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Pembusukan dan
penghancuran tersebut pada dasarnya merupakan proses oksidasi yang
disebabkan oleh adanya oksigen dan aktivitas bakteri atau jasad renik lainya. Jika
tumbuhan tumbang disuatu rawa, yang dicirikan dengan kandungan oksigen yang
sangat rendah sehingga tidak memungkinkan bakteri anaerob (bakteri
memerlukan oksigen) hidup, maka sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami
proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna sehingga tidak akan
terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada kondisi tersebut hanya bakteri-
bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan proses dekomposisi yang
kemudian membentuk gambut (peat).
Proses pembatubaraan adalah perkembangan gambut menjadi lignit, sub-
bituminuous, bitominous, antracite. Proses pembentukan gambut dapat berhenti
karena beberapa proses alam seperti misalnya karena penurunan dasar
cekungan dalam waktu yang singkat. Jika lapisan gambut yang telah terbentuk
kemudian ditutupi oleh lapisan sedimen, maka tidak ada lagi bahan anaerob, atau
oksigen yang dapat mengoksidasi, maka lapisan gambut akan mengalami
tekanan dari lapisan sedimen. Tekanan terhadap lapisan gambut akan meningkat
dengan bertambahnya tebal lapisan sedimen. Tekanan yang bertambah besar
pada proses coalification akan mengakibatkan menurunya porositas. Porositas
dapat dilihat dari kandungan airnya yang menurun secara cepat selama proses
perubahan gambut menjadi brown coal. Hal ini memberikan indikasi bahwa masih
terjadi proses kompaksi. Proses coalification terutama dikontrol oleh kenaikan
temperatur, tekanan dan waktu. Pengaruh temperatur dan tekanan dipercaya
sebagai faktor yang sangat dominan.

Proses
Coalification sendiri salah satu pengontrolnya adalah waktu. Batubara terbentuk dari
suatu proses yang memakan waktu yang sangat lama. Hal ini dapat dibuktikan dari
umur formasi batuan dimana endapan batubara ditemukan. Umur Formasi Muara
Enim adalah miosen akhir Pliosen. Sumber umur formasi juga dapat memberi
informasi tentang jenis tumbuhan yang terendapkan menjadi batubara, umur formasi
Muara Enim terjadi pada miosen akhir-pliosen menandakan bahwa jenis
tumbuhannya adalah Angiospermae. Sebab menurut Diessel (1981), tumbuhan jenis
Angiospermae terdapat pada zaman kapur atas hingga saat ini.
2. Eksplorasi Endapan
Untuk dapat mengetahui asal dari endapan batubara muara enim, bentuk
endapan, lokasi endapan, dan seberapa besar endapan batubara tersebut.
Dilakukan suatu kegiatan eksplorasi. Kegiatan eksplorasi didahului dengan
penyelidikan umum yang terdiri dari studi pustaka untuk mengetahui geologi regional
endapan.
Informasi geologi regional daerah ini antara lain diperoleh dari publikasi
Peta Geologi Lembar Lahat, Sumatera Selatan, skala 1; 250.000 terbitan Puslitbang
Geologi Bandung (Gafoer, S., dkk, 1986); De Coster (1974) ; Shell Mijnbouw (1978)
dan beberapa publikasi lain.
Daerah penyelidikan termasuk ke dalam Cekungan Sumatera Selatan, dalam
tatanan tektonik Pulau Sumatera merupakan backdeep basin atau cekungan
pendalaman belakang (Koesoemadinata dan Hardjono, 1978). Cekungan ini
diperkirakan mulai terbentuk pada Eosen Tengah sampai Oligosen Akhir akibat
pensesaran bongkah dan perluasan batuan dasar Pra Tersier melalui sesar-sesar
berarah Timurlaut Baratdaya dan Baratlaut Tenggara akibat adanya tekanan
yang berarah Utara Selatan (de Coster,1974; Simanjuntak, 1991).
Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi Sub Cekungan Jambi (Depresi
Jambi) di utara, Sub Cekungan Palembang Tengah dan Sub Cekungan Palembang
Selatan (Depresi Lematang) di selatan. Ketiga sub cekungan tersebut dipisahkan
oleh tinggian batuan dasar (High).

Penyelidikan lokal, yaitu pemetaan geologi skala 1 : 10.000 dan pemboran


ekplorasi a.l. : PT. Shell Minjbouw (1978), Kinhill-Otto Gold (1987), PTBA (1995),
PPTM (1997) serta pemetaan foto udara skala 1 : 5000 (1997) oleh PT. Mapindo
Parama. Hasil penyelidikan lain adalah Penyelidikan dilakukan selain pemetaan dan
pemboran juga dilakukan penyelidikan logging geofisika pada setiap lubang bor
serta Peta topografi yang tersedia adalah Peta Topografi Skala 1 : 5000 yaitu hasil
pemetaan foto udara Daerah Tanjung Enim oleh PT. Mapindo Parama (1997).
Setelah dilakukan penyelidikan, pemetaan, dan pemboran didapatkan hasil
stratigrafi endapan batubara, serta keterdapatan endapan. Endapan batubara
terdapat pada Formasi Muara Enim,dicirikan oleh batuan yang berupa Batupasir,
Batulanau, Batulempung, dan Batubara. Pada bagian atas formasi ini sering
terdapat Tuf atau lempung tufaan. Formasi ini juga merupakan formasi pembawa
batubara yang dapat dibedakan menjadi 4 anggota.
Endapan batubara yang terdapat pada Formasi Muara Enim berdasarkan
kompilasi data dari beberapa lapangan batubara diketahui seluruhnya berjumlah
21 lapisan batubara. Namun di beberapa lapangan batubara endapan batubara
utama yang dijumpai adalah sebanyak 10 (sepuluh) lapisan, yakni lapisan Batubara
Mangus sebanyak 2 lapisan (A1 dan A2), Batubara Suban sebanyak 2 lapisan (B/B1
dan B2), Batubara Petai (C) sebanyak 3 lapisan (C/C1, C2 dan C3), Batubara
Merapi (D) sebanyak 1 lapisan, dan Batubara Kladi (E) sebanyak 2 lapisan (E/E1
dan E2).
3. Mineral Utama dan Mineral Ikutan
Pada bahan galian logam terdapat mineral, pada bahan galian non-logam
khususnya batubara, analogi untuk mineral pada batubara adalah maseral. Maseral
merupakan bagian terkecil dari batubara yang bisa teramati dengan mikroskop.
Maseral dikelompokan berdasarkan tumbuhan atau bagian tumbuhan menjadi tiga
grup, yaitu :
1. Vitrinit
Vitrinit adalah hasil dari proses pembatubaraan materi humic yang berasal
dari selulosa (C6H10O5) dan lignin dinding sel tumbuhan yang mengandung serat
kayu (woody tissue) seperti batang, akar, daun. Vitrinit adalah bahan utama
penyusun batubara di indonesia (>80 %). Dibawah mikroskop, kelompok maseral ini
memperlihatkan warna pantul yang lebih terang dari pada kelompok liptinit, namun
lebih gelap dari kelompok inertinit, berwarna mulai dari abu-abu tua hinggga abu-abu
terang. Kenampakan dibawah mikroskop tergantung dari tingkat pembantubaraanya
(rank), semakin tinggi tingkat pembatubaraan maka warna akan semakin terang.
Kelompok vitrinit mengandung unsur hidrogen dan zat terbang yang presentasinya
berada diantara inertinit dan liptinit. Mempunyai berat jenis 1,3 1,8 dan kandungan
oksigen yang tinggi serta kandunganvolatille matter sekitar 35,75 %.
2. Liptinit (Exinit)
Liptinit tidak berasal dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan
berasal dari sisa tumbuhan atau dari jenis tanaman tingkat rendah seperti spora,
gangang (algae), kutikula, getah tanaman (resin) dan serbuk sari (pollen).
Berdasarkan morfologi dan bahan asalnya, kelompok liptinit dibedakan menjadi
sporinite (spora dan butiran pollen), cuttinite (kutikula), resinite (resin/damar),
exudatinite (maseral sekunder yang berasal dari getah maseral liptinit lainya yang
keluar dari proses pembantubaraan), suberinite (kulit kayu/serat gabus), flourinite
(degradasi dari resinit), liptoderinit (detritus dari maseral liptinite lainya), alganitie
(gangang) dan bituminite (degradasi dari material algae).
Relatif kaya dengan ikatan alifatik sehingga kaya akan hidrogen atau bisa
juga sekunder, terjadi selama proses pembatubaraan dari bitumen. Sifat optis :
refletivitas rendah dan flourosense tinggi dari liptinit mulai gambut dan batubara
pada tangk rendah sampai tinggi pada batubara sub bituminus relatif stabil (Taylor
1998) dibawah mikroskop, kelompok liptinite menunjukan warna kuning muda
hingga kuning tua di bawah sinar flouresence, sedangkan dibawah sinar biasa
kelompok ini terlihat berwarna abu-abu sampai gelap. Liptinite mempunyai berat
jenis 1,0 1,3 dan kandungan hidrogen yang paling tinggi dibanding dengan
maseral lain, sedangkan kandungan volatile matter sekitar 66 %.
3. Inertinit
Inertinit disusun dari materi yang sama dengang vitrinite dan liptinite tetapi
dengan proses dasar yang berbeda. Kelompok inertinite diduga berasal dari
tumbuhan yang sudah terbakar dan sebagian berasal dari hasil proses oksidasi
maseral lainya atau proses decarboxylation yang disebabkan oleh jamur dan bakteri.
Kelompok ini mengandung unsur hidrogen paling rendah dan karakteristik utamanya
adalah reflektansi yang tinggi diantara kelompok lainya.
Pemanasan pada awal penggambutan menyebabkan inertinit kaya akan
karbon. Sifat khas inertinit adalah reflektinitas tinggi, sedikit atau tanpa flouresnse,
kandungan hidrogen, aromatis kuat karena beberapa penyebab, seperti pembakaran
(charring),mouldering dan pengancuran oleh jamur, gelifikasi biokimia dan oksidasi
serat tumbuhan. Sebagian besar inertinit sudah pada bagian awal proses
pembatubaraan. Inertinite mempunyai berat jenis 1,5 2,0 dan kandungan karbon
yang paling tinggi dibanding maseral lain serta kandungan volattile matter sekitar
22,9 %.
Lapisan batubara muara enim umumnya memiliki karakteristik dull sampai
dengan bright banded, terkekarkan dengan sangat baik, komposisi maseral
didominasi oleh maseral vitrinit, dengan sedikit maseral inertinit dan liptinit, serta
jarang sekali mineral pengotor. Dikarenakan didominasi oleh maseral vitrit, batubara
ini juga mengandung spesies mineral lempung yaitu Kaolinit. Kaolinit umumnya
terdapat dalam batubara secara syngenetic yang terkonsentrasi pada bidang
perlapisan, tersebar pada vitrinit sebagai pengisi rekahan dan lainnya berbentuk
speris.
Terdapat mineral lempung sebagai mineral primer yang terbentuk akibat
adanya aksi air atau angin yang membawa material detrital ke dalam cekungan
pengendapan batubara. Distribusi mineral lempung dalam batubara dikendalikan
oleh kondisi kimia rawa (Bustin, 1989). Mineral pengotornya rendah karena yang
termasuk di dalam mineral pengotor (minor) adalah sulphur dengan kandungan
sulfur umumnya rendah, tidak lebih dari 0.2%.

4. Bentuk, Ukuran, dan Kekayaan Endapan


Bentuk endapan batubara sendiri dipengaruhi oleh struktur geologi daerah
endapan. Struktur geologi yang mempengaruhi daerah ini adalah lipatan, sesar dan
kekar yang umumnya mempengaruhi batuan-batuan berumur Tersier. Lipatan
berupa sinklin dan antiklin berarah Baratlaut Tenggara sampai Barat Timur dan
mempengaruhi batuan berumur Oligosen Plio Plitosen. Sesar adalah sesar
normal berarah Baratlaut Tenggara yang mempengaruhi batuan berumur Oligosen
Miosen Tengah, berarah Timurlaut Baratdaya dan Utara Selatan pada batuan
berumur Miosen Plio Plistosen. Kekar umumnya berarah Timurlaut Baratdaya
dan Barat Timur.
Sehingga bentuk endapan batubara pada lapangan muara enim, adalah
sebagai berikut:

Endapan akibat sesar

Endapan akibat lipatan


Dari hasil pemetaan geologi dan pemboran inti serta logging ditemukan
sebanyak 12 lapisan batubara yang terdiri dari 3 lapisan batubara utama dan 9
lapisan batubara tipis. Lapisan batubara utama terdapat dalam Anggota M4 yaitu
seam Benakat (10.7 29.74 m), seam G-2 (1.87 35.42 m), dan seam Lematang
(6.7 19.55 m), dengan panjang penyebaran kurang lebih 45 km. Lapisan batubara
tipis mempunyai penyebaran tidak menerus terdiri dari seam Petai (1.5 3.25 m),
Suban (2.25 3.5 m), Mangus (3.4 6.94 m) dan Kebon (3.5 11.94 m).
Besar sumber daya batubara pada muara enim sebesar 6,36 milyar ton
batubara sedangkan yang dapat ditambang sebesar 1,59 milyar ton batubara.

D. Kesimpulan

1. Batubara Muara Enim terbentuk karena adanya proses penggambutan


dan pembatubaraan pada cekungan Sumatera Selatan, Formasi Muara
Enim.
2. Eksplorasi yang dilakukan dengan pemetaan geologi dan pemboran.
3. Maseral utamanya adalah maseral vitrinit, dengan sedikit maseral inertinit
dan liptinit. Mineral primernya adalah lempung (Kaolinit).
4. Bentuk endapannya dipengaruhi oleh sesar dan lipatan. Ukuran ketebalan
formasinya + 4 km. sumber daya batubara sebesar 6,36 milyar ton

E. Daftar Pustaka
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-muhammadar-22676-5-
2010ta-4.pdf
https://www.academia.edu/12466388/LAPORAN_KULKER_EKSPLORASI
_PT_BA
Annual Report PT Bukit Asam Tahun 2015
TUGAS GANESA BAHAN GALIAN
Ganesa Batubara PT Bukit Asam, Site Muara Enim
Diajukan untuk memenuhi tugas Ganesa Bahan Galian

Disusun oleh:
Bella Puspa Octaviani NIM: 11160980000044

PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2017

Anda mungkin juga menyukai