Anda di halaman 1dari 3

Tambang emas tradisional Tatelu

Tambang emas tradisional

tatelu berada di daerah desa Tatelu kecamatan Minahasa Utara dan Talawaan Dimembe Sulawesi

Utara. Menurut salah seorang warga setempat bapak Jan P. Tambani selaku kepala urusan umum di tambang tradisional setempat, tambang emas tradisional Tatelu ditemukan pertamakali oleh Fredric dotulong dan barter sompotan selaku pemilik lahan saat itu, dan beberapa warga setempat lainnya pada tahun 1950. Namun kegiatan eksplorasi pertama kali baru dilakukan pada tahun 1995, dikarenakan sebelumnya warga setempat belum mengetahui cara pengolahan emas. Pada tahun 1995 program IPM ( Aurora group) Perusahaan dari Australia melakukan eksplorasi. Kegiatan eksplorasi berlangsung dari tahun 1995 sampai tahun 1997. Kegiatan eksplorasi perusahaan asing tersebut tidak berlangsung lama, karena adanya penolakan dari warga setempat. Baru pada tahun 1998 kegiatan pengolahan tambang emas dilakukan oleh para penambang lokal. Para pekerja tambang berasal dari berbagai daerah sekitar Minahasa dan dari daerah Kotamobagu. Proses pengolahan emas pada saat itu sangat tradisional hanya bermodalkan dulang, lesung dan penumbuk dari besi, dan merkuri (air perak). Pada tahun 2000 warga meminta ijin WPR (wilayah kerja rakyat) di desa Tatelu danTalawaan kepada pemerntah. Dengan keluarnya WPR warga mulai bermitra dengan pemodal luar untuk bertambang. Namun di awasi ketat oleh pemerintah desa. Dari tahun 1998 sampai 2010, ada kurang lebih 3000 orang

penambang. Sejak tahun 2010 sampai 2013 para pekerja tambang mulai berkurang yang tersisa kuranglebih 1500 orang pembang. Luas wilayah pertambangan sekitar 64 hektar di Tatelu. Lahan tambang saat ini dimilki oleh 34 kepala keluarga. yang merupakan tanah milik. Di dalam daerah pertambangan tradisional Tatelu, lubang yang masih berproduksi sekitar 150 lubang. Tiap-tiap lubang memiliki jarak minimal 6 meter. Di tiap lubang memiliki kedalaman yang berfariasi. Dari 30 meter sampai 150 meter lebih. tiap lubang biasanya terdiri dari lebih dari 5 orang pekerja. semakin dalam lubang tambang, semakin banyak penambang. Di dalam lubang para pekerja bergantian menggali maksimal 2 orang dalam 1 lubang. Tiap lubang dimiliki oleh satu bos atau pemilik modal. Cara pembagian modal di bagi tiga antara pemilik lahan, pemilik modal, dan penambang. 30% untuk pemilik lahan dan 70% dibagi antara pemilik modal dan penambang. Karena tambang ini tambang tradisional resiko kecelakaan rawan terjadi. Lubang para penambang hanya di pasang kayu penangkal yang di sebut tumudu untuk menjaga agar

lubang tidak longsor. Alat para penambang hanya menggunakan

alat seadanya seperti: tali tambang dan katrol buat para penambang naik turun dan untuk mengangkat karung atau biasa di sebut koli yang berisi rep atau batu-batu yang mengandung emas, palu, bethel atau linggis panjang/pendek, Serta senter kepala buat penerangan. Karena sudah begitu banyak lubang yang ada serta tembusan-tembusan ke permukaan, para penambang tidak lagi menggunakan alat bantu pernapasan di dalam lobang tambang.

Setelah rep atau batuan yang mengandung emas di ambil, pengolahannya tidak di lalukan di tempat itu, tapi di bawa ke tempat pengolahan yang berjarak kurang lebih 1 kilometer dari wilayah pertambangan. Rep yang telah di isi dalam karung-karung biasanya di angkut dengan menggunakan roda sapi, motor, dan mobil. Di tempat pengolahan rap terdapat Bolmil yang di gunakan untuk

menghancurkan batu yang membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam. Tromol yang fungsinya untuk memperhalus batu yang telah di hancurkan dengan Bolmil, dan tong untuk memisahkan emas dengan batu. Di dalam tong di campur beberapa bahan kimia seperti: kostik semacam kapur tapi panas agar kandungan besi dalam emas tidak bercampur, sodium tipe D (Cn) sianida, serta karbon agar emas dapat terpisah. Dalam area pengolahan terdapat 50 alat pengolahan emas, dan 70 unit tromol. Biasanya 100 karung rep menghasilkan antara 2 sampai 1 ons emas. Dengan adanya tambang emas tradisional ini perekonomian masyarakat sekitar meningkat dengan tajam. Namun ada hal-hal yang kurang menunjang aktifitas warga setempat seperti infrastruktur jalan di beberapa bagian terputus karena luapan air, jalan yang berlubang serta, pembangunan di daerah sekitar.

Anda mungkin juga menyukai