Anda di halaman 1dari 6

PERBEDAAN KARAKTERISTIK BATUBARA PADA

DAERAH SAWAHLUNTO, SUMATERA BARAT, DAN


MEULABOH, ACEH
Vania Yasmin Widyasti1
1
Universitas Diponegoro
vaniayasminwidyasti@students.undip.ac.id

Abstrak
Batubara adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter
penyusunnya. Penentuan kualitas batubara dilakukan melalui analisis kimia pada batubara yang
diantaranya berupa analisis proksimat. Batubara termasuk batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika
dan kimia yang kompleks yang mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh
maseral dan mineral matter penyusunnya. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literatur dengan
membandingkan dua artikel ilmiah. Analisis kualitas dari batubara Meulaboh dilakukan melalui analisis
proksimat terhadap parameter kualitas batubara yang meliputi kandungan air (moisture content),
kandungan abu (ash content), zat terbang (volatile matter), karbon tertambat (fixed carbon), kandungan
sulfur (sulfur content) dan kalori (calorific value).

Kata kunci : Batubara, Karbon, Sawahlunto, Meulaboh.

I. Pendahuluan penguraian oleh adanya proses biokimia dan


Bagian pendahuluan membahas latar geokimia dalam lingkungan bebas oksigen
belakang masalah, tinjauan pustaka secara yang dipengaruh oleh panas dan tekanan yang
ringkas, maksud dan tujuan riset dilakukan. berlangsung lama sehingga berubah baik sifat
Batubara adalah suatu material yang fisik maupun sifat kimia. Proses pembentukan
tersusun dari bahan organik dan anorganik batubara dapat melalui proses sedimentasi dan
dengan kandungan organik pada batubara skala waktu geologi. Pada proses sedimentasi,
mencapai 50 % dan bahkan lebih dari 75 %. batubara terbentuk dari material
Bahan organik ini disebut maseral yang tumbuhtumbuhan, yang terendapkan di dalam
berasal dari sisa tumbuhan dan telah suatu cekungan pada kondisi tertentu (Hadi et
mengalami berbagai tingkat dekomposisi serta al, 2012).
perubahan sifat fisik dan kimia baik sebelum Cekungan sedimentasi yang ada di alam
ataupun sesudah tertutup oleh lapisan bersifat dinamis, artinya dasar cekungannya
diatasnya, sedangkan bahan anorganik disebut akan mengalami proses penurunan atau
mineral atau mineral matter. Kehadiran pengangkatan yang dipengaruhi akibat dari
mineral dalam jumlah tertentu akan gaya-gaya tektonik. Apabila proses penurunan
mempengaruhi kualitas batubara terutama dasar cekungan sedimentasi lebih sering
parameter abu, sulfur, dan nilai panas terjadi, akan terbentuk penambahan luas
sehingga dapat membatasi penggunaan permukaan tempat tanaman mampu hidup dan
batubara. Keterdapatan mineral dalam berkembang. Selain itu, penurunan dasar
batubara bermanfaat dalam mempelajari cekungan akan mengakibatkan terbentuknya
genesenya (Finkelman, 1993). batubara yang cukup tebal. Makin sering
Batubara adalah batuan sedimen organik cekungan sedimentasi mengalami proses
yang terbentuk dari sisa-sisa macam tumbuhan penurunan, batubara yang terbentuk akan
dan telah mengalami dekomposisi atau makin tebal. Di Indonesia, batubara yang
mempunyai nilai ekonomis terdapat pada Tahap selanjutnya adalah proses
cekungan sedimentasi yang berumur tersier, pembatubaraan yang didominasi oleh proses
dengan luasan ratusan hingga ribuan tersier, geokimia. Dalam tahap ini terjadi kenaikan
hektar, terutama di Pulau Sumatra dan temperatur, tekanan dan waktu sehingga
Kalimantan. Kenyataan tersebut memberikan persentase unsur karbon dalam bahan asal
pola pikir bahwa cekungan sedimentasi di pembentukan batubara ini cenderung untuk
kedua pulau tersebut, proses penurunan dasar meningkat. Namun sebaliknya kandungan dari
cekungan lebih sering terjadi, sehingga suatu unsur hidrogen dan oksigen dalam sisa
hal yang wajar apabila ketebalan endapan tumbuhan tadi menjadi berkurang. Karena
batubara dikedua pulau tersebut dapat proses pembatubaraan ini akan menghasilkan
mencapai ratusan meter (Sidiq, 2011). Di batubara dengan berbagai peringkat yang
Pulau Sumatera, batubara ditemukan di sesuai dengan tingkat kematangan pada bahan
Meulaboh (Sumatera Utama) sebesar 4,7% organiknya yaitu mulai dari lignit yang
dari jumlah seluruh batubara Indonesia subbituminous, semi antrasit, antrasit, dan
(Muchjidin, 2006). meta antrasit. Adapun faktor terpenting
Pengendapan material pembentuk didalam tahap pembatubaraan adalah
batubara di dalam cekungan pengendapan ini peningkatan secara berangsur-angsur dari
selanjutnya akan mengalami proses biokimia gradien geotermik, penimbunan (burial) dan
dan termodinamika yang akan mengubah serta waktu (Stach,1982).
meningkatkan derajat pembatubaraan yang Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
bermula dari gambut yang akan berubah untuk menganalisis perbedaan karakteristik
menjadi antrasit. Proses pembatubaraan ini pada batubara Cekungan Meulaboh di
akan menghasilkan karakteristik kualitas Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya,
batubara yang berbeda-beda dari satu tempat Provinsi Aceh, dan batubara Formasi
ke tempat lainnya. Karakterisasi batubara Sawahlunto, Desa Rantih, Sawahlunto,
berbeda-beda sesuai dengan coal field dan Sumatera Barat.
coal seam, sehingga batubara memiliki tingkat
variabilitas tinggi baik fisik maupun kimia, Karakterisasi Kualitas Batubara
dan tidak hanya bervariasi secara vertical Kualitas batubara adalah sifat fisika dan
namun juga horizontal. Akibat variabilitasnya kimia dari batubara yang mempengaruhi
ini dilakukanlah parameterisasi kualitas potensi kegunaannya. Kualitas batubara
batubara untuk memudahkan pemanfaatannya, ditentukan oleh maseral dan mineral matter
yang lazim digunakan adalah kadar penyusunnya, serta oleh derajat coalification
kelembaban, kandungan zat terbang, kadar (rank). Umumnya, untuk menentukan kualitas
karbon, kadar abu, kadar sulfur dan nilai kalor batubara dilakukan analisa kimia pada
(Komariah, 2012). batubara yang diantaranya berupa analisis
Pembentukan batubara secara umum proksimat. Analisis proksimat merupakan
dapat dibagi dalam dua tahap yaitu : tahap analisis pengujian kimia terhadap moisture,
peatification (penggambutan) dan tahap kandungan abu, kandungan zat terbang, dan
coalification (pembatubaraan). Tahap kadar karbon yang ditentukan dari serangkaian
penggambutan merupakan tahap awal dari metode pengujian standar (standart test
suatu proses pembentukan batubara. Pada methods). Analisis ini dikembangkan sebagai
tahap ini diperkirakan sisa tumbuhan yang alat sederhana untuk menentukan distribusi
terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi produk yang diperoleh dari sampel batubara
di daerah rawa yang selalu tergenang air dipanaskan dibawah kondisi tertentu. Dengan
dengan kedalaman sekitar 0,5m sampai pengertian lain, analisis proksimat
dengan 10m dari permukaan air. Sisa memisahkan produk ke dalam empat
tumbuhan tersebut oleh aktivitas bakteri kelompok: (1) moisture; (2) kandungan zat
anaerobik dan jamur diubah menjadi gambut. terbang, terdiri dari gas dan uap selama
Perubahan ini disebut proses biokimia karena pirolisis; (3) kadar karbon, fraksi non-volatile
aktivitasnya dilakukan oleh bakteri (Stach, dari batubara, (4) kandungan abu, sisa
1982). pembakaran anorganik. (Speight, 2005).
Moisture yang mengisi penuh pori-pori ini kandungan abu pada lapisan batubara
ditentukan sebagai total moisture dan dikarenakan senyawa organik dan anorganik
dipandang sebagai moisture bawaan di dalam yang merupakan hasil dari rombakan material
sampel yang dikumpulkan dalam keadaan disekitarnya yang bercampur pada saat
segar: tidak menunjukkan adanya yang dapat transportasi, sedimentasi dan pembatubaraan
dilihat (visible) pada permukaan batubara, (Sidiq, 2011). Sementara itu, kandungan sulfur
tidak dibiarkan menjadi kering setelah dalam batubara sangat bervariasi dan pada
pengumpulan sampel, dan sampel diambil dari umumnya bersifat heterogen sekalipun dalam
muka batubara segar yang belum kering. satu seam batubara yang sama. Sulfur dalam
Apabila sampel tidak memenuhi kriteria ini, batubara thermal maupun metalurgi tidak
maka moisture bawaan dapat ditaksir dengan diinginkan, karena sulfur dapat mempengaruhi
penentuan equilibrium moisture (Muchjidin, sifat-sifat pembakaran yang dapat
2006). Sementara itu, inherent moisture menyebabkan slagging maupun
terdapat di dalam kapiler zat batubara dan mempengaruhi kualitas produk dari besi baja.
berada dalam tekanan dari kelembaban kapiler Oleh karena itu dalam komersial, sulfur
air permukaan. Untuk itu banyak energi yang dijadikan batasan garansi kualitas, bahkan
perlu dikeluarkan untuk mengeluarkan air di dijadikan sebagai rejection limit (Rismayanti,
dalam permukaan partikel batubara sehingga 2012)
menguap. Batubara yang hanya mengandung Kalor adalah suatu bentuk energi yang
inherent moisture, tidak akan mengandung air diterima oleh suatu benda yang menyebabkan
pada permukaan partikelnya (Cook, 1999). benda tersebut berubah suhu atau wujud
Volatile matter (VM) ialah banyaknya zat bentuknya. Kalor berbeda dengan suhu,
yang hilang bila sampel batubara dipanaskan karena suhu adalah ukuran dalam satuan
pada suhu dan waktu yang telah ditentukan derajat panas. Kalor merupakan suatu
(setelah dikoreksi oleh kadar moisture). kuantitas atau jumlah panas baik yang diserap
Volatile yang menguap terdiri atas sebagian maupun dilepaskan oleh suatu benda. Panas
besar gas-gas yang mudah terbakar seperti yang dilepas oleh batubara bila dibakar di
hidrogen, karbon monoksida, dan metan udara merupakan besaran yang sangat penting
(Muchjidin, 2006). Parameter kualitas dalam menganalisis batubara. Energi yang
batubara lainnya adalah Fixed Carbon (FC). dibebaskan ini berasal dari adanya interaksi
FC menyatakan banyaknya karbon yang eksotermis senyawa hidrokarbon dengan
terdapat dalam material sisa setelah volatile oksigen. Material lainnya seperti moisture,
matter dihilangkan. Fixed Carbon atau kadar nitrogen, sulfur, dan zat mineral juga
karbon merupakan kandungan utama dari mengalami perubahan kimia, tetapi
batubara. Kandungan inilah yang paling kebanyakan reaksinya endotermis dan akan
berperan dalam menentukan besarnya heating mengurangi energi yang sebenarnya ada
value suatu batubara. Semakin banyak fixed dalam batubara (Muchjidin, 2006).
carbon, maka semakin besar heating value-nya.
Nilai kadar karbon diperoleh melalui II. Geologi Regional
pengurangan angka 100 dengan jumlah kadar a. Geologi Regional Sawahlunto, Sumatera
moisture (kelembapan), kadar abu, dan jumlah Barat
zat terbang. Nilai ini semakin bertambah Batubara didapatkan dari Cekungan
seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar Ombilin, yang merupakan cekungan Tersier
karbon dan jumlah zat terbang digunakan yang berada pada zona pegunungan bukit
sebagai perhitungan untuk menilai kualitas barisan atau disebut juga intramontane basin
bahan bakar yaitu berupa nilai fuel ratio yang dibatasi oleh batuan Pra-Tersier pada
(Komariah, 2012), sebagai berikut : bagian tepi cekungan. Cekungan Ombilin
Fuel Ratio = terletak pada busur magmatik Pegunungan
Barisan dan proses terbentuknya sangat
Kandungan abu (ash) merupakan jumlah dipengaruhi oleh sesar mendatar sumatera
residu yang dihasilkan dari pembakaran yang dengan arah orientasi barat laut-tenggara
batubara. Kandungan abu berasal dari hasil yang berasosiasi dengan pensesaran orde
sisa pembakaran batubara. Keberadaan kedua baik sesar naik dan turun yang
membentuk pola struktur graben (Katili dan bukan mengulanginya. Hindari penggunaan
Hehuwat (1967), dalam Koesoemadinata dan sitasi dan diskusi yang berlebihan tentang
Matasak, 1981). literatur yang telah dipublikasikan.
b. Geologi Regional Meulaboh, Aceh Barat,
Aceh Singkapan batubara pada daerah telitian
Susunan batuan di Kabupaten Aceh Barat dijumpai pada Desa Rantih, Desa Prambahan,
terdiri dari tiga satuan batuan, yaitu endapan dan Desa Batu Tanjuang berdasarkan
Alluvial (lempung, psir, kerikil), Formasi stratigrafi batubara berada pada Formasi
Meulaboh (kerakalyang telah tertransport, Sawahlunto sebagai formasi pembawa
pasir, lempung yang berumur pleistosen), dan batuabara pada daerah penilitian. Karakteristik
Formasi Tutut (konglomerat yang belum batubara di Formasi Sawahlunto secara
terlitifikasi sempurna, batupasir, batulumpur megaskopis batubara terlihat pada daerah
yang mengandung lignit, lignit tipis, dan penelitian memiliki karakteristik fisik yang
batubara). Sebaran batuan Formasi Meulaboh bervariasi berwarna hitam pekat, kilap bright
adalah memanjang mengikuti arah panjang (cemerlang), kekerasan mudah pecah, pecahan
laut. Aluvial tersebar dan memotong panjang kubus, dengan berat yang ringan dan terdapat
sebaran satuan Formasi Meulaboh. Satuan pengotor pirit. Jurus lapisan batubara memiliki
batuan dari Formasi Tutut tersebar dan terletak kemiringan yang relatif landai dan batubara
di bagian timur dari satuan Formasi pada daerah telitian memiliki kisaran
Meulaboh, membentuk morfologi ketebalan dari 1 meter hingga 3 meter.
bergelombang. Sementara itu terdapat lapisan batuan yang
III. Metode Penelitian memisahkan antara seam batubara
Metode penelitian yang digunakan yaitu parting/interseam dengan ketebalan berkisar
studi literatur dari peneliti terdahulu untuk antara 0,5 - 2 meter secara litologi terdiri dari
mengumpulkan informasi mengenai carbonaceous shale, batulempung, dan
karakteristik batubara dari wilayah yang batupasir berbutir halus hingga kasar dengan
berbeda. Studi literatur dilakukan dengan cara warna kuningkecoklatan.
jurnal dan paper terdahulu. Litotipe dalam suatu lapisan batubara
Sedangkan pada penelitian di Meulaboh, umumnya bervariasi, baik secara vertikal
Aceh Barat, Aceh, Penelitian ini maupun secara horizontal. Variasi tersebut
menggunakan data dari analisis proksimat dipengaruhi oleh jenis komunitas tumbuh-
terhadap 30 sampel batubara dari daerah tumbuhan dan kondisi lingkungan pada saat
konsesi pertambangan PT. Media Djaya pembentukan batubara tersebut. Litotipe dari
Bersama (MDB), yang beroperasi di batubara pada daerah telitian adalah maseral
Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya, yang dominan yaitu vitrinit, dengan sedikit
Provinsi Aceh. Data analisis proksimat inertinit dan huminit. Pada batubara di daerah
kualitas batubara yang dilakukan oleh penelitian mengandung bahan pengotor
Geoservices ini diperoleh dari Dinas (mineral matter) terdiri dari mineral lempung,
Pertambangan dan Energi Provinsi Aceh. sebagai butir individual atau pengisi rekahan
Adapun data hasil analisis laboratorium yang vitrinit yang menyebabkan batubara namun
diperoleh berupa parameter kandungan air tidak terlalu besar sehingga batubara secara
(moisture content), kandungan abu (ash visual masih bersifat bright.
content), zat terbang (volatile matter), karbon Jenis litotipe batubara pada daerah
tertambat (fixed carbon), kandungan sulfur penelitian umumnya bright hal ini
(sulfur content) dan kalori (calorific value). mengindikasikan bahwa proses pembentukan
batubara oksidasi tidak begitu berperan dalam
IV. Hasil dan Pembahasan prosespembentukkan, memiliki sifat yang
a. Karaktersitik Batubara di Sawahlunto, ringan menunjukkan bahwa batubara pada
Sumatera Barat. daerah penelitian tidak banyak mengandung
Hasil penelitian sebaiknya dituliskan pengotor yang terjadi selama proses
secara jelas dan padat. Diskusi hendaknya pembentukkannya bahan pengotor ini (mineral
menguraikan arti pentingnya hasil penelitian, matter) yang menyebabkan bertambahnya
densitas batubara dan menyebabkan kualitas
batubara yang bagus. Pembagian litotipe Value semakin besar, besar hubungan antara
menurut International Commitee for Coal EM dan CV ini terlihat dari koefisien
Petrology (1963), dan Stopes (1935), determinasi sebesar R2 = 0,9159. Dari grafik
menunjukkan jenis litotipe batubara pada hubungan EM dan CV tersebut terlihat bahwa
daerah penelitian yaitu clarain, hal ini tipikal data untuk sampel batubara Cekungan
didasarkan atas kenampakan kilap sedang Meulaboh mempunyai rentang nilai CV
(bright coal), berlapis dengan ketebalan <3m, sebesar 3000-3400 cal/gr dengan EM berada
mudah hancur (brittle), dan mengandung pada rentang 46-51%. Tidak ada pengaruh
bermacam mineral. Pada daerah penelitian yang signifikan dari nilai Ash Content (AC)
banyanya interseam sedimen yang terhadap perubahan nilai Calorific Value (CV),
memisahkan antar seam batubara hubungan antara dua variabel ini memiliki
menunjukkan bahwa pada daerah penelitian koefisien determinasi yang sangat kecil yaitu
terjadi beberapa kali penurunan cekungan R2 = 0,0485.
sehingga ruang akomodasi sedimen bertambah Sementara itu, hubungan antara Volatile
dan menyebabkan terendapkannya Matter (VM) terhadap CV mempunyai
sedimensedimen klastik yang terjadi selama pengaruh yang sangat besar, hal ini terlihat
proses pembentukkan batubara. dari koefisien determinasi yang mendekati 1
Secara umum peringkat (rank) batubara dapat yaitu R2 = 0,9722 , korelasi antara VM dan
diartikan sebagai tinkat pembatubaraan CV memberi hubungan garis lurus dimana
(kematangan) suatu lapisan batubara. Adanya semakin besar nilai VM maka nilai CV juga
pertambahan tingkat pembatubaraan suatu semakin meningkat. Dari grafik tersebut dapat
lapisan batubara akan diikuti oleh peningkatan dijelaskan bahwa tipikal nilai CV pada sampel
nilai reflektansi maseral. Dengan demikian batubara ialah berkisar antara 3000-3500
analisis maseral dpat menentukan peringkat cal/gr dengan VM antara 25-29%. Besarnya
batubara. Pada dasarnya pengukuran nilai VM dari batubara mengindikasikan
reflektansi dapat dilakukan pada beberapa besarnya reaktifitas batubara pada saat dibakar
jenis maseral batubara, analisis reflektansi karena kandungan volatile matter dapat
hanya dilakukan pada maseral vitrinit karena mempengaruhi kesempurnaan pembakaran
maseral ini memiliki karakteristik peningkatan dan intensitas nyala api.
reflektansi yang paling baik selama proses Korelasi antara Fixed Carbon (FC) yang
pembatubaraan. Disamping itu maseral vitrinit signifikan terhadap nilai kalori (CV), yakni
mudah didapatkan karena paling banyak terlihat dari besar R2 = 0,8738, dari korelasi
dijumpai pada endapan batubara, maseral ini ini nilai FC semakin besar seiring
tidak dipengaruhi oleh pelapukan meningkatnya nilai CV dan sebaliknya. FC
(Teichmüller dkk., 1982) dan nilai-nilai merupakan ukuran dari padatan yang masih
reflektansi maseral vitrinit memperlihatkan ada dalam peralatan pembakaran setelah zat-
korelasi yang baik dengan parameter kualitas zat mudah menguap yang ada dalam batubara
batubara lainnya seperti nilai kalori, atau FC merupakan indikator yang
kandungan air, kandungan karbon padat, zat menyatakan banyaknya karbon yang terdapat
terbang (volatile matter). Berdasarkan analisis dalam material sisa.
maseral memperlihatkan nilai maximum Tipikal data CV berada berkisar pada
reflektan vitrinit (%Rv max) batubara pada 3000-3400 cal/gr dengan rentang nilai FC
daerah telititan berkisar antara 0,36 – 0,58 % berkisar pada 21-24%. Sementara itu, Total
(Tabel 1). Berdasarkan nilai reflektan vitrinit Sulphur (TS) pada grafik Gambar 7.b
menunjukkan peringkat batubara Sub- menunjukkan pengaruh yang tidak terlalu
Bituminous – High Volatile Bituminous B besar terhadap perubahan nilai CV, ditandai
(Ward, 1984). dengan hubungan korelasi antara keduanya
b. Karaktersitik Batubara di Meulaboh, yang relatif kecil yaitu R2 = 0,2056.
Aceh Barat, Aceh
Hubungan antara Equilibrium Moisture V. Kesimpulan
(EM) dan Calorific Value (CV) sangat besar Lapisan batubara pada daerah penelitian
dimana terdapat hubungan yang berkebalikan dijumpai pada Formasi Sawahlunto berumur
yaitu semakin kecil nilai EM maka Calorific Eosen, yang teramati di Desa Prambahan,
Desa Batutanjung, dan Desa Rantih. Secara [1] Hamdani dan Yossi Oktarini, “Karakteristik
umum lingkungan pengendapan Formasi Batubara Pada Cekungan Meulaboh di
Sawahlunto pada daerah penelitian berada Kabupaten Aceh Barat Dan Nagan Raya,
pada lingkungan fluvial dengan tipe sungai Provinsi Aceh,” Jurnal Ilmiah JURUTERA, Vol.
01 No. 01, (06.2014) 077-084.
berkelok (meander). Fasies pengendapan pada
[2] Linggadipura, Ray Diwatra, dan Budhi Kuswan
Formasi Sawahlunto ini terdiri dari channel, Susilo “Lingkungan Pengendapan dan
flood plain, point bar, overbank, dan crevasse Karakteristik Batubara Pada Formasi Sawahlunto
splay. Lapisan batubara secara megaskopis Daerah Rantih dan Sekitarnya, Sumatera Barat,”
terlihat pada lapangan berwarna hitam pekat, Proceeding Seminar Nasional Kebumian Ke-10.
kilap cemerlang (bright), kekerasan mudah
pecah, pecahan kubus, dengan berat yang
ringan dan terdapat pengotor pirit. Ketebalan
lapisan batubara dijumpai pada daerah
penelitian berkisar antara 0,5 sampai 3 meter.
Nilai reflektan vitrinit rata-rata (Rv) batubara
pada daerah penilititan berkisar antara 0,36 –
0,58 %, sehingga dari nilai RV menunjukkan
peringkat batubara yaitu Sub-Bituminous –
High Volatile Bituminous B. Berdasarkan
hasil perhitungan Tissue Preservation (TPI)
dan nilai Gelification Index (GI) menunjukkan
bahwa lingkungan pengendapan batubara
daerah telitian yaitu limnic.
Berdasarkan analisis parameter kualitas
batubara terhadap calorific value (CV) terlihat
bahwa Volatile Matter (VM) mempunyai
korelasi yang besar terhadap peningkatan CV
yang ditandai oleh koefisien determinasi
sebesar R2 = 0,9722. Selain itu, Fixed Carbon
(FC) menunjukkan pengaruh yang sama
signifikan terhadap CV yaitu dengan R2 =
0,8738. Namun, Equilibrium Moisture (EM)
memberi pengaruh berkebalikan yaitu
penurunan terhadap CV, dengan korelasinya
sebesar R2 = 0,9159. Sementara itu, parameter
kualitas lainnya seperti IM, AC, dan TS tidak
memberi pengaruh signifikan terhadap nilai
CV.

VI. Ucapan Terima Kasih


Ucapan terima kasih terutama
ditujukan kepada seluruh asisten dosen
mata kuliah Petrologi yang telah
membimbing dan membantu selama
praktikum Bastuan Sedimen Non Klastik
berlangsung.

REFERENSI
 contoh artikel jurnal di [3]

Anda mungkin juga menyukai