Anda di halaman 1dari 5

BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kata Serapan

Kata serapan (disebut juga sebagai kata pungutan atau kata pinjam) adalah kata yang
berasal dari bahasa asing (dalam hal ini bahasa selain Bahasa Indonesia), yang kemudian ejaan,
ucapan, dan penulisannya disesuaikan dengan penuturan masyarakat setempat untuk menambah
kosa kata, dan diterima pemakaiannya secara umum.

Kata serapan disebut sebagai kata pungutan atau kata pinjam karena berasal dari bahasa
lain yang dipungut atau dipinjam dan dijadikan kosa kata dalam Bahasa Indonesia. Penggunaan
kata-kata serapan biasanya merupakan hasil konsensus yang kemudian tata penulisannya
didasarkan pada panduan yang berlaku.

Seiring perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap berbagai unsur asing, baik dari
bahasa daerah (Jawa, Sunda, Bali), maupun dari bahasa asing (Sanskerta, Arab, Portugis,
Belanda, Cina, dan Inggris), agar lebih singkat dan mudah dipahami. Penulisan unsur serapan
biasanya masih menggunakan bahasa asing, namun tetap dipakai dalam konteks bahasa
Indonesia. Hal inilah yang membuat unsur serapan bisa diterima oleh masyarakat pada umum
dengan lebih mudah.

Setiap bahasa masyarakat memiliki cara yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan
dan perasaan atau untuk menyebutkan atau mengacu ke benda-benda di sekitarnya. Hingga pada
suatu titik waktu, kata-kata yang dihasilkan melalui kesepakatan masyarakat itu sendiri
umumnya mencukupi keperluan itu, namun manakala terjadi hubungan dengan masyarakat
bahasa lain, sangat mungkin muncul gagasan, konsep, atau barang baru yang datang dari luar
budaya masyarakat itu. Dengan sendirinya juga diperlukan kata baru. Salah satu cara memenuhi
keperluan itu—yang sering dianggap lebih mudah—adalah mengambil kata yang digunakan oleh
masyarakat luar yang menjadi asal hal baru itu

2.2. Latar Belakang Penyerapan Unsur Bahasa Asing

Telah berabad-abad lamanya nenek moyang penutur bahasa Indonesia berhubungan


langsung dengan berbagai bangsa di dunia. Hal ini mengakibatkan Bahasa Indonesia menyerap
banyak kata dari bahasa-bahasa lain, baik melalui perdagangan (Sanskerta, Tionghoa, Arab),
penjajahan (Portugis, Belanda, Jepang), maupun karena perkembangan ilmu pengetahuan
(Inggris).

Berikut ini adalah latar belakang penyerapan unsur bahasa dari beberapa wilayah:

1. Penyerapan Bahasa Sanskerta dan Hindi

Bahasa Sanskerta tercatat terawal dibawa masuk ke Indonesia yakni sejak mula
tarikh Masehi. Bahasa yang satu ini kerap ditemukan pada beberapa prasasti kerajaan di
Indonesia sejak abad ke-5. Bahkan, dimulai dari abad ke-9 SM (Sebelum Masehi) konon
sudah digunakan di beberapa daerah di Indonesia sebagai dampak disebarkannya agama
Hindu hingga abad ke-7 dan 8. Sampai dua abad setelahnya, penyebaran agama Buddha
dimulai, pun dengan memanfaatkan bahasa Sanskerta ini. Bahasa ini digunakan pula
sebagai bahasa sastra.

Beriringan dengan perkembangan agama Hindu, berlangsung pula perdagangan


rempah-rempah dengan bangsa India yang sebagian dari mereka penutur bahasa Hindi,
sebagian yang lain orang Tamil dari India bagian selatan dan Sri Lanka bagian timur yang
bahasanya menjadi perantara karya sastra yang subur. Bahasa Tamil pernah memiliki
pengaruh yang kuat terhadap bahasa Melayu.

Kedua bahasa ini juga erat kaitannya dengan perdagangan rempah-rempah dari India
dan. Kurang lebih, ada 700 kata dalam bahasa Indonesia yang lahir berkat pengaruh
bahasa Sanskerta dan Hindi, misalnya: asmara (āśmara), istimewa (āstām eva), dan
wisuda (viśuddha).

2. Penyerapan Bahasa Tionghoa (Cina)

Yang disebut dengan bahasa Tionghoa adalah bahasa di negara Cina (banyak bahasa).
Empat di antara bahasa-bahasa itu yang di kenal di Indonesia
yakni Amoi, Hakka, Kanton, dan Mandarin. Kontak yang begitu lama dengan penutur
bahasa Tionghoa ini mengakibatkan perolehan kata serapan yang banyak pula dari bahasa
Tionghoa, namun penggunaannya tidak digunakan sebagai perantara keagamaan,
keilmuan, dan kesusastraan di Indonesia sehingga ia tidak terpelihara keasliannya dan
sangat mungkin banyak ia berbaur dengan bahasa di Indonesia.

Hubungan antarbangsa ini sudah terjadi sejak abad ke-7 ketika para
saudagar Cina berdagang ke Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur,
bahkan sampai juga ke Maluku Utara. Pada saat Kerajaan Sriwijaya muncul dan kukuh,
Cina membuka hubungan diplomatik dengannya untuk mengamankan usaha perdagangan
dan pelayarannya, kemudian bahasa Cina itu sendiri mulai terlihat di tengah masyarakat.

Pada tahun 922 musafir Cina melawat ke Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur. Sejak
abad ke-11 ratusan ribu perantau meninggalkan tanah leluhurnya dan menetap di banyak
bagian Nusantara (Kepulauan Antara, sebutan bagi Indonesia).

Bahasa Tionghoa yang menyumbang materi-materi kata dalam bahasa Indonesia


diucapkan dari dialek Hokyan. Sekitar lebih dari 300 kata yang kerap kita gunakan
ternyata merupakan sumbangsih dari bahasa Cina. Contoh kata-kata serapannya adalah;
bakpia (bah pián), bakso (bah so), dan bakwan (bah oân).

3. Penyerapan Bahasa Arab dan Persia


Kedua bahasa ini memiliki kemiripan cukup tinggi. Persia sendiri berasal dari
kawasan yang kini dikenal dengan nama Iran dan sekitarnya. Bahasa Arab dibawa ke
Indonesia mulai abad ketujuh oleh saudagar dari Persia, India, dan Arab yang juga
menjadi penyebar agama Islam. Menurut penelitian dari Russel Johns, seorang linguis
dunia, bahasa Arab yang merupakan bahasa pengungkapan agama Islam mulai diadaptasi
ke dalam bahasa Melayu (untuk kemudian berkembang menjadi bahasa Indonesia) sejak
abad ke-12, di mana saat itu banyak raja yang memutuskan memeluk agama Islam. Teori
ini didukung dengan adanya karya sastra yang mulai berkembang pesat.  Hingga saat ini,
tercatat ada sekitar 2.200 kata dalam bahaa Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia.

Kata-kata serapan dari bahasa Arab misalnya gengsi (jinsī), iklan (iʿlān), jadwal
(jadwal). Pedagang Arab yang datang ke Indonesia terus berdatangan, dan di antaranya
merupakan penutur bahasa Persia. Itulah sebabnya, bahasa Persia juga memiliki andil
dalam proses pembentukan bahasa Indonesia. Tercatat, lebih dari 200 kata yang kita
miliki adalah serapan dari bahasa Parsi, seperti: bedebah (bad-bakht), bius (bī-hosh), dan
cambuk (chābuk).

4. Penyerapan Bahasa Portugis

Bahasa Portugis dikenali masyarakat penutur bahasa Melayu sejak


bangsa Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511 setelah setahun sebelumnya ia
menduduki Goa. Portugis dikecundangi atas saingan dengan Belanda yang datang
kemudian dan menyingkir ke daerah timur Nusantara. Meski demikian, pada abad ke-17
bahasa Portugis sudah menjadi bahasa perhubungan antaretnis di samping bahasa
Melayu. Bahkan, seorang sejarawan bernama Jean Gelman Taylor menyebutkan bahwa
bahasa Portugis menjadi bahasa utama dalam perdangan Asia, yaitu pada abad ke-16 dan
17. Beberapa kata dalam bahasa Portugis yang terserap ke bahasa Indonesia adalah
bangku (banco), bendera (bandeira), dan boneka (boneca).

5. Penyerapan Bahasa Belanda

Belanda mendatangi Nusantara pada awal abad ke-17 ketika ia mengusir Portugis dari
Maluku pada tahun 1606, kemudian ia menuju ke pulau Jawa dan daerah lain di sebelah
barat. Sejak itulah, secara bertahap Belanda menguasai banyak daerah di Indonesia.
Bahasa Belanda tidak sepenuhnya dapat menggeser kedudukan bahasa Portugis karena
pada dasarnya bahasa Belanda lebih sukar untuk dipelajari. Lagipula orang-orang
Belanda sendiri tidak suka membuka diri bagi orang-orang yang ingin mempelajari
kebudayaan Belanda, termasuk bahasa. Hanya saja pendudukannya semakin luas meliputi
hampir di seluruh negeri dalam kurun waktu yang lama (350 tahun penjajahan Belanda di
Indonesia). Belanda juga merupakan sumber utama untuk menimba ilmu bagi kaum
pergerakan. Maka itu, komunikasi gagasan kenegaraan pada saat negara Indonesia
didirikan banyak mengacu pada bahasa Belanda.
Lamanya durasi Belanda ada di Indonesia justru menjadi momen warisan dan serapan
kata di tengah masyarakat, selain sistem pemerintah, ilmu pembelajaran, budaya, dan
musik. Hingga hari ini, tercatat lebih dari 7.000 kata bahasa Indonesia lahir dari bahasa
Belanda, misalnya indehoi (in het hooi), indekos (in de kost), dan fanatik (fanatiek),
termasuk pula kisah-kisah pembentuk kata yang erat kaitannya dengan situasi sejarah
yang terjadi kala itu.

6. Penyerapan Bahasa Inggris

Bangsa Inggris tercatat pernah menduduki Indonesia meski tidak


lama. Raffles menginvasi Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1811 dan dia bertugas di
sana selama lima tahun. Sebelum dipindahkan ke Singapura, dia juga bertugas di
Bengkulu pada tahun 1818. Pada tahun 1696 pun Inggris pernah mengirim utusan Ralph
Orp ke Padang (Sumatera Barat), namun dia mendarat di Bengkulu dan menetap di sana.
Di Bengkulu juga dibangun Benteng Marlborough pada tahun 1714-1719. Itu berarti
sedikit banyak hubungan dengan bangsa Inggris telah terjadi lama di daerah yang dekat
dengan pusat pemakaian bahasa Melayu.

Selepas kemerdekaan, Soekarno membawa Indonesia lebih dekat ke pihak sekutu.


Tujuannya, tentu untuk mendukung program kerja sama dan pendidikan. Alhasil,
informasi dan komunikasi dalam bahasa Inggris pun tak terelakkan, yang kemudian
bertanggung jawab pada lebih dari 2.400 kata serapan yang muncul kemudian, misalnya
bisnis (business), boikot (boycott), dan cas (charge).

7. Penyerapan Bahasa Jepang

Pendudukan Jepang di Indonesia yang selama tiga setengah tahun tidak


meninggalkan warisan yang dapat bertahan melewati beberapa angkatan. Kata-kata
serapan dari bahasa Jepang yang digunakan umumnya bukanlah hasil hubungan bahasa
pada masa pendudukan, melainkan imbas kekuatan budaya, ekonomi dan teknologinya.

Bahasa Jepang telah memengaruhi kehidupan Indonesia sejak tahun 1942. Sejak


zaman penjajahan, pasukan Jepang memang kerap menggunakan istilah-istilah bahasa
Jepang di Indonesia, sehingga mau tak mau, istilah ini pun menjadi familier di telinga.

Kata-kata serapan dari Jepang umumnya tak memiliki bentuk yang terlalu berbeda
dengan wujudnya dalam bahasa Indonesia, misalnya bonsai (bonsai), yoyo (yôyô), dan
karate (karate).

Di antara bahasa-bahasa di atas, ada beberapa yang tidak lagi menjadi sumber penyerapan
kata baru yaitu bahasa Tamil, Parsi, Hindi, dan Portugis. Kedudukan mereka telah tergeser oleh
bahasa Inggris yang penggunaannya lebih mendunia. Walaupun begitu, bukan berarti hanya
bahasa Inggris yang menjadi rujukan penyerapan bahasa Indonesia pada masa yang akan datang.
Penyerapan kata dari bahasa Cina sampai sekarang masih terjadi di bidang pariboga termasuk
bahasa Jepang yang agaknya juga potensial menjadi sumber penyerapan.

Penutur bahasa Indonesia beranggapan bahwa bahasa Sanskerta yang sudah ’mati’ itu
merupakan sesuatu yang bernilai tinggi dan klasik. Alasan itulah yang menjadi pendorong
penghidupan kembali bahasa tersebut. Kata-kata Sanskerta sering diserap dari sumber yang tidak
langsung, yaitu Jawa Kuna. Sistem morfologi bahasa Jawa Kuna lebih dekat kepada bahasa
Melayu. Kata-kata serapan yang berasal dari bahasa Sanskerta-Jawa Kuna misalnya acara,
bahtera, cakrawala, darma, gapura, jaksa, kerja, lambat, menteri, perkasa, sangsi, tatkala, dan
wanita.

Bahasa Arab menjadi sumber serapan ungkapan, terutama dalam bidang agama Islam.
Kata rela (senang hati) dan korban (yang menderita akibat suatu kejadian), misalnya, yang sudah
disesuaikan lafalnya ke dalam bahasa Melayu pada zamannya dan yang kemudian juga
mengalami pergeseran makna, masing-masing adalah kata yang seasal dengan rida (perkenan)
dan kurban (persembahan kepada Tuhan). Ia umumnya dipelihara betul sehingga makna
(kadang-kadang juga bentuknya) cenderung tidak mengalami perubahan.

Sebelum Ch. A. van Ophuijsen menerbitkan sistem ejaan untuk bahasa Melayu pada


tahun 1910, cara menulis tidak menjadi pertimbangan penyesuaian kata serapan. Umumnya kata
serapan disesuaikan pada lafalnya saja.

Meski kontak budaya dengan penutur bahasa-bahasa itu berkesan silih berganti, proses
penyerapan itu adakalanya pada kurun waktu yang tmpang tindih sehingga orang-orang dapat
mengenali suatu kata serapan berasal dari bahasa yang mereka kenal saja, misalnya pompa dan
kapten sebagai serapan dari bahasa Portugis, Belanda, atau Inggris. Kata alkohol yang sebenar
asalnya dari bahasa Arab, tetapi sebagian besar orang agaknya mengenal kata itu berasal dari
bahasa Belanda.

Sesudah Indonesia merdeka, pengaruh bahasa Belanda mula surut sehingga kata-kata serapan
yang sebetulnya berasal dari bahasa Belanda sumbernya tidak disadari betul. Bahkan sampai
dengan sekarang yang lebih dikenal adalah bahasa Inggris.

Senarai kata serapan dalam bahasa Indonesia.

Asal Bahasa Jumlah Kata Asal Bahasa Jumlah Kata

Arab 1495 Persia 63

Belanda 3280 Portugis 131

Tionghoa 290 Sanskerta-Jawa Kuna 677

Hindi 7 Tamil 83

Inggris 1610

Sumber: Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996) yang disusun oleh Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).

Anda mungkin juga menyukai