Anda di halaman 1dari 5

BATUBARA

“si hitam manis yang sering disebut sebagai emas hitam”

Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa
tumbuh-tumbuhan. Batubara merupakan batuan dapat terbakar sehingga dapat digunakan sebagai
sumber energi. Batubara merupakan bahan galian strategis dan salah satu sumber energi yang
mempunyai peran besar dalam pembangunan nasional. Secara umum batubara dapat dikenal dari
kenampakan sifat fisiknya yaitu berwarna coklat sampai hitam, berlapis, padat, mudah terbakar,
kedap cahaya, non kristalin, berkilap kusam sampai cemerlang, bersifat getas, pecahan kasar sampai
konkoidal. Unsur utama pembentuk batubara adalah karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), dan
sulfur (S).

PROSES PEMBENTUKAN BATUBARA


Proses pembentukan batubara diawali oleh adanya pertumbuhan tanaman pembentuk batubara di
lingkungan rawa-rawa. Tumbuhan tersebut kemudian mati dan terbenam di rawa. Sisa-sisa
tumbuhan yang mati akan membentuk suatu lapisan lalu menghilang di bawah permukaan air dan
terawetkan melalui proses biokimia. Ketebalan lapisan tumbuhan tersebut tergantung dari lamanya
tumbuhan hidup. Lapisan tumbuhan yang telah mati dapat ditemukan dalam ketebalan yang
bervariasi mulai dari beberapa meter hingga lebih dari 60 m.

Jika terjadi proses tektonik dan mengakibatkan terjadinya penurusan muka air tanah (subsidence),
maka hutan berakhir dibawah muka air dan kehidupan tumbuhan pun berakhir. Selanjutnya material
klastik yang dibawa oleh sungai diendapkan di atas sisa-sisa tumbuhan yang telah mati tersebut dan
kemudian menjadi tebal jika pengendapan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Lapisan-lapisan
tersebut dikenal sebagai lapisan pembawa batubara yang ketebalannya bisa mencapai ratusan meter.
Jika penurunan tanah (subsidence) berkurang atau adanya proses pengangkatan tanah, daratan
dapat muncul kembali diatas muka air sehingga tumbuhan dapat hidup kembali. Dengan cara seperti
ini maka akan terbentuk beberapa lapisan sisa-sisa tanaman dengan kehadiran batupasir, batu lanau
atau batu lempung berselingan mengendap diatasnya.

Dalam proses biokimia, adanya aktivitas bakteri mengubah bahan sisa-sisa tumbuhan menjadi
gambut (peat). Gambut yang telah terbentuk makin lama akan tertimbun oleh endapan-endapan
lainnya seperti batulempung, batulanau dan batupasir. Dengan perjalanan waktu yang mungkin
berpuluh juta tahun, gambut ini akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimia akibat pengaruh
tekanan (P) dan temperatur (T), sehingga berubah menjadi batubara. Proses perubahan dari gambut
menjadi batubara dikenal dengan nama proses pembatubaraan (coalification). Sebagai gambaran
untuk batubara dengan tebal +/- 2 m, dibutuhkan lapisan sisa-sisa tumbuhan dengan ketebalan +/-
60 m. Pada tahap ini proses pembentukan batubara lebih didominasi oleh proses fisika dan geokimia.
Pada proses pembatubaraan, gambut berubah menjadi batubara lignit, batubara bituminous sampai
batubara antrasit. Batubara dengan peringkat yang lebih tinggi (antrasit) umumnya lebih keras,
memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah, dan
menghasilkan energi yang lebih banyak.
Kondisi paleogeografi, tektonik, serta iklim berperan penting dalam proses pembentukan batubara.
Kondisi paleogeografi dan tektonik harus membentuk suatu cekungan yang memudahkan proses
penumpukan sisa-sisa tumbuhan disamping melindungi rawa-rawa dari laut terbuka. Kondisi
paleografi dan tektonik juga harus mendukung agar rawa-rawa tempat penumpukan tumbuhan yang
mati, mengalami kenaikan muka air tanah secara perlahan dan lambat. Kondisi ini akan sangat
mendukung bagi perkembangan endapan gambut yang tebal, yang pada akhirnya akan menentukan
pembentukan lapisan-lapisan batubara. Sedangkan iklim berpengaruh besar terhadap jenis
tumbuhan sebagai sumber pembentuk batubara. Iklim juga berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman serta kecepatan dekomposisi. Sekitar 90% batubara didunia termasuk Indonesia terbentuk
pada lingkungan paralism yaitu rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat
dijumpai di dataran pantai, laguna, paparan dan fluviátil/sungai. Pengendapan batubara di dataran
pantai terjadi pada rawarawa dibelakang pematang pasir pantai, yang kearah darat berasosiasi
dengan sistem laguna. Daerah ini tertutup hubungan dengan laut terbuka, pengaruh oksidasi air laut
tidak ada, sehingga menunjang pembentukan batubara. Pengendapan batubara pada lingkungan
sungai (fluviatil) dapat terjadi pada rawa-rawa dataran banjir (flood plain) dan belakang tanggul alam
(natural levee). Batubara yang terbentuk pada lingkungan seperti ini biasanya membentuk lensa-
lensa yang membaji ke segala arah mengikuti bentuk cekungan limpahnya.

Gambar. Proses pembentukan batubara (Grab et al., 2006 dalam Flores)


Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan waktu yang sangat lama
(puluhan sampai ratusan juta) dibawah pengaruh fisika, kimia, maupun geologi. Ditinjau dari tempat
terbentuknya batubara, dikenal dua macam teori yaitu teori insitu, dan teori drift. Pada teori insitu,
bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terbentuk di tempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu
berada. Ketika tumbuh-tumbuhan tersebut mati dan belum terjadi proses transportasi, kemudian
tertutup oleh lapisan sedimen yang mengalami pembatubaraan. Jenis batubara yang terbentuk
dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata dan kualitasnya lebih baik karena kadar
abunya relatif kecil. Teori drift menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup atau dapat dikatakan sudah
mengalami perpindahan. Tumbuh-tumbuhan berakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan
sedimen dan mengalami proses pembatubaraan. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini
mempunyai penyebaran tidak luas, namun bisa ditemukan di beberapa tempat. Kualitas dari
batubara yang ditemukan juga kurang baik karena banyak mengandung material lain yang terangkut
saat mengalami proses perpindahan.

PEMANFAATAN BATUBARA
Batubara memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena memiliki manfaat
yang luar biasa. Tidak hanya sebagai pembangkit listrik, namun juga merupakan bahan bakar utama
bagi produksi baja, semen, pabrik kertas, industri kimia, dan sebagainya. Selain itu batubara juga
menghasilkan produk-produk sampingan seperti sabun, aspirin, pewarna, plastik, fiber, dan
sebagainya. Di Indonesia sendiri batubara saat ini mayoritas dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan bahan bakar PLTU. Tren pemanfaatan batubara untuk PLTU juga terus meningkat seiring
dengan tumbuhnya konsumsi energi listrik di Indonesia. Sementara itu, seiring dengan kenaikan
penggunaan batubara untuk PLTU, kapasitas terpasang PLTU yang memanfaatkan batubara sebagai
pembangkit uap juga terus meningkat.

Gambar PLTU.
POTENSI BATUBARA DI INDONESIA
Indonesia tercatat sebagai negara dengan potensi batubara yang cukup besar. Berdasarkan data “BP
Statistical Review of World Energy 2020’, Indonesia bahkan menempati peringkat keenam sebagai
negara yang memiliki cadangan batubara terbesar di dunia. Jika dilihat dari data Badan Geologi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2022, Indonesia memiliki sekitar 140
miliar ton sumberdaya batubara dan 37 miliar cadangan batubara. Jika dilihat di dalam peta, sumber
daya dan cadangan batubara di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di Sumatera dan
Kalimantan.

Salah satu unsur yang sangat berpengaruh pada kualitas batubara adalah kandungan kalori di
dalamnya. Hal ini disebabkan karena peran penting kalori yang akan menciptakan energi panas ketika
batubara tersebut digunakan. Semakin tinggi kandungan kalori suatu batubara, maka kualitas
batubara tersebut akan semakin baik. Kandungan air dalam batubara merupakan faktor penentu
tinggi rendahnya nilai kalori batubara. Kandungan air yang tinggi menyebabkan tingkat pembakaran
menjadi rendah akibatnya kandungan gas CO2 yang ditimbulkan menjadi tinggi yang tentunya
berdampak buruk terhadap lingkungan. Dilihat dari kualitasnya, sebagian besar batubara di
Indonesia berupa batubara dengan kalori rendah dan kalori sedang.
Peta di plot 2 halaman

Formasi pembawa batubara merupakan formasi batuan yang di dalamnya terdapat lapisan batubara.
Keberadaan formasi pembawa batubara menjadi petunjuk awal kemungkinan adanya potensi
batubara di suatu wilayah, tetapi belum menjamin bahwa batubara di wilayah tersebut layak untuk
diusahakan. Formasi pembawa batubara umumnya terdapat pada cekungan sedimen. Jumlah
formasi pembawa batubara di Indonesia sendiri tercatat ada sekitar 108 dan merupakan bagian dari
formasi batuan yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar di Indonesia. Penyebaran terluas
dan jumlah formasi pembawa batubara terbanyak ada pada cekungan sedimen di Pulau Sumatera
dan Kalimantan. Beberapa contoh formasi pembawa batubara antara lain Formasi Muaraenim,
Formasi Kampung Baru, Formasi Balikpapan, Formasi Tanjung, Formasi Warukin, dan formasi-formasi
lainnya. Karakteristik formasi pembawa batubara ini berbeda-beda tergantung pada kondisi geologi
pada saat pembentukan batubara di cekungan tersebut.
Peta Formasi Pembawa Batubara.
Peta Plot 2 halaman

Anda mungkin juga menyukai