Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN BATUBARA

Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian


umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk
melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri
dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik
yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat
ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula
empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk
antrasit.

Pembentukan batubara dimulai sejak jaman cartoniferous period


yang dikenal sebagai zaman batubara pertama yang berlangsung antara
290 juta sampai 360 juta tahun lalu. Mutu dari setiap endapan batubara
ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang
disebut sebagai maturitas organic. Proses awalnya gambut berubah
menjadi lignite ( batubara muda ) atau brown coal ( batubara coklat ) yang
disebut dengan jenis maturitas organic rendah. Dibanding dengan
batubara jenis lainnya, baubara muda agak lembut dan warnanya
bervariasi hitam pekat sampai kecoklat coklatan.

Batubara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Didalamnya


terikat sulfur dan nitrogen, bila batubara terbakar pengotor ini akan
dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat
menggabung dengan uap air ( kabut ) dan tetesan yang jatuh ke tanah
seburuk bentuk asam sulfuric dan nitrit yang disebut sebagai hujan asam.

1
1.2 MATERI PEMBENTUK BATUBARA

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-


jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel
(1981) adalah sebagai berikut :

a) Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel


tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
b) Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan
dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.

c) Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama


pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara.
Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora
dan tumbuh di iklim hangat.

d) Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur


Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah,
semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis
Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah
penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India,
dan Afrika.

e) Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan


modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu
bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara
umum, kurang dapat terawetkan.

1.3 KOMPOSISI BATUBARA

Komposisi batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan


tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C,

2
H, O, N, S, P. Hal ini dapat dipahami, karena batubara terbentuk dari
jaringan tumbuhan yang telah mengalami coalification. Pada dasarnya
pembentukkan batubara sama dengan cara manusia membuat arang dari
kayu, perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai hasil rekayasa dan
inovasi manusia, selama jangka waktu yang pendek, sedang batubara
terbentuk oleh proses alam, selama jangka waktu ratusan hingga ribuan
tahun. Karena batubara terbentuk oleh proses alam, maka banyak
parameter yang berpengaruh pada pembentukan batubara. Makin tinggi
intensitas parameter yang berpengaruh makin tinggi mutu batubara yang
terbentuk.

Batubara yang diperoleh dari hasil penambangan mengandung


bahan pengotor ( impurities ). Hal ini bisa terjadi ketika proses coalification
ataupun pada proses penambangan yang dalam hal ini menggunakan
alat-alat berat yang selalu bergelimang dengan tanah. Ada dua jenis
pengotor yaitu:

a) Inherent impurities

Merupakan pengotor bawaan yang terdapat dalam batubara.


Batubara yang sudah dibakar memberikan sisa abu. Pengotor
bawaan ini terjadi bersama-sama pada proses pembentukan
batubara. Pengotor tersebut dapat berupa gypsum (CaSO42H2O),
anhidrit (CaSO4), pirit (FeS2), silica (SiO2). Pengotor ini tidak
mungkin dihilangkan sama sekali, tetapi dapat dikurangi dengan
melakukan pembersihan.

b) Eksternal impurities

Merupakan pengotor yang berasal dari luar, timbul pada saat proses
penambangan antara lain terbawanya tanah yang berasal dari lapisan
penutup. Sebagai bahan baku pembangkit energi yang dimanfaatkan
industri, mutu batubara mempunyai peranan sangat penting dalam

3
memilih peralatan yang akan dipergunakan dan pemeliharaan alat.
Dalam menentukan kualitas batubara perlu diperhatikan beberapa hal,
antara lain :

o Heating Value (HV) ( calorific value/Nilai kalori )

Banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan oleh batubara tiap satuan


berat dinyatakan dalam kkal/kg. semakin tingi HV, makin lambat
jalannya batubara yang diumpankan sebagai bahan bakar setiap
jamnya, sehingga kecepatan umpan batubara perlu diperhatikan.
Hal ini perlu diperhatikan agar panas yang ditimbulkan tidak
melebihi panas yang diperlukan dalam proses industri.

o Moisture Content (kandungan lengas).

Moisture content batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air


yang terdapat dalam batubara. Kandungan air dalam batubara
dapat berbentuk air internal ( air senyawa/unsure ), yaitu air yang
terikat secara kimiawi.

Jenis air ini sulit dihilangkan tetapi dapat dikurangi dengan cara
memperkecil ukuran butir batubara. Jenis air yang kedua adalah
air eksternal, yaitu air yang menempel pada permukaan butir
batubara. Batubara mempunyai sifat hidrofobik yaitu ketika
batubara dikeringkan, maka batubara tersebut sulit menyerap air,
sehingga tidak akan menambah jumlah air internal.

o Ash content ( kandungan abu )

Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik


dan senyawa anorganik, yang merupakan hasil rombakan batuan
yang ada di sekitarnya, bercampur selama proses transportasi,
sedimentasi dan proses pembatubaraan. Abu hasil dari
pembakaran batubara ini, yang dikenal sebagai ash content. Abu

4
ini merupakan kumpulan dari bahan-bahan pembentuk batubara
yang tidak dapat terbakar atau yang dioksidasi oleh oksigen.
Bahan sisa dalam bentuk padatan ini antara lain senyawa SiO2,
Al2O3, TiO3, Mn3O4, CaO, Fe2O3, MgO, K2O, Na2O, P2O, SO3,

Dan oksida unsur lain.

o Sulfur Content (Kandungan Sulfur)

Belerang / sulfur yang terdapat dalam batubara dibedakan menjadi


2 yaitu dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Belerang
dalam bentuk anorganik dapat dijumpai dalam bentuk pirit (FeS2),
markasit (FeS2), atau dalam bentuk sulfat. Mineral pirit dan
makasit sangat umum terbentuk pada kondisi sedimentasi rawa
(reduktif). Belerang organik terbentuk selama terjadinya proses
coalification. Adanya kandungan sulfur, baik dalam bentuk organik
maupun anorganik di atmosfer dipicu oleh keberadaan air hujan,
mengakibatkan terbentuk air asam. Air asam ini dapat merusak
bangunan, tumbuhan dan biota lainnya.

1.4 KLASIFIKASI BATUBARA

Klasifikasi batubara berdasarkan tingkat pembatubaraan biasanya


dimaksudkan untuk menentukan tujuan pemanfaatannya misalnya,
batubara jenis bituminous banyak digunakan untuk bahan bakar tenaga
pembangkit listrik, pada industry baja atau genteng serta industry semen
menggunakan ( batubara fermal atau batubara steam coal ). Adapun
antrasit digunakan untuk proses sintering bijih mineral, proses pembuatan
elektroda listrik, pembakaran batu gamping dan digunakan untuk
pembuatan briket tanpa asap.

5
Berdasarkan tingkat proses pembentukanya yang dikontrol oleh
tekanan, panas dan waktu. Batubara umumnya dibagi kedalam 5 kelas
yaitu :

a) Antrasit

Adalah kelas batubara tinggi, dengan warna hitam berkilauan ( luster )


metallic, mengandung 86% - 98% unsure karbon (C) dengan kadar air
kurang dari 8%.

b) Bituminous

Adalah batubara yang mengandung 68% - 86% unsur karbon (C) dan
berkadar air 8% - 10% dari beratnya.

c) Sub Bituminous

Adalah batubara yang mengandung sedikit karbon (C) dan banyak air,
dan oleh karenanyamenjadai sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dengan bituminous.

d) Lignite / brown coal

Adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung 35% - 75%


dari beratnya

e) Gambut

Adalah tahap awal dari pembentukan batubara yang berpori dan


memiliki kadar air di atas 75% serta memiliki nilai kalori yang paling
rendah.

6
1.5 PEMBENTUKAN BATUBARA

proses perubahan sisa sisa tanaman menjadi gambut hingga


batubara biasanya disebut dengan istilah pembatubaraan ( coalification ).
Secara singkat ada 2 tahap proses yang terjadi dalam pembatubaraan
yakni :

a) Tahap Diagenetik / Biokimia

Dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit


terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat
menyebabkan proses pembusukan ( dekomposisi ) dan kompaksi
material organic serta membentuk gambut.

b) Tahap Malihan / Geokimia

7
Meliputi proses perubahan dari lignit menjadi batubara kelas
bituminous dan akhirnya akan menjadi batubara kelas antrasit.

BAB II

ANALISA BATUBARA

8
2.1 ANALISIS KUALITAS BATUBARA

Kualitas batubara merupakan sifat fisika dan kimia dari batubara


yang mempengaruhi potensi kegunaanya. Kualitas batubara ditentukan
oleh material dan mineral penyusunnya, serta ditentukan oleh derajat
coalification ( rank ).

Umumnya untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa


kimia pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan
analisis ultimate. Analisis proksimate dilakukan untuk menetukan jumlah
air ( moisture ), zat terbang ( volatile matter ), karbon padat ( fixed
karbon ) , dan kadar abu ( ash ) sedangkan analisis ultimate dilakukan
untuk menentukan kandungan unsure kimia pada batubara seperti :
karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga
unsur jarang.

Kandungan karbon, hydrogen dan oksigen penting untuk menilai


karakteristik pengkokasan, gassifikasi, dan liquifikasi batubara.
Sedangkan nitrogen dan sulfur merupakan factor penting yang memiliki
potensi pencemaran yang ditimbulkan dari pemanfaatan batubara.

Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di


labolatorium, diantaranya adalah analisis proksimate dan analisis ultimate.
Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara
tersebut menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya
cadangan batubara di daerah penelitian.

Analisis ultimate juga bisa menentukan peringkat batubara dalam


pengklasifikasianya yang mengacu pada standar ATMD 3179-09.

9
2.2 KADAR AIR TOTAL ( TOTAL MOISTURE )

Total moisture adalah keseluruhan jumlah kandungan air dari


berbagai jenis yang terdapat pada sampel batubara yang diambil. Jumlah
penurunan berat pra pengeringan pada temperature < 35 C ditambah
penurunan berat pengeringan panas pada 107 2 C. kandungan air
dapat dibagi menjadi 2 yaitu :

o Inherent moisture / residual moisture

Air yang berada dalam batubara manakala batubara berada dalam


keseimbangan kelembapan dalam udara bebas.

o Surface moisture / air dried moisture

Air yang terserap dan menempel pada batubara oloeh adanya proses
sekunder, missal : air tanah, air penyiraman saat penambangan, air
hujan, dan sebagainya.

Kandungan total moisture merupakan salah satu unsure yang


terpenting dalam transaksi perdagangan batubara, sehingga bila ternyata
nilainya melebihi kontrak yang telah disepakati, maka nilai transaksi akan
dikurangi sesuai dengan kelebihan yang terjadi. Nilai toleransi yang
berlaku untuk batubara kokas adalah kurang dari 6% dan untuk batubara
pembangkit listrik adalah 7%.

Uap air hidroskopis adalah kandungan air yang menempel di


permukaan batubara dan ukuran butiranya halus, jumlahnya juga semakin
banyak. Untuk kandungan uap air hidroskopis pada batubara kerakal dan

10
batubara kerakal ukuran sedang = 2% - 3%, butiran kecil / halus = 6% -
7%, sangat halus / serbuk = 15% - 30%.

TM = Surface Moisture (%) + Inherent Moisture (%) 100 % - Surface Moisture (%)

100 %

a) Inherent Moisture ( kandungan air tetap ) IM

IM didefenisiskan sebagai air yang dalam kondisi alami menunjukan


karakteristik lapisan batubara dari suatu ore deposit, dimana semakin
tinggi tingkat pembatubaraanya, maka kandungan airnya akan semakin
berkurang, dan mencapai titik minimum pada C sekitar 90%.

Kadar air lembab / IM adalah kadar air yang terikat kuat pada
komponen komponen batubara. Semakin kecil peringkat suatu batubara,
maka semakin kecil juga moisture yang dapat diserap oleh pori pori
batubara, hal ini menyebabkan semakin kecilnya kandungan Inherent
Moisture.

RUMUS : % IM = W2 W3 100 %
W2 -- W1

% IM = persentase air terikat dalam sampel

W1 = berat cawan kosong

W2 = berat cawan kosong + sampel

W3 = berat cawan kosong + residu

b) Air Dried Moisture / Surface Moisture ADM

11
Sifat sifat ADM adalah :

o Besar kecilnya nilai surface moisture dipengaruhi oleh peringkat


batubara, semakin tinggi peringkat batubara semakin rendah
kandungan surface moisture yang dimilikinya.

o Nilai tergantung pada humaditas dan temperature ruangan


dimana surface moisture tersebut dianalisa.

o Nilai surface moisture agar tergantung pada preparasi sampel


sebelum dianalisa ( standard preparasi ).

RUMUS : % ADM = M2 M3 100 %


M1
% ADM = Air Dried Moisture

M1 = berat sampel asli

M2 = berat cawan + berat sampel asli

M3 = berat cawan + residu

2.3 KADAR ZAT TERBANG ( VOLATILE MATTER )

Kandungan zat terbang memiliki hubungan yang erat dengan


singkat pembatubaraan, sehingga kadng dipakai pula sebagai acuan
( indeks ) dalam klasifikasi batubara. Pengelompokan batubara bituminous
berdasarkan kandungan zat terbang ( % ).

Klasifikasi menurut ASTM :

o Low volatile coal 14 32


o Medium volatile coal 22 31
o High volatile coal > 31

12
Klasifikasi menurut asosiasi kokas :

o LV coal < 20
o MV coal 20 25
o MV coal 25 30
o HV coal > 30
Bila batubara memiliki kandungan zat terbang yang tinggi, maka
sifatnya penyalaan ( ignition ) dan pembakaranya ( combustion ) pun baik.
Akan tetapi, hal ini juga mengandung resiko swabakar ( spontaneous
combustion ) yang tinggi.

RUMUS : % VM = W2 W3
100 %
W2 W1

% VM : persentase zat terbang dalam sampel

W1 : berat cawan + tutup dalam keadaan kosong

W2 : berat cawan + sampel + tutup

W3 : berat cawan + residu + tutup

2.4 KADAR ABU ( ASH CONTENT )

Disaat awla proses pengabuan, belerang organic dan belerang pirit


pasti terbakar menjadi oksida belerang, dengan terus melakukan
pemanasan sambil mengontrol agar jumlah sulfatnya berda pada tingkat
minimum selam pengabuan dan ditambah adanya penguraian sempurna
dari karbonat. Sampel dibakar pada temperature 815 10 C di dalam
media udara dengan megikuti pola peningkatan temperature yang telah
ditetapkan.

Sifat sifat kadar abu :

13
a) Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis
mineral matter yang dikandung oleh batubara baik yang berasal dari
inherent atau dari extraneous.
b) Kadar abu relative lebih stabil dari batubara yang sama. Oleh karena
itu ash sering dijadikan parameter penentu dalam beberapa kalibrasi
alat preparasi maupun alat sampling.
c) Semakin tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, maka
semakin rendah nilai kalorinya.
d) Kadar abu juga sering mempengaruhi nilai HGI batubara.

Kandungan abu pada batubara, mempunyai hubungan yang erat


dengan sifat sifat batubara, seperti berat jenis, ketergerusan, sifat
ketahanan api dari abu, nilai kalori, dsb.

RUMUS : % ASH = W3 W4 100 %


W2

% Ash : persentase abu dalam sampel

W1 : berat cawan + tutup dalm keadaan kosong

W2 : berat cawan + sampel + tutup

W3 : berat cawan + residu + tutup

W4 : berat cawan + tutup ( setelah pembakaran )

2.5 KADAR KARBON TERTAMBAT ( FIXED CARBON )

Kandungan karbon tetap didapatkan dari analisis tak langsung, dan


dapat dihitung setelah kadar air total, kadar abu, kadar zat terbang
diketahui. Dari sisa pembakaran, setelah hasilnya dikurangi dengan
kandungan abu, maka hasilnya inilah yang berupa nilai karbon tertambat.

14
Kadar karbon tertambat dapat dikatakan sebagai elemen inti dari
batubara, semakin besar kadar karbon padat maka sebagi tinggi pula nilai
karbonnya, kadar karbon tertambat dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :

FIXED CARBON (%) =

100 % - TOTAL MOISTURE (%) + ASH (%) + VOLATILE MATTER (%)

Antara kandungan zat terbang dan karbon tertambat terdapat


kolerasi yang saling berlawanan, dalam arti bila kandungan zat terbang
naik, maka nilai karbon tertambat akan menurun, dan demikian
sebaliknya. Secara umum, bila tingkat pembatubaraan semakin tinggi,
maka kandungan zat terbang akan semakin turun dan demikian
sebaliknya.

PENUTUP

Dari laporan praktikum di atas dapat dikatakan bahwa kualitas


batubara diperoleh dengan melakukan pengujian untuk menghitung kadar
yang terkandung di dalam batubara, seperti :

a) Total Moisture ( TM )
- Inherent Moisture ( IM )
- Air Dried Moisture ( ADM )
b) Ash Content ( kandungan abu )
c) Volatile Matter ( zat terbang )
d) Fixed Carbon ( karbon tertambat )

Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi total moisture ( kadar air


total ) yang terkandung didalam batubara, maka semakin rendah kualitas
batubaranya dan menurut data ASTM ( American society of testing and
mineral ) bahwa :

o Semakin tinggi kadar fixed carbon ( kadar karbon tertambat ) yang


terkandung di dalam batubara, maka semakin tinggi pula jenis kualitas
yang dimiliki batubara.

15
o dan jika semakin tinggi volatile matter yang terkandung di dalam
batubara, maka semakin rendah pula jenis kualitas yang dimiliki
batubara.

DAFTAR PUSTAKA

a) Modul praktikum analisa kualitas batubara, jurusan Teknik


Pertambangan, ITATS 2012.
b) Modul praktikum analisa kualitas batubara, jurusan Teknik
Pertambangan, ITATS 2013.
c) Harijono, D, Syarifudin, 1991. Sumberdaya Batubara dan Gambut di
Indonesia.
d) Browsing :
o http://google.com/klasifikasibatubara
o http://google.com/analisakualitasbatubara

16

Anda mungkin juga menyukai