Anda di halaman 1dari 53

PETUNJUK PRAKTIKUM

PENGOLAHAN MINERAL

Oleh :

Ir. M. WINANTO AJIE PH, MSc IR.


UNTUNG SUKAMTO, MT IR.
SUDARYANTO, MT

LABORATORIUM PENGOLAHAN MINERAL


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN - FTM
UPN “VETERAN” YOGYAKARTA
2019
PETUNJUK PRAKTIKUM
PENGOLAHAN MINERAL

Oleh :

Ir. M. WINANTO AJIE PH, MSc IR.


UNTUNG SUKAMTO, MT IR.
SUDARYANTO, MT

LABORATORIUM PENGOLAHAN MINERAL


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN - FTM
UPN “VETERAN” YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Memenuhi kurikulum Program Studi Teknik Metalurgi – FTM UPN


“Veteran” Yogyakarta pada semester III, mahasiswa diwajibkan mengikuti
praktikum Pengolahan Mineral, yang merupakan penunjang teori. Berkaitan dengan
hal tersebut di atas, maka disusunlah buku petunjuk praktikum, agar ada kesamaan
persepsi.

Mulai tahun akademik 2017 / 2018, praktikum diselenggarakan dalam


tahapan, yakni tahap pertama dibahas masalah crushing dan grinding, sampling dan
analisis ayakan, mineral separation, flotasi, settling test, dan gravity concentration.
Penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ketua Jurusan Teknik Pertambangan bersama Staf
2. Dosen mata kuliah Pengantar Pengolahan Mineral
3. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong serta memberi
fasilitas sehingga terwujudnya buku petunjuk ini.
Akhirnya kepada mahasiswa praktikan yang ingin memperdalam Pengolahan
Mineral, dianjurkan untuk membaca buku yang tertulis dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… v
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… v
BAB
I. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
II. TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN ………… 3
2.1. PREPARASI …………………………………………………… 3
2.2. KONSENTRASI ………………………………………………. 5
2.2.1. Warna, Kilap, Bentuk Kristal ……………………………. 6
2.2.2. Berat Jenis (Specific Gravity) …………………………… 6
2.2.3. Sifat Kemagnetan (Magnetic Susceptibility) ……………. 9
2.2.4. Sifat Konduktor dan Non Konduktor ……………………. 9
2.2.5. Sifat Permukaan Mineral Senang Tidaknya Terhadap
Gelembung Udara ……………………………………….. 9
2.3. DEWATERING ………………………………………………. 10
III. PETUNJUK MENYUSUN LAPORAN …………………………… 11
3.1. Penyusunan Laporan …………………………………………... 11
3.2. Ketentuan Praktikum ………………………………………….. 12
IV. PETUNJUK PRAKTIKUM…………………………………….. 13
4.1. Crushing dan Grinding ………………………………………… 13
4.2. Sampling dan Analisis Ayakan ………………………..……… 14
4.3. Mineral Separation…………………………………………… 15
4.4. Flotasi …………………………………………………... …… 15
4.5. Settling Test …………………………………………………… 16
4.6. Gravity Concentration………………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 20
LAMPIRAN ……………………………………………………………… 21
DAFTAR GAMBAR

Gambar : Halaman
4.1 Proses Crushing …………………………………………………………… 6
4.2 Riffler Sampler …………………………………………………………. 7
LABORATORIUM PENGANTAR PENGOLAHAN MINERAL
PROGRAM STUDI TENIK PERTAMBANGAN - FTM
UPN “VETERAN” YOGYAKARTA

KARTU PRAKTIKUM

Nama : …………………………………………
No. Mhs. : ……………………
Jurusan : Program Studi Teknik Pertambangan
Fakultas : Teknologi Mineral
Praktikum : Pengantar Pengolahan Mineral
Th. Akademik : 20.. / 20..

TANDA PENDAFTARAN
Telah mendaftar Praktikum pada tanggal ………….
Tata Usaha Lab.

Pas foto

………………………..

DAFTAR HADIR PRAKTIKUM


Hari / tgl Acara Regu Paraf Paraf Asisten
Mhs. Prak. Lap.
Crushing Dan Grinding
Sampling dan Analisi
Ayakan
Mineral Separation
Flotasi
Settling Test
Gravity Concentration

Perhatian : Kartu ini selalu disimpan di Laboratorium


DAFTAR BACAAN

1. Currie, JM, 1973, “Unit Operation in Mineral Processing”, Burnaby British


Columbia

2. Dorr John, VN and Bosqui, Francis L., 1950, “Cyanidation and Concentration of
Gold and Silver Ore”, Mc. Graw Hill Book Company Inc., New York, Toronto,
London.

3. Hayes PC., 1985, “Process Selection in Extractive Metallurgy”, Hayes


Publishing Co., Australia.

4. Kelly Eg., Spottiswood DJ., 1982, “Introduction to Mineral Processing”, John


Willey and Sons, Canada.
LAMPIRAN A
KETENTUAN PRAKTIKUM PPM

A.1. LAPORAN
1. Praktikan wajib mengikuti praktikum secara seksama.
2. Praktikan wajib menggunakan APD sesuai dengan arahan asisten saat
praktikum.
3. Laporan Hasil Praktikum dan Laporan Resmi wajib mendapat ACC dari
asisten masing-masing.
4. Lama ACC Laporan Hasil Praktikum maksimal 3 hari setelah praktikum
dihitung dari hari praktikum.
5. Lama ACC Laporan Resmi maksimal 7 hari setelah praktikum dihitung dari
hari praktikum.
6. ACC Laporan Resmi maksimal 7 hari ditambah maksimal 3 hari dengan
pengurangan nilai. Apabila setelah 7 hari ditambah 3 hari setelah itu
praktikan belum melakukan ACC laporan resmi maka dinyatakan GUGUR
tanpa pengecualian.
7. INHAL lebih dari 3x dinyatakan GUGUR.
8. Praktikan yang melakukan tindakan curang seperti fotocopy laporan
dinyatakan GUGUR.
9. Semua acara praktikum Pengantar Pengolahan Mineral wajib diikuti oleh
seluruh Praktikan. Tidak mengikuti salah satu acara praktikum dianggap
GUGUR kecuali bagi yang mengulang hanya mengikuti responsi peraga,
tertulis, dan mengerjakan tugas yang diberikan asisten.
10. Laporan resmi dijilid setelah mendapat ACC dari asistennya masing-masing.
BAB I
PENDAHULUAN

Pengolahan Bahan Galian (ore dressing) adalah suatu proses pengolahan bijih
(ore) secara mekanik sehingga mineral berharga dapat dipisahkan dari mineral
pengotornya dengan didasarkan pada sifat fisika atau sifat kimia-fisika permukaan
mineral.
Bijih yang dilakukan pengolahan bahan galian akan dapat ditingkatkan
kadarnya, sehingga dari hasil pengolahan tersebut diharapkan diperoleh keuntungan
antara lain adalah :
1. Mengurangi ongkos transport dari tempat pengolahan sampai tempat peleburan.
Hal ini karena mineral pengotor (gangue mineral) sudah dapat dipisahkan
sehingga tidak ikut terangkut.
2. Mengurangi biaya peleburan. Dengan naiknya kadar bijih maka logam berharga
semakin banyak untuk setiap berat yang sama, sehingga dalam satuan waktu
tertentu logam hasil peleburan akan lebih banyak jika dibanding dengan peleburan
bijih kadar rendah.
3. Mengurangi bahan imbuh (flux) selama peleburan. Semakin tinggi kadar bijih
berarti kadar mineral pengotor semakin kecil, sehingga flux yang dibutuhkan juga
semakin sedikit.
Bijih dari tambang umumnya masih berukuran relatif besar, sehingga mineral
berharga belum terliberasi, maka perlu direduksi ukurannya dengan menggunakan
alat peremuk (crusher) dan alat penggiling/penggerus (grinding mill). Supaya hasil
peremukan dan penggilingan mempunyai ukuran yang sama, maka perlu dilakukan
pengelompokan ukuran (sizing) yaitu dengan cara pengayakan (screening) maupun
classifying.
Konsentrasi dilakukan dengan menggunakan alat yang dirancang bangun
mendasarkan sifat fisik mineral atau sifat kimia-fisika permukaan mineral pada bijih,
diantaranya adalah :

1
Sifat fisika atau sifat kimia-fisika Cara pemisahan
permukaan

Warna, kilap, bentuk kristal Hand sorting


Berat jenis Gravity concentration
Kemagnitan Magnetic separation
Konduktifitas High tension separation
Sifat permukaan mineral senang Flotasi
tidaknya terhadap udara

Hasil konsentrasi berupa konsentrat dan tailing, jika pengerjaannya


menggunakan cara basah tentu akan banyak mengandung air. Untuk mengurangi
kandungan air dilakukan dewatering, yang mempunyai tiga tahap yaitu : thickening,
filtering, dan drying.

2
BAB II
TAHAPAN UMUM PENGOLAHAN BAHAN GALIAN

Pengolahan Bahan Galian (Ore Dressing) pada umumnya dilakukan dalam


beberapa tahapan, yaitu : preparasi, konsentrasi, dan dewatering.

2.1. PREPARASI
Preparasi merupakan operasi atau tahap persiapan sebelum dilakukan
konsentrasi, yaitu usaha untuk meliberasi/ membebaskan bijih antara mineral
berharga dengan mineral pengotornya dengan jalan mereduksi / memperkecil ukuran
butir. Tujuannya agar sifat mineralnya tampak murni / aseli dan tidak terikat lagi
dengan mineral pengotornya. Pada preparasi sering dilakukan pengendalian /
pengelompokan ukuran butir material (sizing) dengan menggunakan pengayak
(screen) maupun classifyer.
Bijih yang berupa padatan (solid ore), umumnya antara mineral berharga
dengan yang tidak berharga saling terikat satu sama lain, oleh sebeb itu perlu
dilakukan peremukan dan penggerusan. Operasi pembebasan dari ikatan masing-
masing mineral sering disebut liberation / unlocking. Bijih berukuran bongkah
diremuk dengan menggunakan peremuk (crusher) maupun penggerus / penggiling
(grinder), sehingga didapat produk yang berukuran lebih kecil / halus.
Kominusi (crushing dan grinding) umumnya dilakukan dalam 3 tahap, sebab
kemampuan alat peremuk atau penggerus terbatas, yaitu :
1) Primary crushing, umumnya ukuran umpan 5 cm – 225 cm ( 2 inchi – 90 inchi)
yang merupakan bijih hasil bongkaran dari tambang. Alat yang digunakan dapat
berupa jaw crusher, gyratory crusher, maupun cone crusher.
2) Secondary crushing, umumnya ukuran umpan 2,5 cm – 7,5 cm ( 1 inchi – 3 inchi)
yang merupakan produk dari primary crusher. Alat yang digunakan dapat berupa
gyratory crusher, cone crusher, roll crusher.

3
3) Tertiary crushing / fine crushing / grinding, umumnya ukuran umpan 0,5 cm – 1
cm ( 1/4 inchi – 3/8 inchi) yang merupakan produk dari secondary crusher. Alat
yang digunakan dapat berupa ball mill, rod mill, tube mill.
Umumnya distribusi ukuran produk dari peremuk maupun penggerus sudah
standar dan dinyatakan dalam bentuk grafik yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat
alat peremuk / penggerus yang bersangkutan.
Perbandingan antara ukuran / dimensi terbesar umpan dengan ukuran /
dimensi terbesar produk disebut nisbah reduksi (reduction ratio). Untuk tahap
primary crushing nisbah reduksi berkisar 4 – 7, secondary crushing berkisar 8 – 50,
dan tertiary crushing / fine crushing biasanya lebih besar 50. Pembatasan harga
nisbah reduksi ini dimaksudkan agar kerja alat peremuk maupun penggerus lebih
efektif untuk menghasilkan produk sesuai dengan target produksi.
Pada proses peremukan, pecahnya batuan / bijih disebabkan gaya dari luar
lebih besar dari gaya tahan batuan / bijih, disamping itu nip angle (sudut jepit dari
alat peremuk) memenuhi. Gaya yang bekerja pada umumnya : gaya tekan, gravitasi,
gesek, chipping (menyudut), sedangkan pada proses penggilingan pecahnya bijih
dapat disebabkan adanya grinding media yang dapat menimbulkan gaya : gesek,
impact atau jatuhan.
Pada operasi penggilingan menggunakan mill maka kecepatan putar mill
perlu diperhitungkan karena sangat berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan.
Kecepatan kritis mill, yaitu batas kecepatan putar silinder mill yang membuat semua
isian (beban) didalam mill mulai menempel pada dinding bagian dalam silinder,
sehingga tidak terjadi penggerusan / penggilingan. Besarnya kecepatan / putaran
kritis mill ini menurut B.A.Wills (1985) dapat didekati dengan persamaan :
42,3
Nc  rpm
(D  d)

Nc = putaran kritis, rpm


D = diameter bagian dfalam, meter
d = diameter media gerus, meter
Umumnya pengoperasian mill pada kecepatan 50 – 90 % dari kecepatan
kritisnya. Pada kecepatan cataracting ( + 80 % dari kecepatan kritis) maka
penggerusan di dalam mill akan didominasi oleh gaya impact (akibat jatuhan dari
4
grinding media). Sedangkan pada kecepatan cascading ( + 60 % dari kecepatan
kritis) maka penggerusan di dalam mill akan didominasi oleh gaya abrasi (akibat
gesekan oleh grinding media).
Menurut Rittinger’s, permukaan baru yang dihasilkan sewaktu crushing
maupun grinding besarnya akan sebanding dengan kerja / energi yang dibutuhkan.
Semakin besar luas permukaan material (semakin halus produk yang dihasilkan)
maka akan semakin besar pula energi yang dibutuhkan untuk mereduksi ukuran
tersebut.
Agar tidak terjadi overcrushing maupun over grinding pada waktu
peremukan maupun penggerusan, maka diperlukan suatu pengendalian ukuran
(sizing) dengan menggunakan pengayak (screen) atau classifier. Pada dasarnya
screening merupakan pengelompokan suatu partikel / material yang didasarkan pada
ukuran (opening) lubang ayakan. Pada umumnya pengayakan akan efektif (cocok)
jika digunakan untuk ukuran yang dipisahkan lebih besar 20 mesh. Sedangkan
classifying merupakan pengelompokan material / partikel yang didasarkan pada
perbedaan kecepatan jatuh partikel dalam suatu media baik air maupun udara.
Kecepatan jatuh partikel pada suatu media akan dipengaruhi oleh berat jenis, bentuk,
dan volume butir partikel. Classifying ini akan efektif (cocok) jika digunakan pada
ukuran material yang dipisahkan lebih besar 20 mesh.
Tujuan dari crushing maupun grinding, disamping untuk mereduksi ukuran
bijih juga untuk meliberasi bijih agar lebih sempurna dan untuk memenuhi kehendak
konsumen agar sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

2.2. KONSENTRASI
Konsentrasi merupakan suatu operasi untuk memisahkan antara mineral yang
berharga dengan mineral tak berharga / pengotornya (gangue mineral) dalam sustu
bijih / material yang memanfaatkan sifat fisik atau sifat kimia-fisika permukaan
mineral yang akan dipisahkan. Sifat fisik yang sering digunakan sebagai dasar
pemisahan adalah :

5
2.2.1. Warna, kilap, bentuk kristal
Cara pemisahan mineral yang didasarkan pada warna, kilap, bentuk kristal
dapat dilakukan secara manual, dan cara ini disebut dengan hand picking atau hand
sorting. Umumnya mineral/ material yang dipisahkan ukurannya tidak terlalu halus
dan biasanya merupakan pemisahan tahap paling awal.

2.2.2. Berat jenis (Specific Gravity)


Mineral dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan berat jenis. Cara pemisahan
mineral yang yang didasarkan pada perbedaan berat jenis disebut konsentrasi
gravitasi (gravity concentration). Untuk mengetahui tingkat kemudahan suatu
mineral jika dipisahkan dengan konsentrasi gravitasi dapat dilihat harga / nilai
kriteria konsentrasinya (concentration criteria), yang ditujukkan dalam persamaan
sebagai berikut :
Dh  Df
CC 
Dl  Df
CC = kriteria konsentrasi
Dh = berat jenis mineral berat
Df = berat jenis fluida
Dl = berat jenis mineral ringan.
Secara umum jika nilai kriteria konsentrasi lebih besar 2,5 atau negatif maka
mineral akan mudah dipisahkan dengan cara gravitasi untuk segala ukuran. Jika
nilainya lebih kecil 2,5 maka efisiensi pemisahan juga akan menurun. Jika nilainya
kurang dari 1,25 maka pemisahan cara gravitasi sulit untuk dilaksanakan.
Konsentrasi gravitasi dapat dikelompokkan menjadi :
1) Konsentrasi yang memanfaatkan aliran tipis horizontal (flowing film
concentration).
Konsentrasi ini didasarkan pada perbedaan berat jenis mineral yang dipisahkan
dan dilakukan dengan menggunakan aliran air yang tipis. Pemisahan mineral
akan dipengaruhi oleh gaya gesek antara mineral dengan dasar meja (deck), gaya
dorong air terhadap partikel, gaya grafitasi maupun gaya centripetal (untuk
humprey spiral). Gaya gesek lebih dominan pada partikel atau mineral berat,

6
sedangkan gaya dorong air akan dominan terhadap mineral ringan dan gaya
gravitasi akan mengenai pada mineral berat maupun ringan.

Gambar 2.1.
Meja Goyang (Shaking Table)

Akibat pengaruh gaya-gaya, maka mineral yang berat, kecil dan bentuknya datar
atau pipih akan didapatkan pada hulu dari suatu aliran, sedangkan partikel
ringan, kasar dan bentuknya membulat akan didapatkan di bagian hilir, dengan
kata lain bahwa mineral ringan akan lebih jauh diangkut oleh air daripada
mineral berat. Untuk membantu kerja gaya-gaya ini pada umumnya
ditambahkan perlengkapan berupa pengaduk seperti cangkul, head motion.
Peralatan konsentrasi yang berprinsip pada flowing film concentration adalah :
shaking table (meja goyang), sluice box dan humphrey spiral.

2) Jigging :
Jigging adalah operasi pengerjaan mineral mendasarkan atas perbedaan
kecepatan mengendap antara mineral berharga dengan gangue mineral. Ada 3
peristiwa penting dalam jigging, yaitu :
i. Hindered Settling Classification
ii. Differential Acceleration
iii. Consolidation Trickling pada akhir suction

7
Agar ketiga peristiwa ini bisa terjadi berulang-ulang dan untuk membantu proses
pemisahan, maka pada alat ini dilengkapi dengan peralatan penimbul pultion
(dorongan) dan suction (isapan). Peralatan pembantu ini dapat berupa plunger,
diaphragma, pulsator maupun air pulsator. Akibat dari adanya ketiga peristiwa
dan gaya di atas, maka mineral berat akan terletak di bawah dan mineral ringan
terletak di bagian atas dengan pemisah berupa screen yang ada jig bed-nya. Pada
umumnya jig bed ini mempunyai berat jenis diantara mineral berat dan ringan
sehingga kecepatan mengendapnya di antara mineral berat dan ringan. Alat yang
digunakan mendasarkan atas sieve-nya dan dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Movable Sieve Jig (Hand Jig)
b. Fixed Sieve Jig (Plunger, Diaphragma, Pulsator dan Air Pulsator Jig)

Gambar 2.2.
Bagian – bagian Jig

3) Dense Medium Separation


Merupakan operasi pemisahan yang mendasarkan atas perbedaan SG dengan
menggunakan cairan media yang mempunyai SG diantara mineral berat dan
ringan. Bila media yang digunakan adalah cairan berat asli, maka operasi ini
disebut heavy liquid separation (HLS), sedangkan bila yang digunakan adalah
cairan berat tiruan / semu (pseudo liquid), maka operasi ini disebut heavy media
separation (HMS). Operasi ini tidak akan berhasil untuk mineral yang berukuran
sangat halus, sebab mineral tersebut akan selalu dalam suspensi, sehingga
8
mineral berat tidak dapat dipisahkan dengan mineral ringan. Oleh karena itulah
pada operasi HLS dan HMS, umpan harus diayak terlebih dahulu.

2.2.3. Sifat Kemagnetan (magnetic susceptibility)


Alat yang digunakan disebut magnetic separator, yang prinsip kerja
pemisahannya mendasarkan atas sifat kemagnitan dari mineral. Mineral ada yang
bersifat kuat tertarik oleh magnit, lemah tertarik oleh magnit maupun yang tidak
tertarik oleh magnit. Dari sifat-sifat tersebut, maka mineral yang satu dapat
dipisahkan dengan yang lain.

2.2.4. Sifat Konduktor dan Non Konduktor


Alat yang digunakan disebut high tension separator (HTS). Mineral
konduktor yang mudah menghantarkan maupun menerima ion negatif secara cepat
dapat dipisahkan dari mineral non konduktor yang lamban dalam
menghantarkan/menerima ion. Sehingga dalam operasi ini akan didapat mineral
konduktor dan mineral non konduktor.

2.2.5. Sifat Permukaan Mineral Senang Tidaknya Terhadap Gelembung Udara


Cara konsentrasi ini disebut flotasi. Mineral yang senang terhadap udara
cenderung mengapung sebab akan menempel pada udara, sedangkan mineral yang
senang kepada air akan cenderung tenggelam. Ada tiga macam reagent yang biasa
digunakan untuk membantu operasi flotasi, yaitu : modifier, collector dan frother.
Collector merupakan suatu reagent dari kelompok hydrocarbon yang terdiri dari
bagian polar dan non polar, yang berguna untuk mengubah sifat permukaan mineral
dari tidak senang kepada udara menjadi senang kepada udara. Collector membuat
permukaan mineral diselimuti oleh bagian polar, dengan bagian non polar
menghadap keluar sehingga mineral ini menjadi tertempel pada udara. Untuk mineral
yang tidak senang udara akan tetap tinggal di dasar cell flotasi tersebut. Modifier
merupakan zat an-organik yang berfungsi membantu atau menghalangi kerja
collector. Frother merupakan zat yang mempunyai sifat heteropolar, mempunyai
satu polar dan non polar, berfungsi untuk menstabilkan gelembung udara agar tetap
utuh (tidak pecah) hingga sampai permukaan.

9
2.3. DEWATERING
Adalah operasi pemisahan antara cairan dengan padatan yang pada umumnya
melalui 3 tahapan, yaitu :
1) Thickening : merupakan tahapan pertama dari dewatering dengan mendasarkan
atas kecepatan jatuh material pada media, sehingga solid factor mencapai = 1
(%solid = 50 %).
2) Filtrasi : merupakan operasi pemisahan antara cairan dengan padatan
menggunakan saringan (filter) yang terbuat dari kain, hingga diperoleh solid
factor = 4 (%solid = 80 %).
3) Drying : merupakan operasi pemanasan material sampai 110 oC, sehingga
didapat %solid = 100 %.
Pekerjaan lain yang tidak kalah pentingnya adalah sampling, yaitu
pengambilan conto material yang sesedikit mungkin namun dapat mewakili material
keseluruhan. Sampling selalu dilakukan disetiap pekerjaan pengolahan bahan galian,
dengan tujuan untuk meneliti apakah operasi yang sedang berjalan sesuai dengan
yang dikehendaki atau tidak. Prinsip di dalam sampling adalah lebih baik mengambil
conto berkali-kali dengan jumlah yang sedikit, dari pada mengambil conto hanya
sekali tetapi dalam jumlah yang besar / banyak.

10
BAB III
PETUNJUK MENYUSUN LAPORAN

3.1. PENYUSUNAN LAPORAN


Pada dasarnya menyusun laporan praktikum pengantar pengolahan mineral
tidak berbeda dengan petunjuk menyusun laporan yang telah diterangkan dalam
kuliah, yakni ditulis dengan rapi pada kertas ukuran A4.
Adapun bentuk dan susunan laporan yang harus dibuat terdiri dari :
1). Halaman Judul
Halaman judul dibuat dengan komposisi sesuai ketentuan.
2). Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel, Daftar
Lampiran, yang ditulis sesuai dengan menyusun laporan.
3). Isi Laporan
Laporan pengolahan bahan galian secara garis besar dapat dibagi dalam
beberapa Bab, yakni :
I. PENDAHULUAN
Di dalam Bab ini berikanlah uraian singkat tetapi jelas mengenai obyek
permasalahan yang ada dalam laporan, diantaranya : Latar Belakang,
Maksud dan Tujuan, Hipotesa dan Kesimpulan.
II. LANDASAN TEORI
Di dalam Bab ini berikanlah latar belakang teori yang berkaitan dengan isi
praktikum, definisi-definisi yang menunjang acara praktikum.
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Di dalam Bab ini berikanlah uraian tentang tugas yang telah dilaksanakan,
prosedur percobaan, hasil percobaan, gambar alat serta bagian-bagiannya
yang digunakan dalam percobaan.
IV. PEMBAHASAN
Di dalam Bab ini uraikan tentang perbandingan antara yang ada di teori
dengan kenyataan hasil percobaan. Dapat juga yang dibahas adalah hasil

11
percobaan, maupun factor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil
percobaan.
V. KESIMPULAN
Pada Bab ini yang ditulis adalah kesimpulan dari pembahasan, tidak perlu
diuraikan lagi, dapat pula berisikan factor-faktor yang berpengaruh terhadap
hasil percobaan secara ringkas.
4). Daftar Bacaan / Daftar Pustaka
Disusun sesuai dengan petunjuk menyusun laporan.
5). Lampiran
Data-data yang harus dilampirkan adalah :
a. Jawaban pertanyaan (tulis dahulu pertanyaannya, baru kemudian jawabannya)
b. Hasil percobaan atau perhitungannya.
c. Data-data yang mendukung isi laporan.
*SESUAI FORMAT YANG TELAH ADA

3.2. KETENTUAN PRAKTIKUM


Tata tertib praktikum ditulis tersendiri yang tidak terpisahkan dari Petunjuk
Praktikum Pengantar Pengoalahan Mineral. Pada ketentuan praktikum ini akan
dijelaskan masalah yang berkaitan dengan penyerahan laporan maupun system
penilaian yang berlaku.

12
BAB IV

PETUNJUK PRAKTIKUM

1. CRUSHING DAN GRINDING

Kominusi adalah proses mereduksi ukuran butir atau proses meliberasikan bijih.
Yang dimaksud dengan proses meliberasi adalah proses melepaskan bijih tersebut
dari ikatannya yang berupa “gangue mineral” dengan menggunakan alat crusher
dan grinding mill. Pada prinsipnya tujuan operasi pengecilan ukuran bijih, mineral
atau bahan galian adalah:
1. Membebaskan ikatan mineral berharga dari gangue-nya.
2. Menyiapkan ukuran umpan sesuai dengan ukuran operasi konsentrasi atau
ukuran pemisahan.
3. Mengekspos permukaan mineral berharga, Untuk proses hyrometalurgi tidak
perlu benar-benar bebas dari gangue.
4. Memenuhi keinginan konsumen atau tahapan berikutnya.
Mekanisme peremukan dalam kominusi :
Prinsip peremukan adalah adanya gaya luar yang bekerja atau diterapkan pada
bijih dan gaya tersebut harus lebih besar dari kekuatan bijih yang akan diremuk.
Mekanisme peremukannya tergantung pada sifat bijihnya dan bagaimana gaya
diterapkan pada bijih tersebut. Setidaknya ada empat gaya yang dapat digunakan
untuk meremuk atau mengecilkan ukuran bijih.
1. Compression, gaya tekan. Peremukan dilakukan dengan memberi gaya
tekan pada bijih. Peremukannya dilakukan diantara dua permukaan plat.
Gaya diberikan oleh satu atau kedua permukaan plat. Pada Kompresi,
energi yang digunakan hanya pada sebagian lokasi, bekerja pada sebagian
tempat. Terjadi ketika Energi yang digunakan hanya cukup untuk
membebani daerah yang kecil dan menimbulkan titik awal peremukan.
Alat yang dapat menerapkan gaya compression ini adalah: Jaw crusher,
gyratory crusher dan roll crusher.
2. Impact, gaya banting. Peremukan terjadi akibat adany gaya impak yang
bekerja pada bijih. Bijih yang dibanting pada benda keras atau benda keras
yang memukul bijih. Gaya impak adalah gaya compression yang bekerja
dengan kecepatan sangat tinggi. Dengan gaya Impact, energi yang
digunakan berlebihan, berkerja pada seluruh bagian. Terjadi ketika energi
yang digunakan berlebih dari yang dibutuhkan untuk peremukan. Banyak
daerah yang menerima beban berlebih. Alat yang mampu memberikan
gaya impak pada bijih adalah impactor, hummer mill.
3. Attrition atau abrasion. Peremukan atau pengecilan ukuran akibat adanya
gaya abrasi atau kikisan. Peremukan dengan Abrasi , Gaya hanya bekerja
pada daerah yang sempit (dipermukaan) atau terlokalisasi. Terjadi ketika
energi yang digunakan cukup kecil, tidak cukup untuk memecah/meremuk
bijih. Alat yang dapat memberikan gaya abrasi terhadap bijih adalah
ballmill, rod mill.
4. Shear, potong. Pengecilan ukuran dengan cara pemotongan, seperti dengan
gergaji. Cara ini jarang dilakukan untuk bijih.

Proses kominusi sendiri terbagi enjadi ada 2 (dua) macam, yaitu :


1. Peremukan / pemecahan (crushing)
2. Penggerusan / penghalusan (grinding)

Kominusi terbagi dalam tiga tahap, yaitu :


1. Primary Crushing
Merupakan tahap penghancuran yang pertama, dimana umpan berupa
bongkah – bongkah besar berukuran  84  60 inchi dan produktannya
berukuran 4 inhi. Alat yang digunakan dalam crushing ini adalah :
a. Jaw Crusher
Alat ini mempunyai dua jaw, yang satu dapat digerakkan ( swing jaw )
dan yang lainnya tidak dapat digerakkan atau diam ( fixed jaw ).
Berdasarkan porosnya jaw crusher terbagi dalam dua macam :
- Blake Jaw Crusher ( poros di atas ).
- Dodge Jaw Crusher ( poros di bawah ).
Perbandingan antara Dodge dan Blake Jaw Crusher :
- Ukuran produktan blake jaw lebih heterogen sedangkan pada dodge
jaw relative seragam.
- Pada blake jaw porosnya di atas sehingga gaya yang terbesar
mengenai partikel yang berukuran terkecil.
- Kapasitas dodge jaw lebih kecil daripada blake jaw pada ukuran
yang sama.
- Pada dodge jaw sering terjadi penyumbatan / kemacetan.
b. Gyratory Crusher
Crusher jenis ini mempunyai kapasitas lebih besar dibandingkan jaw
crusher. Perbedaan gyratory dan jaw crusher adalah gerakan gyratory
crusher berputar dan bergoyang sehingga proses penghancuannya
berjalan terus tanpa selang waktu. Sedangkan dalam jaw crusher proses
penghancurannya tidak kontinyu ssesuai gerakan swing jaw nya,
sehingga ada material – material yang tidak mengalami penggerusan.
2. Secondary Crushing
Merupakan tahap penghancuran dari kelanjutan primary crushing dimana
ukuran umpan lebih kecil dari 6 inchi dan produktannya berukuran 0,5
inchi.
Alat yang digunakan adalah :
a. Jaw crusher ( kecil )
b. Gyratory crusher ( kecil)
c. Cone crusher
3. Fine Crushing ( Grinding Mill )
Milling merupakan lanjutan dari proses primary crushing dan secondary
crushing. Proses penghancuran pada milling mengunakan shearing stress.
Penggerusan merupakan proses lanjutan pengecilan ukuran yang sudah
berukuran 2,5 cm menjadi ukuran yang lebih halus lagi. Grinding
diklasifikasikan menjadi beberapa macam berdasarkan:
a. Bentuk cell
- Cylinder (produk yang ada masih kasar)
Contoh untuk mill berbentuk silinder adalah tube mill. Pada tube
mill ini produknya masi agak kasar dan pada proses
penghancurannya perlu ditambahkan air sehingga bercampurnya
material menjadi pulp.
- Conical (produk halus)
Contoh untuk mill bentuk conical adalah hardinge conical mill.
Produknya halus, lebih halus daripada produk yang dihasilkan
silinder mill. Untuk hasil akhir grinding memerlukan bola baja
dengan diameter 2-3 inchi. Jumlah bola-bola baja pada ball mill
berkisar antara 50-60 % dari volume mill dan kadang-kadang
mencapai 80%.
- Cylindro Conical
Mill jenis ini produknya ada yang halus dan ada yang halus dan ada
yang kasar. Bentuk cell merupakan gabungan antara cylinder dan
conical.

b. Grinding Media
- Ball Mill (bola-bola baja)
Contoh untuk mill ini adalah ball mill, yang telah diterangkan pada
conical mill.
- Peable Mill (batu api/flint)
- Rod Mill (batang-batang baja)

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep dasar acara ini.
2. Untuk mengetahui prosedur praktikum.
3. Untuk mengetahui aplikasi dalam dunia pertambangan.
4. Untuk mendapatkan parameter :
a. Limiting Reduction Ratio (LRR)
b. Working Reduction Ratio (WRR)
c. Apparent Reduction Ratio (ARR)
d. Product 80 (P80)
Faktor yang Mempengaruhi
1. Lebar lubang pengeluaran
2. Variasi dari throw
3. Kecepatan
4. Ukuran umpan
5. Reduction ratio
6. Kapasitas yang dipengaruhi oleh jumlah umpan per jam dan berat jenis
umpan.

Peralatan dan perlengakapan


Peralatan yang digunakan dalam proses crushing adalah :
1. Neraca Ohauss
2. Satu set ayakan ( Ukuran lubang ayakan 19mm; 12,5mm; 9,5mm; 4mm;
2mm; dan pan ).
3. Penggaris.
4. Jaw Crusher
5. Jangka Sorong
6. Timer
7. Cawan
8. Ayakan duduk.

Perlengakapan yang digunakan dalam proses crushing adalah :


1. Tiga buah conto batuan

Peralatan yang dibutuhkan dalam proses grinding adalah :


1. Grinding Mill
2. Neraca Ohauss

Perlengkapan yang digunakan dalam proses grinding adalah :


1. Material hasil crushing.
Prosedur paraktikum
Adapun prosedur yang dilakukan pada proses crushing adalah :
1. Menyiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan.
2. Menyiapkan tiga conto batuan sebagai A, B, dan C.
3. Lakukan pengukuran batu andesit dengan menggunakan jangka sorong.
4. Ukur berat masing – masing conto batuan dengan neraca ohauss.
5. Siapkan alat jaw crusher dengan mengatur ukuran close settingnya
menggunakan penggaris, untuk primary crushing open settingnya 1 cm,
dan close settingnya 0.5 cm. Untuk secondary crushing, open settingnya
0.8 cm dan close settingnya 0.3 cm.
6. Masukkan conto batuan ke mouth ( mulut jaw crusher ).
7. Setelah diremuk melaui primary crushing, pilih batu yang paling besar lalu
ukur diameternya dengan jangka sorong.
8. Lakukan secondary crushing.
9. Setelah itu pilih ukuran produk secondary crushing yang terbesar, lalu
ukur dengan jangka sorong. Hal ini dilakukan untuk menghitung Limiting
Reduction Ratio
10. Lalu hasil dari secondary crushing dilakukan grinding selama 15-20
menit.
13. Kemudian di ayak menggunakan ayakan gantung, timbang tiap fraksi
ayakan.
14. Lalu catat hasilnya dan lakukan perhitungan untuk mendapatkan
parameternya.

Prosedur dalam melakukan proses grinding adalah :

1. Masukkan sampel hasil dari crushing kedalam mesin grinding.


2. Masukan rod mill kedalam grinding.
3. Nyalakan mesin dan grinding selama 15 menit.
4. Kemudian hasil dari grinding masukan kedalam ayakan, yang telah
disediakan dan ayak dengan menggunakan ayakan gantung selama 5-10
menit.
5. Timbang berat sampel per mesh.
6. Buat grafik P80 dengan excel dan milimeter blok.

Gambar 4.1

Proses Crushing
2. SAMPLING DAN ANALISIS AYAKAN

Sizing merupakan proses pengelompokan material, terbagi dalam dua cara :

a. Screening adalah proses pengelompokkan material berdasarkan ukuran


lubang ayakan sehingga ukurannya seragam.
b. Classifying adalah proses pengelompokkan material yang mendasarkan
pada kecepatan jatuh material dalam suatu media (air atau udara),
dipengaruhi oleh densitas, volume dan bentuk material.
(Mokh. Winanto Ajie PH; dkk. Pengolahan Bahan Galian, 2001)
c. Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.
(Arikunto, 2006:131)
d. sampel adalah contoh, yaitu sebagian dari seluruh individu yang menjadi
objek penelitian.
(Mardalis ,2009:55)
e. Sampling

Sampling adalah proses pengambilan conto dari bahan galian untuk dilakukan
proses pengujian conto tersebut. Secara garis besar, sampling dibedakan menjadi
2 yaitu hand sampling dan mechanical sampling . hand sampling adalah sampling
yang dilakukan menggunakan tangan secraa sederhana. Dan dibagi mnejadi 5
macam . yaitu :

1). Grab sampling


Pengambilan sample yang dilakukan dengan sekop tangan, cara ini
dilakukan pada material yang benar-benar homogen namun conto yang diperoleh
kuirang representatif.
2). Shovel sampling
Pengambilan sample dengan menggunakan „shovel‟. Cari ini lebih murah,
waktu yang digunakan sedikit dan tempat yangdigunakan tidak begitu luas. Syarat
metode sample yang diambil tidak lebih dari 2 inchi.
3). Stream Sample
Pengambilan conto dilakukan dengan menggunkan alat yang disebut hand
sampling cutter. Conto yang diambil harus berupa „pulp‟ basah dan boleh lebih
dari 2 inchi.
4). Pipe Sampling
Pengambilan conto dilakukan dengan menggunakan pipa atau tabung
dengan diameter 0,5 inch, 1 inch dan 1,5 inch. Bentuk pipa yang digunakann salah
satu ujungnya runcing dan yang lain utk pegangan. Digunakan pada material
yang halus dan tidak terlalu keras.
5). Cone and quartering
Dilakukan dengan tahapan :
- Pencampuran material conto
- Diambil secukupnya dan dibuat kerucut.
- Kerucut ditekan atasnya hingga rata, kemudian dibagi 4 bagian sama
besar.
- Sepermpat bagian yang bersilangan diambil sebagai conto.
- Jika masih terllau banyak, lakukan tahapan cone and quartering kembali.

Sedangkan mechanical sampling dilakukan untuk mengambil conto dalam jumlah


yang besar dan hasil yang diperoleh lebih representatif dibandingkan hand
sampling.

Alat yang digunaklan yaitu :

- Riffle sampler
- Vezin sampler

Kedua alat tersebut hanya beda bentuknya saja.


Tujuan Praktikum

Tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah:


a. Untuk mengetahui efisiensi ayakan duduk apabila dibandingkan dengan
efisiensi ayakan gantung
b. Untuk mengetahui distribusi partikel pada ukuran tertentu.

Parameter yang didapatkan pada praktikum ini adalah :


a. Derajat Liberasi, Perbandingan antara jumlah berat mineral bebas dengan
jumlah berat mineral yang sama seluruhnya.
b. Kadar fraksi
c. Efisiensi ayakan (E)
d. Fraksi halus didalam umpan (f)
e. Produk halus yang terdapat pada produk kasar (a)

Faktor yang Mempengaruhi

a. Lamanya umpan berada pada screen


b. Jumlah lubang yang terbuka
c. Kecepatan umpan
d. Tebalnya lapisan umpan
e. Cocoknya lubang ayakan umpan dengan bentuk dan ukuran rata-rata
material yang diolah.

Peralatan dan Perlengkapan


Peralatan yang digunakan pada praktikum adalah:

1. Neraca Ohauss
2. Cawan
3. Kuas
4. Lup
5. Riffle Sampler
6. Satu set ayakan
7. Ayakan duduk
8. Ayakan Gantung

Perlengkapan yang digunakan pada praktikum adalah:

1. Pasir Besi
2. Sarung Tangan

Prosedur Praktikum

Prosedur yang dilakukan pada praktikum adalah:


1. Siapkan pasir (sample) seberat 300 gram
2. Bagi sampel menjadi dua bagian menggunakan riffle sampler
3. Hitung jumlah butir sample yang berada di masing-masing kuadran
dengan menggunakan metode cone and quatering
4. Tulis hasil pada tabel yang telah disediakan (tabel riffle sampler)
5. Campur kembali sampel dan letakkan sample pada satu set ayakan
kemudian diayak selama 10-15 menit dengan menggunakan ayakan
gantung
6. Timbang berat tertahan disetia ayakan dan hitung jumlah butir sample
yang terdapat pada masing-masing kuadran dengan menggunakan metode
cone and quatering
7. Campur kembali sample kemudian letakkan kembali sample pada satu set
ayakan kemudian ayak sample dengan menggunakan ayakan duduk
8. Timbang berat tertahan pada masing-masing ayakan dan hitung jumlah
butir yang terdapat pada masing-masing kuadran dengan menggunakan
metode cone and quatering
9. Campur kembali sample dan letakkan pada satu set ayakan dan ayak
kembali dengan menggunakan ayakan gantung untuk yang kedua kali
10. Hitung jumlah butir yang terdapat pada masing-masing kuadran
dengan menggunakan metode cone and quatering.

Note :

 penghitungan jumlah butir dimaksudkan untuk menghitung


derajat liberasi Fe3O4 dan SiO4 serta untuk menghitung kadar
Fe3O4 dan SiO4 yang terkandung pada sample.
Rumus yang digunakan

Rumus yang digunakan

1. ( )

2.

3.

4.
( ) ( )
5.

Dimana

a = persentase partikel yang llebih besar dari ukuran yang ditentukan oleh
ayakan yangada dalam umpan

b = persentase partikel yang lebih halus dari ukuran yangditentukan oleh


ayakan yang ada dalam umpan

c = persentase partikel yang lebih kasar dari ukuran partikel yang


ditentukan oleh ayakan yang ada dalam oversize

d = persentase partikel yang lebih halus dari ukuran yangditentukan oleh


ayakan yang ada dalam undersize

E= efisiensi ayakan untuk undersize sebagai produk akhir (rumus No.1)


E = efisiensi ayakan untuk undersize dan oversize sebagai produk akhir (rumus
nomer 5)

Setelah itu dilakukan analisis mikroskopis untuk mengetahui derajat liberasi.


Derajat liberasi adalah perbandingan antara jumlah berat mineral bebas dengan
jumlah berat mineral yang sama seluruhnya (bebas dan terikat). Semakin kecil
ukuran material maka derajad liberasinya semakin besar.

Efisiensi adalah perbandingan antara material undersize yang lolos dengan


material undersize yang seharusnya lolos.

Perhitungan kadar fraksi :

*( ) ( )+

Gambar 4.2

Rifler Sampler
3. MINERAL SEPARATOR

Magnetic separator adalah alat yang digunakan untuk memisahkan


material padat berdasarkan sifat kemagnetan suatu bahan. Alat ini terdiri dari
pulley yang dilapisi dengan magnet baik berupa magnet alami maupun magnet
yang berada disekitar arus listrik. Alat pemisah fase padat–padat ini memiliki
prinsip kerja yaitu dengan melewatkan suatu material campuran (padatan non-
logam dan padatan logam) pada suatu bagian dari magnetic separator yang
diberi medan magnetik, maka padatan logam akan menempel (tertarik) pada
medan magnetik oleh karena adanya garis-garis medan magnetik sehingga
padatan logam akan terpisah dari campurannya.

Gambar 4.3
Prinsip kerja magnmetic separator

Menurut Ulman (2006), magnetik separator merupakan pemisahan


secara fisik untuk partikel dengan perbedaan permeability dan susceptbility
berdasarkan 3 cara, yaitu kekuatan tarikan magnet (tractive magnetic forces),
gravitasi, friksi dan inertial. Feed ke magnetik separator terpecah menjadi dua
atau lebih komponen. Jika separator digunakan untuk memproduksi magnet
konsentrat dapat digunakan paramagnetik atau diamagnetik. Setiap produk
harus ditransportasikan melewati kedalam sepanjang magnet. Pemisahan
menggunakan magnet

bergantung pada besarnya daya magnet dari bahan yang akan


dipisahkan. Effesiensi dari pemisahan menggunakan magnet dapt dilihat
dengan adanya recovery dan tingkat magnetic concentrate. Magnetik
Separator juga digunakan untuk memisahkan material kering maupun basah
dengan menggunakan prinsip gaya magnet dan gaya gravitasi. Berdasarkan
sifat gaya magnetnya. Dalam keadaaan dry material, diusahakan ukuran
materialnya tidak terlalu halus, hal ini dikarenakan jika material terlalu halus
akan menghambat proses kerja dan mengganggu kesehatan akibat banyaknya
debu yang ada. logam dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, feromagnetik
yaitu logam/material yang ditarik dengan kuat oleh magnet. Kedua,
paramagnetik yaitu logam/material yang ditarik lemah oleh magnet. Yang
terakhir, Diamagnetik yaitu logam/material yang tidak ditarik sama sekali oleh
magnet. Faktor-faktor yang mempengaruhi magnetic separator bekerja adalah
sifat magnet, derajat liberasi serta laju alir.
Magnetik separator dibagi menjadi empat jenis yaitu:
1. Low intensity magnetic separator
Memisahkan material karena perbedaan sifat magnet yang sangat besar.
(diamagnetik dan ferromagnetik)
2. High Intensity Magnetic Separator
Memisahkan material karena perbedaan sifat magnet yang cukup besar
(diamagnetik dan para magnetik)
3. High Gradient
Memisahkan material karena perbedaan sifat magnetnya yang kecil
(paramagnetik dengan paramagnetik atau feromagnetik dengan feromagnetik)
4. Super conducting
Memisahkan material yang memiliki perbedaan sifat magnet yang sangat
kecil (Feromagnetik dengan feromagnetik yang superkonduktor)
perbedaan sifat mudah tidaknya mineral untuk menghantarkan arus listrik.
Mineral dibagi dua berdasarkan sifat mudah tidaknya menghantarkan listrik,
konduktor dan isolator. Konduktor adalah mineral yang dapat dengan mudah
menghantarkan arus listrik. Sedangkan isolator adalah mineral yang sulit
menghantarkan arus listrik. Dalam electrostatic separator digunakan dua istilah,
pinning dan lifting. Pinning adalah material yang non-konduktif (isolator) yang
menempel. Sedangkan lifting adalah material konduktif yang dilontarkan.
Panning merupakan salah satu cara dalam pengambilan sampel dalam
eksplorasi. Panning memiliki keterbatasan dalam jumlah konsentrat yang dapat
terambil, sehingga metode ini tidak digunakan dalam skala besar / skala
perusahaan.
Panning digunakan untuk mengetahui jumlah mineral berharga yang
tertransport oleh aliran air dari batuan induknya.
Ada dua macam dulang / panning yang diketahui yaitu dulang emas dan
dulang batu.
Pemisahan mineral pada Panning berdasarkan perbedaan berat jenis,
kecepatan pengendapan mineral berharga dengan pengotornya pada aliran fluida
horizontal.

(Mokh Winanto Ajie PH, dkk.2001)

Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum Magnetic separator yaitu :

1. Mengetahui cara kerja Magnetic separator dan peristiwa dalam proses


Magnetic separator
2. Mengetahui bagian-bagian dari mesin magnetic separator
3. Mengetahui cara pemisahan konsentrasi antara material yang mengandung
unsur magnet dan non magnet.
Tujuan praktikum Panning yaitu:
1. Menghitung berat konsentrat Pasir besi hasil dulang
2. Menghitung derajat kemagnetan Pasir Besi
3. Mengetahui cara kerja kegiatan dulang
4. Membandingkan hasil perolehan konsentrat mana yang lebih besar antara
metode panning dengan tidak menggunakan panning.
Faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan antara lain:
1. Sifat Magnet
Sifat magnet berhubungan dengan besarnya gaya magnet untuk menarik
mineral bersifat magnetik. Namun dalam penggunaannya Sifat magnet
harus digunakan seperlunya tidak boleh terlalu berlebih. Karena jika terlalu
berlebihan maka ketika terdapat partikel dengan perbedaan kekuatan
magnet yang kecil akan sulit untuk memisahkannya.
2. Derajat Liberasi
Semakin besar derajat liberasi mineral akan semakin baik proses
pemisahan partikel magnetik dan non-magnetik.
3. Laju alir
Laju alir berhubungan dengan seberapa lama mineral berinteraksi dengan
magnet. Semakin cepat laju alir, interaksi mineral dengan magnet semakin
sedikit membuat pemisahan kurang maksimal. Untuk mengatasi recovery
yang bisa dibilang rendah, maka selain dilakukan efisiensi pada faktor-
faktor yang mempengaruhi. Perlu dilakukan adalah melihat ukuran
material, jika ukurannya terlalu kecil/ halus menyebabkan banyaknya debu
yang terjadi dan tidak menempel ke magnet

Faktor yang mempengaruhi pada panning :


1. Human error
Pada saat menggerakkan pendulang harus benar agar mineral
pengotornya keluar.
2. Air
Peralatan dan Perlengkapan

Peralatan yang digunakan pada praktikum magnetic separator yaitu


satu set mesin magnetic separator.

Peralatan yang digunakan pada praktikum Panning yaitu:

1. Neraca Ohauss
2. Alat dulang
3. Cawan
4. Magnet
5. Bak Air
Perlengkapan yang digunakan pada praktikum adalah:

1. Pasir Besi

Prosedur Praktikum

Pada praktikum kali ini kita hanya mempraktikkan cara kerja panning
(mendulang) yaitu sebagai berikut :
1. Ambil cawan dan timbang dengan neraca ohauss, kemudian cawan diisi
pasir besi 150 gram sebagai sampel A dan timbang pasir besi kembali
seberat 150 gram sebagai sampel B.
2. Sampel A dimasukkan ke alat dulang, lalu kita bawa ke kolam air untuk
dilakukan pendulangan.
3. Pada proses pendulangan, air dimasukkan ke dalam alat dulang, hingga
air kira-kira berada 1cm diatas pasir besi.
4. Goyangkan alat pendulang diatas air / permukaan air secara
berkelanjutan, jika air dalam alat dulang habis tambahkan kembali.
4. FLOTASI

Flotasi merupakan suatu cara konsentrasi kimia fisika untuk memisahkan mineral
berharga dengan mendasarkan atas sifat permukaan mineral yaitu senang atau
tidaknya terhadap udara. Pada proses flotaasi terdapat 3 fase yaitu, padat, cair, dan
gas.
Secara umum terdapat dua jenis mineral, yaitu :
1. Polar (aerophobic/hidrofilik) : mineral bersifat tidak suka dengan udara
tetapi suka dengan air.
2. Non Polar (aerofilik/hydrophobic) : mineral bersifat suka dengna udara
tetapi tidak suka denga air.
Persyaratan dalam flotasi, yaitu :
1. Diameter partikel sesuai dengan butiran mineral.
2. Persen solid yg baik 25%-45% dan 15%-30%.
3. Sudut kontak yang baik sekitar 60-90, berarti usaha adhesinya besar
sehingga udara dapat menempel pada permukaan mineral yang berakibat
pada mineral dapat mengapung.
4. pH kadar air merupakan pH larutan yang mengakibatkan mempengaruhi
konsentrasi collector yang digunakan dalam pengapungan mineral.
Langkah-langkah dalam flotasi, yaitu :
1. liberasi : Material yang akan digunakan dalam flotasi diperkecil ukurannya
dengan crushing maupun grinding, kemudian diayak agar didapatkan
ukuran butir yang seragam.
2. Conditioning : Proses pembuatan gelembung/pulp, disesuaikan dengan
molekul collector yang dapat terionisasi dalam air, atau yang tidak dapat
terionisasi dengan air.
3. Proses Flotasi : proses flotasi itu sendiri, dimana mineral yang suka udara
akan menempel pada gelembung udara, dan yang tidak suka akan tetap
mengendap didasar cell flotasi.
Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui material balance dan nisbah konsentrasi.
2. Untuk mengetahui macam-macam reagen yang digunakan dalam flotasi.
3. Untuk memisahkan mineral dan mineral pengotornya berdasarkan sifat
permukaan mineral yaitu senang atau tidaknya terhadap udara.
Faktor yang mempengaruhi
1. Laju Udara
Sebagai pengikat partikel yang mempunyai sifat hydrophobic.
2. Persen Padatan
Penentuan persen padatan pada flotasi tergantung keadaan buih yang
dipisahkan. Ada kecenderungan bahwa flotasi untuk partikel kasar dapat
dilakukan dengan persen padatan besar, begitu juga sebaliknya.
3. Laju Pengumpanan (Feed Rate)
Laju pengumpanan akan mempengaruhi terhadap kapasitas dan waktu
tinggal (residence time), semakin tinggi laju pengumpanan maka kapasitas
alat semakin tinggi dengan demikian umumnya perolehan menjadi rendah.
4. Laju Air Pembilasan (Wash Water Rate)
Laju air pembilasan digunakan (khusus pada flotasi kolam) seperti halnya
laju udara, dalam pengendalian air pembilasan diperlukan control yang
ketat. Air pembilasan berfungsi untuk membantu mengalirkan konsentrat.
5. Ketebalan Lapisan Buih (froth dept)
Lapisan buih pada flotasi kolom merupakan suatu zona dimana
berlangsungnya proses pemisahan partikel hidrofilik pada antar gelembung
udara oleh adanya air pembilasan.
6. Ukuran Gelembung Udara
Semakin besar luas permukaan gelembunng udara, maka semakin banyak
pula kemungkinan partikel dapat bertumbukan dan menempel pada
gelembung udara.
7. Ukuran Partikel
Jika ukuran partikel terlalu halus, maka perolehan akan rendah dan kadar
konsentrat menjadi rendah, akibat butiran halus ikut terangkat. Sebaiknya
digunakan ukuran partikel yang seragam.
Peralatan dan Perlengkapan
Peralatan yang digunakan :
1. Cawan
2. Neraca ohaus
3. Cell flotasi
4. Mesin flotasi
Perlengkapan yang digunakan :
1. Sarung tangan
2. Masker
3. Galena
4. Reagen (collector, modifier, frother)

Prosedur Praktikum
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Menimbang galena sebanyak 150 gram.
3. Memberi air pada cell flotasi sampai batas yang ditentukan.
4. Memasukkan sampel galena pada cell flotasi.
5. Memasukkan cell flotasi pada alat flotasi.
6. Menurunkan pengaduk pada alat flotasi.
7. Menyalakan alat flotasi dengan mengatur kecepatan pengadukan pada 900
rpm.
8. Pada conditioning I, yaitu 5 menit setelah alat dinyalakan, tambahkan
reagen collector kedalam cell flotasi sebanyak 3 tetes.
9. Pada conditioning II, yaitu 3 menit setelah pemberian collector, tambahkan
reagen modifier kedalam cell flotasi sebanyak 3 tetes.
10. Pada conditioning III, yaitu 3 menit setelah pemberian modifier,
tambahkan reagen frother kedalam cell flotasi sebanyak 3 tetes.
11. Menunggu 2 menit setelah penambahan frother, kemudian buka katup
udara.
12. Mengambil over flow berupa buih (konsentrat) selama 5 menit dan
masukkan dalam cawan yang telah disediakan.
13. Mengambil tailing yang berada pada cell flotasi dengan membuang air,
pindahkan dalam cawan.
14. Mengeringkan konsentrat dan tailing dalam oven.
15. Menimbang hasil pengeringan untuk mengetahui berat konsentrat dan
tailing.
16. Mengulangi prosedur praktikum dengan perbedaan pada kecepatan
pengadukan 1200 rpm untuk sampel 2.
Perhitungan :
Percobaan I
 Material Balance
F=C+T
 Nisbah Konsentrasi
K=F/C
 Kehilangan
F – (C+T)
Percobaan II
 Material Balance
F=C+T
 Nisbah Konsentrasi
K=F/C
 Kehilangan
F – (C+T)

Mineral polar : Galena (PbS), Spalerit (ZnS), Kalkopirit (CuFeS2), dll


Mineral non polar : Kuarsa (SiO2), Kalsit (CaCO3), Dolomit (CaMgCO2), dll
Resident time : waktu tinggal agar mineral berharga mendapatkan cukup waktu
untuk menempel pada gelembung udara.
5. SETTLING TEST

Dewatering merupakan proses pemisahan antara cairan dengan padatan. Proses


pemisahan ini tidak dapat dilakukan sekaligus tetapi harus secara bertahap, yaitu
dengan cara thickening, filtrasi, dan drying.
1. Thickening merupakan tahapan pertama dari dewatering dengan
mendasarkan atas kecepatan jatuh material pada media sehingga solid
factor mencapai 1 (% solid = 50 %).
2. Filtrasi merupakan operasi pemisahan antara cairan dengan padatan
menggunakan saringan (filter) dari kain, solid factor 4 (% solid = 80 %).
3. Drying merupakan operasi pemanasan material sampai 110°c, sehingga
didapat % solid = 100 %.

Dalam praktikum ini, yang akan dibahas adalah thickening yang terjadi dalam
empat tahap :
a. Flocculating
Dalam pengendapan partikel-partikel yang halus seringkali mengalami
kesukaran karena partikel sangat kecil, sehingga tidak cepat mengendap.
Untuk itu dilakukan penggumpalan terlebih dahulu, dengan demikian
partikel akan membentuk “flocs” (gumpalan) yang akan relatif lebih cepat
mengendap bila dibandingkan dengan sebelum terjadi penggumapalan.
Untuk menggumpalkan perlu ditambahkan reagent, yaitu “flocculation
agent”.
Ada beberapa “flocculating agent”, yaitu :
- Magnesium sulfida
- Lime
- Potasium alumunium
- Forrous sulfide
b. Sedimentasi
Merupakan tahap pengendapan dari gumpalan-gumpalan yang terbentuk.
Kecepatan pengendapan akan berbeda jika memakai reagent yang berbeda
pula.
c. Compaction
Merupakan tahap pemadatan dari gumpalan-gumpalan yang telah
mengendap pada dasar thickener. Endapan yang terbentuk secara perlahan
didorong oleh “rake” dan kemudian dikeluarkan.
d. Elemination
Merupakan tahap pengeluaran hasil pemisahan cairan yang telah jernih
karena telah bebas dari solid dan dikeluarkan sebagai overflow melalui
bagian atas, sedangkan underflow dikeluarkan lewat bawah.
Pada thickening terjadi beberapa proses, yaitu :
1. Free settling, yaitu proses pengendapan yang terjadi karena tidak ada
media yang menghalangi.
2. Hindered settling, yaitu proses pengendapan yang mengalami hambatan
dari partikel-partikel yang telah ada dalam cairan.
Kecepatan mengendap dari partikel dibagi atas :
1. Rapid settling, yaitu partikel yang cepat pengendapannya.
2. Intermediete settling, yaitu kecepatan pengendapan yang relatif lambat.
3. Slow settling, yaitu partikel yang kecepatannya lambat.
Tujuan Praktikum :
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui kecepatan pengendapan partikel
2. Untuk mengetahui prosedur praktikum.
3. Untuk mengetahui aplikasi dalam dunia pertambangan.
4. Untuk mendapatkan parameter :
 Kecepatan rata-rata.
 Luas thickener.
Praktek:

Melakukan pengukuran kecepatan pengendapan rata-rata dan luas thickener


dengan mengamati kecepatan pengendapan dibeberapa tabung ukur untuk
menentukan kecepatan pengendapan terbesar.
Peralatan :
1. Tabung Ukur
2. Neraca Ohaus
3. Stopwatch
4. Penggaris
5. Cawan
6. Sendok Pengaduk
Prosedur Praktikum :
Adapun prosedur yang dilakukan pada praktikum ini adalah :
1. Menyiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan.
2. Menyiapkan 4 buah tabung ukur untuk sampel A, B, C dan D yang
kemudian di isi air.
3. Menimbang 4 kaolin masing-masing 50 gram dan 100 gram untuk satu
tabung C.
4. Memasukan 4 kaolin tersebut dan ditambah air 450 ml dan 400 ml untuk
tabung C.
5. Menambahkan reagen pada tabung B dan mengaduk hingga homogen.
6. Setelah menghentikan adukan, kemudian mengamati ketinggian
pegendapan pada setiap 3, 6, 9, 12, 15, dan 18 menit.
Aplikasi
Hasil pengujian settling test ini dapat digunakan untuk menentukan luas thickener
yang berfungsi sebagai analisa pembentukan kolam pengendapan dalam
pertambangan dan juga dapat digunakan sebagai penentu proses pengolahan
limbah hasil pertambangan.
6. GRAVITY CONCENTRATION

Konsentrasi gravitasi (Gravity Concentration) merupakan proses pemisahan


berdasarkan berat jenis yang dimiliki oleh mineral dengan perbedaan kecepatan
pengendapan. Untuk mengetahui tingkat kemudahan suatu mineral jika dipisahkan
dengan konsentrasi gravitasi dapat dilihat dari harga / nilai kriteria konsentrasinya
(CC), yang ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut.

CC =

CC = Kriteria Konsentrasi
Dh = Berat Jenis Mineral Berat
Dl = Berat Jenis Mineral Ringan
Df = Berat Jenis Fluida

Tabel penggolongan pemisahan mineral berdasarkan kriteria konsentrasi (CC),


(Tanggart, 1976)
Konsentrasi gravitasi dapat dikelompokkan menjadi :

1. Konsentrasi yang memanfaatkan alliran tipis horizontal, contohnya meja


goyang, sluice box dan humphrey spiral
2. Konsentrasi yang memanfaatkan aliran tipis vertikal, contohnya jigging

3. Konsentrasi yang memanfaatkan media yang relatif tenang, contohnya sink


and float separation, heavy liquid separation dan heavy media separation.

6.1 SHAKING TABLE

Tabling adalah suatu proses konsentrasi untuk memisahkan antara mineral


berharga dengan tak berharga berdasarkan pada perbedaan berat jenis dari mineral
melalui aliran fluida tipis. Oleh karena itu proses ini termasuk dalam “Flowing
Film Concentration”. Alat yang digunakan adalah shaking table.

Gambar 4.4
Meja Goyang

Gaya-gaya yang bekerja dalam tabling :


1. Gaya gesek antara pertikel dengan dek
2. Gaya dorong air
3. Gaya gravitasi
Didalam “Flowing Film Concentration” partikel dipengaruhi oleh
beberapa faktor :
1. Kemiringan dek
2. Vikositas fluida
3. Kecepatan aliran air
4. Bentuk pertikel
5. Berat jenis
6. Kekuatan permukaan dek
7. Koefisien gesek antara partikel dan dek

Gambar 4.5
Pengaruh Riffle dalam Shaking Table

Kapasitas dari tabling dipengaruhi oleh :


1. Ukuran umpan (feed)
2. Operasi yang dikehendaki
3. Perbedaan berat jenis
4. Berat jenis rata-rata
Istilah-istilah dalam tabling :

1. Konsentrat (C) : mineral berharga hasil pengolahan


2. Middling (M) : mineral berharga hasil pengolahan = pengotornya
3. Tailling (T) : mineral tak berharga hasil pengolahan
4. Derajat liberasi : perbandingan antara jumlah mineral bebas dengan
mineral bebas + mineral terikat.
5. Angka perolehan (% Recovery) : perbandingan antara jumlah mineral
berharga dalam konsentrat dengan jumlah mineral berharga didalam
umpan.
6. Nisbah konsentrasi (K) : perbandingan antara berat umpan dengan
berat konsentrat.
7. Material balance :

8. Metallurgical balance : neraca keseimbangan mineral bijih dimana


berat umpan yang masuk + kadar akan sama dengan berat produk
dengan kadarnya.
9. Persen loose : perbandingan antara jumlah mineral pengotor
dalam tabling dengan berat mineral berharga dalam umpan.
Tujuan Praktikum
Memisahkan mineral berharga dengan pengotornya pada konsentrasi yang
mendasarkan pada berat jenis yang dialiri aliran fluidatipis secara horizontal.
Alat dan Bahan
1. Shaking table
2. Neraca ohauss
3. Lup
4. Sampel uji (pasir besi sebanyak 300 gr)
5. Cawan
6. Oven
7. Air
8. Riffle sampler
Prosedur Praktikum
1. Siapkan alat dan bahan
2. Timbang pasir besi sebanyak 300 gr, lalu di riffler sampler (@150 gr)
3. Lakukan liberasi terhadap sample
4. Masing-masing sample di shake dengan kemiringan 5* dan 10*
5. Material diproses menggunakan shaking table dengan mengalirkan air
secara konstan dan terus menerus
6. Dari proses ini akan diperoleh produk berupa konsentrat, middling dan
tailling
7. Setiap produk di keringkan menggunakan oven

8. Timbang kembali masing-masing produk kemudian lakukan liberasi


kembali
9. Lakukan olah data
Aplikasi
1. Memisahkan antara mineral berharga dengan mineral tak berharga pada
tambang emas, timah, perak dan lain-lain.
2. Pemisahan batubara dalam bentuk serbuk dari pengotornya.

6.2 JIGGING

Jingging adalah proses pemisahan mineral berharga dengan pengotornya


berdasarkan pada perbedaan berat jenis mineral tersebut dengan aliran fluida
vertikal.
Syarat-syarat yang harus ada untuk “JIG” adalah :
- Pengatur stroke
- Pengatur underwater
- Pengatur umpan / konsentrat
- Pengatur yang disesuaikan
Gambar 2.1

Gambar 4.6
Bagian bagian JIG

Dalam JIGG terdapat 3 peristiwa penting.


1. Hindered settling classification
Hindered settling classification adalah faktor dimana kecepatan jatuh setelah
mineral mencapai kecepatan akhir atau setelah mengendap pada bed (dasar),
dimana partikel mineral terangkat dan turun pada saat terjadi pultion dan suction
mengalami kesulitan melalu media pemisah didalam jig. Jadi dapat dikatakan
faktor pengaturan kerapatan bed.
2. Differential acceleration
Diferential acceleration adalah faktor perbedaan kecepatan jatuh partikel mineral
ke bed, karena adanya gerakan yang terjadi pada alat Jig. Hal ini akan
menyebabkan partikel mineral berat yang memiliki berat jenis besar akan
memiliki kecepatan jatuh yang lebih besar.
3. Consolidation trickling
Pada tahap akhir dari suction, partikel mineral berat dengan ukuran kecil
mempunyai kesempatan untuk menerobos celah-celah lapisan bed, karena
partikel tersebut cukup kecil bila dibandingkan dengan mineral yang ringan dan
kecil.
- Nisbah Konsentrasi (K) = f/c
- Material Balance (F) = C+T
- Metalurgical Balance = Cc+Tt
- Recovery ( R ) = Cc/Ff x 100%

= c(f-t)/f(c-t) x 100%
Keterangan :
F = Feed (umpan)
F = Kadar logam pada umpan
C = berat Konsentrat
C = Kadar logam pada konsentrat
T = Berat tailing (ampas)
T = Kadar logam pada tailing
Parameter yang mempengaruhi dalam proses Jigging
1. Ukuran lubang spigot
2. Amplitudo membran atau frekusnsi stroke
3. Kecepatan aliran vertikal
4. Ketebalan bed dan ukuran batu pada bed yang digunakan
5. Volume air tambahan (Under water)
6. Feeding dan proses padatan
7. Jig screen
8. Motor jig
9. Kemiringan jig
10. Kecepatan aliran didalam jig tank
Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui presentage recovery
2. Untuk mengetahui ratio of concentration
3. Untuk mengetahui concentration criteria
4. Untuk mengetahui material balance
5. Untuk mengetahui metallurgical balance
6. Untuk mengetahui partikel dari contoh
Alat dan Bahan
1. Neraca ohauss
2. Mesin jigging
3. Stop watch
4. Conto mineral
5. Air
Prosedur Praktikum
1. Timbang material yang akan dianaisis
2. Analisis kadar dari masing-masing material tersebut
3. Lakukan Jigging hingga didapat konsentrat dan taillingnya
4. Konsentrat dan tailing tersebut kemudian dipanaskan dan dikeringkan
5. Setelah kering, konsentrat dan tailing dianalisis kadar dan derajat
liberasinya.

Anda mungkin juga menyukai