Anda di halaman 1dari 9

GEOLOGI DAN ENDAPAN BATUBARA

3.1 Geologi Regional


Keadaan geologi daerah penyelidikan diantaranya adalah keadaan
geomorflogi dan stratigrafi berdasarkan pada lembar samarinda Eksplorasi PT.
Intamine Coal berada dalam cekungan kutai.
Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang
menutupi daerah seluas ±60.000 km2 dan mengandung endapan berumur
Tersier dengan ketebalan mencapai 14 km (Rose dan Hartono, 1971 op.cit. Mora
dkk.,2001). Cekungan ini merupakan cekungan terbesar dan terdalam di
Indonesia Bagian Timur. Cekungan Kutai terletak di tepi bagian timur dari
Paparan Sunda, yang dihasilkan sebagai akibat dari gaya ekstensi di bagian
selatan Lempeng Eurasia (Howes, 1977 op.cit. Allen & Chambers,
1998).
Proses pengendapan sedimen cekungan Kutai dimulai pada kala Eosen
Awal yaitu dengan fase transgresif sampai kala Oligosen awal ddan pada kala
Oligosen Akhir dan pengendapan berkenbang ke timur. Stratigrafi regional
Cekungan Kutai dari yang berumur tua ke yang berumur muda adalh formasi
Pamaluan, Formasi Belubuh, Formasi Pulau Balang, Formasi Balikpapan,
Formasi Kampung Baru, dan Endapan Alluvial
Cekungan Kutai berada di Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi
Kalimantan Timur, secara geografis daerah tersebut terletak antara ( 0 o - 6 o) LU,
( 0o - 9 o) LS dan 116o30’ - 116o45’.
Gambar 3.1
Sketsa Fisiografi Regional Cekungan Kutai
(Paterson dkk., 1997 dalam Mora 2001)

Menurut Allen dan Chambers (1998), Cekungan Kutai tersusun atas


endapan-endapan sedimen berumur Tersier yang memperlihatkan endapan fase
transgresi dan regresi laut, yaitu:
 Fase Transgresi Paleogen
Fasa sedimentasi Paleogen dimulai ketika terjadi fasa tektonik
ekstensional dan pengisian rift pada kala Eosen. Pada masa ini,
Cekungan Barito, Kutai, dan Tarakan merupakan zona subsidence yang
saling terhubungkan (Chambers & Moss, 2000), kemudian sedimentasi
Paleogen mencapai puncak pada fasa pengisian pada saat cekungan
tidak mengalami pergerakan yang signifikan, sehingga mengendapkan
serpih laut dalam secara regional dan batuan karbonat pada Oligosen
akhir.
 Fase Regresi Neogen
Fase ini dimulai pada Miosen Awal hingga sekarang, yang menghasilkan
progradasi delta (deltaic progradation) yang masih berlanjut hingga
sekarang. Sedimen regresi ini terdiri dari lapisan- lapisan sedimen klastik
delta hingga laut dangkal dengan progradasi dari barat kearah timur dan
banyak dijumpai lapisan batubara (lignite).
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Samarinda (Supriatna dkk.,
1995),stratigrafi Cekungan Kutai dibagi menjadi (dari tua ke muda): Formasi
Pamaluan, Formasi Bebuluh, Formasi Pulau Balang, Formasi Balikpapan :
 Formasi Balik papan
Perselingan betupasir dan lempung dengan sisipan lanau, serpih,
batugamping dan batubara,Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal
lapisan 1-3 m, disisipi lapisan batubara, tebal 5 -10 cm,Batupasir
gamping coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan saling siur
tebalnlapisan 20-40cm,mengandung foraminifer kecil,disisipi lapisan tipis
karbon,Lempung, kelabu kehitaman, setempat, mengandung sisa
tumbuhan,oksidasi yang mengisirekahan-rekahansetempat lensa lensa
batu pasir gamping. Lanau gaming berberlapis tipis, serpih kecoklatan,
brlapis tipis. Batugamping pasiran , mengandung foraminifera besar,
moluska, menunjukkan umur miosen akhirbagian bawah -Miosen tengah
bagian atas, Linkungan pengendapan Perengan” paras delta- dataran
delta”, tebal 1000 -1500 m.
 Formasi Pulubalang
Formasi Pulubalang diendapkan selaras di atas Formasi Pamaluan, terdiri
dari atas selang-seling pasir lanauan dengan disipan batugamping tipis
dan batulempung. Umur dari formasi ini adalah Miosen Tengah dan
diendapkan pada lingkungan sub litoral, kadang-kadang dipengaruhi oleh
marine influx. Formasi ini mempunyai hubungan menjari dengan Formasi
Bebulu yang tersusun oleh batugamping pasiran dengan serpih.
Perselingan antara Greywacke dan batupasir kwarsa dengan sisipan
batugamping,batulempung, batubara, dan tuff dasit, Batupasir greywacke,
kelabu kehijauan padat tebal lapisan antara 50-100 m. Batupasir kuarsa
kelabu kemerahan setempat tuffan dan gampingan tebal lapisan antara
15-60 cm. Batugamping coklat muda kekuningan, mengandung
foraminifera besar batugamping ini terdapat sebagai sisipan dalam
batupasir kuarsa, dengan tebal antara 10-40 cm. Di sungai Loa Haur,
mengandung Foraminifera besar antara lain Austrotrilina howhici, Brelis
Sp, Lepidocycilina Sp, Myogipina Sp, menunjukan umur Miosen
Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Batulempung
kelabu kehitaman dengan tebal lapisan antara 1-2 cm, setempat
3.2 KEADAAN ENDAPAN
3.2.1 Bentuk dan Penyebaran Endapan dan Lapisan Tanah
Batubara adalah batuan yang mudah terbakar yang lebih dari 50% -70%
berat volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbonan
termasuk inherent moisture. Pengertian umum dari batubara adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah
sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah
batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang
dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus formula
empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Selanjutnya bahan organik tersebut mengalami berbagai tingkat
pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik
maupun kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh endapan lainnya.
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia
(penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).
 Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman
terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam
proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan
biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi)
dan kompaksi material organik serta membentuk gambut
 Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit
menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
 Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa
tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah
rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air
pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini
melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3
untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi
diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Bentuk endapan batubara antaralain adalah :
 Endapan Batubara bentuk Horse Back
Dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya
melengkung kearah atas akibat gaya kompresi.

Gambar 3.3
Endapan Batubara bentuk Horse Back

 Bentuk Clay Vein


Bentuk ini terjadi apabila diantara 2 bagian deposit batubara terdapat urat
lempung.
 Bentuk Pinch
Dicirikan oleh perlapisan yang menipis dibagian tengah. Pada umumnya
dasar lapisan batubata merupakan batuan yang plastis.

 Endapan Batubara bentuk Burreid Hill

Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana batubara semula terbentuk,


terdapat akumulasi sehingga lapisan batubara seperti “terintrusi”.

Gambar 3.4
Endapan Batubara bentuk Burreid Hill
 Endapan Batubara Akibat Sesar
Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana deposit batubara mengelami
seri patahan

Gambar 3.5.
Endapan Batubara Akibat Sesar

 Endapan Batubara Akibat Lipatan


Bentuk ini terjadi apabila didaerah dimana deposit batubara mengalami
perlipatan
Gambar 3.6
Endapan Batubara Akibat Lipatan

3.2.2 Sifat dan Kualitas Endapan


Terdapat dua jenis kualitas batubara yang utama, yaitu analisis proksimat
dan analisis ultimat.
 Analisis proksimat umumnya dilakukan oleh perusahaan pertambangan
dan pembeli batubara. Analisis proksimat digunakanuntuk menentukan
kelas (rank) batubara. Analisis proksimat terdiri atas empat parameter
utama, yaitu kadar lengas (moisture), kadar abu (ash), zat
terbang(volatile matter), dan karbon tertambat (fixed carbon).Lengas
yang terdapat pada batubara dapat menempel di permukaan partikel
batubara. Ada tiga jenis kadar lengas, yaitu bebas (free moisture),
kadarlengas inheren (inheren moisture) dan kadar lengas total (total
moisture).Kehilangan berat yang terjadi setelah sampel batubara digerus
sampaiukuran 3 mm, lalu dipanaskan dalam tungku dengan suhu 105 o –
110 oC disebutkadar lengastotal. Lengas bebas akan terlepas ke udara
apabila batubara dibiarkandi dalam ruangan pada suhu kamar.
Kehilangan berat selama sampel berada dalamruangan disebut kadar
lengas bebas. Kadar lengas inheren diperoleh darikehilangan berat yang
terjadi setelah sampel batubara tanpa lengas bebasdipanaskan dalam
tungku pada suhu 105 o – 110 oC.Kadar abu didefiniskan sebagai residu
anorganik yang terjadi setelahbatubara dibakar pada suhu 815 oC dan
dialirkannya udara secara lambat ke dalamtungku. Makin banyak
mineral, makin tinggi kadar abunya. Zat terbang adalahbagian dari
batubara yang menguap pada saat batubara dipanaskan tanpa
udara(dalam tungku tertutup) pada suhu 900 oC. Karbon tertambat (fixed
carbon) diperoleh dari 100 % dikurangi dengan jumlah kadar lengas,
kadar abu, dan zat terbang.
 Analisis ultimat merupakan cara sederhana untuk menunjukkan unsure
pembentuk batubara dengan mengabaikan senyawa kompleks yang ada
dan hanya dengan menentukan unsure kimia pembentuk yang penting.
Ada lima unsur utama yang membentuk batubara yaitu karbon,
hydrogen, sulfur, nitrogen, oksigen, dan fosfor. Kandungan sulfur sangat
umum dijumpai dalam endapan batubara, yaitu:
a) Pirit (FeS2), terjadi dalam bentuk makrodeposit (lensa, vein, joint).
b) Sulfur Organik, jumlahnya 20 % - 80 % dari sulfur total. Secara kimia
terikat dalam batubara.
c) Sulfur Sulfat, umumnya berupa kalsium sulfat dan besi sulfat dengan
jumlah yang kecil.

3.2.3 Sifat dan Kualitas Endapan


Sumberdaya Merupakan kekayaan alam yang diharapkan dapat
dimanfaatkan dengan menggunakan parameter geologi tertentu dapat berubah
menjadi cadangan apabila memenuhi kriteria layak tambang. Cadangan batubara
merupakan sumberdaya yang telah diakui bentuk ukuran, penyebarannya
kuantitas, kualitas, dan ekonomis untuk ditambang. Dalam menghitung
sumberdaya batuabara ada empat metode yang umum
digunakan, yaitu:
 Metode Penampang
 Metode Circular USGS
 Metode Blok
 Metode Poligon
Pemakaian metode di atas disesuaikan dengan kualitas data, jenis data
yang diperoleh dan kondisi lapangan serta metode penambangan (misalnya
sudut penambangan). Karena minimnya data yang diperoleh pada daerah
penelitian, yakni data yang digunakan dalam perhitungan hanya berupa data
singkapan, dan kemudahan perhitungan maka metode yang digunakan untuk
perhitungan sumberdaya penelitian adalah metode circular USGS. Selain itu
digunakan factor koreksi 30% sebagai faktor pengontrol hasil perhitungan
sumberdaya batubara sehingga hasil perhitungan menjadi lebih realistis. Secara
umum, langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung
sumberdaya batubara dengan menggunakan metode circular USGS (Wood et.
al.,1983) adalah sebagai berikut:
 Pembuatan Peta Sebaran Batubara
 Pembuatan lingkaran di setiap titik singkapan batubara
a. Daerah yang berada pada jarak datar radius 0 – 400 m merupakan
sumberdaya terukur (measured resources)
b. Daerah yang berada pada jarak datar radius 400 - 1200 m
merupakan sumberdaya tertunjuk (indicated resources)
c. Daerah yang berada pada jarak datar radius 1200 - 4800 m merupakan
sumberdaya terkira (inferred resources)
 Berdasarkan radius lingkaran yang telah dibuat berdasarkan metode
circular USGS (Wood et al., 1983) sebelumnya, maka akan didapat titik
perpotongan pada tiap lingkaran, dimana hasil dari titik perpotongan
tersebut akan menghasilkan luas daerah yang akan dihitung jumlah
sumberdayanya.
 Rumus perhitungan jumlah sumberdaya batubara daerah penelitian
mengacu pada metode circular USGS (Wood et al., 1983) dimana aturan
perhitungan di atas berlaku untuk kemiringan lapisn batubara lebih kecil
atau sama dengan 300, sedangkan untuk batubara dengan kemiringan
lapisan lebih dari 300 aturannya adalah harga proyeksi radius lingkaran
tersebut ke permukaan
 Adapun rumus perhitungan adalah:
a. Untuk dip (α) < 300
Sumberdaya = Luas area (m2) x Tebal (m) x Berat Jenis (Ton/m3)
b. Untuk dip (α) > 300
Sumberdaya = Luas area (m2) x Tebal (m) x cos α x Berat Jenis
(Ton/m3)

Anda mungkin juga menyukai