Anda di halaman 1dari 17

Sejarah Geologi Pulau Jawa

Menurut para ahli, Pulau Jawa terbentuk akibat peristiwa vulkanik, yakni
terjadinya gempa yang disebabkan oleh tubrukan dua lempeng benua Australia
dan Asia sekitar 20 juta tahun sebelum masehi. Pada saat itu, daratan wilayah
jawa tengah dan jawa timur belum muncul dan masih berupa lautan. Kemudian
sekitar Lima juta tahun yang lalu konfigurasi serta bentuk pulau-pulau diIndonesia
sudah mirip dengan yang ada saat ini. Pulau Jawa dan pulau Sumatra sudah
terdapat gunung-gunung api yg aktif hingga saat ini. Patahan-patahan di sumatra
masih saja bergerak, juga saat itu patahan-patahan Jawa mulai terbentuk dan
semakin jelas.
Pendapat mengenai anggapan bahwa kawasan jawa tengah dan jawa timur
dulunya merupakan dasar laut, ialah dengan di temukanya fosil – fosil binatang
laut berusia jutaan tahun di beberapa tempat di pulau ini. Salah satunya adalah
sangiran dan wonosari, Jawa tengah. Bukti lainya ialah dengan banyaknya
dijumpai gunung gamping di daerah selatan Pulau Jawa. Yang menurut para ahli
geologi/kebumian, bahwa gamping itu dulunya terumbu karang yg hidup dan
berada di laut. Sebagai contoh Pulau Seribu atau Great Barier di sebelah timur
Australia.
Konon, proses tersebut terjadi pada 20-36 juta tahun yang silam. Anak
benua yang di selatan sebagian terendam air laut, sehingga yang muncul di
permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang merupakan mata rantai gunung
berapi. Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian adalah Nuswantoro
(Nusantara), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan
ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang satu
potongan bagiannya adalah pulau Jawa.
Proses Pembentukan Pulau Jawa
1. Pengaruh gerak lempeng
a. Kala kapur hingga oligosen tengah diperkirakan busur vulkanis terbentuk di
Pulau Jawa dan satu busur vulkanis terbentuk di daratan Pulau Jawa.
b. Busur non volkanis di perkirakan berumur eosen, tersusun oleh fragmen kerak
bumi yang tertimbun pada jalur subdaksi dan mengandung kwarsa.
c. Antar busur volkanis dan non volkanis terdapat cekungan busur luar yang
relative dalam, terletak di sekitar pantai utara Jawa.
d. Akhir miosen dan oligosen terjadi perubahan tegas yaitu jalur subdaksi
bergeser ke selatan.
e. Busur volkanis diperkirakan di pantai selatan Pulau Jawa sekarang. Gunung
api muncul di dasar laut membentuk deretan gunung api. Aktivitas vulkanik
ini merupakan tahap pertama pembentukan Pulau Jawa.
f. Satu busur gunungapi dengan laut dangkal yang luas sampai Kalimantan
(sampai pliosen tengah)
g. Busur dalam bergeser ke utara hingga pantai utara Jawa, laut dangkal
mengalami pengangkatan membentuk daratan sehingga sedimen marin
muncul ke atas permukaan laut. Kala pliosen kuarter garis besar pulau Jawa
sudah terbentuk.
h. Akhir pliosen di perkirakan Pulau Jawa sering tenggelam yang muncul hanya
perbukitan di bagian selatan Jawa.
2. Pengaruh iklim
a. Pada zaman kuarter terjadi perubahan tegas iklim di bumi.
b. Sebelumnya pada zaman tersier iklim di wilayah Indonesia merupakan iklim
tropis lembab dengan suhu rata-rata pertahun lebih tinggi dari sekarang.
c. Perubahan iklim menyebabkan berbagai peristiwa seperti terjadinya zaman es
dan zaman pencairan es, yang akibatnya terbentuk teras marin, pembentukan
sedimen pada lingkungan marin di darat dan pembentukan sedimen darat di
lingkungan marin.
d. Pengaruh iklim tersebut berpengaruh pada proses pelapukan, erosi, abrasi, dan
gerak masa batuan, yang sangat menentukan bentukan geomorfologis dan
pembentukan tanah.
Geologi Struktur Daerah Jawa 
Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur
geologi dari waktu ke waktu.Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki
pola-pola yangteratur.Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek
sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah
pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu.Secara umum, ada
tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang
disebut pola Meratus, arah Utara – Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur
– Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur
Laut – Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur – Barat (E-W) sejak kala
Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau
Jawa yang sangat rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah
mekanisme perubahan tersebut.Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur
struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya.

Gambar 1. Pola stuktur di Pulau Jawa berupa pola Meratus , pola Sunda dan arah Timur – Barat
(Sujanto dan Sumantri , 1977 dalam Natalia dkk., 2010).

Gambar 2. Pola struktur dan sesar di Pulau Jawa ( Natalia dkk., 2010)
1. Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian
tengah terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra- Tersier di
daerah Karang Sambung.
Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati,
“Florence” timur, “Central Deep”.Cekungan Tuban dan juga tercermin dari
pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian
Masalembo.Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian
timur. 
2. Pola Sunda berarah Utara - Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan
sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan.Ekspresi yang
mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri,
Cekungan Sunda dan Cekungan Arjun
Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan.Pola Jawa di bagian barat
pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sesar-sesar
dalam Cekungan Bogor.Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang
terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan (Gambar diatas).Di bagian
Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar
naik.
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan
pola yang paling tua.Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur
sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus
melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat.Sesar ini
teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda.
Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus.Data seismik menunjukkan Pola
Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada
Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir. 
3. Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola
yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994 dalam Natalia dkk., 2010 ).
Data seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur
masih aktif hingga sekarang.
Jenis – Jenis Struktur Geologi
Dalam geologi dikenal 3 jenis struktur yang dijumpai pada batuan sebagai produk
dari gaya gaya yang bekerja pada batuan, yaitu: (1). Kekar (fractures) dan
Rekahan (cracks); (2). Perlipatan (folding); dan (3).Patahan/Sesar (faulting).
Ketiga jenis struktur tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis unsur
struktur, yaitu:
1. Kekar (Fractures)
Kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada batuan akibat suatu gaya
yang bekerja pada batuan tersebut dan belum mengalami pergeseran. Secara
umum dicirikan oleh: a). Pemotongan bidang perlapisan batuan; b). Biasanya
terisi mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit, kuarsa dsb; c) kenampakan
breksiasi.
Struktur kekar dapat dikelompokkan berdasarkan sifat dan karakter
retakan/rekahan serta arah gaya yang bekerja pada batuan tersebut. Kekar yang
umumnya dijumpai pada batuan adalah sebagai berikut:
a. Shear Joint (Kekar Gerus) adalah retakan / rekahan yang membentuk pola
saling berpotongan membentuk sudut lancip dengan arah gaya utama.
Kekar jenis shear joint umumnya bersifat tertutup.
b. Tension Joint adalah retakan/rekahan yang berpola sejajar dengan arah
gaya utama, Umumnya bentuk rekahan bersifat terbuka.
c. Extension Joint (Release Joint) adalah retakan/rekahan yang berpola tegak
lurus dengan arah gaya utama dan bentuk rekahan umumnya terbuka.
2. Lipatan ds)
Lipatan adalah deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya tegasan
sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk lengkungan.
Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan dapat dibagi dua, yaitu lipatan sinklin
dan lipatan antiklin.Lipatan Sinklin adalah bentuk lipatan yang cekung ke arah
atas, sedangkan lipatan antiklin adalah lipatan yang cembung ke arah atas.
Berdasarkan kedudukan garis sumbu dan bentuknya, lipatan dapat dikelompokkan
menjadi :
a. Lipatan Paralel adalah lipatan dengan ketebalan lapisan yang tetap.
b. Lipatan Similar adalah lipatan dengan jarak lapisan sejajar dengan sumbu
utama.
c. Lipatan harmonik atau disharmonik adalah lipatan berdasarkan menerus
atau tidaknya sumbu utama.
d. Lipatan Ptigmatik adalah lipatan terbalik terhadap sumbunya.
e. Lipatan chevron adalah lipatan bersudut dengan bidang planar.
f. Lipatan isoklin adalah lipatan dengan sayap sejajar.
g. Lipatan Klin Bands adalah lipatan bersudut tajam yang dibatasi oleh
permukaan planar.
Disamping lipatan tersebut diatas, dijumpai juga berbagai jenis lipatan, seperti
Lipatan Seretan (Drag folds) adalah lipatan yang terbentuk sebagai akibat seretan
suatu sesar.
3. Hubungan Antara Lipatan dan Patahan
Batuan yang berbeda akan memiliki sifat yang berbeda terhadap gaya tegasan
yang bekerja pada batuan batuan tersebut, dengan demikian kita juga dapat
memperkirakan bahwa beberapa batuan ketika terkena gaya tegasan yang sama
akan terjadi retakan atau terpatahkan, sedangkan yang lainnya akam terlipat.
Geometri dari perlipatan lapisan batuan yang terkena tegasan dimana pada tahap
awal perlapisan batuan akan terlipat membentuk lipatan sinklin – antiklin dimana
secara geometri bentuk lengkungan bagian luar (outer arc) akan mengalami
peregangan sedangkan lengkungan bagian dalam akan mengalami pembelahan
(cleavage). Apabila tegasan ini berlanjut dan melampaui batas elastisitas batuan,
perlipatan akan mulai terpatahkan (tersesarkan) melalui bidang yang terbentuk
pada sumbu lipatannya.
4. Patahan/Sesar (Faults)
Patahan / sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran.
Umumnya disertai oleh struktur yang lain seperti lipatan, rekahan dsb. Adapun di
lapangan indikasi suatu sesar / patahan dapat dikenal melalui : a) Gawir sesar atau
bidang sesar; b). Breksiasi, gouge, milonit, ; c). Deretanmata air; d). Sumber air
panas; e). Penyimpangan / pergeseran kedudukan lapisan; f) Gejala-gejala struktur
minor seperti: cermin sesar, gores garis, lipatan dsb.
Sesar dapat dibagi kedalam beberapa jenis/tipe tergantung pada arah relatif
pergeserannya.Selama patahan/sesar dianggap sebagai suatu bidang datar, maka
konsep jurus dan kemiringan juga dapat dipakai, dengan demikian jurus dan
kemiringan dari suatu bidang sesar dapat diukur dan ditentukan.
a. Dip Slip Faults – adalah patahan yang bidang patahannya menyudut (inclined)
dan pergeseran relatifnya berada disepanjang bidang patahannya atau offset
terjadi disepanjang arah kemiringannya. Sebagai catatan bahwa ketika kita
melihat pergeseran pada setiap patahan, kita tidak mengetahui sisi yang sebelah
mana yang sebenarnya bergerak atau jika kedua sisinya bergerak, semuanya
dapat kita tentukan melalui pergerakan relatifnya. Untuk setiap bidang patahan
yang yang mempunyai kemiringan, maka dapat kita tentukan bahwa blok yang
berada diatas patahan sebagai “hanging wall block” dan blok yang berada
dibawah patahan dikenal sebagai “footwall block”.
b. Normal Faults – adalah patahan yang terjadi karena gaya tegasan tensional
horisontal pada batuan yang bersifat retas dimana “hangingwall block” telah
mengalami pergeseran relatif ke arah bagian bawah terhadap “footwall block”.
c. Horsts & Grabens – Dalam kaitannya dengan sesar normal yang terjadi
sebagai akibat dari tegasan tensional, seringkali dijumpai sesar-sesar normal
yang berpasang pasangan dengan bidang patahan yang berlawanan. Dalam
kasus yang demikian, maka bagian dari blok-blok yang    turun akan
membentuk “graben” sedangkan pasangan dari blok-blok yang terangkat
sebagai “horst”. Contoh kasus dari pengaruh gaya tegasan tensional yang
bekerja pada kerak bumi pada saat ini adalah “East African Rift Valley” suatu
wilayah dimana terjadi pemekaran  benua yang menghasilkan suatu “Rift”.
Contoh lainnya yang saat ini juga terjadi pemekaran kerak bumi adalah
wilayah di bagian barat Amerika Serikat, yaitu di Nevada, Utah, dan Idaho.
d. Half-Grabens adalah patahan normal yang bidang patahannya berbentuk
lengkungan dengan besar kemiringannya semakin berkurang kearah bagian
bawah sehingga dapat menyebabkan blok yang turun mengalami rotasi.
e. Reverse Faults – adalah patahan hasil dari gaya tegasan kompresional
horisontal pada batuan yang bersifat retas, dimana “hangingwall block”
berpindah relatif kearah atas terhadap “footwall block”.
f. Thrust Fault adalah patahan “reverse fault” yang kemiringan bidang
patahannya lebih kecil dari 150. . Pergeseran dari sesar “Thrust fault” dapat
mencapai hingga ratusan kilometer sehingga memungkinkan batuan yang lebih
tua dijumpai menutupi batuan yang lebih muda.
g. Strike Slip Faults adalah patahan yang pergerakan relatifnya berarah horisontal
mengikuti arah patahan. Patahan jenis ini berasal dari tegasan geser yang
bekerja di dalam kerak bumi. Patahan jenis “strike slip fault” dapat dibagi
menjadi 2 (dua) tergantung pada sifat pergerakannya. Dengan mengamati pada
salah satu sisi bidang patahan dan dengan melihat kearah bidang patahan yang
berlawanan, maka jika bidang pada salah satu sisi bergerak kearah kiri kita
sebut sebagai patahan “left-lateral strike-slip fault”. Jika bidang patahan pada
sisi lainnya bergerak ke arah kanan, maka kita namakan sebagai “right-lateral
strike-slip fault”. Contoh patahan jenis “strike slip fault” yang sangat terkenal
adalah patahan “San Andreas” di California dengan panjang mencapai lebih
dari 600 km.
h. Transform-Faults adalah jenis patahan “strike-slip faults” yang khas terjadi
pada batas  lempeng, dimana dua lempeng saling berpapasan satu dan lainnya
secara horisontal. Jenis patahan transform umumnya terjadi di pematang
samudra yang mengalami pergeseran (offset), dimana patahan transform hanya
terjadi diantara batas kedua pematang, sedangkan dibagian luar dari kedua
batas pematang tidak terjadi pergerakan relatif diantara kedua bloknya karena
blok tersebut bergerak dengan arah yang sama. Daerah ini dikenal sebagai zona
rekahan (fracture zones). Patahan “San Andreas” di California termasuk jenis
patahan “transform fault”.

Meskipun secara regional seluruh pulau Jawa mempunyai perkembangan tektonik


yang sama, tetapi karena pengaruh dari jejak-jejak tektonik yang lebih tua yang
mengontrol struktur  batuan dasar, khususnya pada perkembangan tektonik yang
lebih muda, terdapat perbedaan antara Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Gambar 3. Pergerakan tektonik.

Menarik untuk dicatat, dalam kurun waktu antara 36 hingga 10,2 juta tahun lalu
ini (Kala Oligosen Akhir hingga Kala Miosen Awal), pada gugusan gunung api
purba di Pulau Jawa ini, diperkirakan telah terjadi rangkaian peristiwa vulkanisme
yang teramat dahsyat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penemuan singkapan
lapisan batuan piroklastik serta ditemukannya batupasir vulkanik yang sangat
tebal sebagai hasil erupsi gunung berapi purba. Berdasarkan bukti-bukti geologis
yang ditemukan di sekitarnya, setidaknya telah dikenali dua gunung api purba
yang di kalangan ahli geologi dinamai berdasarkan lokasi penemuan bukti-bukti
geologisnya, bukan berdasarkan letak titik pusat aktifitas vulkaniknya. Kedua
gunung api itu adalah Gunung Api Purba Semilir dan Gunung Api Purba
Nglanggeran.
Inilah masa-masa dimana gunung api purba mengalami kejayaannya di Pulau
Jawa. Namun pada kisaran 16 hingga 2 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah
hingga Pliosen Akhir) kegiatan magmatisme di gugusan gunung api purba ini
mulai jauh berkurang.
Gambar 4.Gunung Purba Nglanggeran di Gunung Kidul Yogyakarta

Saat itu, situasi di sebagian besar Pulau Jawa masih berada dalam genangan laut
dengan kehidupan biotanya yang berkembang dengan baik.Daerah pegunungan
selatan merupakan daerah laut dangkal dengan airnya yang cenderung tenang,
jernih, memiliki sumber makanan yang memadai, serta mendapatkan sinar
matahari yang cukup.Kondisi ini memungkinkan terbentuknya koloni koral atau
kompleks terumbu yang sangat luas serta berkembang biaknya biota laut, seperti
plankton, moluska, algae dan masih banyak lagi.Fakta ini terekam dengan baik
dan dapat diamati pada ragam singkapan batugamping yang sangat tebal dan
meluas di sepanjang sisi selatan dan sisi utara Pulau Jawa saat ini.
Pada kisaran 12 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah), mulailah terjadi
pelandaian kemiringan penunjaman lempeng samudera Indo-Australia, sehingga
proses pelelehan yang menghasilkan magma ikut bergeser ke arah utara. Proses
ini terus berlanjut sampai sekitar 1,8 juta hingga 11.500 tahun yang lalu (Kala
Pleistosen) dan masih tetap berlanjut hingga saat ini (Kala Holosen),
meninggalkan gugusan gunung api purba yang telah terbentuk sebelumnya di sisi
selatan Pulau Jawa.
Pergeseran jalur vulkanik yang mencapai jarak sekitar 50 hingga 100 kilometer ke
arah utara ini, secara otomatis telah menonaktifkan semua gunung berapi purba,
karena suplai magma hasil pelelehan di bawah permukaan bumi telah bergeser ke
utara. Aktifitasnya gunung api purba seperti Nglanggeran, Semilir dan
kemungkinan pusat-pusat erupsi lainnya, berangsur-angsur mulai turun, bahkan
bisa dikatakan nyaris tak bersisa lagi. Kondisi Pulau Jawa pun menjadi relatif
stabil, meskipun kegiatan magmatisme tetap ‘terpelihara’ oleh alam, bergeser ke
sebelah utara.
Pengendapan delta, sungai dan laut dangkal diatas Pulau Jawa menjadi proses
alamiah yang telah berlangsung dalam kurun waktu antara 25,2 hingga 5,2 juta
tahun silam. Penurunan muka air laut terjadi secara berangsur-angsur, mengiringi
pengendapan-pengendapan material di daratan dan tepi laut. Pada saat yang sama,
lempeng samudera Indo-Australia pun terus bergerak menekan lempeng benua
Eurasia.
Struktur Geologi Jawa Timur
a. Cekungan Jawa Timur Utara
Cekungan Jawa Timur Utara sebelah barat dibatasi oleh Busur Karimun jawa
dimana memisahkannya dengan Cekungan Jawa Barat Utara, di sebelah selatan
dibatasi oleh busur vulkanik, sebelah timur dibatasi oleh Cekungan Lombok dan
sebelah utara dibatasi oleh Tinggian Paternoster, dimana memisahkannya dengan
selat Makasar. Berdasarkan posisinya, Cekungan Jawa Timur Utara dapat
dikelompokkan sebagai cekungan belakang busur dan berada pada batas tenggara
dari lempeng Eurasia.
b. Kerangka Tektonik Cekungan Jawa Timur Utara
Graben, half-graben, dan sesar-sesar hasil dari proses rifting telah dihasilkan pada
periode ekstensional yaitu pada Paleogen. Selanjutnya periode kompresi dimulai
pada Miosen Awal yang mengakibatkan reaktivasi sesar-sesar yang telah
terbentuk sebelumnya pada periode ekstensional. Reaktivasi tersebut
mengakibatkan pengangkatan dari graben-grabenyang sebelumnya terbentuk
menjadi tinggian yang sekarang disebut sebagai Central High. Pada saat sekarang,
Cekungan Jawa Timur Utara dikelompokkan ke dalam tiga kelompok struktur
utama dari arah utara ke selatan, yaitu North Platform, Central Highdan South
Basin Perubahan struktur juga terjadi pada konfigurasi basement dari arah barat
ke timur. Bagian barat pada Platform Utara dapat dikelompokkan menjadi Muria
Trough, Bawean Arc, JS-1 Ridge, Norhteast Java Platform, Central-Masalembo
Depression, North Madura Platformdan JS 19-1Depression. Sedangkan pada
South Basin, dari barat ke timur dapat dikelompokkan menjadi North East Java
Madura Sub-Basin(Rembang-Madura Strait-Lombok Zone), South Madura Shelf
(kelanjutan dari Zona Kendeng) dan Solo Depression Zone. Pada Central High
tidak ada perubahan struktur yang berarti dari arah barat ke timur. Daerah Cepu
termasuk ke dalam South Basinsebelah barat, dimana termasuk ke dalam Zona
Rembang bagian selatan. Pada konfigurasi basement yang lebih detail, daerah
Cepu termasuk ke dalam Kening Trough.
Geologi Regional Cekungan Jawa Timur.
Secara geologi Cekungan Jawa Timur terbentuk karena proses
pengangkatan dan ketidakselarasan serta proses-proses lain, seperti penurunan
muka air laut dan pergerakan lempeng tektonik. Tahap awal pembentukan
cekungan tersebut ditandai dengan adanya half graben yang dipengaruhi oleh
struktur yang terbentuk sebelumnya. Tatanan tektonik yang paling muda
dipengaruhi oleh pergerakan Lempeng Australia dan Sunda. Secara regional
perbedaan bentuk struktural sejalan dengan perubahan waktu.Pegununggan serayu
utara memliki las 30-50 km,pada bagian barat di batasi oleh gunung selamet dan
di bagian timur ditutupi oleh endapan gunung api muda.Gunung perahu dan
gunung ungaran merupakan gunug api kwarter yang menjadi bagian paling timur
dari pegunungan serayu utara.Daerah gunung ungaran ini di sebelah utara
berbatasan dengan dataran aluvial jawa di bagian utara ,di bagian selatan
merupakan jalur pegunungan api kwarter, di bagian tmur berbatasan dengan
pegunungan kendeng .Di bagian utara pulau jawa ini merupakan geo sinklin yang
memanjang dari barat ke timur.
STRUKTUR GEOLOGI JAWA TENGAH
Daerah Jawa Tengah merupakan bagian yang sempit diantara bagian yang
lain dari pulau jawa. Derah Jawa Tengah tersebut terbentuk oleh dua pegunungan
yaitu Pegunungan Serayu Utara yang berbatasan dengan jalur Pegungungan
Bogor di sebelah barat dan Pegunungan Kendeng di sebeah timur, serta
Pegunungan Serayu Selatan yang merupakan terusan dari Depresi Bandung di
Jawa Barat. Di jawa tengah dapat pula ditemui di gunung bujil yang berupa dike
basaltik yang memotong farmasi karang sambung di bayat dapat ditemui
diperbukitan jiwo berupa dike basaltik dan stok gabroik yang memotong sekis
kristalin dan farmasi gampin wungkal.magmatisme oligosen miosen tengah pulau
jawa terbentuk oleh rangkaian gunung api yang berumur oligosen-meosen tengah
dan poliosen-kuarter.
STRUKTUR GEOLOGI JAWA BARAT
Jawa Barat memiliki arah pola umum struktur Timur Laut –Barat Daya
(NE-SW) yang disebut pola Meratus, dari data stratigrafi dan tektonik diketahui
bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk
dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian
Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri
Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda.
Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda
telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir
hingga Oligosen Akhir.
Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti
sesar Beribis dan sear-sear dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola
dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan. Di
bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa
sesar naik.
Struktur geologi dan kaitannya dengan kegiatan vulkanisme
Selama ini para ahli geologi memandang bahwa struktur geologi lebih
dikaitkan dengan kegiatan tektonika. Berdasarkan prinsip horizontalitas, maka
semua batuan sedimen, termasuk batuan gunung api, pada awalnya berstruktur
horisontal karena diendapkan di dalam cekungan sedimentasi yang sangat luas.
Oleh sebab itu jika batuan tersebut mempunyai arah jurus dan besaran kemiringan
tertentu, maka batuan itu diyakini sudah terpengaruh oleh kegiatan tektonika.
Dengan demikian terdaptnya sesar geser, sesar naik, sesar normal, dan struktur
lipatan hampir selalu dipandang sebagai akibat gaya tektonika. (Billings, 1977).
Berdasarkan pembelajaran ilmu gunung api, proses vulkanisme ternyata dapat
juga menghasilkan struktur. Pendekatan ini mengutamakan pola struktur geologi
yang ada, seperti jurus dan kemiringan perlapisan batuan serta struktur rekahan
dan perlipatan. Jurus perlapisan

Gambar 5. Jurus perlapisan batuan berpola konsentris/semi konsentris


mengelilingi sumber erupsi dan kemiringannya melandai menjauhi sumber erupsi.

Struktur rekahan pada umumnya berpola memancar.Batuan gunung api berpola


konsentris mengelilingi sumber erupsi gunung api, sementara kemiringan nya
melandai memancar semakin menjauhi sumber erupsi (Gambar 5). Kemiringan ini
selaras dengan kemiringan lereng gunung api, yang juga melandai dari lereng atas
menuju lereng bawah dan kaki kerucut gunung api. Pada lereng atas kemiringan
perlapisan batuan dapat mencapai 35o , yang kemudian secara berangsur melandai
hingga kurang dari 5o atau bahkan horisontal sama sekali pada kaki sampai
dengan dataran. Kemiringan perlapisan gunung api ini tidak disebabkan oleh
kegiatan tektonika, melainkan terbentuk sebagai akibat pengendapan batuan
gunung api itu sendiri yang semakin menipis dari fasies dekat menuju fasies
tengah dan jauh. Oleh sebab itu kemiringan primer perlapisan batuan gunung api
ini sering disebut dengan kemiringan orisinil atau kemiringan awal (original
dips/initial dips). Struktur rekahan, baik kekar maupun sesar akan berpola
memancar menjauhi pusat erupsi. Struktur ini disebabkan oleh gerakan magma
yang naik ke permukaan bumi, dan dipandang sebagai gaya berarah vertikal
sehingga terjadi inflasi dan deflasi tubuh gunung api. (Gambar 6).
Pada saat magma naik ke atas terjadi inflasi, yaitu perubahan terungkitnya lereng
gunung api sehingga menjadi lebih curam, terutama di bagian atas. Kondisi ini
menyebabkan proyeksi jarak datar antara titik yang diamati dengan lokasi
pengamatan menjadi lebih pendek. Dengan kata lain, lereng gunung api terungkit
atau meregang keluar. Sebaliknya apabila gaya vertikal magma menurun, sebagai
akibat magma sudah keluar ke permukaan bumi atau membeku di dalam korok
atau bahkan menuru kembali ke dapur magma, maka terjadi deflasi, yakni
terungkitnya lereng gunung api sehingga menjadi lebih panjang atau kembali
seperti sebelum terjadi inflasi. Hal ini menyebabkan proyeksi jarak datar antara
titik

Gambar 6. Mekanisme pembentukan struktur sesar dan lipatan oleh gunung api

Gambar 6. a. Mekanisme pembentukan struktur sesar dan lipatan oleh gunung api
berdasar deformasi ungkitan. Gerakan magma ke permukaan dipandang sebagai
gaya vertikal yang menyebabkan terjadinya inflasi (terungkit ke atas) dan deflasi
(terungkit ke bawah); b. Pada waktu inflasi, diameter kawah melebar sehingga
pematang kawah robek/membuka membentuk rekahan/kekar radier. Karena
perbedaan rapat massa perlapisan batuan, efek gravitasi, alterasi hidrotermal, dan
gaya vertikal setiap magma naik ke permukaan, maka untuk kesetimbangan dapat
terjadi sesar normal melalui bidang rekahan tersebut; c. Karena bentuk kerucut
gunung api dan resultan gaya vertikal & horizontal, sesar normal di daerah
puncak/kawah gunung api, gerakannya agak melengser ke samping sehingga
dapat berubah menjadi sesar oblique atau bahkan sesar geser di lereng dan sesar
naik di kaki gunung api; d. Hubungan pusat erupsi gunung api dengan jenis dan
pola struktur geologi yang terbentuk sebagai akibat kegiatan vulkanisme.
Yang diamati dengan lokasi pengamatan menjadi lebih panjang atau
kembali seperti sebelum terjadi inflasi. Jadi inflasi terjadi pada saat magama
sedang naik ke permukaan, sedangkan deflasi berlangsung setelah erupsi.
Pada waktu inflasi, diameter kawah gunung api dipaksa melebar sehingga bibir
atau pematang kawah robek dan membentuk kekar/rekahan berpola memancar
mejauhi pusat erupsi. Karena perbedaan rapat massa perlapisan batuan penyusun,
efek gravitasi, dan gaya vertikal magma setiap naik ke permukaan, apalagi terjadi
berulang kali maka akan terjadi ketidak seimbangan posisi batuan, sehingga
secara gravitasi dapat terbentuk sesar normal melalui bidang rekahan yang berpola
memancar tersebut. Proses perulangan naiknya magma ke permukaan ini
memungkinkan sesar normal berkembang semakin panjang dan dalam, mulai
daerah puncak ke arah lereng bawah dan kaki gunung api, sehingga mampu
memotong tubuh batuan intrusi yang sudah ada. Berhubung tubuh gunung api
pada umumnya berbentuk kerucut dan adanya resultane gaya vertikal dan gaya
horizontal, maka sesar normal di daerah puncak dan lereng atas gunung api, ke
arah lereng bawah gerakannya agak melengser ke samping. Hal ini menyebabkan
sesar turun berubah menjadi sesar miring (oblique) pada lereng bawah, atau
bahkan menjadi sesar geser pada lereng bawah dan kaki gunung api. Pada daerah
kaki dan dataran di sekeliling gunung api, tegasan utama sudah berubah total ke
arah horizontal sehingga selain sesar geser juga terbentuk sesar, sesar turun lagi,
dan struktur lipatan. Sesar turun terbentuk karena sesar geser yang berhenti dan
kemudian untuk mencapai kesetimbangan massa batuan maka terjadi efek
gravitasi. Sebagai akibat dinamika vulkanisme Gunung Api Slamet, maka batuan
sedimen yang lebih tua di sekelilingnya juga ikut tersesarkan
(Gambar 7). Dalam hal ini meskipun batuan sedimen terbentuk pada Jaman
Tersier, pembentukan sesarnya pada umur Kuarter-masa ini, yakni selama
kegiatan Gunung Api Slamet berlangsung. Sebagai salah satu implikasi dari
proses geologi tersebut adalah bahwa daerah di sebelah utara dan timur Gunung
Api Slamet merupakan wilayah rawan gempa bumi dan gerakan tanah.

Gambar 7. Pola sesar geser semi memancar dan sesar naik serta lipatan semi konsentris di sebelah
utara hingga timur puncak Gunung Api Slamet, Jawa Tengah. Pola struktur sesar dan lipatan
tersebut diyakini sebagai akibat kegiatan vulkanisme Gunung Api Slamet. (Sumber : Peta geologi
disitir dari Djuri dkk., 1996.)

Dengan demikian selain untuk menentukan sumber erupsi gunung api,


analisis struktur geologi ini juga untuk menjelaskan apakah struktur tersebut
sebagai akibat proses vulkanisme atau kegiatan tektonik, atau kombinasi
keduanya.

REFERENSI
Dali, Mahmud. Struktur Geologi Pulau Jawa, 2016,
http://geomahmud.blogspot.co.id/ diakses pada hari Minggu, 24 September
2017 pukul 15:00 WIB
SM-IAGI Unsoed, Struktur Geologi Dan Kaitannya Dengan Kegiatan
Vulkanisme, 2015, http://smiagiunsoed.hol.es/struktur-geologi-dan-
kaitannya-dengan-kegiatan-vulkanisme/ diakses pada hari Minggu, 24
September 2017 pukul 15:00 WIB

Anda mungkin juga menyukai