Anda di halaman 1dari 9

Gunung Colo, Gunung Berapi Terpencil di Teluk Tomia

A.Latar Belakang

Kawasan Indonesia yang termasuk kedalam kawasan cincin api membuat deretan
gunung berapi aktif dapat ditemukan di sepanjang wilayah Indonesia. Tak terkecuali di
Provinsi Sulawesi Tengah. Provinsi yang dikenal dengan tempat bernaungnya beberapa
kepulauan yang menjadi surga wisata bawah laut di Indonesia seperti Kepulauan Togean
dan Pulau Kadidiri, juga memiliki gunung berapi yang masih aktif hingga saat ini.
Gunung berapi tersebut dikenal dengan nama Gunung Colo, tepat berada di Pulau Una-
una, Kabupaten Tojo Unauna, Provinsi Sulawesi Tengah. Aktivitas Vulkanik Gunung
Colo ditandai oleh gempa vulkanik yang terjadi dari dalam gunung. Jika statusnya tidak
membahayakan, para pengunjung dapat menjadikan gunung ini sebagai salah satu
alternatif kunjungan jika sedang berada di kawasan Taman Nasional Kepulauan Togean.

Pulau Una-una yang menjadi tempat berdiamnya Gunung Colo terbentuk karena letusan
gunung tersebut. Gunung yang berada di Teluk Tomini ini terakhir kali meletus pada 23
Juli 1983. Pada saat erupsi, Gunung Colo yang dalam Bahasa Bugis berarti Korek Api,
menimbulkan efek yang cukup dahsyat dimana dua per tiga wilayah Pulau Una-una
hangus terbakar. Letusannya menyisakan sebuah danau yang dikelilingi rerumputan
hijau yang memenuhi area puncak Gunung Colo, juga beberapa guunung baru seperti
Gunung Ambu dan Gunung Sokora. Dengan ketinggian 508 meter di atas permukaan
laut, gunung ini dapat dicapai dengan waktu tempuh sekitar dua hingga tiga jam. Jalur
yang dilalui merupakan jalur lahar yang dipenuhi bebatuan vulkanik dengan beragam
ukuran.

Selepas mengunjungi Gunung Colo, para pengunjung dapat menikmati keanekaragaman


wisata bahari yang ditawarkan oleh Pulau Una-una. Pulau yang juga merupakan pulau
penghasil kopra dan cengkeh bagi Provinsi Sulawesi Tengah ini juga dikenal dengan
keindahan bawah lautnya. Kombinasi pasir pantai di Pulau Una-una yang berwarna
hitam dan putih hasil dari letusan Gunung Colo juga menambah daya tarik tersendiri
dari pulau kecil satu ini. Untuk mengunjungi Pulau Una-una dan merasakan langsung
sensasi petualangan dari Gunung Colo, dapat dicapai menggunakan speedboat dari
beberapa titik seperti Gorontalo, Pulau Batudaka, dan Pulau Kadidiri. Gabungan antara
wisata laut dan gunung di Pulau Una-una menjadikan pulau ini sebagai tujuan wisata
yang memiliki paket komplit di Sulawesi Tengah

A. Letak Administratif dan Kondisi Geologi


Gunungapi Colo merupakan gunungapi strato dan berdanau kawah (kaldera
berdiameter 2 km) yang terletak pada posisi geografis 0°10’ LS dan 121°36,5’ BT
dengan ketinggian 486,9 mdpl. Secara administratif, gunungapi Colo terletak di Pulau
Una-una, Kabupaten Tojo Una-una, Provinsi Sulawesi Tengah. Secara geografis,
Gunung Colo terletak di lepas pantai Teluk Tomini. Selain Pulau Una-una, ada beberapa
pulau lainnya yang sedikit terpisah di sebelah timur Pulau Una-una. Beberapa pulau-
pulau di timur Pulau Una-una tersebut antara lain Pulau Togian, Pulau Batudaka, Pulau
Walekodi dan Pulau Waleabahi yang tergabung dalam gugus Kepulauan Togian.
Teluk Tomini berbatasan dengan beberapa wilayah dengan keadaan geologi yang
berbeda, mulai dari lengan utara yang basement-nya merupakan kerak samudera, bagian
leher di barat yang merupakan kerak benua dan lengan timur di sebelah selatan yang
merupakan ofiolit. Gunung Colo diduga berdiri di atas basement kerak samudera yang
merupakan bagian dari Lengan Utara Sulawesi.

B. Sejarah Pembentukan Gunung Colo


Pulau Una-Una berbentuk hampir bulat dengan garis tengah 20 km dengan puncak
tertinggi Bukit Sakora (486,9 m) yang berada di bagian barat laut. Pada aktifitas awal
masa pra sejarah, terbentuk kaldera yang bergaris tengah 2 km dengan danau kawah.
Pada awal tahun 1900 terbentuk sumbat lava yang dikenal sebagai Gunung Colo yang
berdampingan dengan sebuah danau kawah yang dikenal sebagai Danau Pokai. Sebelum
Erupsi 1983, keberadaan Danau Pokai, menjadi tempat pemeliharaan ikan tawar. Danau
Pokai berukuran panjang 600 m, lebar 190 m sedalam 1,5 m, berada pada tinggi 250 m
dpl dengan suhu yang tidak pernah melebihi suhu udara.
Gunung Colo merupakan gunungapi yang berada di Teluk Tomini dan berada jauh
dari zona subduksi. Gunungapi yang terdekat dengan gunung ini adalah gunung-gunung
di daratan Sulawesi Utara yang merupakan produk dari subduksi. Gunung Colo bukan
merupakan gunungapi yang terbentuk akibat proses subduksi lempeng. Hal ini karena
pada wilayah Teluk Tomini terdapat cukup banyak episentrum gempa. Umumnya,
gempa bumi pada zona subduksi memiliki hiposentrum pada zona Benioff. Zona
Benioff di sekitar Gunung Colo berada pada kedalaman lebih dari 200 km (relatif lebih
dalam). Bisa saja Gunung Colo terbentuk akibat subduksi dengan Zona Benioff yang
dalam ini, namun jika memang subduksi yang terjadi, maka harusnya bukan hanya satu
gunungapi saja yang terbentuk di daerah ini, melainkan satu deret. Selain itu, Gunung
Colo berada jauh dari zona subduksi. Berbeda jauh dengan deretan gunungapi di
Sulawesi Utara, jarak antara zona subduksi dengan Gunung Colo ini lima kali lipatnya,
bahkan lebih. Gunung Colo diperkirakan terbentuk akibat rifting by subduction
rollback. Rifting ini terjadi pada daerah Teluk Tomini yang merupakan implikasi dari
subduction rollback. Subduction rollback merupakan peregangan kerak akibat
perubahan sudut dari lempeng yang menunjam (subducting slab). Subduksi ini terjadi di
Laut Sulawesi, strike subduksi tersebut sejajar dengan garis pantai Lengan Utara
Sulawesi. Daerah ini merupakan Palung Sulawesi Utara (North Sulawesi Trench).
Dengan adanya peregangan kerak di Teluk Tomini tersebut menyebabkan kerak di
bawah Teluk Tomini tersebut semakin menipis. Peregangan ini terjadi pada Pliosen
hingga Pleistosen. Dahulu, cekungan Gorontalo di Teluk Tomini tidak sedalam
sekarang. Cekungan ini mulai mendalam pada Miosen hingga Pliosen (7-5 juta tahun
yang lalu) seiring tekukan lempeng yang menunjam ke arah selatan di Laut Sulawesi.
Akibat penipisan kerak tersebut, terjadi rifting atau pemekaran di wilayah Teluk Tomini.
Rifting ini terbentuk akibat kerak bumi yang memiliki elastisitas rendah, sehingga
apabila ditarik maka akan meregang dan sedikit mekar. Peregangan ini terbukti dari data
GPS yang menunjukkan bahwa Lengan Utara Sulawesi bergerak menjauh relatif
terhadap Lengan Timur Sulawesi. Peregangan atau pemekaran ini menjadi zona lemah
pada batuan, sehingga dapat diterobos oleh magma atau material mantel bumi.
Gunung Colo diprediksi terbentuk akibat hal tersebut, terjadi penipisan atau
peregangan kerak bumi pada wilayah Teluk Tomini lalu ada material magmatik yang
menerobos batuan pada kerak bumi lalu muncul ke permukaan membentuk tubuh
gunungapi di atas permukaan laut.
E. Material-material Gunung Colo
Erupsi Gunung Colo menghasilkan batuan piroklastik yang melimpah sedangkan
aliran lava relatif sedikit ditemukan, yaitu hanya berada di sekitar daerah puncak dan
sebagian di lereng berupa produk erupsi samping.
Batuan piroklastik dan lava di Pulau Una-una secara geokimia memiliki pola
adakitik dari kisaran komposisinya, berkarakteristik kaya akan silika (SiO 2 ≥ 60 %),
MgO < 3%, unsur Y dan HREE yang relatif lebih rendah terhadap busur kepulauan
normal berkomposisi andesit, dasit dan riolit (ADR), konsentrasi Sr yang tinggi (>2000
ppm) dan adanya pengayaan unsur Nb. Petrografi dari bom piroklastik di dominasi oleh
mineral plagioklas, k-feldspar, hornblende dan biotit dengan gelas sebagai matriks yang
memiliki kemiripan komposisi dengan lava, bertekstur porfiritik, di dominasi oleh
plagioklas, k-feldspar, hornblende, dan biotit sebagai fenokris dengan masa dasar gelas,
mikrolit plagioklas dan mafik mineral. Secara tektonik, adakit terbentuk oleh parsial
melting dari kerak samudera yang masih muda dan apabila dibandingkan dengan adakit
di beberapa lokasi diperkirakan bahwa kerak samudera yang berada di dekat palung
berumur < 25 juta tahun ketika subduksi terjadi.
Batuan Gunung Colo yang dominan yaitu batuan andesit yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan batu belah untuk bahan konstruksi (bangunan dan jalan), bangunan
perumahan, alas jalan, sebagai agregat, pondasi, batu hias dan sebagainya. Andesit juga
dapat dijadikan sebagai bahan baku industri poles (tegel, ornamen). Batuan ini sangat
potensial untuk dikembangkan ke arah eksploitasi (penambangan) dengan skala besar.
Perekonomian di kepulauan ini di dasari oleh pemanfaatan sumber daya alam dan
menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimana sebagian besar masyarakat
kepulauan Togean hidup sebagai petani dan nelayan yang sangat bergantung pada
keberadaan sumberdaya alam. Sumberdaya alam laut kepulauan Togean memiliki nilai
ekonomi yang paling besar dibandingkan sektor pertanian dan perkebunan. Khusus di
sektor kelautan, bentuk pemanfaatan sumberdaya alam laut dan pesisir di kepulauan
Togean masih dilakukan dalam skala kecil yang sangat mengandalkan pada unit
ekonomi keluarga dan penggunaan peralatan tangkap tradisional. Pada sektor
pariwisata, kepulauan Togean juga memiliki potensi yang besar khususnya bagi
wisatawan yang ingin menikmati pemandangan bawah lau ataupun jungle trekking.
Kegiatan ekonomi lainnya adalah penangkapan ikan pelagis, yang sudah dilakukan
dalam 15 tahun terakhir oleh masyarakat kepulauan Togean. Penangkapan ikan pelagis
dilakukan dengan rompong (rakit yang diikat jangkar dan diletakkan di laut dalam).
Jenis ikan yang menjadi sasaran penangkapan antara lain tuna, lajang (Decapterus
macrosoma), dan cakalang (Gymnosarda unicolor). Penangkapan ikan karang sangat
umum dilakukan di kepulauan Togean. Secara subsisten, nelayan setempat sejak dahulu
menggunakan kail untuk menangkap berbagai jenis ikan karang, khususnya kerapu.
Penangkapan ikan karang semakin marak dilakukan saat diperkenalkannya perdagangan
ikan karang hidup untuk keperluan ekspor.
Jika dilihat dari sisi budaya, penduduk Kepulauan Togean (termasuk Pulau Una-
una) memiliki latar belakang etnis yang beragam seperti Bobongko, Bajau, Saluan,
Togean, Kaili, Bare’e, Taa, Gorontalo, dan Bugis. Etnis Bobongko, Bajau, Saluan dan
Togean sering dianggap sebagai kelompok masyarakat asli kepulauan Togean.
Masyarakat Bajau dan Bobongko lebih menyebar tapi umumnya terkonsentrasi pada
beberapa desa tertentu. Desa-desa Bajau antara lain Kabalutan, pulau Anam, Siatu, dan
Milok. Sementara etnis Bobongko tersebar di beberapa desa seperti Lembanato,
Matobiyai, Tumbulawa.
Beberapa etnis di Kepulauan Togean masih memiliki sistem pemanfaatan SDA
yang diperoleh secara turun-temurun. Mereka menerapkan beberapa aturan serta praktek
pengelolaan sumberdaya alam yang ramah lingkungan dan berdampak positif terhadap
kelestarian alam Togean. Ini merupakan bentuk-bentuk budaya lokal hasil dari proses
adaptasi dan interaksi antara masyarakat Togean dan alamnya selama bertahun-tahun.
Orang Bobongko masih menerapkan hukum bayan dan aturan adat gonggan
pagaluman dalam pemanfaatan hutan sagu di wilayah mereka. Gonggan pogaluman
merupakan salah satu contoh bahwa sistem adat memiliki kemampuan mengatur sumber
daya milik bersama dalam secara berkelanjutan.
Orang Bajau sangat memahami terumbu karang. Mereka memiliki penamaan
khusus untuk terumbu karang yaitu sappa, lana, dan timpusu. Masyarakat Bajau juga
biasa melakukan bapongka, yaitu suatu kegiatan melaut yang dilakukan secara
berkelompok. Mereka biasanya pergi untuk beberapa hari (atau minggu) untuk
mengumpulkan hasil laut (misalnya: teripang). Beberapa jenis ikan lainnya yang terkait
dengan ekosistem terumbu karang, terutama yang bergerombol ekor kuning (Caesio sp).
Sayangnya, sebagian nelayan menggunakan bahan peledak untuk menangkap jenis-jenis
ikan tersebut.
C. Sejarah Erupsi Gunung Colo
Pulau Una-Una berada di tengah Lengan Sulawesi, Teluk Tomini dan disana
Gunung Colo tumbuh sebagai gunungapi soliter karena agak menyimpang dari
rangkaian jalur gunungapi Indonesia. Pada masa pra-sejarah, pernah terjadi kegiatan
vulkanik yang diikuti oleh pembentukan kaldera bergaris tengah 2000 m dan
membentuk danau. Dalam tahun 1898 atau awal 1900 terjadi erupsi normal dan
meninggalkan sumbat lava yang kemudian dikenal dengan Gunung Colo. Setelah
istirahat selama 83 tahun, pada 23 Juli 1983 terjadi erupsi dahsyat yang menghancurkan
sumbat lava serta membumihanguskan 2/3 Pulau Una-Una.
Pada tahun 1975 ditemukan tembusan solfatara/fumarola baru di suatu bukit di
lereng timur laut, berjarak 1.500 m dari puncak. Bukit tersebut berada di luar sistem
Kawah Colo dan dikenal dengan Bukit Ambo. Pada 20 Agustus 1982 Pulau Una-Una
digoncang gempabumi, hingga akhir Agustus sebanyak 41 kali gempa yang dirasakan
penduduk. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika stasiun Winangun,
Manado, gempa terkuat terjadi pada 24 Agustus pukul 00.46.43 WITA yang
berkekuatan 4,6 SR pada kedalaman 30 km. Gempabumi tektonik kembali mengoncang
Pulau Una-Una pada awal Juli 1983 yang berkekuataan III pada skala MMI. Gempa
tersebut semakin hari kian bertambah jumlah dan intensitasnya.
Pada 18 Juli, jumlah gempa makin meningkat dan menyebabkan erupsi freatik
pertama. Sejak saat itu penduduk mulai diungsikan ke Pulau Togian dan Ampana
(daratan Sulawesi). Saat perahu pengungsi terakhir baru saja merapat di Lengan
Sulawesi, tiba-tiba dari kejauhan terlihat awan cendawan berukuran raksasa
menyelimuti Pulau Una-una pertanda Gunung Colo, gunungapi yang telah beristirahat
selama 83 tahun meletus pada tanggal 23 Juli 1983, pukul 16.23 WITA. Asap erupsi
membumbung sangat cepat dan dalam waktu sekejap dapat mencapai tinggi 15 km.
Awan panas (pyroclastic flow) tipe soufriere memusnahkan 2/3 pulau. Selang 4 jam
kemudian abu menghujani Kota Palu yang berjarak 180 km arah barat daya Colo
dengan tebal abu 1 cm yang kemudian menyebar sejauh 300 km di Sulawesi Selatan.
Abu erupsi ini juga sampai ke Kalimantan bagian timur. Erupsi mulai mereda pada
Oktober 1983 dan dinyatakan kegiatan Gunung Colo telah normal.

DAFTAR PUSTAKA
HMGI. (n.d). Gunung Colo : Sejarah Pembentukan dan Tatanan Tektonik di Sekitarnya.
Retrieved from http://hmgi.or.id/gunung-colo-sejarah-pembentukan-dan-tatanan-
tektonik-di-sekitarnya/ at November 4th 2015
IAGI. (2013). Adakite Rock From Una-una ISland, Central Sulawesi. Retrieved from
http://www.iagi.or.id/paper/adakite-rock-from-una-una-island-central-sulawesi at
November 4th 2015
Kementerian ESDM Badan Geologi. (2014). Dasar-dasar Gunungapi Indonesia.
Retrieved from http://www.vsi.esdm.go.id/ at November 4th 2015
Kementrian ESDM Badan Geologi. (n.d). G_Colo (pdf). Available at
http://www.vsi.esdm.go.id/ at November 4th 2015
Kementerian ESDM Badan Geologi. (2015). Penurunan Tingkat Aktivitas G. Colo Dari
Level II (waspada) Menjadi level I (Normal) Sejak 26 Oktober 2015. Retrieved from
http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/aktivitas-gunungapi/961-penurunan-
tingkat-aktivitas-g-colo-dari-level-ii-waspada-menjadi-level-i--normal-sejak-26-
oktober-2015 at November 4th 2015
Lubis, H. A. (n.d). Proses Pembentukan Gunungapi Una-una. Retrieved from
http://dokumen.tips/documents/proses-pembentukan-gunungapi-una-una.html at
November 4th 2015
Nouval, N. (2009). Andesite. Retrieved from http://petrolab-upn.tripod.com/Andesit.htm
at November 4th 2015
Vulcano Discovery. (n.d). Andesite. Retrieved from
http://www.volcanodiscovery.com/id/photoglossary/andesite.html at November 4th 2015
Wardhono, F.I. (2014). Profil Wilayah Kepulauan Togean. Retrieved from
http://www.slideshare.net/fitriwardhono/profil-wilayah-kepulauan-togean at November
4th 2015
Gunung Colo terletak di Pulau Una-Una, Provinsi Sulawesi Tengah dan mempunyai
ketinggian sekitar 486 m. Gunung Colo yang juga kadang disebut Bukit Sakora
merupakan gunungapi tipe strato. Gunungapi Colo berada pada koordinat 0o 10’ LS dan
121o 36,5’ BT. Gunung ini dipantau melalui pos pengamatan yang terletak pada
koordinat 00o 24’ 42,06” LS dan 121o 51’ 36,84” BT dengan ketinggian sekitar 2 m dpl
dan secara administratif termasuk dalam wilayah Desa Wakai, Kecamatan Una-Una,
Kabupaten Tojo, Provinsi Sulawesi Tengah.

Anda mungkin juga menyukai