Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM GEOLISTRIK

IDENTIFIKAS AKUIFER DANGKAL BERDASARKAN DATA


RESISTIVITAS MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK
VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING DI DAERAH “X”

Oleh:
RA’SA RAMA RAHMATTULLOH
115.180.039
KELOMPOK 6

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM GEOLISTRIK

IDENTIFIKASI AKUIFER DANGKAL BERDASARKAN DATA


RESISTIVITAS MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK
VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING DI DAERAH “X”

Telah dipersiapkan untuk memenuhi tugas acara kelas Praktikum Geolistrik


Laboratorium Geofisika Eksplorasi dengan judul “Identifikasi Akuifer Dangkal
Berdasarkan Data Resistivitas Menggunakan Metode Geolistrik Vertical
Electrical Sounding di Daerah “X””

RA’SA RAMA RAHMATTULLOH


115.180.039
KELOMPOK 6

Telah diperiksa oleh Tim Asisten


Pada tanggal 14 Oktober 2020

Asisten Geolistrik

(___Taufik_Seiszarsyah___)

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang Maha Pengasih
lagi Maha Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Geolistrik dengan judul
“Identifikasi Akuifer Dangkal Berdasarkan Data Resistivitas Menggunakan
Metode Geolistrik Vertical Elektrical Sounding Di Daerah “X”.
Tulisan ilmiah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan tuliasn
ilmiah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan tulisan ilmiah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar penulis dapat memperbaiki tulisan ilmiah ini. Akhir kata, semoga dengan
Laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya penyusun
nantinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yogyakarta, 14 Oktober 2020


Penyusun,

Ra’sa Rama R.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................v
DAFTAR TABEL..............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG...................................................ix

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan ....................................................................................2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Geologi Lokal .............................................................................................3
2.2. Penelitian Terdahulu ...................................................................................4

BAB III. DASAR TEORI


3.1. Metode Geolistrik .......................................................................................6
3.2. Konfigurasi Schlumberger ..........................................................................8

BAB IV. METODOLOGI


4.1. Akuisisi Data ..............................................................................................11
4.2. Pengolahan Data .........................................................................................16
4.2. Interpretasi Data ..........................................................................................18

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1. Hasil Curve Matching Lintasan 6 ...............................................................19
5.2. Profil Bawah Permukaan Lintasan 6............................................................19

iv
BAB VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan .................................................................................................20
6.2. Saran ..................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LEMBAR KONSULTASI

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Rangkaian elektroda Konfigurasi Schlumberger............................8


Gambar 3.2. Siklus Elektrik Determinasi Resistivitas dan Lapangan Elektrik
Untuk Stratum Homogeneus permukaan bawah tanah. (Todd, D.K,
1959)................................................................................................8
Gambar 3.3. Titik sounding konfigurasi Schlumberger.......................................10
Gambar 4.1. Peralatan dan Perlengkapan ...........................................................12
Gambar 4.2. Diagram Alir Pengolahan Data.......................................................16
Gambar 5.1. Kurva Matching Kelompok 6........................................................19
Gambar 5.2. Profil Bawah Permukaan Titik 6....................................................19

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel Resistivitas Daerah Yogyakarta, Agus Santoso. 2015...........17


Tabel 5.1. Nilai hasil Curve Matching............................................................19

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Resistivitas


Lampiran 2. Lembar Konsultasi
Lampiran 3. Lembar Penilaian

viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Nama
VES : Vertical Electrical Sounding
mV : millivolt
mA : miliAmpere
Lambang
Ω :Ohm
ρ : resistivitas (Ω.m)
K : factor geometric konfigurasi
π : phi (konstanta 22/7 atau 3.14)
V : data potensial (mV)
I : arus listrik (mA)
R: hambatan (Ω)

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pentingnya mengetahui persebaran batuan dan struktur bawah permukaan
di muka bumi merupakan salah satu pegangan seorang geosainstis. Dengan
pengetahuan persebaran batuan yang memadai tentu saja seorang geosainstis akan
lebih mudah melakukan eksplorasi-eksplorasi yang dilakukan. Persebaran batuan
di bumi terdiri dari beberapa batuan, antara lain batuan beku; batuan sedimen; dan
batuan metamorf. Jenis batuan tersebut tidak seluruhnya terdapat diatas
permukaan bumi akan tetapi, asal mula batuan tersebut berasal dari tempat yang
sama yang berada di bawah permukaan bumi.
Menurut Lillesand & Kiefer (1994), permukaan bumi sangat bervariasi dan
kompleks dengan relief topografi, komponen material yang mendasari tiap bagian
permukaan dan pelaku perubahan yang terjadi. Setiap batuan, retakan dan efek
lain gerakan internal, erosi dan pengendapan merupakan tanda perubahan yang
terjadi pada bumi.
Geofisika sendiri merupakan bidang kebumian yang berfokus dalam
identifikasi bawah permukaan bumi. Pada penelitian menggunakan geofisika
digunakan agar dapat mengetahui kondisi yang berada di bawah permukaan bumi
menggunakan berbagai parameter acuan yang dapat menjadi dasar dalam
penafsiran bentuk dibawah bumi itu sendiri. Dari pengambilan data yang telah
dilakukan maka kita dapat menafsirkan kondisi dibawah permukaan bumi kita
baik secara vertikal maupun secara horizontal secara baik dan benar. .
Dalam Geofisika terdapat banyak metode salah satunya metode geolistrik,
metode geolistrik hambatan jenis merupakan salah satu dari kelompok metode
geolistrik yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan dengan
cara mempelajari sifat aliran listrik dalam batuan di bawah permukaan bumi.
Pembahasan tentang kelistrikan bumi, sesuai dengan sifatnya cenderung
membahas sifat-sifat kelistrikan bumi. Metode geolistrik hambatan jenis
merupakan metode geolistrik yang mempelajari sifat hambatan jenis dari lapisan
batuan di dalam bumi (Telford, 1990).

1
Pada penelitian kali ini dilakukan identifikasi akuifer dangkal dengan
metode geolistrik (VES) pada daerah Sleman, Yogyakarta. Digunakannya metode
ini karena Metode hambatan jenis merupakan salah satu metode yang cukup baik
untuk menentukan zona basah (aquifer) bawah permukaan secara akurat dan
murah (Reynolds, 1997). Lapisan akuifer dicirikan dengan adanya pori-pori dan
permeabilitas (hubungan antar pori) yang besar pada batuan, sehingga air
tertampung dan dapat mengalir di dalamnya. Adanya kandungan airpada lapisan
akuifer menjadikan lapisan inisebagai zona basah dan konduktif sehingga
membedakan dengan lapisan lainnya.

1.2. Maksud dan Tujuan


Pada penelitian kali ini dimaksudkan untuk dapat memahami proses
pengolahan data metode geolistrik Vertical Electrical Sounding (VES)
menggunakan software Ms.Excel, IP2WIN, dan Starter.
Serta tujuan dari acara kali ini untuk mendapatkan nilai resistivity, matching
curve, dan profil kedalaman dari Software Microsoft Excel, IP2WIN serta Starter
sehingga dapat diketahui akuifer dangkal di daerah “X”

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Lokal


Secara geografis, Kabupaten Sleman terletak diantara 107o 15’ 03’’ dan 107o
29’ 30” Bujur Timur, 7o 47’ 51’’ dan 7o 47’ 30’’ Lintang Selatan dengan batas –
batas wilayah sebagai berikut :
 Sebelah Utara : Kabupaten Magelang
 Sebelah Timur : kabupaten Klaten
 Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul dan Yogyakarta
 Sebelah Barat : Kabupaten Kulon Progo
Kabupaten Sleman mempunyai keadaan tanah pada bagian selatan relatif
datar kecuali pada daerah bagian tenggara kecamatan Prambanan yang tanahnya
kabanyakan adalah perbukitan. Akan tetapi jika dilihat makin ke utara keadaan
tanahnya semakin miring dan pada bagian utara di sekitar daerah lereng Merapi
tanahnya relatif lebih curam dan terjal.
Kondisi geologi di Kabupaten Sleman didominasi dari keberadaan gunung
Merapi. Formasi geologi dibedakan menjadi endapan vulkanik, sedimen, dan
batuan terobosan, dengan endapan vulkanik mewakili lebih dari 90% luas
wilayah. Material vulkanik gunung Merapi yang berfungsi sebagai lapisan
pembawa air tanah (akifer) yang sudah terurai menjadi material pasir vulkanik,
yang sebagian besar merupakan bagian dari endapan vulkanik Merapi muda.
Material vulkanik Merapi muda ini dibedakan menjadi 2 unit formasi geologi
yaitu formasi Sleman (lebih di dominasi oleh endapan piroklastik halus dan tufa)
di bagian bawah dan formasi Yogyakarta (lebih di dominasi oleh pasir vulkanik
berbutir kasar hingga pasir berkerikil) di bagian atas. Formasi Yogyakarta dan
formasi Sleman ini berfungsi sebagai lapisan pembawa air utama yang sangat
potensial dan membentuk satu sistem akifer yang di sebut Sistem Akifer Merapi
(SAM). Sistem akifer tersebut menerus dari utara ke selatan dan secara
administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan
Kabupaten Bantul. Air tanah Merapi yang mengalir di bawah permukaan secara
rembesan bergerak menuju daerah yang lebih rendah terpotong oleh topografi,

3
rekahan atau patahan maka akan muncul mata air. Di Kabupaten Sleman terdapat
4 jalur mata air (springbelt) yaitu: jalur mata air Bebeng, jalur mata air Sleman
Cangkringan, jalur mata air Ngaglik dan jalur mata air Yogyakarta. Mata air ini
telah banyak dimanfaatkan untuk sumber air bersih maupun irigasi. Di Kabupaten
Sleman terdapat 154 sumber mata air, yang airnya mengalir ke sungai-sungai
utama yaitu sungai Boyong, Kuning, Gendol, dan Krasak. Di samping itu terdapat
anak-anak sungai yang mengalir ke arah selatan dan bermuara di Samudera
Indonesia.
Formasi Sleman merupakan kenampakan bagian bawah dari unit volkanik
klastik hasil Merapi Muda dengan dominasi litologi berupa kerikil bongkah yang
terdiri dari tuf, lanau, pasir, kerikil dan breksi. Formasi ini melampar dari lereng
gunungapi ke selatan sampai disekitar Bantul, ketebalannya dari utara ke selatan
semakin tipis. (Bronto, 2014)

2.2. Penelitian Terdahulu


Judul Penelitian : IDENTIFIKASI AKUIFER AIRTANAH DENGAN
MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK
DI DESA OU KECAMATAN SOJOL
Penulis : Rustan Efendi,dkk.
Tahun Terbit : 2016
Abstrak Penelitian :
Penelitian dilakukan menggunakan geolistrik untuk mengidentifikasi lapisan
dan kedalaman akuifer airtanah yang berada di bawah permukaan berdasarkan
nilai resistivitas menggunakan metode Vertical Electrical Sounding (VES) dengan
konfigurasi Schlumberger. Pemodelan di lakukan menggunakan program
IPI2WIN kemudian di atur berdasarkan nilai hambatan jenisnya. Diperolehnya
lapisan - lapisan dan kedalaman yang dapat meloloskan air yang diduga sebagai
akuifer airtanah yang berada pada titik duga 2, 4, 5 dan 6 dengan nilai hambatan
jenis 31,5 Ωm – 92,4 Ωm dengan kedalaman mencapai 47,4 m bmt yang terdiri
dari pasir lempung, batu pasir, batu gamping dan konglomerat.

4
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Metode Geolistrik


Tujuan dari survei Geolistrik adalah untuk menentukan distribusi
resistivitas bawah permukaan dengan melakukan pengukuran di permukaan tanah.
Dari pengukuran tersebut, resistivitas sebenarnya di bawah permukaan bumi dapat
diperkirakan. Resistivitas tanah berkaitan dengan berbagai parameter geologi
seperti mineral dan konten fluida, porositas dan derajat kejenuhan air di batuan.
Survei resistivitas listrik telah digunakan selama beberapa dekade di
hidrogeological, pertambangan, dan investigasi geothecnical. Baru-baru ini, telah
digunakan untuk survei lingkungan. ( Dr. M. H. Loke, 1996-2004).

3.1.1. Geolistrik Yang Bersifat Aktif


Geolistrik dimana energi yang dibutuhkan ada, akibat penginjeksian arus ke
dalam bumi terlebih dahulu oleh elektroda arus. Geolistrik jenis ini ada dua
metode, yaitu metode Resistivitas (Resistivity) dan Polarisasi Terimbas (Induce
Polarization).
Yang akan dibahas lebih lanjut adalah geolistrik yang bersifat aktif. Metode
yang diuraikan ini dikenal dengan nama geolistrik tahanan jenis atau disebut
dengan metode Resistivitas (Resistivity).
Tiap-tiap media mempunyai respon sifat yang berbeda terhadap aliran listrik
yang melaluinya, hal ini tergantung pada tahanan jenis yang dimiliki oleh masing-
masing media. Pada metode ini, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui
dua buah elektroda arus dan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua buah
elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap
jarak elektroda berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis
masing-masing lapisan bawah permukaan bumi, dibawah titik ukur (Sounding
Point).
Metode ini lebih efektif bila dipakai untuk eksplorasi yang sifatnya relatif
dangkal. Metode ini jarang memberikan informasi lapisan kedalaman yang lebih
dari 1000 atau 1500 feet. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk

5
eksplorasi hidrokarbon, tetapi lebih banyak digunakan untuk bidang engineering
geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoar air,
eksplorasi geothermal, dan juga untuk geofisika lingkungan.
Jadi metode resistivitas ini mempelajari tentang perbedaan resistivitas
batuan dengan cara menentukan perubahan resistivitas terhadap kedalaman. Setiap
medium pada dasarnya memiliki sifat kelistrikan yang dipengaruhi oleh batuan
penyusun/komposisi mineral, homogenitas batuan, kandungan mineral,
kandungan air, permeabilitas, tekstur, suhu, dan umur geologi. Beberapa sifat
kelistrikan ini adalah potensial listrik dan resistivitas listrik.

3.1.2. Metode Resistivitas


Metode Resistivitas adalah salah satu dari metode geolistrik yang digunakan
untuk menyelidiki struktur bawah permukaan berdasarkan perbedaan resistivitas
batuan. Dasar dari metode resistivitas adalah hukum ohm yaitu dengan cara
mengalirkan arus kedalam bumi melalui elektroda arus dan mengukur
potensialnya di permukaan bumi dengan menggunakan elektroda potensial
(Telford dkk, 1976).
Metode resistivitas merupakan salah satu metode geolistrik yang bersifat
aktif dimana energi yang dibutuhkan diperoleh dari penginjeksian arus ke dalam
bumi terlebih dahulu. Metode ini bertujuan untuk identifikasi endapan mineral,
panas bumi (geothermal), batubara serta pencarian akuifer air tanah.
Resistivitas atau tahanan jenis suatu bahan adalah besaran atau parameter
yang menunjukan tingkat hambatannya terhadap arus listrik. Bahan yang
mempunyai nilai resistivitas atau tahanan jenisnya makin besar, berarti semakin
sukar untuk dilalui oleh arus listrik.
Nilai dari hambatan dideskripsikan sebagai tahanan jenis dengan satuan
ohm meter (Ω-m). Dan besaran dari tahanan jenis ini merupakan besaran yang
menjadi target utama dalam pengukuran geolistrik.
Teori dasar dari metode resistivitas adalah Hukum Ohm, yaitu hubungan
antara arus yang dialirkan dan beda potensial yang terukur.
Hubungannya adalah sebagai berikut (Telford, 1976):

R : V/I (2.1)

6
Keterangan :
R : tahanan (Ohm-meter)
V : tegangan (mV)
I : kuat arus (mA)

3.2 Konfigurasi Schlumberger


Prinsip konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-
kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena
keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relative besar maka
jarak MN hendaknya dirubah. Dimana perubahannya itu tidak lebih besar dari 1/5
jarak AB seperti pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Rangkaian elektroda Konfigurasi Schlumberger

Keterangan : R1 = R4
Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger adalah pembacaan tegangan pada
elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relative jauh,
sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik High
Impedance dengan mengatur tegangan minimal 4 digit atau 2 digit dibelakang
koma, atau dengan cara peralatan arus yang memepunyai tegangan listrik DC
yang sangat tinggi.
Keunggulan konfigurasi schlumberger adalah kemampuan untuk
mendeteksi adanya sifat tidak homogen lapisan batuan pada permukaan yaitu
membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda
MN/2.
Parameter yang diukur yaitu: jarak antar stasiun dengan elektroda- elektroda
(AB/2 dan MN/2), arus (I), dan beda potensial (ΔV). Parameter yang dihitung

7
yaitu : tahanan jenis(R) dan faktor Geometri (k). Factor geometri (k) dapat dicari
dengan rumus :

1 1 1 1
− − +
K= C1 P1 C2P1 C 1P2 C2P2 (2.2)

1 1 1 1
− − +
a a a a
b− b+ b+ b−
K= 2 2 2 2

(2.3)
b2 a
K=π
[ −
a 4 ]
(2.4)
ρa = K.R (2.5)
Secara umum faktor geometri untuk konfigurasi Schlumberger adalah
sebagai berikut :
AB 2 −MN 2
k=π 4 MN (2.6)
Dimana :
ρ : Resistivitas Semu
0 : Titik yang diukur secara sounding
AB : Spasi Elektroda Arus (m)
MN : Spasi Elektroda Potensial (m), dengan syarat bahwa MN < 1/5
AB (menurut Schlumberger)
k : Faktor Geometri
Berdasarkan Sunaryo, dkk (2003) resistivitas semu (ρa) pada pengukuran
resistivitas secara umum adalah dengan cara menginjeksikan arus kedalam tanah
melalui 2 elektroda arus (C1 dan C2). Dan mengukur hasil beda potensial yang
ditimbulkannya pada 2 elektroda potensial (P1 dan P2). Dari data harga arus (I)
dan beda potensial (V), dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρa) sebagai berikut :
V
ρa = K I (2.7)
Resistivitas ditentukan dari suatu tahanan jenis semu yang dihitung dari
pengukuran perbedaan potensi antar elektroda yang ditempatkan dibawah

8
permukaan. Pengukuran suatu beda potensial antara dua elektroda seperti pada
gambar dibawah ini sebagai hasil dua elektroda lain pada titik C yaitu tahanan
jenis dibawah permukaan tanah dibawah elektroda (Todd.D.K.1959).

Gambar 3.2. Siklus Elektrik Determinasi Resistivitas dan Lapangan Elektrik Untuk
Stratum Homogeneus permukaan bawah tanah. (Todd, D.K, 1959)

Titik pengukuran konfigurasi Schlumberger dapat dilihat pada gambar


berikut ini :

Gambar 3.3. Titik sounding konfigurasi Schlumberger

9
BAB IV
METODOLOGI

4.1 Akuisisi Data


4.1.1 Peralatan dan Perlengkapan

7 6
5

1
3

Gambar 4.1. Peralatan dan Perlengkapan

Dalam melakukan akuisisi data di lapangan, tentunya seolah surveyor


lapangan harus membawa peralatan dan perlengkapan. Dalam pengambilan data
Geolistrik resistivitas konfigurasi Schlumberger dibutuhkan alat dan perlengkapan
berupa:
1. Main Uinit (Syscal)
Alat ini berfungsi sebagai alat utama dalam penelitian. Alat ini digunakan
sebagai alat penghantar arus ke elektroda dan menerima nilai hambatan dari
target yang dicapai.
2. Elektroda
Elektroda merupakan tiang patok besi yang menghubungkan arus ke tanah
dan menghantarkan nilai hambatan ke alat utama.
3. Kabel Elektroda
Berfungsi sebagai penghantar arus oleh alat utama dan penghantar nilai
hambatan menuju alat utama.
4. Palu Elektroda

10
Dalam akuisisi geolistrik, palu berfingsi sebagai alat penanam elektroda ke
dalam tanah.
5. Aki (Sumber Daya)
Berfungsi sebagai daya cadangan dari alat utama (Syscal)
6. Laptop dan Tabulasi Data
Pada penelitian laptop dan tabulasi data berfungsi sebagai tempat mencatat
nilai yang diperoleh di lapangan.
7. Payung
Paying dalam akuisisi data merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan
alat utama yang tidak tahan panas (sinar matahari) sehingga perlu
pemayungan pada alat utama.
8. GPS dan Kompas
GPS berfungsi untuk pengeplotan titik pengukuran, sementara kompas
dalam penelitian berfungsi sebagai penunjuk dan besar sudut arah lintasan
dari arah utasa magnetik.

11
4.2. Pengolahan Data
4.2.1. Diagram Alir Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data VES diperlukan software Excel, IP2WIN,
dan Golden Stater. Berikut merupakan diagram alirnya :

Mulai
Tinjauan
Pustaka
Data Lapangan

MS Excel

Resistivitas semu

IP2WIN

AB/2, Mn, dan Rho Terkoreksi

Pembuatan Grafik

Curve Matching

Golden Stater

Kedalaman, rho, dan litologi

Pembuatan Profil Bawah Permukaan

Profil Bawah Permukaan

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 4.2. Diagram Alir Pengolahan Data

12
Dalam melakukan sebuah penelitian, haruslah dalam pengolahan data
dilakukan dengan baik, benar, serta tepat. Proses pengolahan data adalah kegiatan
selanjutnya yang dilakukan setelah pengukuran data dilapangan selesai.
Pengolahan data akan menghasilkan data yang dapat diinterpretasi untuk
mengetahui kondisi bawah permukaan. Pengolahan data pada penelitian kali ini
memiliki langkah dan tahapan berupa:
1. Memasukan data hasil akuisisi ke dalam Microsoft Excel, lalu melakukan
pengolahan secara manual untuk mendapatkan nilai tahanan (R), faktor
konfigurasi (K), dan tahanan jenis semu (Ohm.m).
2. Dilakukan proses koreksi atau quality control data dengan proses pergerseran
treadline shifting pada tahanan jenis terkoreksi.
3. Setelah didapatkan nilai tahanan jenis semu terkoreksi /Apparent Resistivity
tadi dilakukan proses inversi pada software IP2WIIN.
4. Melakukan curva matching pada software tersebut dengan metode trial and
error (forward modeling dan invers) sehingga representatif dengan keadaan
bawah permukaan pada titik pengukuran.
5. Kemudian didapatkan hasil data jumlah lapisan yang teridentifikas, serta nilai
kedalaman dan ketebalan lapisan.
6. Selanjutnya membuat penampang menggunakan software golden stater.
Dengan data yang telah didapat dari software IP2WIN berupa jumlah lapisan,
nilai tahanan jenis semu, nilai kedalaman tiap lapisan dan nilai tebal lapisan.
7. Melakukan interpretasi pada hasil profil bawah permukaan.
8. Menarik kesimpulan dari hasil interpretasi.

13
4.3 Interpretasi Data
Interpretasi data dilakukan untuk mengetahui hasil pengolahan data yang
sudah dilakukan. Interpretasi atau pembahasan dilakukan terhadap hasil
pengolahan data berupa kurva serta profil bawah permukaan daerah penelitian.
Melalui interpretasi tersebut, maka target penelitian kali ini yaitu mengetahui jenis
kandungan bawah permukaan daerah penelitian dapat dihasilkan dengan baik.
Untuk menghasilkan interpretasi yang maksimal, maka dapat dilakukan
dengan memperhatikan kondisi geologi daerah penelitian agar kandungan bawah
permukaan sebagai target penelitian dapat mendekati kondisi sebenarnya.
Interpretasi dapat dilakukan untuk mengetahui jenis kandungan bawah permukaan
berupa litologi. Litologi tersebut dapat diketahui dengan cara menyesuaikan nilai
resistivitas yang ada dengan tabel resistivitas batuan untuk mengetahui macam-
macamnya. Tabel yang digunakan untuk interpretasi kali ini yaitu tabel (Agus
Santoso,2015 ) yang menunjukkan jenis batuan berdasarkan nilai resistivitas.
Melalui tabel tersebut, maka ragam jenis litologi bawah permukaan dapat
diketahui.
Tabel 4.1. Tabel Resistivitas Daerah Yogyakarta (Agus Santoso, 2015)
Material Nilai Resistivitas
Air Asin ≤ 4 Ωm
Lepung-pasiran 4 - 10 Ωm
Lempung 10 - 15 Ωm
Pasir-Lempung 15 - 20 Ωm
Batupasir 20 - 50 Ωm
Pasir-kasar 50 - 100 Ωm
Breksi-pasiran 100 - 200 Ωm
Breksi/Gamping 200 - 800 Ωm

Batuan Beku Andesit ≥ 800 Ωm

14
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Curve-Matching Lintasan 6

Dalam pengolangan menggunakan IPI2Win dihasilkan Curva Matching.


Curva Matching ini berfungsi sebagai penentuan nilai resistivitas, jumlah lapisan,
ketebalan lapisan dan kedalaman lintasan.

Gambar 5.1. Kurva Matching Kelompok 6

Gambar di atas merupakan hasil Curva Matching yang di hasilkan dari


pengolahan menggunakan perangkat lunak IPI2WIN. Pengolahan ini dihasilkan
juga dari data yang berjumlah 24 titik dan dihilangkan 1 titik (data titik pertama)
karena titik yang dihilangkan tersebut memiliki kontras nilai yang berbeda dengan
nilai titik lainnya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Curva Matching
untuk menentukan kedalaman, ketebalan lapisan, nilai resistivitas tiap lapisan dan
bisa sebagai identifikasi litologi atau jenis batuan dengan mencocokan nilai
resistivitas denga tabel nilai resistivitas batuan. Kurva pemodelan menggunakan
software IP2WIN bertujuan untuk menentukan jumlah lapisan dengan
menggunakan konsep regresi liniear. Garis merah merupakan regresi liniear dari
persebaran data nilai Rho, garis hitam merupakan persebaran titik-titik data nilai

15
Rho dan garis biru merupakan garis curve editing untuk menyelaraskan nilai
resistivitas dan kedalaman garis regresi liniear dengan nilai data Rho.

Tabel 5.1. Nilai hasil Curve Matching

Dari tabel diatas, dapat dilihat dihasilkan 5 lapisan dimana lapisan


pertama memiliki nilai resistivitas 676 Ωm dengan kedalaman dan ketebalan
lapisan 1 meter. Sementara lapisan kedua memiliki nilai resistivitas 315 Ωm
dengan kedalaman lapisan sampai 2,84 meter dengan tebal lapisan 1,84 meter.
Untuk lapisan ketiga memiliki nilai resistivitas 840 Ωm dengan ketebalan lapisan
1,44 meter dengan kedalaman lapisan sampai 4,28 meter. Untuk lapisan keempat
memiliki resistivitas 75,9 Ωm dengan ketebalan lapisan 6,22 meter dan kedalaman
sebesar 10,5 meter. Sedangkan untuk lapisan terakhir didapatkan nilai resistivitas
sebesar 1119 Ωm dengan kedalaman 47,7 meter dan ketebalan lapisan sebesar
37,2 meter. Dari data tersebut maka dihasilkan kedalaman total lapisan sebesar
47,7 meter.
Sedangkan dari data resistivitas dapat diidentifikasi litologinya. Pada
lapisan pertama memiliki jenis litologi endapan permukaan lapukan batuan breksi
dari formasi Sleman (soil). Menurut tabel (Agus Santoso,2015), breksi memiliki
nilai resistivitas 200-800 Ωm. Pada lapisan kedua memiliki jenis litologi breksi.
Menurut tabel, breksi memiliki nilai resistivitas 200-800 Ωm. Pada lapisan ketiga
memiliki jenis litologi andesit. Menurut tabel, andesit memiliki nilai resistivitas
≥800 Ωm. Pada lapisan ketiga memiliki jenis litologi pasir-kasar. Menurut tabel,
pasir-kasar memiliki nilai resistivitas 50-100 Ωm. Sedangkan litologi terakhir
yaitu andesit. Menurut tabel, andesit memiliki nilai resistivitas ≥800 Ωm.

16
5.2. Profil Bawah Permukaan Lintasan 6

Gambar 5.2. Profil Bawah Permukaan

Berdasarkan hasil kurva yang didapat, menghasilkan data hasil


permodelan nilai resisitivitas dalam perangkat lunak. Hasil ini berupa nilai
resistivitas sebenarnya atau True Resistivity karena telah dilakukan pendekatan
secara matematis dalam perhitungan inversi oleh software IP2Win. Untuk
mempermudah interpretasi dilakukan pengolahan menghasilkan bentuk visual
berupa profil bawah permukaan yang didasarkan data kedalaman, ketebalan tiap
lapisan serta nilai resistivitas yang dimiliki oleh tiap lapisan tersebut dengan
bantuan software Strater.

17
Pada profil bawah permukaan lintasan 6 diinterpretasikan terdapat 5t lapisan.
Kedalaman lithologi yang dicapai dari pengolahan metode ini sedalam 47,7 meter
di bawah permukaan. Lapisan pertama memiliki nilai resistivitas ρ= 676 Ωm yang
mempunyai tebal lapisan sebesar 1 m yang diinterpretasikan merupakan lapisan
endapan permukaan (soil), lapisan kedua memiliki nilai resitivitas sebesar ρ= 356
Ωm yang mempunyai tebal lapisan sebesar 1,84 m yang diduga sebagai breksi.
Pada lapisan ketiga memiliki nilai resistivitas sebesar ρ= 356 Ωm dengan tebal
lapisan 1,44 meter. Pada lapisan keempat diduga merupakan akuifer bawah tanah
dangkal yang memiliki nilai resistivitas sebesar ρ= 75,9 Ωm yang mempunyai
tebal lapisan sebesar 6,22 m dengan litologi pasir-kasar. Lapisan tersebut dipisah
karena lapisan tersebut memiliki nilai resistivitas yang berbeda tetapi diduga
merupakan akuifer air tanah dangkal, perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh
kualitas air tanah maupun perbedaan kadar air tanah tersebut di bawah
permukaan. Lapisan tersebut dapat dikatakan memiliki lapisan yang mempunya
nilai porositas yang besar sehingga didalam lapisan tersebut dapat mengalirkan air
tanah dangkal karena high permeability. Lapisan paling bawah yang didapatkan
nilai resistivitas sebesar 1109 Ωm dengan ketebalan mencapai 66.3 meter di
bawah permukaan, lapisan ini diduga merupakan lithologi andesit.
Identifikasi akuifer pada daerah penelitian ini terdapat pada lapisan keempat
dimana litologinya yaitu pasir-kasar dengan ketebalan 6,22 meter. Jika dilihat dari
geologi lokalnya, daerah sleman merupakan derah endapan hasil proses vulkanik
Gunung Merapi. Endapan tersebut dihasilkan dari erupsi gunung berapi yang
mengakibatkan gugurnya material pasir lepas dan abu vulkanik kasar. Hasil dari
kedua endapan itu terdapat dua jenis formasi yaitu formasi Sleman dan
Yogyakarta. Pada identifkasi kali litologi dari akuifer termasuk kedalam formasi
Yogyakarta karena pada formasi ini memiliki litologi sebagian besar didominasi
oleh pasir vulkanik-kasar hingga pasir kerikil. Dari hal tersebut dapat dilihat
bahwa litologi pada formasi Yogyakarta memiliki peran penting sebagai lapisan
pembawa air tanah karena memiliki nilai porositas yang tinggi dan pasir lepas
yang memiliki derajat pembundaran yang maksimal akan memiliki sifat
permeabilitas batuan yang baik, selain faktor dari derajat pembundaran faktor
tekstur kemas yang terbuka dimana butiran dalam batuan tersebut sal tidak saling

18
terkunci atau rapat sehingg dapat menentukan juga batuan tersebut memiliki sifat
permeabilitas baik. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pada daerah “X” ini
memiliki akuifer dengan tipe akuifer dangkal karena terletak pada kedalaman 10
meter dengan ketebalan 6,22 meter dan dilihat dari profil lapisan akuifer ini diapit
oleh batuan beku andesit, dimana batuan beku ini merupakan batuan yang kedap
air atau memiliki sifat impermeabilitas sehingga akuifer pada daerah in memiliki
jenis akuifer tertekan.

19
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data dari setiap hasil yang ada,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
 Dihasilkan 5 lapisan dengan litologi yang berbeda. Lapisan ini berada
pada daerah Sleman, DIY lapangan “X” dengan litologi soil dengan
ketebalan 1 meter, breksi 1.84 meter, andesit 1.44 meter, pasir-kasar
6.22 meter, dan andesit 37.2 meter.
 Tiap lapisan memiliki nilai resistivitas sebesar lapisan pertama 676
Ωm , lapisan kedua 356 Ωm, lapisan ketiga 846 Ωm, lapisan keempat
75,9 Ωm, dan lapisan kelima 1109 Ωm.
 Dihasilkan penetrasi kedalaman metode geolistrik Vertical Electrical
Sounding (VES) sebesar 47,7 meter.
 Didapatkan letak akuifer dangkal pada kedalaman 10 meter dengan
litologi pasir-kasar dan memiliki jenis akuifer tertekanan karena
penutup atas dan bawahnya batuan andesit.
6.2 Saran
Untuk menghaslkan data yang lebih akurat, diperlukan metode mapping
demi mengetahu persebaran batuan secara lateral.

20
DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, Van R.W., 1949, The Geology of Indonesia, The Hague.Gov.Printing


Office,Nederland Martinus Nidjhoff,.
Bothe, A. Ch.D., 1929, Djiwo Hills andSouthern Ranges, ExcursionGuide,4th
Pacific Sci.Cong., Bandung, 23 p.
Bronto, S., Hartono, G., dan Purwanto, D, 1998, Batuan longsoran gunung api
Tersier di Pegunungan Selatan, studi kasus di KaliNgalang, Kali Putat,
dan Jentir, Kab Gunungkidul, Jogjakarta, Prosid. PIT27IAGI, 8-9 Des.,
Jogjakarta, 3.44–3.49.
Bronto, S., Ratdomopurbo, A., Asmoro, P., Adityarini, M., Longsoran Raksasa
Gunung Api Merapi Yogyakarta-Jawa Tengah Gigantic Landslides of
Merapi Volcano, Yogyakarta Central Java, Jurnal Geologi Sumberdaya
Mineral, 2014, vol. 15, hal 16–183, No.4.
Butler, M.J.A., M.C. Mouchot, V. Barale and C Le Blanc. 1988. The Aplication
ofRemote Sensing Technologyto Marine Fisheries : An Introduction
Manual.FAO Fisheries Technical Paper.
Efendi, Rustandi, dkk. 2016. Identifikasi Akuifer Airtanah Dengan Menggunakan
Metode Geolistrik Di Desa Ou Kecamatan Sojol. Jurnal Gravitasi Vol.15
No. 1.
Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 1996, Sandi Stratigrafi Indonesia.
Ismoyowati, T. Sumarno.19 75. A contribution to the strartigraphy of the Jiwo
and Their Southern Surroundings. IV Ipa Conv. Jakarta.
Kearey, Phillip. 2002. An Introduction to Geophysical
Exploration.USA:Blackwell Press.
Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Loke, M.H. 2004. Tutorial : 2-D and 3-D electrical imaging surveys. England:
Birmingham University.
Reynolds, J.M., 2005, Principles Of Applied Geophysics. Cambridge University
Press, Cambridge.
Reynolds, J. M. (1997). An Introduction to Applied and Environmental
Geophysics. Chichester John Wiley and Sons Ltd. 796p.
Santoso, Agus. et al. 2015. Buku Panduan Praktikum Geolistrik.Yogyakarta UPN
Veteran Yogyakarta.
Sunaryo,dkk. 2003. Penentuan Lapisan Akuifer Dengan metode Geolistrik
Resistivitas di Desa Tempuran, Jatilangkung dan Awang-awang, Kec.
Pungging, Kab. Mojokerto. Proceedings Of Join Convention Jakarta
2003 The 32 IAGI and The 28 HAGI Annual Convention and Exhibition.
Unibraw Malang.
Telford, M W. Geldart, L P. Sheriff, R E. Keys, D A. 1976. Applied Geophysics.
New York: Cambridge University Press.
Telford, M W. Geldart, L P. Sheriff, R E. Keys, D A. 1976. Applied Geophysics
Second Edition. New York: Cambridge University Press.
Todd, D.K., 1959. Groundwater Hydrology, New York : Associate Professor of
Civil Engineering California Univesity, John Wiley & Sons.
LAMPIRAN

Tabel 4.1. Tabel Resistivitas Daerah Yogyakarta oleh Ir. Agus Santoso, M.Si.2015

Material Nilai Resistivitas


Air Asin ≤ 4 Ωm
Lepung-pasiran 4 - 10 Ωm
Lempung 10 - 15 Ωm
Pasir-Lempung 15 - 20 Ωm
Batupasir 20 - 50 Ωm
Pasir-kasar 50 - 100 Ωm
Breksi-pasiran 100 - 200 Ωm
Breksi/Gamping 200 - 800 Ωm

Batuan Beku Andesit ≥ 800 Ωm

Anda mungkin juga menyukai