Oleh:
RA’SA RAMA RAHMATTULLOH
115.180.039
KELOMPOK 6
Asisten Geolistrik
(___Taufik_Seiszarsyah___)
ii
KATA PENGANTAR
Ra’sa Rama R.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................v
DAFTAR TABEL..............................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG...................................................ix
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan ....................................................................................2
iv
BAB VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan .................................................................................................20
6.2. Saran ..................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LEMBAR KONSULTASI
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan Nama
VES : Vertical Electrical Sounding
mV : millivolt
mA : miliAmpere
Lambang
Ω :Ohm
ρ : resistivitas (Ω.m)
K : factor geometric konfigurasi
π : phi (konstanta 22/7 atau 3.14)
V : data potensial (mV)
I : arus listrik (mA)
R: hambatan (Ω)
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pada penelitian kali ini dilakukan identifikasi akuifer dangkal dengan
metode geolistrik (VES) pada daerah Sleman, Yogyakarta. Digunakannya metode
ini karena Metode hambatan jenis merupakan salah satu metode yang cukup baik
untuk menentukan zona basah (aquifer) bawah permukaan secara akurat dan
murah (Reynolds, 1997). Lapisan akuifer dicirikan dengan adanya pori-pori dan
permeabilitas (hubungan antar pori) yang besar pada batuan, sehingga air
tertampung dan dapat mengalir di dalamnya. Adanya kandungan airpada lapisan
akuifer menjadikan lapisan inisebagai zona basah dan konduktif sehingga
membedakan dengan lapisan lainnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
rekahan atau patahan maka akan muncul mata air. Di Kabupaten Sleman terdapat
4 jalur mata air (springbelt) yaitu: jalur mata air Bebeng, jalur mata air Sleman
Cangkringan, jalur mata air Ngaglik dan jalur mata air Yogyakarta. Mata air ini
telah banyak dimanfaatkan untuk sumber air bersih maupun irigasi. Di Kabupaten
Sleman terdapat 154 sumber mata air, yang airnya mengalir ke sungai-sungai
utama yaitu sungai Boyong, Kuning, Gendol, dan Krasak. Di samping itu terdapat
anak-anak sungai yang mengalir ke arah selatan dan bermuara di Samudera
Indonesia.
Formasi Sleman merupakan kenampakan bagian bawah dari unit volkanik
klastik hasil Merapi Muda dengan dominasi litologi berupa kerikil bongkah yang
terdiri dari tuf, lanau, pasir, kerikil dan breksi. Formasi ini melampar dari lereng
gunungapi ke selatan sampai disekitar Bantul, ketebalannya dari utara ke selatan
semakin tipis. (Bronto, 2014)
4
BAB III
DASAR TEORI
5
eksplorasi hidrokarbon, tetapi lebih banyak digunakan untuk bidang engineering
geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoar air,
eksplorasi geothermal, dan juga untuk geofisika lingkungan.
Jadi metode resistivitas ini mempelajari tentang perbedaan resistivitas
batuan dengan cara menentukan perubahan resistivitas terhadap kedalaman. Setiap
medium pada dasarnya memiliki sifat kelistrikan yang dipengaruhi oleh batuan
penyusun/komposisi mineral, homogenitas batuan, kandungan mineral,
kandungan air, permeabilitas, tekstur, suhu, dan umur geologi. Beberapa sifat
kelistrikan ini adalah potensial listrik dan resistivitas listrik.
R : V/I (2.1)
6
Keterangan :
R : tahanan (Ohm-meter)
V : tegangan (mV)
I : kuat arus (mA)
Keterangan : R1 = R4
Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger adalah pembacaan tegangan pada
elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relative jauh,
sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik High
Impedance dengan mengatur tegangan minimal 4 digit atau 2 digit dibelakang
koma, atau dengan cara peralatan arus yang memepunyai tegangan listrik DC
yang sangat tinggi.
Keunggulan konfigurasi schlumberger adalah kemampuan untuk
mendeteksi adanya sifat tidak homogen lapisan batuan pada permukaan yaitu
membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda
MN/2.
Parameter yang diukur yaitu: jarak antar stasiun dengan elektroda- elektroda
(AB/2 dan MN/2), arus (I), dan beda potensial (ΔV). Parameter yang dihitung
7
yaitu : tahanan jenis(R) dan faktor Geometri (k). Factor geometri (k) dapat dicari
dengan rumus :
2π
1 1 1 1
− − +
K= C1 P1 C2P1 C 1P2 C2P2 (2.2)
2π
1 1 1 1
− − +
a a a a
b− b+ b+ b−
K= 2 2 2 2
(2.3)
b2 a
K=π
[ −
a 4 ]
(2.4)
ρa = K.R (2.5)
Secara umum faktor geometri untuk konfigurasi Schlumberger adalah
sebagai berikut :
AB 2 −MN 2
k=π 4 MN (2.6)
Dimana :
ρ : Resistivitas Semu
0 : Titik yang diukur secara sounding
AB : Spasi Elektroda Arus (m)
MN : Spasi Elektroda Potensial (m), dengan syarat bahwa MN < 1/5
AB (menurut Schlumberger)
k : Faktor Geometri
Berdasarkan Sunaryo, dkk (2003) resistivitas semu (ρa) pada pengukuran
resistivitas secara umum adalah dengan cara menginjeksikan arus kedalam tanah
melalui 2 elektroda arus (C1 dan C2). Dan mengukur hasil beda potensial yang
ditimbulkannya pada 2 elektroda potensial (P1 dan P2). Dari data harga arus (I)
dan beda potensial (V), dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρa) sebagai berikut :
V
ρa = K I (2.7)
Resistivitas ditentukan dari suatu tahanan jenis semu yang dihitung dari
pengukuran perbedaan potensi antar elektroda yang ditempatkan dibawah
8
permukaan. Pengukuran suatu beda potensial antara dua elektroda seperti pada
gambar dibawah ini sebagai hasil dua elektroda lain pada titik C yaitu tahanan
jenis dibawah permukaan tanah dibawah elektroda (Todd.D.K.1959).
Gambar 3.2. Siklus Elektrik Determinasi Resistivitas dan Lapangan Elektrik Untuk
Stratum Homogeneus permukaan bawah tanah. (Todd, D.K, 1959)
9
BAB IV
METODOLOGI
7 6
5
1
3
10
Dalam akuisisi geolistrik, palu berfingsi sebagai alat penanam elektroda ke
dalam tanah.
5. Aki (Sumber Daya)
Berfungsi sebagai daya cadangan dari alat utama (Syscal)
6. Laptop dan Tabulasi Data
Pada penelitian laptop dan tabulasi data berfungsi sebagai tempat mencatat
nilai yang diperoleh di lapangan.
7. Payung
Paying dalam akuisisi data merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan
alat utama yang tidak tahan panas (sinar matahari) sehingga perlu
pemayungan pada alat utama.
8. GPS dan Kompas
GPS berfungsi untuk pengeplotan titik pengukuran, sementara kompas
dalam penelitian berfungsi sebagai penunjuk dan besar sudut arah lintasan
dari arah utasa magnetik.
11
4.2. Pengolahan Data
4.2.1. Diagram Alir Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data VES diperlukan software Excel, IP2WIN,
dan Golden Stater. Berikut merupakan diagram alirnya :
Mulai
Tinjauan
Pustaka
Data Lapangan
MS Excel
Resistivitas semu
IP2WIN
Pembuatan Grafik
Curve Matching
Golden Stater
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
12
Dalam melakukan sebuah penelitian, haruslah dalam pengolahan data
dilakukan dengan baik, benar, serta tepat. Proses pengolahan data adalah kegiatan
selanjutnya yang dilakukan setelah pengukuran data dilapangan selesai.
Pengolahan data akan menghasilkan data yang dapat diinterpretasi untuk
mengetahui kondisi bawah permukaan. Pengolahan data pada penelitian kali ini
memiliki langkah dan tahapan berupa:
1. Memasukan data hasil akuisisi ke dalam Microsoft Excel, lalu melakukan
pengolahan secara manual untuk mendapatkan nilai tahanan (R), faktor
konfigurasi (K), dan tahanan jenis semu (Ohm.m).
2. Dilakukan proses koreksi atau quality control data dengan proses pergerseran
treadline shifting pada tahanan jenis terkoreksi.
3. Setelah didapatkan nilai tahanan jenis semu terkoreksi /Apparent Resistivity
tadi dilakukan proses inversi pada software IP2WIIN.
4. Melakukan curva matching pada software tersebut dengan metode trial and
error (forward modeling dan invers) sehingga representatif dengan keadaan
bawah permukaan pada titik pengukuran.
5. Kemudian didapatkan hasil data jumlah lapisan yang teridentifikas, serta nilai
kedalaman dan ketebalan lapisan.
6. Selanjutnya membuat penampang menggunakan software golden stater.
Dengan data yang telah didapat dari software IP2WIN berupa jumlah lapisan,
nilai tahanan jenis semu, nilai kedalaman tiap lapisan dan nilai tebal lapisan.
7. Melakukan interpretasi pada hasil profil bawah permukaan.
8. Menarik kesimpulan dari hasil interpretasi.
13
4.3 Interpretasi Data
Interpretasi data dilakukan untuk mengetahui hasil pengolahan data yang
sudah dilakukan. Interpretasi atau pembahasan dilakukan terhadap hasil
pengolahan data berupa kurva serta profil bawah permukaan daerah penelitian.
Melalui interpretasi tersebut, maka target penelitian kali ini yaitu mengetahui jenis
kandungan bawah permukaan daerah penelitian dapat dihasilkan dengan baik.
Untuk menghasilkan interpretasi yang maksimal, maka dapat dilakukan
dengan memperhatikan kondisi geologi daerah penelitian agar kandungan bawah
permukaan sebagai target penelitian dapat mendekati kondisi sebenarnya.
Interpretasi dapat dilakukan untuk mengetahui jenis kandungan bawah permukaan
berupa litologi. Litologi tersebut dapat diketahui dengan cara menyesuaikan nilai
resistivitas yang ada dengan tabel resistivitas batuan untuk mengetahui macam-
macamnya. Tabel yang digunakan untuk interpretasi kali ini yaitu tabel (Agus
Santoso,2015 ) yang menunjukkan jenis batuan berdasarkan nilai resistivitas.
Melalui tabel tersebut, maka ragam jenis litologi bawah permukaan dapat
diketahui.
Tabel 4.1. Tabel Resistivitas Daerah Yogyakarta (Agus Santoso, 2015)
Material Nilai Resistivitas
Air Asin ≤ 4 Ωm
Lepung-pasiran 4 - 10 Ωm
Lempung 10 - 15 Ωm
Pasir-Lempung 15 - 20 Ωm
Batupasir 20 - 50 Ωm
Pasir-kasar 50 - 100 Ωm
Breksi-pasiran 100 - 200 Ωm
Breksi/Gamping 200 - 800 Ωm
14
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Rho dan garis biru merupakan garis curve editing untuk menyelaraskan nilai
resistivitas dan kedalaman garis regresi liniear dengan nilai data Rho.
16
5.2. Profil Bawah Permukaan Lintasan 6
17
Pada profil bawah permukaan lintasan 6 diinterpretasikan terdapat 5t lapisan.
Kedalaman lithologi yang dicapai dari pengolahan metode ini sedalam 47,7 meter
di bawah permukaan. Lapisan pertama memiliki nilai resistivitas ρ= 676 Ωm yang
mempunyai tebal lapisan sebesar 1 m yang diinterpretasikan merupakan lapisan
endapan permukaan (soil), lapisan kedua memiliki nilai resitivitas sebesar ρ= 356
Ωm yang mempunyai tebal lapisan sebesar 1,84 m yang diduga sebagai breksi.
Pada lapisan ketiga memiliki nilai resistivitas sebesar ρ= 356 Ωm dengan tebal
lapisan 1,44 meter. Pada lapisan keempat diduga merupakan akuifer bawah tanah
dangkal yang memiliki nilai resistivitas sebesar ρ= 75,9 Ωm yang mempunyai
tebal lapisan sebesar 6,22 m dengan litologi pasir-kasar. Lapisan tersebut dipisah
karena lapisan tersebut memiliki nilai resistivitas yang berbeda tetapi diduga
merupakan akuifer air tanah dangkal, perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh
kualitas air tanah maupun perbedaan kadar air tanah tersebut di bawah
permukaan. Lapisan tersebut dapat dikatakan memiliki lapisan yang mempunya
nilai porositas yang besar sehingga didalam lapisan tersebut dapat mengalirkan air
tanah dangkal karena high permeability. Lapisan paling bawah yang didapatkan
nilai resistivitas sebesar 1109 Ωm dengan ketebalan mencapai 66.3 meter di
bawah permukaan, lapisan ini diduga merupakan lithologi andesit.
Identifikasi akuifer pada daerah penelitian ini terdapat pada lapisan keempat
dimana litologinya yaitu pasir-kasar dengan ketebalan 6,22 meter. Jika dilihat dari
geologi lokalnya, daerah sleman merupakan derah endapan hasil proses vulkanik
Gunung Merapi. Endapan tersebut dihasilkan dari erupsi gunung berapi yang
mengakibatkan gugurnya material pasir lepas dan abu vulkanik kasar. Hasil dari
kedua endapan itu terdapat dua jenis formasi yaitu formasi Sleman dan
Yogyakarta. Pada identifkasi kali litologi dari akuifer termasuk kedalam formasi
Yogyakarta karena pada formasi ini memiliki litologi sebagian besar didominasi
oleh pasir vulkanik-kasar hingga pasir kerikil. Dari hal tersebut dapat dilihat
bahwa litologi pada formasi Yogyakarta memiliki peran penting sebagai lapisan
pembawa air tanah karena memiliki nilai porositas yang tinggi dan pasir lepas
yang memiliki derajat pembundaran yang maksimal akan memiliki sifat
permeabilitas batuan yang baik, selain faktor dari derajat pembundaran faktor
tekstur kemas yang terbuka dimana butiran dalam batuan tersebut sal tidak saling
18
terkunci atau rapat sehingg dapat menentukan juga batuan tersebut memiliki sifat
permeabilitas baik. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pada daerah “X” ini
memiliki akuifer dengan tipe akuifer dangkal karena terletak pada kedalaman 10
meter dengan ketebalan 6,22 meter dan dilihat dari profil lapisan akuifer ini diapit
oleh batuan beku andesit, dimana batuan beku ini merupakan batuan yang kedap
air atau memiliki sifat impermeabilitas sehingga akuifer pada daerah in memiliki
jenis akuifer tertekan.
19
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data dari setiap hasil yang ada,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Dihasilkan 5 lapisan dengan litologi yang berbeda. Lapisan ini berada
pada daerah Sleman, DIY lapangan “X” dengan litologi soil dengan
ketebalan 1 meter, breksi 1.84 meter, andesit 1.44 meter, pasir-kasar
6.22 meter, dan andesit 37.2 meter.
Tiap lapisan memiliki nilai resistivitas sebesar lapisan pertama 676
Ωm , lapisan kedua 356 Ωm, lapisan ketiga 846 Ωm, lapisan keempat
75,9 Ωm, dan lapisan kelima 1109 Ωm.
Dihasilkan penetrasi kedalaman metode geolistrik Vertical Electrical
Sounding (VES) sebesar 47,7 meter.
Didapatkan letak akuifer dangkal pada kedalaman 10 meter dengan
litologi pasir-kasar dan memiliki jenis akuifer tertekanan karena
penutup atas dan bawahnya batuan andesit.
6.2 Saran
Untuk menghaslkan data yang lebih akurat, diperlukan metode mapping
demi mengetahu persebaran batuan secara lateral.
20
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 4.1. Tabel Resistivitas Daerah Yogyakarta oleh Ir. Agus Santoso, M.Si.2015