Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM GEOLISTRIK

PENDUGAAN LAPISAN AKUIFER DENGAN DATA


RESISTIVITAS MENGGUNAKAN METODE VERTICAL
ELECTRICAL SOUNDING (VES) PADA DAERAH SLEMAN,
YOGYAKARTA

Oleh :
FERDIAN BUDI PRAMUDYA
115.180.009
KELOMPOK 1

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM GEOLISTRIK

PENDUGAAN LAPISAN AKUIFER DENGAN DATA


RESISTIVITAS MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK
VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING (VES) PADA DAERAH
SLEMAN, YOGYAKARTA

Telah dipersiapkan untuk emmenuhi tugas acara Praktikum Geolistrik


Laboratorium Geofisika Eksplorasi dengan judul “Pendugaan Lapisan Akuifer
dengan Data Resistivitas Menggunakan Metode Vertical Electrical Sounding
(VES) Pada Daerah Sleman, Yogyakarta”.

FERDIAN BUDI PRAMUDYA


115.160.009
KELOMPOK 1

Telah diperiksa oleh Tim Asisten


pada tanggal 14 Oktober 2020

Asisten Geolistrik

(Ririn Setyowati)
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.


Segala puji dan syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT.
Karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Geolistrik “Pendugaan Lapisan Akuifer Berdasarkan Data Resistivitas
Menggunakan Metode Geolistrik Vertical Electrical Sounding (VES) Pada Daerah
Sleman, Yogyakarta.” sebagai syarat untuk memenuhi mata kuliah praktikum
geolistrik ini.
Saya ucapkan bayak terimakasih kepada para Asisten Laboratorium
Geolistrik yang telah membagikan ilmunya dan mendampingi saya dalam
pembuatan laporan ini. Dalam penulisan laporan ini juga banyak sekali pihak yang
telah membantu saya selaku penyusun dalam menyusun laporan ini baik moral
maupun materi. Tanpa dukungan dan bantuan dari mereka, laporan ini tidak dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penyusun menyampaikan
banyak terimakasih kepada pihak-pihak tersebut.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna, maka dari
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penyusun.
Akhir kata penyusun mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan semua piak terutama dibidang kebumian
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Jakarta, 13 Oktober 2020

FERDIAN BUDI PRAMUDYA

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................... viii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Geologi Lokal.................................................................................................... 3
2.2 Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 4

BAB III. DASAR TEORI


3.1 Metode Geolistrik.............................................................................................. 5
3.2 Konfigurasi Schlumberger ................................................................................ 7

BAB IV. METODOLOGI


4.1 Akuisisi Data ................................................................................................... 10
4.2 Pengolahan Data.............................................................................................. 12
4.3. Interpretasi Data ............................................................................................. 13

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Hasil Curve-Matching Bentangan 1 ................................................................ 15
5.2 Profil Bawah Permukaan Bentangan 1 ........................................................... 18

iii
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 21
6.2 Saran ................................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Rangkaian elektroda Konfigurasi Schlumberger ................................7


Gambar 3.1 Siklus Elektrik Determinasi Resistivitas dan Lapangan Elektrik
Untuk Stratum Homogeneus permukaan bawah tanah .......................9
Gambar 3.2 Titik sounding konfigurasi Schlumberger ..........................................9
Gambar 4.1 Peralatan Akuisisi Data.....................................................................10
Gambar 4.2 Titik Diagram Alir Pengolahan Data ................................................12
Gambar 5.1 Curve Matching Bentangan 1 ...........................................................15
Gambar 5.2 Profil Bawah Permukaan Bentangan 1 ...............................................9

v
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Tabel Resistivitas Daerah Yogyakarta oleh Ir. Agus Santoso, M.Si .. 16

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Resistivitas


Lampiran 2. Lembar Konsultasi

vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Nama
VES : Vertical Electrical Sounding
mV : millivolt
mA : miliAmpere

Lambang
Ω :Ohm
Ρ : resistivitas (Ω.m)
K : factor geometric konfigurasi
Π : phi (konstanta 22/7 atau 3.14)
V : data potensial (mV)
I : arus listrik (mA)
R : hambatan (Ω)

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan yang
mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara mempelajari sifat kelistrikan
bumi di dalam batuan di bawah permukaan bumi (Santoso, 2002). Metode geolistrik
dibagi menjadi 2 berdasarkan sumbernya yaitu metode pasif (sumber berasal dari
alam) dan metode aktif (sumber berasal dari menginjeksikan arus listrik) dimana
termasuk didalamnya metode self potential, metode induced polarization, dan
metode resistivitas.
Pada penelitian kali ini akan terfokus dalam membahas metode schlumberger.
Metode schlumberger atau VES (Vertical Electrical Sounding) merupakan salah
satu bagian dari metode geolistrik yang digunakan untuk menyelidiki struktur
bawah permukaan berdasarkan perbedaan nilai resistivitas pada batuan secara
vertikal. Metode ini biasa digunakan untuk mengidentifikasi endapan mineral,
panas bumi (geothermal), dan pencarian akuifer air tanah. Pada penelitian kali ini
penggunaan metode schlumberger atau VES untuk mencari target penelitian berupa
pendugaan lapisan akuifer air tanah pada daerah penelitian secara vertikal dengan
melihat kontras lapisan-lapisan berdasarkan nilai resistivitasnya.
Pada penelitian kali ini dilakukan 3 tahap kegiatan yaitu akuisisi data,
pengolahan data, dan interpretasi data. Pada akuisisi data dilakukan dengan cara
menginjeksikan arus yang akan menimbulkan potensial listrik pada bawah
permukaan yang kemudian akan diketahui besar arus serta nilai dari beda potensial
arus yang mengenai medium pada bawah permukaan, nilai ini akan digunakan
untuk mendapatkan nilai resisitivitas batuan dibawah permukaan. Kemudian data
yang didapatkan pada tahap akuisisi diolah untuk dengan metode curve matching
untuk mengetahui informasi banyaknya lapisan, batas atas dan batas bawah lapisan,
nilai resistivitas, nilai h dan litologi yang kemudian di interpretasikan berdasarkan
kondisi geologi pada daerah penelitian. Dari hasil yang didapat kemudian dibuat
profil penampang bawah permukaan yang beguna untuk visualisasi data dan
menggambarkan daerah geologi daerah penelitian untuk mengetahui target

1
penelitian kali ini yaitu lapisan akuifer. Nantinya apabila penelitian kali ini
membuahkan hasil kedepannya dapat implikasikan kepada masyarakat akan adanya
sumber air agar nantinya dapat menjadi hal yang mencukupi ketersediaan air tanah
pada daerah penelitian.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami
konsep dasar pengolahan data dalam metode geolistrik yaitu metode Vertical
Electrical Sounding (VES), memahami cara pembuatan grafik curve matching pada
software IPI2WIN dan memahami cara menginterpretasikannya. Serta memahami
cara pembuatan peta penampang bawah permukaan dengan menggunakan software
Strater 5.
Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah agar dapat melakukan pembuatan
grafif curve matching pada software IPI2WIN. Pembuatan peta penampang bawah
permukaan dengan menggunakan software Strater 5. Serta dapat melakukan
interpretasi dari kedua data tersebut sehingga dapat diketahui target penelitian kali
ini yaitu lapisan akuifer air tanah pada daerah penelitian.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Lokal


Keadaan tanah Kabupaten Sleman di bagian selatan relatif datar kecuali
daerah perbukitan dibagian tenggara Kecamatan Prambanan dan sebagian di
Kecamatan Gamping, makin ke utara relatif miring dan dibagian utara sekitar
Lereng Merapi relative terjal serta terdapat sekitar 100 sumber mata air. Hampir
setengah dari luas wilayah merupakan tanah pertanian yang subur dengan didukung
irigasi teknis di bagian barat dan selatan. Topografi dapat dibedakan atas dasar
ketinggian tempat dan kemiringan lahan (lereng). Kondisi geologi di Kabupaten
Sleman didominasi dari keberadaan gunung Merapi. Formasi geologi dibedakan
menjadi endapan vulkanik, sedimen, dan batuan terobosan, dengan endapan
vulkanik mewakili lebih dari 90% luas wilayah. Material vulkanik gunung Merapi
yang berfungsi sebagai lapisan pembawa air tanah (akuifer) yang sudah terurai
menjadi material pasir vulkanik, yang sebagian besar merupakan bagian dari
endapan vulkanik Merapi muda. Material vulkanik Merapi muda ini dibedakan
menjadi 2 unit formasi geologi yaitu formasi Sleman (lebih di dominasi oleh
endapan piroklastik halus dan tufa) di bagian bawah dan formasi Yogyakarta (lebih
di dominasi oleh pasir vulkanik berbutir kasar hingga pasir berkerikil) di bagian
atas. Formasi Yogyakarta dan formasi Sleman ini berfungsi sebagai lapisan
pembawa air utama yang sangat potensial dan membentuk satu sistem akifer yang
di sebut Sistem Akifer Merapi (SAM). Sistem akifer tersebut menerus dari utara ke
selatan dan secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman, Kota
Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Jenis tanah di Kabupaten Sleman terbagi
menjadi litosol, regusol, grumusol, dan mediteran. Sebagian besar di wilayah
Sleman didominasi jenis tanah regusol sebesar 49.262 ha (85,69%), mediteran
3.851 ha (6,69%), litosol 2.317 ha (4,03%), dan grumusol 1.746 ha (3,03%)
(Bronto,2014).

3
2.2 Penelitian Tedahulu
“Karakteristik Airtanah Daerah Umbulharjo Kecamatan
Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan Metode Slug Test Dan Vertical Electrical Sounding
(VES)”

Daerah Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah


Istimewa Yogyakarta memiliki potensi untuk dijadikan kawasan pemukiman
ataupun industri domestik dan salah satu aspek terpenting adalah air. Air
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan, dikarenakan
seluruh makhluk hidup membutuhkan air untuk mempertahankan hidup. Sumber
alternatif untuk memenuhi kebutuhan air bersih salah satunya adalah airtanah.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik airtanah di daerah
penelitian. Karakteristik tersebut meliputi nilai permeabilitas (K), transmisivitas (T)
dan debit airtanah (Q) serta didukung dengan data geolistrik dalam rangka
memahami potensi airtanah daerah penelitian sebagai evaluasi pengembangan
wilayah daerah ini. Metode yang digunakan yaitu slug test pada sumur gali
sedangkan debit airtanah dihitung dengan metode Darcy dan Vertical Electrical
Sounding (VES) diolah menggunakan program IPI2Win. Pengambilan data
sounding geolistrik tersebar sebanyak 4 titik di daerah penelitian. Berdasarkan
pengamatan di lapangan dan hasil yang diperoleh dari daerah penelitian material
penyusun di dominasi oleh batupasir dengan ketebalan rata – rata akuifer 7,5 meter.
Nilai permeabilitas adalah 2,47 m/hari, volume air yang tersedia sebanyak 487,5
m3 . Nilai transmivitas (T) adalah 18,5 m²/hari. Debit airtanah yang dihasilkan
sebesar 8,02 m3 /hari. Nilai permeabilitas dan debit tergolong kecil kondisi tersebut
dipengaruhi oleh faktor litologi penyusun berupa berupa pasir, krikil, krakal, dan
bongkah yang dapat dilihat dari data geolistrik nilai dominan tahan jenis dari titik
1 sampai 4 menunjukan kisaran angka antara 200 - 6000 Ωm yang mengindikasikan
bahwa wilayah ini tidak terdeteksi adanya sumber airtanah, sehingga dapat
dikatakan potensi airtanahnya rendah.

4
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Metode Geolistrik


Tujuan dari survei Geolistrik adalah untuk menentukan distribusi resistivitas
bawah permukaan dengan melakukan pengukuran di permukaan tanah. Dari
pengukuran tersebut, resistivitas sebenarnya di bawah permukaan bumi dapat
diperkirakan. Resistivitas tanah berkaitan dengan berbagai parameter geologi
seperti mineral dan konten fluida, porositas dan derajat kejenuhan air di batuan.
Survei resistivitas listrik telah digunakan selama beberapa dekade di
hidrogeological, pertambangan, dan investigasi geothecnical. Baru-baru ini, telah
digunakan untuk survei lingkungan. ( Dr. M. H. Loke, 1996-2004).
3.1.1. Geolistrik yang bersifat aktif
Geolistrik dimana energi yang dibutuhkan ada, akibat penginjeksian arus ke
dalam bumi terlebih dahulu oleh elektroda arus. Geolistrik jenis ini ada dua metode,
yaitu metode Resistivitas (Resistivity) dan Polarisasi Terimbas (Induce
Polarization).
Yang akan dibahas lebih lanjut adalah geolistrik yang bersifat aktif. Metode
yang diuraikan ini dikenal dengan nama geolistrik tahanan jenis atau disebut dengan
metode Resistivitas (Resistivity).
Tiap-tiap media mempunyai respon sifat yang berbeda terhadap aliran listrik
yang melaluinya, hal ini tergantung pada tahanan jenis yang dimiliki oleh masing-
masing media. Pada metode ini, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua
buah elektroda arus dan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua buah
elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap
jarak elektroda berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis
masing-masing lapisan bawah permukaan bumi, dibawah titik ukur (Sounding
Point).
Metode ini lebih efektif bila dipakai untuk eksplorasi yang sifatnya relatif
dangkal. Metode ini jarang memberikan informasi lapisan kedalaman yang lebih
dari 1000 atau 1500 feet. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk
eksplorasi hidrokarbon, tetapi lebih banyak digunakan untuk bidang engineering

5
geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoar air,
eksplorasi geothermal, dan juga untuk geofisika lingkungan.
Jadi metode resistivitas ini mempelajari tentang perbedaan resistivitas batuan
dengan cara menentukan perubahan resistivitas terhadap kedalaman. Setiap
medium pada dasarnya memiliki sifat kelistrikan yang dipengaruhi oleh batuan
penyusun/komposisi mineral, homogenitas batuan, kandungan mineral, kandungan
air, permeabilitas, tekstur, suhu, dan umur geologi. Beberapa sifat kelistrikan ini
adalah potensial listrik dan resistivitas listrik.

3.1.2. Metode Resistivitas


Metode Resistivitas adalah salah satu dari metode geolistrik yang digunakan
untuk menyelidiki struktur bawah permukaan berdasarkan perbedaan resistivitas
batuan. Dasar dari metode resistivitas adalah hukum ohm yaitu dengan cara
mengalirkan arus kedalam bumi melalui elektroda arus dan mengukur potensialnya
di permukaan bumi dengan menggunakan elektroda potensial (Telford dkk, 1976).
Metode resistivitas merupakan salah satu metode geolistrik yang bersifat aktif
dimana energi yang dibutuhkan diperoleh dari penginjeksian arus ke dalam bumi
terlebih dahulu. Metode ini bertujuan untuk identifikasi endapan mineral, panas
bumi (geothermal), batubara serta pencarian akuifer air tanah.
Resistivitas atau tahanan jenis suatu bahan adalah besaran atau parameter
yang menunjukan tingkat hambatannya terhadap arus listrik. Bahan yang
mempunyai nilai resistivitas atau tahanan jenisnya makin besar, berarti semakin
sukar untuk dilalui oleh arus listrik.
Nilai dari hambatan dideskripsikan sebagai tahanan jenis dengan satuan ohm
meter (Ω-m). Dan besaran dari tahanan jenis ini merupakan besaran yang menjadi
target utama dalam pengukuran geolistrik.
Teori dasar dari metode resistivitas adalah Hukum Ohm, yaitu hubungan
antara arus yang dialirkan dan beda potensial yang terukur.
Hubungannya adalah sebagai berikut (Telford, 1976):
R : V/I (2.1)
Keterangan :
R : tahanan (Ohm-meter)
V : tegangan (mV)

6
I : kuat arus (mA)

3.2. Konfigurasi Schlumberger


Prinsip konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya,
sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan
kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relative besar maka jarak MN
hendaknya dirubah. Dimana perubahannya itu tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB
seperti pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Rangkaian elektroda Konfigurasi Schlumberger

Keterangan : R1 = R4
Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger adalah pembacaan tegangan pada
elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relative jauh,
sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik High
Impedance dengan mengatur tegangan minimal 4 digit atau 2 digit dibelakang
koma, atau dengan cara peralatan arus yang memepunyai tegangan listrik DC yang
sangat tinggi.
Keunggulan konfigurasi schlumberger adalah kemampuan untuk mendeteksi
adanya sifat tidak homogen lapisan batuan pada permukaan yaitu membandingkan
nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2 (Anonim,
2007a)
Parameter yang diukur yaitu : jarak antar stasiun dengan elektroda- elektroda
(AB/2 dan MN/2), arus (I), dan beda potensial (ΔV). Parameter yang dihitung yaitu
: tahanan jenis(R) dan factor Geometri (k).(Asisten Geofisika, 2006). Factor
geometri (k) dapat dicari dengan rumus :

7
(2.2)

(2.3)

(2.4)

(2.5)
Secara umum faktor geometri untuk konfigurasi Schlumberger adalah
sebagai berikut :

(2.6)
Dimana :
ρ : Resistivitas Semu
0 : Titik yang diukur secara sounding
AB : Spasi Elektroda Arus (m)
MN : Spasi Elektroda Potensial (m), dengan syarat bahwa MN < 1/5 AB
(menurut Schlumberger)
k : Faktor Geometri
Berdasarkan Sunaryo, dkk (2003) resistivitas semu (ρa) pada pengukuran
resistivitas secara umum adalah dengan cara menginjeksikan arus kedalam tanah
melalui 2 elektroda arus (C1 dan C2). Dan mengukur hasil beda potensial yang
ditimbulkannya pada 2 elektroda potensial (P1 dan P2). Dari data harga arus (I) dan
beda potensial (V), dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρa) sebagai berikut :

(2.7)
Resistivitas ditentukan dari suatu tahanan jenis semu yang dihitung dari
pengukuran perbedaan potensi antar elektroda yang ditempatkan dibawah
permukaan. Pengukuran suatu beda potensial antara dua elektroda seperti pada
gambar dibawah ini sebagai hasil dua elektroda lain pada titik C yaitu tahanan jenis
dibawah permukaan tanah dibawah elektroda (Todd.D.K.1959).

8
Gambar 3.2. Siklus Elektrik Determinasi Resistivitas dan Lapangan Elektrik Untuk
Stratum Homogeneus permukaan bawah tanah. (Todd, D.K, 1959)

Titik pengukuran konfigurasi Schlumberger dapat dilihat pada gambar


berikut ini :

Gambar 3.3. Titik sounding konfigurasi Schlumberger

9
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Akuisisi Data

Gambar 4.1. Peralatan akuisisi data

Pada saat melakukan suatu pengukuran diperlukan beberapa instrumen untuk


membantu dalam mendapatkan data, instrumen-instrumen tersebut adalah:
1) Resisty Meter (Naniura)
Naniura merupakan salah satu dari alat geolistrik. Alat ini merupakan sebuah
pengirim arus searah atau bolak-balik, jika arus bolak-balik dengan frekuensi
maksimum 30 Hz. Sumber arus disesuaikan dengan kebutuhan, dan ketelitian
pembacaan alat minimal 1 mA dengan sumber arus yang cukup. Pengukuran
dengan sumber arus searah sebaiknya elektrode yang tidak berpolarisasi untuk
elektrode potensial.
2) Elektroda
Elektroda ini digunakan untuk menginjeksikan arus ke dalam permukaan bumi
untuk mendapatkan nilai Tegangan (Potential) serta arus listrik (Current),
elektroda ini sendiri terdiri dari elektroda potensial atau elektroda P dan
elektroda arus atau elektroda C.
3) Kabel

10
Kabel ini berfungsi sebagai penghubung antara Resisty Meter (Naniura) dan
elektroda arus serta aelektroda potensial. Biasanya menggunakan 2 roll kabel,
dimana masing-masing digunakan pada bentangan yang berbeda.
4) Accu
Digunakan sebagai sumber listrik yang akan diinjeksikan kedalaman tanah.
Accu yang digunakan memiliki tegangan 12V. Accu ini berfungsi sebagai daya
energi untuk menghidupkan alat
5) Meteran
Meteran digunakan untuk membentangkan lintasan dengan panjang yang telah
ditentukan. Selain itu meteran juga berguna untuk mempermudah mencari titik
perpindahan elektroda
6) Palu
Merupakan alat yang berguna untuk menancapkan elektroda ke dalam tanah.
7) Tabel data
Digunakan untuk mencatat hasil pengukuran yang telah dilakukan.

11
4.2. Pengolahan Data
Berikut merupakan tahapan-tahapan dalam pengolahan metode Vertical
Electrical Sounding (VES)

Gambar 4.4. Diagram Alir Pengolahan Data

12
1. Data lapangan yang berupa AB (Jarak antar elektroda arus), MN (Jarak antar
elektroda potensial, V (Tegangan) dan (I dimasukan kedalam Microsoft Excel
dan dilakukan perhitungan untuk mencari nilai R , K serta rho. Dimana nilai
Rho terlebih dahulu dilakukan pengikatan (shifting) untuk mendapatkan nilai
true rho atau true resistivity
2. Setelah selesai kemudian masuk ke dalam Software IP2WIN dengan melakukan
input data dari Microsoft excel berupa AB/2 dimana niilai AB dibagi 2 karena
jarak yang dimasukan merupakan jarak yang berada pada sebuah datum yang
berada di tengah-tengah nilai AB, kemudian nilai MN dan Rho.
3. Setelah itu akan muncul Curve Matching atau pencocokan data, dimana
melakukan pergeseran data hasil inversi agar sesuai dengan data hasil
pengukuran dengan mempertimbangkan kedalaman, nilai resistivitas dan batas
nilai error maksimal 30%, apabila sudah dirasa cocok maka hasil nilai curva
matching berada di lembar disamping lembar kerja.
4. Setelah itu data hasil dari curva matching terlebih dahulu dibuat format pada
software microsoft excel seperti hole id, from and to, litologi, dan nilai h.
Setelah itu dilakukan permodelan dengan Software Strater membuat profil
penampang bawah permukaan yang menunjukan informasi litologi berdasarkan
nilai resistivitasnya.
5. Melakukan pembahasan berdasarkan profil yang didapatkan dan kemudian
menarik kesimpulan.

4.3. Interpretasi Data


Dalam meninterpretasi data yang telah diolah pada tahap pengolahan dilakukan
dengan cara menginterpretasi secara kuantitatif dan kualitatif, dimana pada
kuantitatif interpretasinya menyingungg aspek-aspek yang ditampilkan seperti nilai
resistivitas, nilai kedalaman, warna, peta, skala dll, serta definisi, dan cara
pengolahan juga sampaikan dalam pembahasan. Dalam pembahasan kualitatif
interpretasinya menyinggung sifat material atu lapisan berdasarkan nilai resistifitas
yang disertai dengan data pendukung seperti tabel resisitivitas, membahas tentang
aspek geologinya juga seperti litologi daerah penelitian, kondisi porositasnya
apakah baik atau buruk, serta permeabilitasnya.

13
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Curve-Matching Bentangan 1

Gambar 5. 1 Curve Matching Bentangan 1

Pada Gambar 5.1 merupakan grafik curve matching pada bentangan 1, dimana
curve macthing merupakan proses pencocokan data dengan menggunakan kurva
sebagai medianya. Grafik curve matching ini didapat dari pengolahan data akuisisi
dimana pada penelitian kali ini menggunakan data sintetik yang diolah dengan
menggunakan software microsoft excel. Pada proses curve matching ini dilakukan
dengan cara memasukan tiga komponen, yaitu AB (jarak antar elektroda arus) yang
dimana disesuaikan dengan datum pengukuran yang berada di tengah-tengah AB
sehingga dalam pengolahan harus dibagi 2 untuk mengetahui faktor geometrinya,
MN (jarak antar elektroda potensial), dan nilai resistivity pada software IPI2WIN.
Dari tampilan grafik yang disajikan terdapat 3 buah kurva yang berbeda warna
dan berbeda juga fungsinya serta titik-titik yang berada di sekitar kurva berwarna
hitam. Pada kurva yang berwarna hitam merupakan kurva hasil pengukuran data,
kurva merah merupakan kurva hasil inversi yang berguna untuk menentukan true
resistivity, kurva biru merupakan hasil dari pencocokan data yang dimana data yang
didapat ditampilkan lembar yang berada disamping lembar kerja, dan untuk titik-
titik yang berada di sekitar kurva wana hitam merupakan titik pengukuran pada
kegiatan akuisisi data.
Pada grafik curve matching juga dapat dilihat bahwa pada kurva biru dapat
diketahui bahwa terdapat komponen X yang berupa nilai kedalaman dan komponen

14
Y berupa true resistivity. Selain itu pada kurva biru terdapat asumsi bahwa dalam
sekali pembelokan kurva melambangkan satu lapisan, sementara terdapat 4
pembelokan kurva yang ditandai dengan oval berwarna kuning yang dapat
diinterpretasi bahwa terdapat 4 lapisan. Dari grafik pencocokan kurva didapatkan
informasi kedalaman sedalam 64.6 meter yang terdiri dari 4 lapisan. Pada lapisan
satu didapat nilai resistivitas sebesar 184 ohm.meter yang merupakan resistivitas
sedang dan terdapat kedalaman 1,09 meter, pada lapisan kedua didapat nilai
resistivitas sebesar 769 ohm.meter yang merupakan resistivitas tinggi dengan
kedalaman 2,54 meter, pada lapisan ketiga memiliki nilai resistivitas 76.,9
ohm.meter yang merupakan resistivitas rendah dengan kedalaman 12,3 meter, dan
pada lapisan keempat memiliki nilai 8,15 ohm.meter yang merupakan resistivitas
rendah dengan kedalaman 64,6 meter. Pada proses pencocokan kurva ini memiliki
nilai error 29,7% dimana batas maksimal error berada di nilai 30%.
Jika dilihat pada grafik pada grafik dengan didapatnya informasi berupa nilai
resistivitas dan kedalaman kita juga dapat mengetahui litologi dan ketebalan dari
suatu lapisan. Pada lapisan satu dapat diidentifikasi sebagai lapisan breksi-pasiran
hal ini mengacu pada tabel resistivitas daerah Yogyakarta oleh Bapak Agus Santoso
yang menyatakan range nilai resistivitas 100 – 200 ohm.meter merupakan litologi
breksi-pasiran. Pada lapisan kedua dapat diidentifikasi sebagai batu breksi hal ini
mengacu pada tabel resistivitas daerah Yogyakarta yang menyatakan range nilai
resistivitas 200 – 800 ohm.meter merupakan litologi breksi. Pada lapisan ketiga
diidentifikasi sebagai sebagai pasir-kasar hal ini juga mengacu pada tabel
resistivitas daerah Yogyakarta yang menyatakan range nilai resistivitas 50 – 100
ohm.meter merupakan litologi pasir-kasar. Serta pada lapisan keempat
diidentifikasi sebagai lempung-pasiran hal ini mengacu pada tabel resistivitas
daerah Yogyakarta yang menyatakan range nilai resistivitas 4 - 10 ohm.meter
merupakan litologi lempung-pasiran.

15
Tabel 5.1. Tabel Resistivitas Daerah Yogyakarta oleh Ir. Agus Santoso, M.Si

Material Nilai Resistivitas


Air Asin ≤ 4 Ωm
Lepung-pasiran 4 - 10 Ωm
Lempung 10 - 15 Ωm
Pasir-Lempung 15 - 20 Ωm
Batupasir 20 - 50 Ωm
Pasir-kasar 50 - 100 Ωm
Breksi-pasiran 100 - 200 Ωm
Breksi/Gamping 200 - 800 Ωm

Batuan Beku Andesit ≥ 800 Ωm

Material yang memiliki nilai resistivitas yang cukup rendah menyebabkan


lapisan tersebut bersifat konduktif, sebaliknya pada material yang memiliki nilai
resistivitas yang tinggi maka material tersebut bersifat resistif. Salah satu faktor
yang menyebabkan suatu material bersifat konduktif atau resistif ialah kandungan
air terdapat pada pori-pori batuan atau dapat dikatatakan faktor porositas
mempengaruhi nilai resistivitas. Karena batuan yang memiliki porositas besar maka
air akan masuk ke pori-pori batuan dan terjebak didalamnya, namun apabila
porositasnya buruk maka air sukar untuk masuk kedalam pori-pori batuan.
Sehingga pada penelitian kali ini pada lapisan ketiga yaitu pasir-kasar yang
merupakan lapisan yang konduktif dikarenakan porositasnya yang bagus terhimpit
oleh dua lapisan yang memiliki yang sukar dilewati air yaitu lapisan kedua yang
berada diatasnya yaitu breksi yang memiliki porositas buruk dan permeabilitas
buruk dikarenakan nilai resistivitas nya yang tinggi dan lempung-pasiran yang
berada dibawahnya yang memiliki porositas baik namun memiliki permeabilitas
yang buruk tetapi tidak semua lempung sulit meloloskan air adajuga yang dapat
meloloskan air tetapi sulit mengalirkan air kelapisan bawahnya, maka air tanah
yang terjebak pada lapisan pasir kasar akan terakumulasi dan akan menimbulkan
adanya akuifer pada daerah tersebut yang bersifat tertekan oleh adanya batuan yang
sukar dilewati air seperti breksi yang memiliki nilai resistivitas yang tinggi sehingga
memiliki porositas yang buruk serta permeabilitas yang buruk. Dengan Kedalaman
dan ketebalan sebesar 12,3 meter pada lapisan pasir-kasar membuat akuifer tanah

16
termasuk dangkal sehingga dapat eksplorasi tetapi mungkin saja debit air nya yang
terbatas.

5.2 Profil Bawah Permukaan Bentangan 1

Gambar 5.2. Profil Bawah Permukaan Bentangan 1

Pada Gambar 5.2. Merupakan peta penampang profil bawah permukaan


pada bentangan 1. Peta ini dibuat dengan memasukan data hasil pengolahan dari
software IP2WIN yang meliputi hole id (jumlah lapisan), from and to dimana ini
merupakan data dari kedalaman yang dibuat menjadi batas atas dan batas bawah
lapisan, litologi batuan yang telah disesuaikan dengan nilai resistivitas serta geologi
setempat, nilai resistivitas, dan nilai h pada software strater 5. Pembuatan peta ini
memiliki skala 1 : 100 yang menggambarkan pada 1cm dipeta merupakan 100cm
dikeadaan sebenarnya. Peta profil bawah permukaan ini merupakan peta yang
menggambarkan lapisan-lapisan yang terdapat dibawah permukaan pada lokasi
penelitian.

17
Pada peta profil bawah permukaan terdiri dari satu data sumur yang sama
namun divisualisasikan menjadi dua data yang berbeda, dimana pada sumur A
merupakan sumur litologi menampilkan litologi dari lapisan-lapisan yang terdapat
dibawah permukaan pada lokasi penelitian, sedangkan pada sumur B merupakan
sumur zone bar yang menampilkan resistivitas dari lapisan-lapisan yang terdapat
dibawah permukaan pada daerah penelitian. Jika dilihat pada peta, kedalaman yang
terdapat dibawah permukaan setelah melalui proses curva matching pada software
IP2Win sedalam 64.6meter. Jika dilihat pada legenda peta lapisan tertua merupakan
lapisan lempung-pasiran yang ditandai dengan warna hijau yang bercorak garis
putus-putus dan pada keterangan resistivitas ditandai dengan warna ungu kebiruan
dengan memiliki nilai resistivitas sebesar 8,15 ohm.meter tergolong resistivitas
rendah dengan kedalaman 64,6 meter, diatas nya terendapkan lapisan ketiga yaitu
lapisan pasir-kasar yang ditandai dengan warna kuning dengan corak bulat hitam
dan pada keterangan resistivitas ditandai dengan warna hijau telur asin dengan
memiliki nilai resistivitas sebesar 76,9 tergolong dengan resistivitas sedang dengan
kedalaman 12,3 meter, diatasnya lagi tertutup oleh lapisan breksi yang ditandai
dengan warna jingga dengan corak segitiga dimana pada keterangan resisitivitas
meiliki warna merah muda yang memiliki nilai resistivitas 769 ohm.meter
tergolong resistivitas tinggi dengan kedalaman 2,45 meter, dan paling atas ditutup
dengan lapisan breksi-pasiran yang ditandai dengan warna jingga dengan corak
segitiga dan terdapat titik-titik hitam sedangkan pada keterangan resistivitas
ditandai dengan warna biru tua dengan nilai resistivitas 184 ohm.meter tergolong
resistivitas tinggi dengan kedalaman 1,09 meter.
Material yang memiliki nilai resistivitas yang cukup rendah menyebabkan
lapisan tersebut bersifat konduktif, sebaliknya pada material yang memiliki nilai
resistivitas yang tinggi maka material tersebut bersifat resistif. Salah satu faktor
yang menyebabkan suatu material bersifat konduktif atau resistif ialah kandungan
air terdapat pada pori-pori batuan atau dapat dikatatakan faktor porositas
mempengaruhi nilai resistivitas. Karena batuan yang memiliki porositas besar maka
air akan masuk ke pori-pori batuan dan terjebak didalamnya, namun apabila
porositasnya buruk maka air sukar untuk masuk kedalam pori-pori batuan.
Sehingga pada penelitian kali ini pada lapisan ketiga yaitu pasir-kasar yang

18
merupakan lapisan yang konduktif dikarenakan porositasnya yang bagus terhimpit
oleh dua lapisan yang memiliki yang sukar dilewati air yaitu lapisan kedua yang
berada diatasnya yaitu breksi yang memiliki porositas buruk dan permeabilitas
buruk dikarenakan nilai resistivitas nya yang tinggi dan lempung-pasiran yang
berada dibawahnya yang memiliki porositas baik namun memiliki permeabilitas
yang buruk tetapi tidak semua lempung sulit meloloskan air adajuga yang dapat
meloloskan air tetapi sulit mengalirkan air kelapisan bawahnya, maka air tanah
yang terjebak pada lapisan pasir kasar akan terakumulasi dan akan menimbulkan
adanya akuifer pada daerah tersebut yang bersifat tertekan oleh adanya batuan yang
sukar dilewati air seperti breksi yang memiliki nilai resistivitas yang tinggi sehingga
memiliki porositas yang buruk serta permeabilitas yang buruk. Dengan Kedalaman
dan ketebalan sebesar 12,3 meter pada lapisan pasir-kasar membuat akuifer tanah
termasuk dangkal sehingga dapat eksplorasi tetapi mungkin saja debit air nya yang
terbatas.

19
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari penelitian kali ini dengan menggunakan metode Vertical Electrical
Sounding (VES) dapat ditarik kesimpulan: Telah melakukan berhasil melakukan
pengolahan metode VES
• Telah berhasil melakukan pembuatan grafik curve matching dan
menginterpretasikannya.
• Telah berhasil membuat peta profil bawah permukaan dan
menginterpretasikannya.
• Pengolahan data pada curva matching perlu diperhatikan aspek kedalaman dan
nilai resistivitas yang telah disesuaikan dengan litologi batuan daerah
penelitian, dan juga memantau nilai error.
• Dari grafik pencocokan kurva didapatkan informasi kedalaman sedalam 64.6
meter yang terdiri dari 4 lapisan dengan nilai resistivitas masing masing, 184
ohm.meter, 769 ohm.meter, 76,9 ohm.meter, dan 8,15 ohm.meter dengan
litologi breksi-pasiran, breksi, pasir-kasar, dan lempung-pasiran
• Posisi akuifer berada pada lapisan ketiga yang merupakan lapisan pasir-kasar
dan dengan kedalaman dan ketebalan 12,3 meter membuat lapisan ini dapat di
eksplorasi namun mungkin debit airnya terbatas.

6.2 Saran
Pada penelitian kali ini diperlukan kemampuan dalam pendugaan pada saat
melakukan curve matching karena pada proses ini memerlukan konsep trial and
error. Memperbanyak latihan agar dapat terbiasa dengan konsep trial and error.
Dalam melakukan interpretasi dibarengi dengan studi literatur agar interpretasinya
akurat. Desain yang dihasilkan diusahakan menggambarkan kondisi sebenarnya
dari daerah penelitian maka dari itu diperlukan data pendukung.

20
DAFTAR PUSTAKA

Boulom, J., Putra, D. P. E., dan Wilopo, W., 2013. Chemical Composition and
Hydraulic Connectivity of Springs in The Southern Slope of Merapi
Volcano: J. SE Asian Appl. Geol., Jan–Jun 2013, Vol. 6(1)., 11.
Bronto, Sutikno, dkk.Longsoran Raksasa Gunung Api Merapi Yogyakarta – Jawa
Tengah Gigantic Landslides Of Merapi Volcano, Yogyakarta – Central
Java. J.G.S.M. Vol. 15 No. 4 November 2014 Hal. 165 – 183
Fatmawati, F., Fachiroh, J., Sutomo, A, H., dan Putra, D.P.E., 2018. Origin and
Distribution of Nitrate in Water Well of Settlement Areas in Yogyakarta,
Indonesia, Enviromental Monitoring Assessment Journal, Vol.190.
Springer.
Febriani,Yeza & Sohibun. Aplikasi Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger
untuk Mengidentifikasi Lapisan Air Tanah di Desa Ulak Patian Rokan
Hulu Riau. Jurnal Fisika Flux Volume 16, Nomor 1, Februari 2019.54-60
Hendrayana, H., 1993. Hydrogeologie und Grundwassergewinnung im
YogyakartaBecken, Indonesien, Dissertation, RWTHAachen.
Hendrayana, Heru Dan Budiarjo . Analisis Geometri Dan Konfigurasi Sistem
Akuifer Air Tanah Berdasarkan Data Geofisika Di Kabupaten Sleman
Bagian Timur. Jurnal Fisika Indonesia. May 2020. 23(1):7. 8-14
Husein, S., dan Srijono, 2009. Peta Geomorfologi Daerah Istimewa Yogyakarta:
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
(UGM), Yogyakarta, Skala 1:25.000, 1 lembar.
McDonald dan Partners, 1984. Greater Yogyakarta Groundwater Resources Study
Volume 3: Directorate General of Water Resources Development Project
(P2AT), Ministry of Public Works, Government of the Republic of
Indonesia, 116 p.
Putra, D. P. E., 2010. The Impact of Urbanization on Groundwater Quality; A Case
Study in Yogyakarta City – Indonesia, Mitteilungen zur Ingenieurgeologie
und Hydrogeologie,
Wijaya, Lean 1 , Budi Legowo 2 , Ari Handono Ramelan. Identifikasi Pencemaran
Air Tanah Dengan Metode Geolistrik Di Wilayah Ngringo Jaten
Karanganyar Prosiding Seminar Nasional Ke-15 Teknologi Dan
Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN : 0854 - 2910 Surakarta,
17 Oktober 2009
Rahardjo W, Sukandarrumidi, dan Rosidi HMD, 1977. Geological map of the
Yogyakarta quadrangle, Java. Geological Survey ofIndonesia, Ministry of
Mines, Jakarta.,
Santoso, Agus. 2017. Penentuan Pusat Erupsi Gunung Api Purba Berdasarkan
Metode Gravitasi, Geomagnetik Dan Geolistrik Di Daerah Gunungkidul
Dan Sekitarnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi Universitas
Gadjah Mada.
Sudarmadji, 1991. Agihan geografi sifat kimiawi airtanah bebas di Kotamadya
Yogyakarta, disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Reynolds, J.M., 2005, Principles Of Applied Geophysics. Cambridge University
Press, Cambridge. Telford, M.W., Geldart, L.P., Sheriff, R.E., Dan Keys,
D.A., 1990, Applied Geophysics, Cambridge Univ Press
Wahyuni, Sri , Gusfan Halik, Wiwik Yunarni dan M. Riduwan. Identifikasi Potensi
Air Tanah Menggunakan Uji Resistivity Ves (Vertical Electrical
Sounding). Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Infrastruktur – I Jurusan
Teknik Sipil Universitas Jember, 30 Oktober 2017
Sedana, D., As’ari, A., & Tanauma, A. (2015). Pemetaan akuifer air tanah di
jalan ringroad kelurahan malendeng dengan menggunakan metode
geolistrik tahanan jenis. Jurnal ilmiah sains, 15(2), 33-37.
Telford, W. M. Sheriff, R. E., & Geldart, L. P., 1990, Applied Geophysics, 2nd
Edition, Cambridge University Press, Cambridge.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai