Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROMAGNETIK

VERY LOW FREQUENCY (VLF)

Oleh :

ROSIKHOH HILMI DARIB

111.170.022

KELOMPOK 3

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

YOGYAKARTA

2019
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROMAGNETIK

VERY LOW FREQUENCY (VLF)


Laporan ini disusun sebagai syarat untuk mengikuti Praktikum
Elektromagnetik selanjutnya, tahun ajaran 2018/2019, Jurusan Teknik Geofisika,
Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta.

Disusun oleh :

ROSIKHOH HILMI DARIB


111.170.022
KELOMPOK 1

Yogyakarta,10 Februari 2019


Disahkan oleh :
Asisten Elektromagnetik

( )

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahnat, Taufik dan
Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan laporan lapangan karbonat
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Laporan Praktikum
Elektromagnetik, Laboraturium Geofisika Eksplorasi, Program Studi Teknik Geofisika,
Universitas Pembangunan Nasional UPN “Veteran” Yogyakarta tahun ajaran 2018/2019
dengan lancar.

Harapan saya semoga laporan ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Laporan ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan –
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.

Yogyakarta, 10 Februari 2019

ROSIKHOH HILMI DARIB


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................................ii


KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ............................................................ ix

BAB I. PENDAHULUAN
1.I. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
Maksud dan Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Geologi Regional ................................................................................................... 2
2.2. Geologi Lokal ........................................................................................................ 9
2.3. Sesar Opak ........................................................................................................... 12
2.4. Penelitian Terdahulu ............................................................................................ 12

BAB III. DASAR TEORI


3.1. Pengertian dan Prinsip Dasar VLF ....................................................................... 13
3.2. Perambatan Medan Elektromagnetik ................................................................... 13
3.3. Segitiga Fase ....................................................................................................... 14
3.4. Polarisasi Elipt .................................................................................................... 16
3.5. Rapat Arus Ekuivalen (RAE) .............................................................................. 17
3.6. Moving Average .................................................................................................. 18
3.7. Karous Filter ....................................................................................................... 19

BAB IV. METODOLOGI


4.1. Diagram Alir Pengolahan Data ............................................................................ 25
4.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data ....................................................... 26
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Tabel Perhitungan RAE Australia Lintasan X ii
5.2. Tabel Perhitungan RAE Jepang Lintasan X 22
5.3. Grafik Analisis Lintasan X .................................................................................. 29
5.3.1. Grafik Tilt Vs. Elipt Australia Lintasan X ........................................................ 29
5.3.2. Grafik MA Tilt Vs. MA Elipt Australia Lintasan X ......................................... 31
5.3.1. Grafik Tilt Vs. Elipt Jepang Lintasan X........................................................... 29
5.3.2. Grafik MA Tilt Vs. MA Elipt Jepang Lintasan X .............................................. 31
5.4. Pembahasan Penampang ................................................................................... 33
5.4.1. Penampang RAE Software KHFilt ................................................................... 33
5.4.1.1. Penampang RAE Software KHFilt Australia Lintasan X ……………..…. 33
5.4.1.1. Penampang RAE Software KHfilt Jepang Lintasan X ………………….... 33

BAB VI. PENUTUP


6.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 44
6.2. Saran ................................................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A. GRAFIK KHFILT AUSTRALIA LINTASAN X


LAMPIRAN B. GRAFIK KHFILT JEPANG LINTASAN X
LEMBAR KONSULTASI
BAB I
PENDAHULUAN

1.I. Latar Belakang

Metode Very Low Frequency (VLF) merupakan salah satu metode geofisika
yang memanfaatkan komponen magnetik dari medan elektromagnet yang ditimbulkan
oleh pemancar gelombang radio berfrekuensi sangat rendah yaitu berkisar antara 15 –
30 kHz.
Terdapat dua teknik pada pengukuran medan elektromagnet, yaitu teknik
pengukuran aktif dan teknik pengukuran pasif. Dalam teknik pengukuran aktif medan
elektromagnet sengaja dibangkitkan di sekitar daerah observasi.
Gelombang menjalar melalui permukaan bumi sebagai gelombang tanah
(ground wave) dan melalui lapisan ionosfer sebagai gelombang angkasa (sky wave)
yang mengalami pemantulan dan pembiasan sehingga gelombang VLF mampu
merambat sampai tempat yang jauh dari pemancar. Medan magnet dan medan listrik
yang dipancarkan berperan sebagai medan primer. Medan primer ini membangkitkan
medan sekunder akibat adanya arus induksi yang mengalir pada konduktor di dalam
tanah. Medan sekunder yang timbul tergantung sifat listrik bendabenda di dalam tanah
dan sekitarnya.
Pada daerah observasi yang terukur adalah resultan dari medan primer dan
medan sekunder. Medan primer dianggap serbasama (homogen). Perubahan resultan
kedua medan hanya bergantung pada perubahan medan sekunder, sehingga sifat
kelistrikan benda konduktif dibawah permukaan dapat diperkirakan.
Metode VLF-EM adalah salah satu metode geofisika yang banyak digunakan
dalam studi tentang lingkungan, studi arkeologi , studi geoteknik, untuk
mengidentifikasi sesar, dan sungai bawah tanah.

1.II Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui gambaran struktur bawah permukaan di daerah penelitian.
2. Menganalisa keberadaan sesar Opak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional


Fisiografi Yogyakarta terbentuk akibat pengangkatan Pegunungan Selatan dan
Pegunungan Kulon Progo pada Kala Plistosen awal (0,01-0,7 juta tahun). Proses
tektonisme diyakini sebagai batas umur Kwarter di wilayah. Setelah pengangkatan
Pegunungan Selatan, terjadi genangan air (danau) di sepanjang kaki pegunungan
hingga Gantiwarno dan Baturetno. Gunung Api Merapi muncul pada 42.000 tahun
yang lalu, namun data umur K/Ar lava andesit di Gunung Bibi, Berthomier (1990)
menentukan aktivitas Gunung Merapi telah berlangsung sejak 0,67 juta tahun lalu.
Pengangkatan Pegunungan Selatan pada Kala Plistosen Awal, telah membentuk
Cekungan Yogyakarta. Di dalam cekungan tersebut selanjutnya berkembang aktivitas
gunung api (Gunung) Merapi. Tinggian di sebelah selatan dan kemunculan kubah
Gunung Merapi di sebelah utara, telah membentuk sebuah lembah datar. Bagian
selatan lembah tersebut berbatasan dengan Pegunungan Selatan, dan bagian baratnya
berbatasan dengan Pegunungan Kulon Progo. Kini, di lokasi-lokasi yang diduga
pernah terbentuk lembah datar tersebut, tersingkap endapan lempung hitam. Lempung
hitam tersebut adalah batas kontak antara batuan dasar dan endapan gunung api
Gunung Merapi. Didasarkan atas data penarikhan 14C pada endapan lempung hitam
di Sungai Progo (Kasihan), umur lembah adalah ±16.590 hingga 470 tahun, dan di
Sungai Opak (Watuadeg) berumur 6.210 tahun. Endapan lempung hitam di Sungai
Opak berselingan dengan endapan Gunung Merapi. Jadi data tersebut dapat juga
diinterpretasikan sebagai awal pengaruh pengendapan material Gunung Merapi
terhadap wilayah ini. Di Sungai Winongo (Kalibayem) tersingkap juga endapan
lempung hitam yang berselingan dengan lahar berumur 310 tahun. Jadi, aktivitas
Gunung Merapi telah mempengaruhi kondisi geologi daerah ini pada ±6210 hingga
±310 tl. Gambar. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi
dari van Bemmelen, 1949).

Dilihat dari satuan fisiografis dan geologis Daerah Istimewa Yogyakarta, secara
keseluruhan mempunyai kondisi geomorfologi yang beraneka ragam, antara lain : 1.
Satuan Gunung Merapi Satuan Gunung Api Merapi yang terbentang mulai dari
kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api yang meliputi daerah Kabupaten
Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul termasuk bentang lahan
vulkanik. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung dan
sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. 2. Satuan Pegunungan Selatan Satuan
Pegunungan Selatan yang terletak di Kabupaten Gunungkidul, atau dikenal sebagai
Pegunungan Seribu merupakan wilayah perbukitan batu gamping (limestone) yang
kritis, tandus dan selalu kekurangan air dengan bagian tengah terdapat dataran
(Wonosari Basin). Di sisi utaranya, perbukitan kerucut Gunung Sewu berbatasan
dengan dua buah ledok (basins), yaitu Ledok Wonosari di bagian barat dan Ledok
Baturetno di bagian timur. Batas utara dari punggungan tersebut berupa tebing curam
(steep escarpment), memanjang mulai daerah Parangtritis ke utara, di selatan
Prambanan berbelok ke arah timur hingga Wonogiri. Di sebelah utaranya membentang
dataran rendah, di mana lipatan batuan yang lebih tua turun cukup dalam, tertutup oleh
kipas-kipas fluvio-volkanik muda dari beberapa gunung api 3. Satuan Pegunungan
Kulon Progo Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kabupaten Kulon
Progo bagian utara merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi
berbukit yang mempunyai kendala lereng yang curam dan potensi air tanahnya kecil.
Stratigrafis yang paling tua di daerah Pegunungan Kulon Progo dikenal dengan
Formasi nanggulan, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan batuan-
batuan dari Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo. Penyusun batuan dari formasi
Nanggulan menurut Wartono Raharjo (1977) terdiri dari Batupasir dengan sisipan
Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit, sisipan Napal dan
Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil foraminifera dan Moluska.
Litologi dari Formasi Jonggrangan ini bagian bawah dari formasi ini terdiri dari
Konglomerat yang ditumpangi oleh Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan
sisipan Lignit. Batuan ini semakin ke atas berubah menjadi Batugamping koral
(Wartono rahardjo, dkk, 1977). Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di bagian
bawah, terdiri dari Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi
Batugamping berlapis dengan fasies neritik. 4. Satuan Dataran Rendah Satuan Dataran
Rendah merupakan bentang lahan fluvial yang didominasi oleh dataran aluvial,
membentang di bagian selatan Daerah Istimewa Yogyakarta mulai dari Kabupaten
Kulon Progo sampai dengan Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan
Seribu. Bentang Lahan lainnya yang belum didayagunakan secara optimal adalah
bentang lahan marin dan eolin yang merupakan satuan wilayah pantai, yang
terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus di Parangtritis Bantul yang
terkenal dengan gumuk pasir menjadi laboratorium alam studi geografi. Secara
terperinci keadaan geomorfologi dan bentang lahan dari Daerah Istimewa Yogyakarta
– Parangtritis antara lain: 1. Yogyakarta (Terban Bantul) Dataran alluvial disebelah
selatan Kota Yogyakarta berasal dari kegiatan vulkanis muda (akhir plestosen/awal
holosen) dari gunung api merapi.

2.2. Geologi Lokal


Kabupaten Bantul terletak antara 07° 44′ 04″ – 08° 00′ 27″ Lintang Selatan dan 110°
12′ 34″ – 110° 31′ 08″ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Bantul 508,85 Km2.
Bagian selatan kabupaten ini berupa pegunungan kapur, yakni ujung barat
dari Pegunungan Sewu. Sungai besar yang mengalir di antaranya Kali
Progo (membatasi kabupaten ini dengan Kabupaten Kulon Progo, Kali Opak, Kali
Tapus, beserta anak-anak sungainya.

2.3. Sesar Opak


Indonesia merupakan salah satu wilayah di dunia yang sering terjadi
gempabumi baik gempa tektonik maupun gempa vulkanik. Hal ini disebabkan karena
Indonesia merupakan wilayah pertemuan 3 lempeng tektonik yaitu Lempeng Eurasia,
Pasifik dan IndoAustralia. Gempabumi bagi masyarakat Indonesia merupakan salah
satu bencana alam yang menakutkan karena dapat menimbulkan kerusakan lahan
maupun bangunan. Gempabumi yang terjadi pada tahun 2006 silam, di wilayah
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gempabumi tektonik yang disebabkan
adanya patahan (sesar) aktif di Kali Opak, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.
Keberadaan Sesar Opak memang telah diperkirakan oleh para ahli geologi dan
tertuang pada Peta Geologi Lembar Yogyakarta keluaran P3G Bandung tahun 1977
dan diperbarui tahun 1995. Namun sesar ini menjadi lebih populer setelah kejadian
gempabumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tanggal 27 Mei 2006, karena
sebagian ahli geologi (Sulaiman, C.dkk, 2008, Natawijaya, 2007) beranggapan gempa
tersebut penyebabnya adalah aktivasi dari Sesar Opak.

2.4. Penelitian Terdahulu


Sesar Opak merupakan sesar yang berada di sekitar Sungai Opak, sesar Opak ini
berarah timur laut – barat daya kurang lebih U 235o T/ 80o , dimana blok timur relatif
bergeser ke utara dan blok barat bergeser ke selatan dengan lebar zona sesar ini 2
diperkirakan sekitar 2,5 km (Subowo,dkk., 2007). Berdasarkan hasil kajian deformasi
koseismik menyimpulkan bahwa sesar penyebab gempabumi 27 Mei 2006 adalah
sesar jenis sinistral dengan panjang 18 km, lebar 10 km, strike 48o ,dan dip 89o dan
berada di sebelah timur 3-4 km dari lokasi Sesar Opak yang biasa digambarkan pada
peta geologi (Abidin dkk, 2007). Berdasarkan kajian after sock yang datanya diambil
selama 3 bulan dimulai hari ke empat setelah gempa, sesar penyebab gempa berada
kurang lebih 10 km – 20 km di sebelah timur dari rendahan Sesar Opak (Walter, dkk.
2008).
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Pengertian dan Prinsip Dasar VLF


Metode VLF-EM merupakan salah satu dari berbagai macam metode
Geofisika yang memanfaatkan parameter frequensi. Metode ini tergolong metode
geofisika Pasif, karena pada kerjanya metode ini hanya menangkap sinyal-sinyal
frequensi dari stasiun-stasiun yang ada diselur dunia. seperti namanya, metode ini
memanfaatkan sinyal pemancar radio berfrekuensi rendah Metoda VLF-EM ini pada
dasarnya memanfaatkan medan elektromagnetik yang dibangkitkan oleh pemancar
radio berfrekuensi sangat rendah (15–30 KHz) dengan daya sangat besar yang pada
awalnya digunakan untuk keperluan sistem navigasi kapal selam. Metoda VLF-EM ini
dalam pelaksanaan pengukuran di lapangan hanya menggunakan sinyal dari satu
frekuensi saja(single frequency). Medan EM yang diukur oleh alat ukur VLF-EM
adalah medan kompleks total (HR) yang terdiri dari komponen real (inphase), imajiner
(quadrature), totalfield, dan tilt-angle. Besar nilai yang terukur keempat komponen
tersebut akan sangat tergantung kepada nilai konduktivitas benda bawah
permukaannya.
Metode elektromagnetik biasanya digunakan untuk eksplorasi benda-benda
konduktif. Perubahan komponen medan akibat variasi konduktivitas dimanfaatkan
untuk menentukan struktur bawa permukaan. Medan elektromagnetik yang digunakan
dapat diperoleh dengan sengaja membangkitkan medan elektromagnetik di sekitar
daerah observasi. Pengukuran semacam ini disebut teknik pengukuran aktif. Metode
ini kurang praktis dan daerah observasi dibatasi oleh besarannya sumber yang dibuat.
Teknik pengukuran lain adalah teknikpengukuran pasif. Tenik ini memanfaatkan
medan elektromagnetik yang berasal dari sumber yang tidak sengaja dibangkitkan.
Gelombang elektromagnetik seperti ini berasal dari alam dan dari pemancar frekuensi
rendah (15-30 kHz) adalah yang biasa disebut VLF (Very Low Frequency). Teknik ini
lebih praktis dan mempunyai jangkauan daerah pengamatan yang luas.
Metode elektromagnetik VLF ini bertujuan untuk mengukur harga daya
konduktivitas batuan berdasarkan pengukuran gelombang elektormagnetik skunder.
Metode ini memanfaatkan gelombang hasil induksi elektomagnetik yang berfrekuensi
sangat rendah. Karena frekuensinya yang cukup rendah, gelombang ini memiliki
penetrasi yang cukup dalam. Gelombang ini juga menjalar ke seluruh dunia dengan
atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang antara permukaan bumi dan ionosfer.
Karena induksi gelombang tersebut, maka di dalam medium oleh batuanakan timbul
arus induksi. Arus induksi inilah yang menimbulkan medan skunder yang dapat
ditangkap di permukaan bumi. Besarnya kuat medan elektromagnetik skunder ini
sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan (𝜌), sehingga dengan mengukur
kuat medan pada arah tertentu, maka secara tidak langsung kita dapat mendeteksi daya
hantar listrik batuan di bawahnya.
3.2. Perambatan Medan Elektromagnetik
Medan elektromagnetik yang dipancarkan antena pemancar selanjutnya akan
diterima stasiun penerima dalam empat macam perambatan gelombang, yaitu:
gelombang langit, gelombang langsung, gelombang pantul dan gelombang
terperangkap. Gelombang yang paling sering ditemui pada daerah survei adalah
gelombang langit. Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen
medan elektromagnetik primer dapat dianggap sebagai gelombang yang merambat
secara horizontal. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif,
komponen medan magnetik dari gelombang elektromagnetik primer akan
menginduksi medium tersebut sehingga akan menimbulkan arus induksi (Eddy
current)

Arus Eddy akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang disebut


medan elektromagnetik sekunder (HS) yang mempunyai komponen horizontal dan
komponen vertikal. Medan magnetik ini mempunyai bagian yang sefase (inphase) dan
berbeda fase (outphase) dengan medan primer. Adapun besar medan elektromagnetik
sekunder sangat tergantung dari sifat konduktivitas benda dibawah permukaan.

3.3. Segitiga Fase


Pada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, Gaya Gerak Listrik (GGL)
induksi es akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya tertinggal 90o.
Gambar 2 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl induksinya.
Gambar II.1

Hubungan Amplitudo dan Fase Gelombang Sekunder (S) dan Primer (P). Andaikan
Z(=R + iL) adalah impedansi efektif sebuah konduktor dengan tahanan jenis R dan
induktans L, maka arus induksi (eddy), Is (=es/Z) akan menjalar dalam medium dan
menghasilkan medan sekunder S.

3.4. Polarisasi Elipt


Dalam pengukurannya, alat T-VLF akan menghitung parameter sudut tilt dan
eliptisitas dari pengukuran komponen in-phase dan out-of phase medan magnet
vertikal terhadap komponen horisontalnya. Besarnya sudut tilt (%) akan sama dengan
perbandingan Hz/Hx dari komponen in-phase-nya, sedangkan besarnya eliptisitas 
(%) sama dengan perbandingan komponen kuadraturnya.

Jika medan magnet horisontal adalah Hx dan medan vertikalnya sebesar Hx maka
besar sudut tilt diberikan sebagai;

3.5. Rapat Arus Ekuivalen (RAE)


Rapat arus adalah aliran muatan pada suatu luas penampang tertentu di suatu
titik penghantar. Dalam SI, rapat arus memiliki satuan Ampere per meter
persegi Am. Rapat arus: dimana I adalah kuat arus A dan adalah luas penampang m
2. Hubungan antara RAE dengan konduktivitas dan resistivitas dapat dilihat pada
persamaan berikut: 2.7 dimana dengan :
I = kuat arus
A = luas penampang m
σ = konduktivitasMhom
V = beda potensial volt
l = panjang m
ρ = resistivitas Ωm
Resistivitas ρ adalah kemampuan suatu bahan untuk mengantarkan arus listrik
yang bergantung terhadap besarnya medan istrik dan kerapatan arus. Semakin
besar resistivitas suatu bahan maka semakin besar pula medan listrik yang dibutuhkan
untuk menimbulkan sebuah kerapatan arus. Konduktivitas adalah
kebalikan dari resistivitas.Nilai konduktivitas adalah perbandingan antara sifat
kelistrikan dengan konduktivitas.

3.6. Moving Average


Moving Average dapat diartikan sebagai perubahan harga rata-rata dalam satu
timeframe tertentu. MA berfungsi mengkompensasi noise acak yang muncul selama
pengukuran (akibat aktivitas kelistrikan maupun ketidakhomogenan bawah
permukaan).

Pada interpretasi yang menggunakan kurva dapat kita dapat memperkirakan


material yang ada dibawah permukaan bersifat konduktif atau resistif pada kurva
konduktivitas ataupun memiliki pengaruh kemagnetan yang tinggi atau rendah pada
kurva resistivitas.

3.7. Karous Filter


Interpretasi yang dilakukan dengan melihat hasil  filter Linier karous hjelt.
Hasil yang didapatkan lebih baik dari sebelumnya karena telah dilakukan beberapa
kali pemfilteran. Interpretasi terhadap data VLF dapat dilakukan dengan perangkat
lunak. Interpretasi  yang  dlakukan  dengan  perangkat  lunak biasanya lebih mudah
dan lebih akurat.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Diagram Alir Pengolahan Data

Gambar 3.3 Diagram alir Pengolahan Data

4.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data


Berikut merupakan penjelasan diagram alir proses pengambilan data lapangan :
 Pada pelaksanaanya terlebih dahulu mengetahui keadaan geologi daerah penelitian
agar dalam proses pengambilan data dan pengolahan serta tujuan dapat diketahui
sesuai target akusisi.
 Mempersiapkan instrumen akusisi metode elektromagnetik yaitu T-VLF, alat
berikut bersifat sebagai receiver menerima sinyal yang dipancarkan oleh
transmiter stasiun pemancar Jepang dan Australia.
 Pembentangan lintasan pengukuran sesuai dengan desain survei yang telah dibuat
yaitu 150 meter.
 Mencatat koordinat pada lintasan pengukuran dan azimuth lintasan serta titik
elevasi lintasan.
 Mengatur alat T-VLF dengan memasukkan nomor lintasan, frekuensi yang
digunakan, stasiun pemancar.
 Mencatat pada tabel data berupa nilai yang didapatkan dari alat berupa nilai tilt,
elipt, Hhor, Hver, dan fraser.
 Setelah dilakukan pengukuran selanjutnya melakukan standar operasional dengan
mengembalikan keadaan alat seperti semula.
 Selesai.
Berikut merupakan penjelasan diagram alir pengolahan dari data yang didapatkan
saat akuisisi :
 Pada langkah pertama setelah didapatkan data pengukuran daerah penelitian yang
berupa nilai dari nilai tilt, elipt, Hhor, Hver, dan fraser yang didapatkan dari
masing masing pemancar Jepang dan Australia.
 Data yang didapatkan kemudian diolah kedalam software Ms Excel untuk
mendapatkan nilai tilt, elipt, MA tilt dan elipt serta nilai RAE.
 Membuat data simpanan dalam bentuk notepad ataupun penggunakan script
matlab yang kemudian diolah pada software Matlab. Yang hasilnya berupa 3
penampang, yang penampang pertama menunjukkan data Tilt dan MA Tilt,
penampang kedua dan ketiga menunjukkan nilai konduktivitas.
 Setelah mendapatkan nilai nilai tersebut maka langkah selanjutnya dibuat
penampang rapat arus dengan software surfer dengan memasukkan nilai
pengukuran, nilai kedalaman dan nilai Rapat Arus Equivalen. Menggunakan
interpolasi tringaluasi.
 Bila menggunakan bantuan software Khffilt yang merupakan data karous
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Tabel Perhitungan RAE Australia Lintasan X
5.2. Tabel Perhitungan RAE Jepang Lintasan X
5.3. Grafik Analisis Lintasan X
Dari hasil
VLF jepang menunjukkan konduktivitasnya tinggi.
5.3.1. Grafik Tilt Vs. Elipt Australia Lintasan X

5.3.2. Grafik MA Tilt Vs. MA Elipt Australia Lintasan X


5.3.1. Grafik Tilt Vs. Elipt Jepang Lintasan X

5.3.2. Grafik MA Tilt Vs. MA Elipt Jepang Lintasan X

5.4. Pembahasan Penampang


Dari grafik diatas dapat kita simpulkan bahwa VLF Australia perbandingan antara tilt
dan elipt kemudian ma tilt dan ma elipt nya relative sama. Sedangkan pada Grafik
Jepang pada perbandingan tilt dan elipt nilai tilt lebih tinggi kemudian perbandingan
ma tilt dan ma elipt nya menunjukkan nilai ma tilt yang lebih tinggi.
5.4.1. Penampang RAE Software KHFilt
5.4.1.1. Penampang RAE Software Surfer Australia Lintasan X

5.4.1.1. Penampang RAE Software Surfer Jepang Lintasan X


BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Jadi setelah dilakukan pengolahan data lapangan maka dapat disimpulkan :


 Pengolahan dengan menghasilkam data berupa nilai tilt, elipt, MA tilt dan elipt
dan diolah dengan bantuan software Surfer dan Khffilt.
 Sesar melewati batuan yang memiliki sifat konduktivitas yang tinggi

6.2. Saran
 Untuk kedepannya diusahakan melakukan perhitungan dengan metode yang
kebuh bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA

Santoso, Agus. 2016. Buku Panduan Praktikum Geolistrik. Yogyakarta: UPN


“Veteran” Yogyakarta.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bantul

https://www.researchgate.net/publication/287505716_Identification_of_subsurface_
fault_using_schlumberger_configuration_geoelectricity_method_Case_study_
in_Opak_River_Yogyakarta

http://bumi-ilmukebumian.blogspot.com/2011/01/geologi-regional-yogyakarta.html
LAMPIRAN A. GRAFIK KHFILT AUSTRALIA LINTASAN X

LAMPIRAN B. GRAFIK KHFILT JEPANG LINTASAN X

Anda mungkin juga menyukai