Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM GEOLISTRIK

ANALISIS KEBERADAAN AKUIFER PADA


DAERAH SLEMAN DENGAN MENGGUNAKAN
METODE VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING

Oleh:
ANGGITA ANGGRAINI SIBARANI
111.210.156
KELOMPOK 2

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2023
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM GEOLISTRIK

ANALISIS KEBERADAAN AKUIFER PADA


DAERAH SLEMAN DENGAN MENGGUNAKAN
METODE VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING

Telah dipersiapkan untuk memenuhi tugas acara kelas Praktikum Geolistrik


Laboratorium Geofisika Eksplorasi dengan judul “Analisis Keberadaan Akuifer Pada
Daerah Sleman Dengan Menggunakan Metode Vertical Electrical Sounding”

ANGGITA ANGGRAINI SIBARANI


111.210.156
KELOMPOK 2

Telah diperiksa oleh Tim Asisten Geolistrik


pada tanggal….

(Rizkia)

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2023

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Laporan Praktikum Geolistrik
dengan Metode Vertical Electrical Sounding ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Laporan ini disusun sebagai pelengkap tugas Praktikum Geolistrik.

Terimakasih saya ucapkan kepada para staff asisten Geolistrik, serta para
pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing, baik selama penyusunan
laporan ini.

Saya menyadari dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Semoga, Laporan Praktikum Geolistik Metode Vertical Electrical Sounding ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 06 Maret 2023

Anggita Anggraini S

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 9


1.1. Latar Belakang........................................................................................................ 9
1.2. Maksud dan Tujuan ............................................................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 11


2.1 Geologi Lokal ........................................................................................................ 11
2.2 Penelitian Terdahulu ............................................................................................. 12

BAB III DASAR TEORI ................................................................................................ 14


3.1 Air Tanah ............................................................................................................... 14
3.2 Akuifer ................................................................................................................... 14
3.3 Metode Geolistrik.................................................................................................. 15
3.4 Metode Resistivitas ............................................................................................... 16
3.5 Konfigurasi Schlumberger .................................................................................... 17

BAB IV METODOLOGI ............................................................................................... 19


4.1 Akuisisi Data .......................................................................................................... 19
4.2 Pengolahan Data ................................................................................................... 19
4.2.1 Diagram Alir Pengolahan Data .................................................................. 19
4.2.2 Penjelasan Diagram Alir Pengolahan Data ............................................... 20
4.2.3 Interpretasi Data .......................................................................................... 21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 22


5.1 Hasil CurveMatching Bentangan 2 ...................................................................... 22

iv
5.2 Profil Bawah Permukaan Bentangan 2 ............................................................... 23

BAB VI PENUTUP ......................................................................................................... 25


6.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 25
6.2. Saran ..................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 26
LAMPIRAN

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Konfigurasi Schlumberger ........................................................ 18


Gambar 4.1. Perlengkapan dan Peralatan ...................................................... 19
Gambar 4.2. Diagram Alir .............................................................................. 20
Gambar 5.1. Curve Matching Bentangan 2 ................................................... 22
Gambar 5.2. Profil Bawah Permukaan .......................................................... 29

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Nilai resistivitas material ............................................................... 17

vii
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan

VES : Vertical Electrical Sounding

mV : millivolt

mA : viiienyusunviiile

Lambang

Ω : Ohm

AB : Elektroda Arus

MN : Elektroda Potensial

I : Arus (mA)

V : Beda Potensial (mV)

R : Resistansi (Ω)

K : Faktor Geomteri

ρ : Resistivitas (Ωm)

L : Panjang Kawat (m)

A : Luas Penampang (𝑚𝑚2 )

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Air adalah bagian aspek terpenting dalam kehidupan karena dibutuhkan
oleh seluruh makhluk hidup. Air tanah merupakan air yang terdapat pada zona jenuh
pada bagian bawah permukaan dengan batas – batas lapisan yang kedap air dan
bagian ataas dibatasi oleh muka air tanah. Air tanah tidak dapat diamati secara
langsung di atas permukaan sehingga pengamatan dilakukan dengan melakukan
pengeboran terlebih dahulu. Dalam melakukan pengeboran pada suatu daerah harus
dilakukan penelitian untuk mendapatkan data yang dapat menunjukkan potensi
keberadaan air tanah pada suatu daerah. Salah satu metode yang dapat digunakan
ialah metode geofisika.
Geofisika merupakan cabang ilmu geosains yang mempelajari tentang bumi
meliputi isi, lingkungan dan interaksinya dengan metode fisika. Metode-metode
tersebut yang dapat digunakan dalam Eksplorasi bawah permukaan bumi
diantaranya adalah metode 9enyusun9le, metode gravitasi, metode geolistrik, dan
metode seismic. Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan dalam analisis
potensi air tanah adalah metode Geolistrik
Metode geolistrik tahanan jenis (resistivitas) adalah salah satu metode
geofisika yang digunakan untuk mempelajari keadaan bawah permukaan bumi
dengan mempelajari sifat aliran listrik di dalam batuan bawah permukaan bumi
berdasarkan pada perbedaan resistivitas batuan. Prinsip kerja dari metode geolistrik
resistivitas ini sendiri yaitu mengalirkan arus listrik ke dalam bumi melalui dua
elektroda arus, kemudian mengukur beda potensialnya melalui dua elektroda
potensial sehingga dapat dihitung nilai resistivasnya. Resistivitas merupakan suatu
besaran yang menunjukkan tingkat hambatan terhadap arus listrik dari suatu bahan.
Keberadaan air tanah di sekitar Candi Prambanan Kabupaten Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta tidak dapat dijamin ketersediaannya, sehingga perlu
dilakukan monitoring lapisan akuifer air tanah. Jadi, penelitian dilakukan agar
masyarakat dapat menggunakan hasil penelitian sebagai dasar acuan bagi
pemerintah daerah dalam rangka pengembangan wilayah dan pengolahan sumber

9
daya air tanah untuk kebutuhan masyarakat yang ada di sekitar daerah Candi
Prambanan. Teknik pengukuran yang digunakan dalam penelitan ini ialah sounding.
Metode geolistrik resistivitas sounding merupakan sebuah metode yang bertujuan
untuk mempelajari macam-macam resistivitas batuan di bawah permukaan bumi
secara 10 enyusun. Pengukuran pada titik sounding dilakukan dengan jalan
mengubah-ubah atau memvariasikan jarak elektroda yaitu dari jarak elektroda kecil
kemudian membesar secara gradual. Jarak elektroda yang semakin besar, maka
lapisan batuan yang terdeteksi semakin dalam.
.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian ini ialah untuk memahami konsep dan cara kerja metode
geolistrik, sehingga mampu mengidentifikasi keberadaan akuifer di daerah Sleman
yang dilakukan dengan menggunakan metode VES berdasarkan nilai resistivitasnya.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil
penelitian berupa profil bawah permukaan dan curve matching di daerah Sleman,
D.I. Yogyakarta, sehingga hasil tersebut dapat dianalisa. Dengan demikian, hasil
penelitian mampu menunjukkan persebaran akuifer meliputi data kedalaman muka
air tanah, ketebalan lapisan, dan nilai resistivitasnya.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Lokal


Kabupaten Sleman lebih didominasi dari pada keberadaan gunung Merapi.
Formasi geologi dibedakan menjadi endapan vulkanik, sedimen, dan batuan
terobosan, dengan endapan vulkanik mewakili lebh dari 90 % luas wilayah.
Material vulkanik gunung Merapi yang berfungsi sebagai lapisan pembawa air
tanah yang sudah terurai menjadi lapisan pasil vulkanik, sebaguan besar merupakan
endapan dari vulkanik Merapi muda. Material vulkanik Merapi muda dapat
dibedakan menjadi 2 bagian unit formasi yaitu formasi sleman (lebih didominasi
oleh endapan piroklastik halus dan tufa) di bagian bawah dan formasi Yogyakarta
(lebih didominasi oleh pasir vulkanik berbutir kasar hingga pasir berkerikil) di
bagian atas. Formasi Yogyakarta dan Formasi Sleman ini berfungsi sebagai lapisan
pembawa air utama yang sangat potensial dan membentuk satu sistem akifer yang
disebut Sistem Akifer Merapi (SAM). Sistem akifer tersebut menerus dari utara ke
selatan dan secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman, Kota
Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Selain formasi geologi tersebut diatas terdapat
formasi batu gamping muda yaitu Formasi Sentolo di Kecamatan Gamping dan
Formasi Semilir di Kecamatan Prambanan.
Kabupaten Sleman merupakan bagian dari keberadaan Gunung Merapi.
Formasi geologinya dibagi menjadi batuan sedimen, batuan intrusi, dan endapan
vulkanik yang mencakup lebih dari 90% area. Material vulkanik Gunung Merapi
yang berperan sebagai akuifer telah terurai menjadi lapisan pasir vulkanik yang
besar merupakan endapan dari gunung Merapi muda. Material vulkanik Merapi
muda dapat dibedakan menjadi dua satuan formasi, yaitu Formasi Sleman (lebih
didominasi oleh endapan piroklastik berbutir halus dan tufa) di bagian dasar dan
Formasi Yogyakarta (lebih didominasi oleh pasir vulkanik berbutir kasar atau pasir
kerikil) di bagian bawah. Atas. Formasi Yogyakarta dan Formasi Sleman
merupakan akuifer utama yang sangat potensial dan membentuk air tanah yang
disebut Sistem Akuifer Merapi (SAM). Sistem tersebut berlanjut dari utara ke
selatan dan secara administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Sleman, Kota

11
Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Selain formasi geologi tersebut di atas, terdapat
formasi batugamping muda yaitu Formasi Sentolo di daerah Gamping dan Formasi
Semilir di daerah Prambanan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Judul :Pemetaan Akuifer Air Tanah Di Sekitar Candi Prambanan Kabupaten
Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Menggunakan Metode
Geolistrik Tahanan Jenis
Penulis :Bayu A. Sadjab, As’ari, Adey Tanauma
Tahun :2012
Jurnal :JURNAL MIPA UNSRAT
Air tanah tersimpan dalam suatu wadah (akuifer), yaitu formasi geologi
yang jenuh air yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan meloloskan air
dalam jumlah cukup dan ekonomis. Formasi geologi dapat dieksplorasi dengan
menggunakan metode geofisika, metode geolistrik tahanan jenis dapat digunakan
untuk memetakan perlapisan tanah. As’ari (2009), memetakan perlapisan tanah di
kompleks Candi Prambanan dan sekitarnya dengan metode geolistrik tahanan jenis
konfigurasi Schlumberger. Zubaidah dan Kanata (2008) melakukan penelitian
pemodelan físika aplikasi metode geolistrik konfigurasi Schlumberger untuk
investigasi keberadaan air tanah. Pemodelan dilakukan pada suatu bak kaca yang
diisi dengan pasir dan tanah liat sebagai host-rock dengan injeksi air tanah untuk
berbagai volum. Hasil inversi 2-D menggunakan perangkat-lunak IP2WIN
menunjukkan bahwa metode geolistrik konfigurasi schlumberger dapat digunakan
untuk mengetahui migrasi air tanah.
Berdasarkan hasil penelitian, lintasan pertama menunjukkan daerah yang
diduga memiliki akuifer air tanah dangkal adalah pada titik 7 dengan kedalaman 1
– 5 meter (citra warna hitam). Dibawah lapisan ini merupakan lapisan kedap air
(citra warna kuning) sehingga air tanah tertahan diatasnya. Pada titik sounding 5
bukan merupakan lapisan akuifer air tanah dangkal hal ini disebabkan pengambilan
data dilakukan pada saat hujan, sehingga diperkirakan air tanah pada titik sounding
5 hanya merupakan air genangan hujan. Lintasan kedua menunjukkan tidak
ditemukan adanya lapisan yang berpotensi sebagai akuifer air tanah dangkal. Citra
warna biru dibawah titik sounding 10 yang memiliki nilai resistivitas 64.7 – 73.3
Ωm, kandungan air pada lapisan ini diperkirakan berasal dari resapan air sungai dan

12
air sawah. Air agak tertahan dikarenakan terdapat lapisan yang sedikit berpori (citra
warna kuning dengan resistivitas 121 Ωm pada kedalaman 10 meter). Tetapi air
pada akhirnya akan tetap meresap ke lapisan yang lebih dalam. Lintasan ketiga
menunjukkan daerah yang diduga memiliki akuifer air tanah dangkal adalah titik
sounding 15 dengan kedalaman 1 – 3 meter (citra warna hitam) dan titik sounding
14 (citra warna biru). Pengambilan data di titik sounding 15 diambil saat hujan, hal
ini memungkinkan adanya migrasi air tanah, hal ini juga terlihat pada lapisan
dibawahnya (citra warna hijau) dengan nilai resistivitas 69,8 Ωm merupakan
lapisan yang berpori sehingga mampu meloloskan air tanah yang melewatinya.
Lintasan keempat merupakan daerah yang diduga memiliki akuifer air tanah
dangkal adalah pada titik 23 dengan kedalaman 1 – 2 meter (citra warna hitam). Di
bawah lapisan ini adalah lapisan berpori (citra warna hijau) dengan nilai resistivitas
90,1 Ωm sehingga air tanah dapat merembes ke bawah sampai pada lapisan dalam,
hal ini terlihat pada lapisan dengan citra warna hitam yang diduga sebagai lapisan
akuifer air tanah pada kedalaman 100 meter.
Lintasan kelima adalah daerah yang diduga memiliki akuifer air tanah
dangkal dengan lapisan yang memiliki citra warna hitam adalah pada titik 24
dengan kedalaman 1 – 5 meter. Data dititik 24 diambil pada saat cuaca hujan, dan
diperkirakan adanya migrasi air tanah menuju lapisan dibawahnya, hal ini diperkuat
dengan adanya lapisan berpori dibawahnya (citra warna hijau). Terakhir, lintasan
keenam menunjukkan daerah yang diduga memiliki akuifer air tanah dangkal
adalah pada titik 31 dengan kedalaman 2 – 6,5 meter (citra warna hitam). Lapisan
dibawahnya merupakan lapisan berpori (citra wanra hijau) dengan nilai resistivitas
73,1 Ωm, sehingga air tanah dapat meresap melewatinya. Resapan air tanah hingga
pada lapisan dalam, hal ini terlihat pada lapisan dengan citra warna hitam sebagai
lapisan akuifer air tanah yang berada pada kedalaman 100 meter dititik sounding
29 dan citra warna biru dibawah titik sounding 28 dan 30.

13
BAB III
DASAR TEORI

3.1 Air Tanah


Menurut Bambang Prastistho (2018), Air tanah dapat didefinisikan sebagai
semua air yang terdapat dalam ruang batuan dasar atau regolith dapat juga disebut
aliran yang secara alami mengalir ke permukaan tanah melalui pancaran atau
rembesan. Kebanyakan air tanah berasal dari hujan. Air hujan yang meresap ke
dalam tanah menjadi bagian dari air tanah, perlahan-lahan mengalir ke laut atau
mengalir langsung dalam tanah atau di permukaan dan bergabung dengan aliran
sungai. Banyaknya air yang meresap ke tanah bergantung pada selain ruang dan
waktu, juga di pengaruhi kecuraman lereng, kondisi material permukaan tanah dan
jenis serta banyaknya vegetasi dan curah hujan. Meskipun curah hujan besar tetapi
lerengnya curam, ditutupi material 14 enyusun 14 le, persentase air mengalir di
permukaan lebih banyak daripada meresap ke bawah. Sedangkan pada curah hujan
sedang, pada lereng 14enyus dan permukaannya 14enyusun14, persentase air yang
meresap lebih banyak. Sebagian air yang meresap tidak bergerak jauh karena
tertahan oleh daya tarik molekuler sebagai lapisan pada butiran-butiran tanah.
Sebagian menguap lagi ke atmosfir dan sisanya merupakan cadangan bagi
tumbuhan selama belum ada hujan. Air yang tidak tertahan dekat permukaan
menerobos kebawah sampai zona dimana seluruh ruang terbuka pada sedimen atau
batuan terisi air (jenuh air).
Air dalam zona saturasi (zone of saturation) ini dinamakan air tanah (ground
water). Batas atas zona ini disebut muka air tanah (water table). Lapisan tanah,
sedimen atau batuan diatasnya yang tidak jenuh air disebut zona aerasi (zone of
aeration). Muka air tanah umumnya tidak 14 enyusun 14 l, tetapi lebih kurang
mengikuti permukaan topografi diatasnya. Apabila tidak ada hujan maka muka air
di bawah bukit akan menurun perlahan-lahan sampai sejajar dengan lembah.
Namun hal ini tidak terjadi, karena hujan akan mengisi (recharge) lagi. Daerah
dimana air hujan meresap kebawah (precipitation) sampai zona saturasi dinamakan
daerah rembesan atau recharge area dan daerah dimana air tanah keluar dinamakan
discharge area.

14
Air tanah berasal dari bermacam sumber. Air tanah yang berasal dari
peresapan air permukaan disebut air 15enyusun (meteoric water). Selain berasal
dari air permukaan, air tanah dapat juga berasal dari air yang terjebak pada waktu
pembentukan batuan sedimen. Air tanah jenis ini disebut air konat (connate water).
Aktivitas magma di dalam bumi dapat membentuk air tanah, karena adanya unsur
hydrogen dan oksigen yamg 15 enyusun magma. Air tanah yang berasal dari
aktivitas magma ini disebut dengan air juvenil (juvenile water). Dari ketiga sumber
air tanah tersebut air 15enyusun merupakan sumber air tanah terbesar.
3.2 Akuifer
Akuifer adalah lapisan batuan di bawah permukaan tanah yang mengandung air dan
dapat dilalui air. Akuifer adalah formasi geologi atau grup formasi yang
mengandung air dan secara signifikan mampu mengalirkan air melalui kondisi
alaminya. Akuifer merupakan lapisan pembawa air. Berdasarkan litologi, akuifer
dibedakan menjadi 4 (Suharyadi, 1984), yaitu :
1. Akuifer bebas (Unconfined aquifer) yaitu suatu akuifer yang mana muka
airtanah merupakan batas atas dari zona jenuh air.
2. Akuifer tertekan (Confined aquifer) yaitu suatu akuifer yang terletak di
bawah lapisan kedap air (15 enyusun15 le) dan mempunyai tekanan lebih
besar daripada tekanan atmosfer.
3. Akuifer bocor (Leakage aquifer) yaitu suatu akuifer yang terletak di bawah
lapisan setengah kedap air sehingga terletak antara akuifer bebas dan akuifer
tertekan.
4. Akuifer menggantung (Perched aquifer) yaitu akuifer yang mempunyai
massa airtanahnya terpisah dari massa airtanah induk oleh suatu lapisan yang
15enyusun kedap air yang tidak begitu luas dan terletak di zona jenuh air.
3.3 Metode Geolistrik
Geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang bertujuan untuk
memprediksi sifat kelistrikan medium atau formasi batuan bawah permukan
berdasarkan kemampuan menghantarkan atau menghambat listrik. Geolistrik
dilakukan dengan cara mengalirkan arus listrik DC yang mempunyai tegangan
tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus
A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah pada jarak tertentu. Semakin 15enyusu

15
elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik menembus lapisan batuan lebih
dalam. Dengan adanya aliran arus listrik tersebut akan menimbulkan tegangan
listrik di dalam tanah Geolistrik lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang
sifatnya dangkal, jarang memberikan informasi lapisan di kedalaman lebih dari
1000 atau 1500 kaki. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi
minyak tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang geologi 16 enyus seperti
penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, juga digunakan dalam
eksplorasi panas bumi.
Konsep dasar dari metode geolistrik adalah Hukum Ohm yang menyatakan
bahwa beda potensial yang timbul di ujung – ujung suatu medium berbanding lurus
dengan arus listrik yang mengalir pada medium tersebut. Selain itu, Hukum Ohm
juga menyatakan bahwa tahanan listrik berbanding lurus dengan 16enyusu medium
dan berbanding terbalik dengan luas penampangnya. Dengan demikian , kedua
persamaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut.
𝑉∞𝐿 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑉 = 𝐼. 𝑅 (3.1)
𝐿 𝐿
𝑅∞ 𝐴 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑅 = 𝜌 𝐴 (3.2)
Keterangan :
V: Beda potensial
I: Arus yang diinjeksikan
L :Panjang medium
A: Luas penampang
R: Resistivitas
3.4 Metode Resistivitas
Resistivitas suatu bahan merupakan besaran/parameter yang menunjukkan
tingkat hambatannya terhadap arus listrik. Bahan yang mempunyai resistivitas
makin besar, berarti akan makin sulit untuk dilalui arus listrik. Metode geolistrik
resistivitas merupakan metode geolistrik yang mempelajari sifat resistivitas
(tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi.
Pada metode ini dikenal banyak konfigurasi elektroda, diantaranya yang
sering digunakan adalah: konfigurasi Wenner, konfigurasi Schlumberger,
konfigurasi Wenner-Schlumberger, konfigurasi Dipol-dipol, Rectangle Line Source
dan 16enyus gradien 3 titik . Prinsip kerja dari metode geofisika resistivitas adalah
arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus. Beda potensial

16
yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan
beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu, dapat ditentukan variasi harga
hambatan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur (titik sounding). Untuk
jelasnya penjabaran rumus sebagai berikut.
∆𝑉
𝜌𝑎 = 𝐾 (3.3)
𝐼

Keterangan :
Ρa : Resistivitas Semu
K: Faktor Geometri
ΔV: Beda potensial
I: Arus yang diinjeksikan
Tabel 3.1 Nilai Resistivitas Material

3.5 Konfigurasi Schlumberger


Konfigurasi Schlumberger merupakan konfigurasi yang tersusun atas dua
buah elektroda arus dan dua buah elektroda potensial. Elektroda arus terdiri dari
elektroda A dan B, sedangkan pada elektroda potensial terdiri dari elektroda M dan
N. Pada konfirugasi Schlumberger, nilai MN harus lebih kecil dari nilai AB,
sehingga jarak MN secara teoritis tidak mengalami perubahan, tetapi karena adanya
keterbatasan kepekaan 12 peralatan pengukuran maka ketika jarak AB sudah
17 enyusun besar jarak MN harus diubah. Jarak MN idealnya dibuat sekecil-
kecilnya, tetapi hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB. Pada konfigurasi
Schlumberger ini terdapat keunggulan dan kekurangan.

17
Keunggulan konfigurasi ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya
non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan
nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2. Sedangkan
kekurangannya yaitu pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih kecil terutama
untuk jarak AB yang 18enyusun jauh, sehingga untuk mendapatkan tingkat akurasi
data yang lebih detail dibutuhkan alat ukur multimeter yang memiliki tingkat
akurasi tinggi yang dapat menampilkan nilai skala millivolt.

Gambar 3.1 Konfigurasi Schlumberger (Darsono, 2016)

18
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Akuisisi Data


4.1.1. Peralatan dan Perlengkapan

Gambar 4.1 Perlengkapan dan Peralatan


Berikut merupakan perlengkapan yang dibutuhkan pada saat kegiatan
pengambilan data di lapangan, terdiri dari:
1. Aki, digunakan untuk sebagai sumber tegangan
2. Resistivity meter, untuk mengetahui nilai resistivitasnya
3. Elektroda, yang digunakan ada elektroda arus untuk menginjeksi arus ke
dalam bumi, sedangkan elektroda potensial untuk membaca beda
potensialnya
4. Palu, sebagai alat yang membantu menancapkan elektroda ke bawah
permukaan
5. Kabel sebagai penghubung antara elektroda dan resistivitymeter
6. Meteran, menentukan jarak elektroda sesuai konfigurasi yang digunakan
7. Data sheet, untuk mencatat nilai yang didapatkan di resistivitymeter
4.2. Pengolahan Data
4.2.1. Diagram Alir Pengolahan Data

19
Gambar 4.2 Diagram Alir
4.2.2. Penjelasan Diagram Alir Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data ialah sebagai berikut :
1. Mengolah data sekunder dengan tmenggunakan Excel untuk
menghasilkan data yang akan diolah Kembali apda Data yang ada pada

20
Microsoft Excel ialah, MN/2, AB/2, Kuat Arus (I), dan beda potensial
(V), Resistivitas terukur I.
2. Menginput data excel berupa data AB/2, MN, dan Rho ke IP2WIN lalu
mendapatkan data berupa kurva yang akan menghasilkan angka pada
kolom yang tersedia. Kurva yang dihasilkan meliputi data untuk
menentukan litologi, kemudian nilai d sebagai kedalaman, dan nilai h
sebagai ketebalan pada setiap lapisan dan nilai geometri yang
didapatkan.
3. Menginput nilai resistivitas, kedalaman, maupun ketebalan dan litologi
pada starter. Menghasilkan profil bawah permukaan serta mendapatkan
jenis litologi melalui data rho yang di klasifikasikan berdasarkan table
resistivitas yang tersedia.
4. Melakukan analisis kemudian menginterpretasi data yang sudah di
dapatkan
5. Menarik kesimpulan berupa keberadaan airtanah dengan nilai
resistivitasnya dari hasil interpretasi yang diperoleh dari data yang ada.
4.3. Interpretasi Data
Hasil penelitian metode geolistrik ini dengan menggunakan Teknik
pengukuran Vertical Electrical Sounding (VES), yang di mana 21enyus ini mampu
menghasilkan data berupa air tanah bawah permukaan dalam bentuk 1D. Data yang
dihasilkan meliputi AB, MN, I, M dan R yang kemudian diolah menggunakan
Microsoft Excel. Lalu, proses interpretasi data yang dilaksanakan dengan
menggunakan data hasil perhitungan pada excel yang kemudian dimasukkan ke
dalam Software IP2WIN lalu diolah menjadi suatu kurva sounding.
Selanjutnya, berdasarkan kurva tersebut akan diketahui data lapisan, nilai
resitivitas, kedalaman tiap lapisan, dan ketebalannya. Kemudian seluruh data yang
diperoleh akan diolah Kembali dengan aplikasi strater menghasilkan hasil akhir
berupa profil bawah permukaan. Dari perbedaan nilai resistivitas, maka selanjutnya
akan mampu menafsirkan kondisi dibawah permukaan lapisan tanah pada daerah
penelitian serta keberadaan air tanah yang baik.

21
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Curve Matching Bentangan 2

Gambar 5.1 Curve Matching Bentangan 2


Hasil dari pengolahan data yang didapat menggunakan excel di aplikasikan
melalui software IP2WIN menghasilkan Curve Matching/Fitting seperti di atas.
Proses ini merupakan proses pencocokan antara kurva data pengukuran dengan
kurva model yang kita gunakan, sehingga dapat diprediksi model bawah permukaan
berdasarkan nilai resistivitasnya.Grafik berwarna merah disesuaikan terhadap
grafik berwana hitam agar tingkat error yang dihasilkan tidak besar sehingga
ketelitian data lebih akurat. Grafik berwarna biru digunakan untuk mengatur grafik
berwarna merah agar berhimpitan dengan grafik berwarna hitam dan sebagai
penanda jumlah lapisan. Hasil pengolahan kurva pada lapisan yang memiliki
resistivitas paling tinggi yaitu 1939 Ωm dengan ketebalan lapisannya sebesar 1.22
meter dan kedalaman 1.49 meter. Sedangkan nilai resistivitas paling rendah ialah
15 Ωm dengan ketebalan lapisan mencapai 86.6 meter, serta kedalaman 98 meter.
Berdasarkan kurva yang dihasilkan, dapat diketahui bahwa setiap lapisan
batuannya memiliki tingkat ketebalan lapisan yang berbeda, dimana lapisan yang
memiliki ketebalan cukup tinggi sendiri memiliki tingkat porositas yang cukup
buruk juga sebagai penyebab angka resistivitas menjadi tinggi, namun pada nilai
resistivitas yang rendah bisa di prediksi pada lapisan yang memiliki nilai tersebut,
terdapat aliran fluida pada lapisannya. Data pada table sebelah kurva memiliki

22
tingkat error sebesar 14.3% sehingga dapat diketahui bahwa hasilnya sudah cukup
baik dan cukup teliti.
5.2 Profil Bawah Permukaan Bentangan 2

Gambar 5.2 Profil Bawah Permukaan

23
Profil bawah permukaan diatas didapatkan dengan mengolah data
menggunakan software IP2WIN. Hasil analisis data yang didapatkan berupa kurva
yang menunjukan kedalaman dari setiap lapisan batuan, tetapi tidak kurva tersebut
belum mampu merincikan hasil penelitian secara rinci dan jelas. Jadi, dengan
menggunakana data yang diperoleh melalui software IP2WIN, dilakukan
pengolahan kembali dengan menggunakan software Strater untuk mendapatkan
profil sehingga dapat diketahui bagaimana kondisi bawah permukaan. Pada strater
dihasilkan profil dengan berbagai litologi berupa batupasir kasar, breksi, lempung,
dan andesit. Litologi tersebut didapatkan berdasarkan nilai rho yang didapatkan
pada IP2WIN lalu disesuaikan dengan table nilai resistivitas material.
Tiap – tiap lapisan akan memiliki nilai resistivitas yang berbeda-beda. Hal
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan litologi, keberadaan air tanah,
ketebalan lapisan, serta permeabilitas dan porsitas yang dijumpai pada setiap
komponen yang menyusun lapisan tersebut. Lapisan yang memiliki porositas dan
permeabilitas tinggi dapat dijadikan sebagai interpretasi adanya cebakan air tanah
sehingga nilai dari resistivitasnya akan rendah.
Lapisan 1 merupakan breksi yang memiliki nilai resistivitas 245 Ωm dengan
ketebalan 0.271 m. Lapisan 2 merupakan andesit memiliki resistivitas 1939 Ωm
dengan ketebalan 1.22 m. Lapisan 3 ialah Batupasir kasar yang memiliki nilai
resistivitas 87.6 dengan ketebalan 1.4 m. Lapisan 4 ialah breksi yang memiliki nilai
resistivitas 543 Ωm dengan ketebalan 8.53. Terakhir, lapisan 5 ialah batulempung
yang memiliki nilai resistivitas 15 Ωm dengan ketebalan 86.6 m

24
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Sleman, D.I. Yogyakarta, dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
a. Lapisan yang tidak memiliki kandungan fluida atau hanya memiliki sedikit
fluida memiliki nilai resistivas yang semakin besar..
b. Lapisan dengan potensi air tanah terbesar terdapat pada lapisan dengan
komposisi batulempung yang memiliki ketebalan 86.6 m.
c. Tiap lapisan menghasilkan nilai resistivitas yang berbeda tergantung komposisi
lapisannya.
d. Nilai resistivitas tertinggi berada pada andesit dengan nilai 1939 Ωm dengan
ketebalan 1.22 m.
e. Lapisan dengan susunan batulempung dan batupasir memiliki nilai resistivitas
yang rendah karena memiliki porositas dan permeabilitas yang cukup tinggi
sehingga memungkinkan untuk dijadikan akuifer.
f. Nilai error pada kurva IP2WIN sebesar 14.3%.
6.2. Saran
Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah agar dalam
melakukan penelitian ini dapat menginterpretasikan dengan pemodelan 3D
sehingga dapat diketahui persebaran air tanah dengan melihat topografinya.

25
DAFTAR PUSTAKA

As’ari. 2009. Pemetaan Paleo-Morphologi Abad VIII di Kompleks Candi


Prambanan Menggunakkan Metode Geolistrik. FMIPA UGM. Yogyakarta
Danaryanto, H. 2005. Air Tanah di Indonesia dan Pengelolaannya. Jakarta:
Departemen ESDM.
Darmawan, Sigit, Udi Harmoko, dan Sugeng Widada. 2014. Identifikasi Struktur
Bawah Permukaan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi
Schlumberger di Area Panasbumi Desa Diwak dan Derekan Kecamatan
Bergas, Kabupaten Semarang. Youngster Physics Journal Vol. 3, No2, Hal
159-164.
Darsono, dkk. 2017. Identifikasi Potensi Akuifer Tertekan berdasarkan Data
Resistivitas Batuan (Kasus : Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen).
Jurnal Fisika dan Aplikasinya, 13 (1), h. 34-38.
Hadian, M.S.D. dan O. Abdurahman. 2006. Sebaran Akuifer dan Aliran Air Tanah
di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda Kota Tangerang, Provinsi
Banten. Jurnal Geologi Indonesia. 115- 116.
Prastitho, Bambang, dkk. 2018. Hubungan Struktur Geologi dan Sistem Air Tanah.
Yogyakarta : LPPM UPN”Yogyakarta” Press.
Sadjab, B.A, dkk. 2012. Pemetaan Akuifer Air Tanah Di Sekitar Candi Prambanan
Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Menggunakan
Metode Geolistrik Tahanan Jenis. Jurnal Mipa UNSRAT, 1 (1), h. 37-44.
Suharyadi. 1984. Geohidrologi. Yogyakarta : Fakultas Teknik Universitas Gajah
Mada.
Teflord. 1990. Applied Geophysics. Cambridge University Press. United Kingdom.
Zubaidah, T dan B. Kanata. Pemodelan Fisika Aplikasi Metode Geolistrik
Konfigursi Schlumberger. Jurnal Teknologi Elektro. 2008, 61, 20-

26
LAMPIRAN

27

Anda mungkin juga menyukai