Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM GEOLISTRIK

IDENTIFIKASI GUA BAWAH TANAH


DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASU DIPOLE-
DIPOLE DIDAERAH GUNUNG KIDUL

Oleh :
UNIK NUR OKTAVIANI
115.180.017
KELOMPOK 06

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM GEOLISTRIK

IDENTIFIKASI GUA BAWAH TANAH


DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASU DIPOLE-
DIPOLE DIDAERAH GUNUNG KIDUL

Telah dipersiapkan untuk memenuhi tugas acara Praktikum Geolistrik


Laboratorium Geofisika Eksplorasi dengan judul “Identifikasi Gua Bawah Tanah
Di Lapangan Upn “Veteran” Yogyakarta Dengan Metode Geolistrik Dipole-
Dipole”
.

UNIK NUR OKTAVIANI


115.180.017
KELOMPOK 06

Telah diperiksa oleh Tim Asisten


pada tanggal 28 Oktober 2020

Asisten Geolistrik

( )
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya, sehingga saya masih diberi kesempatan untuk dapat
menyelesaikan Laporan Praktikum Geolistrik Jurusan Teknik Geofisika
Universitas Pembangunan Negeri “Veteran” Yogyakarta.
Penyusun berharap, bahwa laporan praktikum geolistrik ini dapat berguna,
bermanfaat, dan dapat dijadikan sumber referensi dalam proses pembelajaran
perpetaan oleh para pembaca.
Penyusun sadar, bahwa masih terdapat kesalahan dalam penulisan dan
penyusunan laporan resmi ini. Mohon maaf apabila ada isi dari materi yang
kurang berkenan. Saya harap, terdapat kritikan dan saran yang membangun saya
supaya menjadi lebih baik kedepannya. Terima Kasih.

Yogyakarta, 28 Oktober 2020

UNIK NUR OKTAVIANI

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG.....................................................viii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan...........................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Geologi Lokal...................................................................................................2
2.2. Penelitian Terdahulu.........................................................................................4

BAB III. DASAR TEORI


3.1. Metode Geolistrik.............................................................................................2
3.2. Metode Resistivitas.............................................................................................
3.3. Konfigurasi Dipole-dipole..................................................................................

BAB IV. METODOLOGI


4.1. Akuisisi Data.....................................................................................................8
4.1.1 Desain Survei Penelitian.............................................................................
4.1.2 Peralatan dan Perlengkapan........................................................................
4.2. Pengolahan Data...............................................................................................9
4.2.1 Diagram Alir Pengolahan Data...................................................................
4.2.2 Penjelasan Diagram Alir Pengolahan Data.................................................
4.3. Interpretasi Data..................................................................................................

iii
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penampang Resistivitas Lintasan 03...............................................................11

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan......................................................................................................19
6.2 Saran................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Ilustrasi Keadaan Bumi yang Berlapis-Lapis....................................2


Gambar 3.2. Konfigurasi Dipole-Dipole..............................................................15
Gambar 3.3. Rangkaian Elektrode Konfigurasi Dipole-Dipole...........................15
Gambar 4.1. Desain Survei Penelitian..................................................................12
Gambar 4.2. Peralatan dan Perlengkapan.............................................................13
Gambar 4.3. Diagram Alir Pengolahan Data........................................................14
Gambar 5.1. Penampang Resistivitas Lintasan 03...............................................13

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Resistivitas


Lampiran 2. Penampang Resistivitas
Lampiran 3. Lembar Konsultasi

vi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Nama
mV : millivolt
mA : miliAmpere

Lambang
Ω :Ohm
Ρ : resistivitas (Ω.m)
K : factor geometric konfigurasi
Π : phi (konstanta 22/7 atau 3.14)
V : data potensial (mV)
I : arus listrik (mA)
R : hambatan (Ω)

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode Geofisika merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi dengan
menggunakan pengukuran fisis pada atau di atas permukaan. Dari sisi lain,
geofisika mempelajari semua isi bumi baik yang terlihat maupun tidak terlihat
langsung oleh pengukuran sifat fisis dengan penyesuaian pada umumnya pada
permukaan (Dobrin dan Savit, 1988). Dalam geofisika dikenal beberapa metode
seperti, Seismik, Gravity, Magnetik, Geolistrik dan Elektromagnetik.Pada
penelitian kali ini, peneliti menggunakan Metode Geolistrik.
Metode geolistrik adalah salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat
kelistrikan di dalam permukaan bumi berupa pengukuran potensial, arus, dan
medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat
mengijeksikan arus kedalam permukaan bumi. Metode Geolistrik dapat digunakan
untuk menggambarkan keadaan bawah permukaan dengan mempelajari
resistivitas listrik dari lapisan batuan di dalam bumi, dimana bumi tersusun atas
batuan yang memiliki daya hantar listrik yang berbeda-beda. Pada metode
geolistrik terdapat beberapa metode yanng dapat digunakan seperti metode
potensial diri (SP), arus tellurik, magnetotellurik, elektromagnetik, IP (induced
Polarization), dan resistivitas (Tahanan Jenis). Salah satu metode geolistrik yang
dapat digunakan dalam pengukuran aliran listrik dan untuk mempelajari keadaan
geologi bawah permukaan adalah dengan metode tahanan jenis/resistivitas. Dasar
dari metode resistivitas adalah hukum Ω yaitu dengan cara mengalirkan arus
kedalam bumi melalui elektroda arus dan mengukur potensialnya di permukaan
bumi dengan menggunakan elektroda potensial (Telford, dkk, 1990).
Pada penelitian kali ini menggunakan Metode Resistivitas dengan
konfigurasi dipole dipole. Konfigurasi dipole dipole meerupakan gabungan dari
teknik profiling dan depth sounding, sehingga jenis konfigurasi ini merupakan
salah satu konfigurasi yang umumnya digunakna dalam eksplorasi geofisika. Pada
konfigurasi dipole dipole, kedua elektroda arus dan elektroda potensial terpisah

8
dengan jarak a. sedangkan elektroda arus dan elektroda potensial bagian dalam
tepisah sejauh na, dengan n adalah bilangan bulat (Dwiharto, dkk. 2017).
Penelitian kali ini menggunakan Software RES2DINV. Sofware RES2DIN
bertujuan untuk mendapatkan penampang resisitivitas yang nantinya dapat
diinterpretasi untuk menentukan daerah yang diduga merupakan daerah yang
diidentifikasi terdapatnya goa.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dari peneltian kali ini yaitu agar dapat memahami konsep
dasar dari metode geolistrik dengam konfigurasi dipole dipole, pengolahan data,
serta interpretasi hasil data dari pengolahan data yang telah dibuat sebelumnya.
Tujuan dari penelitian kali ini agar dapat mendapatkan penampang resistivitas
dari pengolahan data pada Microsoft Excel dengan pengolahan menggunakan
Software RES2DINV agar dapat mengetahui daerah yang persebaran goa bawah
tanah.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Lokal


Gunungsewu terletak di bagian tengah Pulau Jawa bagian selatan. Secara
administratif Kawasan Karst Gunungsewu terletak pada empat kabupaten, yakni
Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul (Daerah Istimewa Yogyakarta),
Kabupaten Wonogiri (Provinsi Jawa Tengah), serta Kabupaten Pacitan (Jawa
Timur). Kawasan Karst Gunungsewu memiliki luas sekitar 1.300 km 2,
membentang sejauh 85 km (barat ke timur) dengan lebar antara 10 km samoai
dengan 29 km (arah utara-selatan). Elevasi wilayah mulai dari 0 mdpal pada
wiayah pantai selatan Jawa, sampai dengan sekitar 512,5 mdpal.

Gambar 2.1. Citra Kawasan Karst Gunungsewu (Haryono, 2011)

2.1.1. Fisiografi
Van Bemmelen (1949) menyebutkan bahwa kawasan Karst Gunungsewu
merupakan bagian dari Pegunungan Selatan Pulau Jawa (Gambar 2.2.), dan
secara regional Pannekoek (1949) menyebut Kawasan Karst Gunungsewu sebagai
bagian dari plato selatan Pulau Jawa. Kawasan karst Gunungsewu di hasilkan oleh
pengangkatan yang dimulai pada Pleiosen Akhir. Bagian utara kawasan karst
Gunungsewu dibatasi oleh cekungan (basin) Wonosari dan Baturetno (Gambar
2.3.) yang tersusun atas material gamping, namun memiliki tingkat karstifikasi

10
yang tidak intensif. Kedua cekungan ini memisahkan kawasan Karst Gunungsewu
dengan pegunungan berbatuan sedimen vulkano-klastik yang lebih dikenal dengan
Pegunungan Baturagung

Gambar 2.2 Sketsa Fisografi Pulau Jawa Bagian Timur

Gambar 2.3. Sketsa Morfologi Gunungsewu dan Sekitarnya (Haryono, 2011)

Pengangkatan kawasan karst Gunungsewu telah menghasilkan beberapa


teras laut yang terangkat di daratan dan lembah yang ditinggalkan di Sungai
Bengawan Solo Purba. Rekonstruksi terhadap keberadaan teras laut tersebut
pernah dilakukan oleh Urushibara (1997), Brahmantyo dkk. (1998). Keberadaan

11
tiga teras laut utama yang terbentuk akibat pengangkatan kawasan Karst
Gunungsewu mudah dikenali melalui citra satelit ataupun peta topografi.
Identifikasi yang dilakukan oleh penulis melalui Digital Elevation Model (DEM)
yang dihasilkan dari informasi topografi pada Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala
1: 25.000 terbitan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan nasional/
BAKOSURTANAL (sekarang bernama Badan Informasi Geosapsial/ BIG)
menunjukkan bahwa teras laut terendah diperkirakan berada pada ketinggian
112,5 mdpal (±12,5 m) di atas permukaan laut rata-rata sekarang, teras tengah
sekitar 137,5 mdpal (±12,5 m), sedangkan yang tertinggi adalah sekitar 200 mdpal
(± 12,5 m). Selain itu, teras kecil di kawasan karst Gunungsewu juga diidentifikasi
oleh Urushibara (1997) dengan perkiraan ketinggian 50 mdpal, menunjukkan
kerucut dan dolin dengan bentuk yang baik, dan pada ketinggian sekitar 20 mdpal
dengan kenampakan berupa kerucut karst berukuran sangat kecil dan hanya
permukaan depresi yang dangkal. Teras pantai juga terkonfirmasi oleh keberadaan
goa dengan beberapa level ketinggian serta keberadaan teras sungai di lembah
kering Sadeng (perbatasan Gunungkidul dan Wonogiri) (Urushibara, 1997) dan
Sungai Baksoka (Kabupaten Pacitan) (Bastra, 1976). Lebah kering bekas sungai
Bengawan Solo Purba menjadi salah satu bentukan yang sangat khas di Kawasan
karst Gunungsewu. Saat ini, Sungai Bengawan Solo mengalir ke utara sampai
Laut Jawa. Dahulu diperkirakan aliran Sungai Bengawan Solo yang berhulu di
Kabupaten Wonogiri mengalir ke arah selatan menuju Samudera Hindia yang
memahat lembah yang ditinggalkan ini (Pannekoek, 1949: Bemmelen, 1949;
Urushibara, 1997; Marwanto dkk., 1999). Keringnya lembah itu dikaitkan dengan
pengangkatan bagian selatan Gunung Selatan. Pengangkatan ini menyebabkan
terbentuknya cekungan Baturetno yang telah disebutkan sebelumnya dan
menyebabkan alur Sungai Bengawan Solo berubah mencari jalan kea rah utara.
Bukti morfologis selain nampak dari DEM juga dapat ditelusuri melalui
keterdapatan lembah menggantung di sekitar Cekungan Baturetno (Marwanto
dkk., 1999). Urushibara (1997) mengemukakan bahwa pembentukan lembah
kering di Gunung Sewu juga dikondisikan dengan menurunkan permukaan laut,
dan pembentukan iklim yang sejuk dan sangat kering, serta perkembangan karst
yang menyebabkan terbentuknya lorong-lorong pelarutan. Kedalaman lembah

12
kering Sungai Bengawan Solo Purba bervariasi antara 150 m sampai dengan 250
m dengan lebar sekitar 40 m sampai dengan 50 m.

2.1.2. Stratigrafi Gunung Sewu


Karst Gunungsewu terdiri dari batu gamping Neogen (Miosen Tengah dan
Pliosen Atas) yang disebut Formasi Wonosari-Punung (Tmwp). Gamping di
wilayah tersebut terdiri dari gamping terumbu di bagian selatan dan gamping
berlapis di bagian utara (Bemmelen 1949; Balazs 1968; Waltham et al., 1983;
Surono et al., 1992; Rahadjo et al., 1995). Total ketebalan gamping di kawasan
Karst Gunungsewu diperkirakan melebihi 650 m. Gamping terumbu secara
litologis sangat bervariasi, namun didominasi oleh rudstones, packstones, dan
framestones.4 Selain itu, struktur biohermal dapat diidentifikasi dan terdapat
perselingan lensa abu vulkanik di antara batuan karbonat (Waltham et al., 1983).
Gamping berlapis banyak terdapat di utara dan timur laut, serta mendominasi
cekungan Wonosari. Batuan dasar Formasi Wonosari-Punung sebagian besar
adalah batuan sedimen vulkano klastik berumur Miosen ( Formasi Wuni, Formasi
Sambipitu, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Nampol). Formasi-
formasi ini ditemukan di beberapa daerah menjadi batuan dasar kawasan Karst
Gunungsewu. Formasi Wuni terdiri dari aglomerat dengan batu pasir tufan dan
lensa batupasir kasar. Formasi Sambipitu terdiri dari batupasir dan batulempung.
Formasi Semilir terbuat dari tuff, breksi batu apung, tuff batu pasir,dan
batulempung. Formasi Nglanggran terdiri dari batuan vulkanik, aglomerat, tuff
dan lava andesitik-basaltik. Formasi Nampol terdiri dari konglomerat, batupasir
konglomerat, aglomerat, batupasir, serpih, batulempung dan tuff. Batuan dasar
lainnya adalah batuan sedimen non vulkanik Formasi Oyo yang terdiri dari tuff,
tuff andesitik, konglomerat, dan gamping (Surono et al., 1992 dan Rahadjo,
1995). Peta geologi wilayah Gunungsewu Karst dan daerah sekitarnya disajikan
pada Gambar 2.4.

13
Gambar 2.4. Peta Geologi Kawasan Karst Gunungsewu dan Sekitarnya

Formasi Wonosari-Punung terangkat pada akhir Pliosen dan/ atau awal


Pleistosen dan semakin menurun ke arah selatan dengan kemiringan yang kecil,
yakni dengan kemiringan sekitar 2%. Hal ini nampak dari kenampakan pada
dinding cliff dengan ketinggian 25 m sampai dengan 100 m di sepanjang pantai
Selatan yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia (Balazs 1968; van
Bemmelen 1949 ; Surono et al., 1992; Sutoyo, 1994). Kompresi utara-selatan5
yang terkait dengan lempeng tektonik menghasilkan deformasi termasuk kekar
dan patahan berarah barat laut dan tenggara, serta barat laut-barat daya (van
Bemmelen 1949; Balazs 1968; Surono et al., 1992; Sutoyo, 1994; Haryono, et al.,
2005). Strukturnya paling rumit berada di sepanjang batas utara.

2.1.3. Geomorfologi Kawasan Karst Gunung Sewu


Karst Gunungsewu telah mengalami karstifikasi lanjut yang membentuk
morfologi karst tropis, yang disebut karst tipe cone/ kerucut atau kegel karst. Jenis
bentuk lahan yang khas ini pertama kali dilaporkan oleh Lehmann (1936) dan
dinamai sebagai karst tipe Gunungsewu. Namun demikian, Flathe dan Pfeiffer
(1965), lebih suka menggunakan istilah sinoid dibandingkan dengan kerucut karst
(conical karst) untuk mendeskripsikan kekhasan bentuk dari kawasan Karst
Gunungsewu. Haryono and Day (2004) pada penelitian yang relatif lebih baru
menyebutkan tiga variasi dari Gunungsewu Kegelkarst yang mereka bagi menjadi

14
labyrinth-cone karst, residualcone karst, dan polygonal-cone karst. Tjia (2013)
menanmbahkan bentukan morfologi karst Gunungsewu berupa bentukan circular
karst dan multi-ring karst. Sementara itu, Kusumayudha et al. (2015)
menyebutkan bahwa perbedaan morfologi yang terbentuk di kawasan karst
Gunungsewu terbentuk karena perbedaan litologi dan struktur geologi. Hal
tersebut seperti nampak pada Tabel 1 dan Tabel 2

Tabel 2.1. Pengaruh LItologi dan Struktur Geologi pada Morfologi Positif di Kawasan
Karst Gunungsewu

15
2.1 Penelitian Tedahulu
Metode Geolistrik Imaging Konfigurasi Dipole - Dipole Digunakan Untuk
Penelusuran Sistem Sungai Bawah Tanah Pada Kawasan Karst Di Pacitan,
Jawa Timur

Satuti Andriyani, Ari Handono Ramelan, dan Sutarno

Progam Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta


Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
E-mail : satuti@ymail,com

Pada penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa penelitain dilakukan didaerah


kawasan karst Pacitan, Jawa Timur.Daerah penelitian merupakan daerah batu
gamping dengan ciri-ciri berupa perbukitan dengan puncak-puncak kecil
membulat (conical hill) yang mempunyai aliran sungai berupa sungai bawah tanah
dan banyak dijumpai gua dan luweng. Luweng yang terdapat di daerah tersebut
adalah luweng Dawung. Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan metode
Geolistrik dengan konfigurasi dipole - dipole. Metode ini didasarkan pada
keadaan yang ditimbulkan jika arus listrik dialirkan ke dalam tanah melalui
elektroda-elektroda, dimana pada setiap perubahan konduktivitas di bawah
permukaan akan mengubah aliran arus dalam bumi yang akan mempengaruhi
distribusi potensial listrik.Dari hasil pengolahan data resistivitas imaging, dapat
diketahui bahwa pada daerah penelitian tersebut diindikasikan/diduga terdapat
sistem sungai bawah tanah di bawah permukaan tanah. Kemdian, Secara imaging
menunjukkan kedalaman anomali lapisan batuan karbonat mulai 21.8 meter
sampai 62.3 meter kebawah. Nilai resistivitasnya adalah sekitar 1887 Ohm meter.
Sehingga dimungkinkan pada perlapisan ini merupakan anomali batuan karbonat
yang bersifatsebagai pembawa air. Lapisan ini diindikasikan adanya sistem sungai
bawah tanah berupa rongga/ lorong sungai bawah tanah.
Benerin format dalam penelitian terdahulu, seperti yang aku koreksi minggu
lalu.

16
BAB III
DASAR TEORI

3.1 Metode Geolistrik


Geolistrik adalah metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik
dalam bumi dan bagaimana mendeteksinya dipermukaan bumi. Dalam hal ini
meliputi pengukuran potensial, arus, dan medan elektromagnetik yang terjadi,
baik secara almiah maupun akibat injeksi arus kedalam bumi. Oleh karena itu
metode geolistrik mempunyai banyak macam, termasuk didalamnya potensial diri,
arus telurik, magnetotelluric, elektromagnetik, induksi polarisasi, dan resistivity
(tahanan jenis). Oleh karena itu metode geolistrik sendiri secara garis besar dibagi
menjadi dua macam, yaitu :
1. Geolistrik yang bersifat pasif
Geolistrik dimana energi yang dibutuhkan telah ada terlebih dahulu sehingga
tidak diperlukan adanya injeksi/pemasukan arus terlebih dahulu. Geolistrik
macam ini disebut Self Potensial (SP). Pengukuran SP dilakukan pada lintasan
tertentu dengan tujuan untuk mengukur beda potensial antara dua titik yang
berbeda sebagai V1 dan V2. cara pengukurannya dengan menggunakan dua buah
porouspot dimana tahanannya selalu diusahakan sekecil mungkin. Kesalahan
dalam pengukuran SP biasanya terjadi karena adanya aliran fluida dibawah
permukaan yang mengakibatkan lompatan-lompatan tiba-tiba terhadap terhadap
nilai beda potensial. Oleh karena itu metode ini sangat baik untuk eksplorasi
geothermal.
2. Geolistrik yang bersifat aktif
Geolistrik dimana energi yang dibutuhkan ada karena penginjeksian arus ke
dalam bumi terlebih dahulu. Geolistrik macam ini ada dua metode, yaitu metode
resistivitas dan Polarisasi Terimbas (Induce Polarization). Yang akan dibahas
lebih lanjut adalah geolistrik yang bersifat aktif. Metode yang diuraikan ini
dikenal dengan nama Geolistrik tahanan jenis atau disebut dengan metode
Resistivitas (resistivity). Tiap-tiap media mempunyai sifat yang berbeda terhadap
aliran listrik yang melaluinya, hal ini tergantung pada tahanan jenisnya. Pada
metode ini, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektrode

17
arus dan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua buah elektrode potensial.
Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektrode
berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis masing-masing
lapisan bawah permukaan bumi, dibawah titik ukur (sounding point).
Metode ini lebih efektif bila dipakai untuk eksplorasi yang sifatnya relatif
dangkal. Metode ini jarang memberikan informasi lapisan kedalaman yang lebih
dari 1000 atau 1500 feet. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk
eksplorasi hidrokarbon, tetapi lebih banyak digunakan untuk bidang geologi
seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, eksplorasi
geothermal, dan juga untuk geofisika lingkungan. Jadi metode resistivitas ini
mempelajari tentang perbedaan resistivitas batuan dengan cara menentukan
perubahan resistivitas terhadap kedalaman. Setiap medium pada dasarnya
memiliki sifat kelistrikan yang dipengaruhi oleh batuan penyusun/komposisi
mineral, homogenitas batuan, kandungan mineral, kandungan air, permeabilitas,
tekstur, suhu, dan umur geologi. Beberapa sifat kelistrikan ini adalah potensial
listrik dan resistivitas listrik.
Geolistrik resistivitas memanfaatkan sifat konduktivitas batuan untuk
mendeteksi keadaan bawah permukaan. Sifat dari resistivitas batuan itu sendiri
ada 3 macam, yaitu :
1. Medium konduktif
Medium yang mudah menghantarkan arus listrik. Besar resistivitasnya
adalah 10-8 ohm m sampai dengan 1 ohm.m.
2. Medium semi-konduktif
Medium yang cukup mudah untuk menghantarkan arus listrik. Besar
resistivitasnya adalah 1 ohm m sampai dengan 107 ohm.m.
3. Medium resistif
Medium yang sukar untuk menghantarkan arus listrik. Besar
resistivitasnya adalah lebih besar 107 ohm.m.
Dalam batuan, atom-atom terikat secara kovalen, sehingga batuan
mempunyai sifat menghantar arus listrik. Aliran arus listrik didalam
batuan/mineral dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Konduksi secara elektronik

18
Terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas
sehingga arus listrik dapat mengalir karena adanya elektron bebas.
2. Konduksi elektrolitik
Terjadi jika batuan/mineral bersifat porous/pori-pori tersebut terisi
oleh cairan-cairan elektrolit dimana arus listrik dibawa oleh ion-ion
elektrolit secara perlahan-lahan.
3. Konduksi dielektrik
Terjadi jika batuan/mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus
listrik, yaitu terjadi polarisasi saat bahan-bahan dialiri arus listrik.
Batuan yang mempunyai resistivitas (tahanan jenis) tinggi maka
konduktivitasnya (kemampuan mengahantarkan arus listrik) akan semakin kecil,
demikian pula sebaliknya bila batuan dengan resistivitas rendah maka
konduktivitasnya akan semakain besar. Sifat kelistrikan batuan itu sendiri
digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Resisitivitas
Batuan dianggap sebagai medium listrik yang mempunyai tahanan
listrik. Suatu arus listrik berjalan pada suatu medium/batuan akan
menimbulakn densitas arus dan intensitas arus.
2. Aktivitas elektro kimia
Aktivitas elektro kimia batuan tergantung dari komposisi mineralnya
serta konsentrasi dan komposisi elektrolit yang terlarut dalam air tanah
(ground water) yang kontak dengan batuan tersebut.
3. Konstanta dielektrik
Konstanta dielektrik pada batuan biasanya berhubungan dengan
permeabilitas dalam material/batuan yang bersifat magnetik.
Kita juga dapat melihat bahwa sifat kelistrikan batuan dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain adalah :
1. Kandungan mineral logam
2. Kandungan mineral non logam
3. Kandungan elektrolit padat
4. Kandungan air garam
5. Perbedaan tekstur batuan

19
6. Perbedaan porositas batuan
7. Perbedaan permeabilitas batuan
8. Perbedaan temperatur
Keuntungan dari metode resistivity (tahanan jenis) ini adalah :
1. Dapat membedakan macam-macam batuan tanpa melakukan pengeboran
2. Biayanya relatif murah
3. Pemakaiannya mudah.

3.2 Metode Resitivitas


Metode resistivitas merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari
sifatresistivitas dari lapisan batuan di dalam bumi. Prinsip metode resistivitas
adalah dengan mengalirkan arus listrik ke dalam bumi melalui kontak dua
elektroda arus, kemudiandiukur distribusi potensial yang dihasilkan. Resistivitas
batuan bawah permukaan dapatdihitung dengan mengetahui besar arus yang
dipancarkan melalui elektroda tersebut dan besar potensial yang dihasilkan. Untuk
mengetahui struktur bawah permukaan yang lebihdalam, maka jarak masing-
masing elektroda arus dan elektroda potensial ditambah secara  b e r t a h a p .
Semakin besar spasi/jarak elektroda arus maka efek penembusan arus ke bawah
makin dalam, sehingga batuan yang lebih dalam akan dapat diketahui sifat-
sifatfisisnya. Pengukuran Resistivitas batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor
sepertihomogenitas batuan, kandungan air, porositas, permeabilitas, dan
kandungan mineral. Hasil-hasil pengukuran yang sudah diolah kemudian
dikorelasikan dengan pengetahuan geologi sehingga akan memberikan
informasi mengenai keadaan geologi  bawah permukaan secara logis pada
daerah penelitian. Secara matematis harga tahanan suatu medium dapat
dirumuskan:

V
ρ=k . (1)
I

20
Dimana :
ρ = resistivitas

k = faktor geometri
v = beda potensial
I = kuat arus

Karena dalam medan homogen, maka resistivitas semu adalah resistivitas


yang sebenarnya dan tidak tergantung spasi elektrodanya. Disini resistivitas yang
terukur (apparent resistivity) bukan resistivitas sebenarnya dan tergantung dari
spasi elektrodanya. Karena tidak homogen maka kenyataan di lapangan bahwa
bumi berlapis-lapis, lapisan batuan dan masing-masing perlapisan mempunyai
harga resistivitas tertentu. Keadaan bumi yang berlapis-lapis dapat digambarkan
sebagai berikut :

Gambar 3.1. Ilustrasi Keadaan Bumi Yang Berlapis-Lapis.

Tiap-tiap medium (lapisan batuan) mempunyai sifat kelistrikan berbeda-beda,


tergantung dari 8 faktor yang telah dijelaskan sebelumnya.

3.3 Konfigurasi Dipole-dipole


Pada prinsipnya konfigurasi dipole-dipole menggunakan 4 buah elektroda,
yaitu pasangan elektroda arus yang disebut ‘current dipole AB’ dan pasangan
elektroda potensial yang disebut ‘potential dipole MN’. Pada konfigurasi dipole-
dipole, elektroda arus dan elektroda potensial bisa terletak tidak segaris dan tidak
simetris.

21
Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak ‘current dipole’ dan
‘potential dipole’ diperpanjang, sedangkan jarak elektroda arus dan elektroda
potensial dibuat tetap. Hal ini merupakan keunggulan konfigurasi dipole-dipole
dibandingkan dengan konfigurasi wenner atau schlumberger. Karena tanpa
memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang lebih dalam. Dalam hal ini
diperlukan alat pengukur tegangan yang ‘high impedance’ dan ‘high accuracy’.
Ada alat dengan merk tertentu yang bisa menggunakan multi ‘potenTial
electrode’ dan dapat menampilkan hasilnya langsung pada layar monitor. Dalam
hal ini yang tergambar adalah ‘apparent resistivity’ dan bukan ‘true resistivity’
serta mengabaikan persyaratan pengukuran geolistrik yaitu homogenitas batuan,
karena dalam konfigurasi dipole-dipole tidak ada fasilitas untuk membuat batuan
yang tidak homogen menjadi seakan - akan homogen. Sedangkan pada
konfigurasi schlumberger bisa dibuat data yang diperoleh dari batuan yang tidak
homogen menjadi seakan-akan homogen.

Gambar 3.2. Konfigurasi dipole – dipole

Konfigurasi dipole-dipole lebih banyak digunakan dalam eksplorasi


mineral - mineral sulfida dan bahan-bahan tambang dengan kedalaman yang
relatif dangkal. Hasil akhir dipole-dipole berupa penampang, baik secara
horizontal maupun secara vertikal.

22
Gambar 3.3. Rangkaian elekrode konfigurasi Dipole-dipole

Ket :
r1 = C1 sampai P1
r2 = C2 sampai P1
r3 = C1 sampai P2
r4 = C2 sampai P2

∆V =
ρI
2π ({ r11 − r12 )−( r13 − r14 )} (2)

ρ=π ( 2+n )( 1+n ) n . r ( )


∆V
I
(3)

k =π ( 2+ n )( 1+n ) n . r (4)

Dimana :
I = arus listrik (mA) pada transmitter
∆V = beda potensial (mV) pada receiver
ρ = resistivitas semu
k = faktor geometris
r = jarak elektrode
n = bilangan pengali

23
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Akuisisi Data


4.1.1.Peralatan dan Perlengkapan

3 4

1
2

7 6

Gambar 4.1 Peralatan dan Perlengkapan

Gambar 4.2 merupakan gambar dari peralatan serta perlengkapan yang


digunakan dalam akuisisi geolistrik metode Vertical Elevtrical Sounding (VES).
Adapun peralatan dan perlengkapan yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Resistivitymeter
Resistivitymeter merupakan alat utama dalam pengukuran geolistrik yang
dapat digunakan untuk mengukur nilai resistivitas hasil respon dari injeksi
arus yang diberikan ke dalam bumi dengan melihat nilai arus (I) dan nilai
beda potensial (V) yang terukur.
2. Elektroda
Terdapat dua jenis elektroda yang digunakan, yaitu elektroda arus dan
elektroda potensial. Elektroda arus dapat digunakan untuk menginjeksikan
arus ke dalam bumi. Sedangkan elektroda potensial merupakan elektroda
yang menerima respon dari medium yang terkena injeksi arus yakni
berupa nilai beda potensialnya.

24
3. Kabel
Kabel digunakan dalam menyambungkan antara resistivitymeter dengan
tiap-tiap elektrodanya.
4. Aki
Aki digunakan sebagai sumber arus dalam penelitian
5. Meteran
Meteran digunakan dalam membantu pengukuran jarak/spasi yang
digunakan dalam memasang elektroda-elektroda sesuai konfigurasi yang
digunakan pada saat pengukuran.
6. Palu
Palu dapat digunakan sebagai pemukul elektroda-elektroda yang
digunakan dalam pengukuran, agar tertancap dengan baik ke dalam
bumi.
7. Tabulasi Data
Tabulasi Data digunakan untuk mencatat nilai-nilai sera perhitungan data
yang didapatkan hasil dari pengukuran di lapangan sebagai pengontrol
data nanti.

25
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Diagram Alir Pengolahan Data

Mulai
Tinjauan
Pustaka
Data Sekunder

Microsoft Excel

Nilai R, k, Rho, Spasi,


dan Datum Point

Save pada Note Pad


dalam bentuk .txt

RES2DIV

Penampang Resistivitas

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 4.3. Diagram Alir Pengolahan Data

26
4.2.2 Penjelasan Diagram Alir Pengolahan Data
Dalam melakukan pembahasan pengolahan data agar mendapatkan hasil yang
maksimal, dapat melalui tahapan - tahapan sebagai berikut :
1. Memulai dengan mengumpulkan data sintesis yang telah diperoleh.
Data. tersebut berupa data n, C1, P1, P2, C2, I, V, R, meter, dan elevasi.
2. Kemudian dapat melakukan input data dengan menggunakan Microsoft
Excel, lalu melakukan perhitungan untuk menentukan nilai K dan RHO
serta spasi dan satum point dengan rumus - rumus yang telah dipelajari
sebelumnya.
3. Dilanjutkan dengan membuat format data RES2DIN yang kemudian
dapat disimpan pada notepad dalam format txt.
4. Membuka software RES2DIN untuk melakukan pengolahan
menggunakan data yang telah disimpan dalam notepad dengan cara
mengeklik menu File – Read Data File dan open DATA.txt
5. Lakukan setting resolusi sebelum melakukan inversi dengan menu
Change Settings dan Inversion.
6. Mendapatkan 3 buah penampang yang bebeda. Penampang pertama
merupakan penampang dengan data asli, penampang kedua merupakan
penampang hasil forward modeling, dan penampang ketiga merupakan
hasil inverse modeling.
7. Meng-inversi dengan memilih menu Inversion – Least Square Inversion.
Pilih iterasi yang diinginkan mulai dari 1 – 5 dengan memperhatikan nilai
yang muncul pada skala warna kemudian klik menu Display – Show
Inversion Resul
8. Setelah itu Klik menu Display Sections – Display Data and Model
Sections. Masukkan iterasi sesuai dengan iterasi yang digunakan.
9. Dapat dilakukan pembahasan berdasarkan hasil data yang telah diolah
dan dapat ditambah dengan tinjauan terdahulu serta tabel resistivitas.
10. Menarik kesimpulan dari pembahasan yang telah dibuat
Menggunakan kata kerja yang baik.
Ex : melakukan pembahasan, melakukan setting dll.

27
28
4.3 Interpretasi Data
Pada interpretasi data metode geolistrik dengan konfigurasi dipole dipole
memiliki output penampang resistivitas dan dengan target goa. Dalam tahap
interpretasi data, terdapat dua macam bahasan yang dilakukan dalam interpretasi
yaitu segi kuantitatif dan kualitatif. Interpretasi data secara kuantitatif merupakan
interpretasi data menurut nilai-nilai yang terdapat pada data, jika pada
pembahasan data geolistrik, data kuantitatif yang dibahas yaitu nilai resistivitas
pada setiap lapisan, kedalaman profil, tebal masing-masing lapisan. Sedangkan
interpretasi secara kualitatif dimana data-data nilai kuantitatif dibahas dengan
hubungannya pada kondisi geologi sebenarnya baik itu dari penelitian tedahulu,
geologi regional dan geologi lokal.
Dalam interpretasi data, tidak hanya cukup dengan menggunakan data nilai
resistivitas saja, melainkan dapat menggunakan data penelitihan terdahulu. Bisa
dengan geologi lokal maupun geologi regional. Kemudian, perlu memahami
mengenai pengklasifikasian terhadap tabel resistivitas, karena merupukan kunci
utama dalam melakukan interpretasi. Tabelnya mana?

29
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Penampang Resistivitas Lintasan 03

Gambar 5.1. Penampang Resistivitas Lintasan 06

Gambar diatas merupakan gambar hasil resistivitas semu lapangan, kalkulasi


resistivitas semu, dan inversi resistivitas yang diolah menggunakan software
RES2DIN. Sebelum melakukan pengolahan pada software, perlu melakukan
pengolahan pada Microsoft Excel dengan mencari nilai k, nilai rho, spasi, datum
point, dan membuat format data RES2DIN. Setelah melakukan pengolahan data
pada Microsoft Excel, lalu dapat menyimpan file format data RES2DIN kedalam
notepad dan melanjutkan melakukan pengolahan data pada Software RES2DIN.
Pada penampang tersebut dapat dilihat bahwa nilai RMS error sebesar 14,1
%. Kemudian, nanti dapat menghasilkan 3 buah penampang yang berebeda beda.
Penampang yang pertama merupakan penampang measured apparent resistivity
pseudosection yang merupakan penampang dasar dari data murni akuisisi
dilapangan. Kemudian, pada penampamg kedua merupakan penampang
calculated apparent resistivity pseudosection yang merupakan penampang yang
telah dilakukan forward modelling untuk dapat menghasilkan nilai resistivitas
semu. Tujuan dilakukannya forward modeling yaitu agar mendapatkan nilai
datum point. Dan untuk penampang ketiga merupakan penampang inverse model

30
resistivty section. Pada penampang tersebut telah dilakukan inverse modeling
yang menghasilkan nilai resistivitas semu yang sebenarnya.

Gambar 5.2. Penampang Resistivitas Bawah Permukaan

Gambar diatas merupakan gambar penampang resistivias bawah permukaan


lintasan 6. Penampang diatas merupakan penampang yang menunjukkan hasil
inversi akhir atau hasil RMS (Root Mean Square) sebanyak 3 kali dengan nilai
RMS error sebesar 14,1 %. Penampang ini dapat dikatakan sudah menunjukkan
nilai resistivitas sebenarnya (True Resistivity) sehingga dapat digunakan untuk
interpretasi karena menggambarkan keadaan bawah permukaan. Pada gambar
diatas dapat dilihat bahwa terdapat sumbu X, sumbu Y, dan nilai resistivitas.
Sumbu X menunjukkan nilai spasi antar elektroda, kemudian sumbu Y
menunjukkan nilai kedalaman. Nilai kedalaman penampang tersebut sedalam 30
meter.
Dapat dilihat pada gambar nilai resistivitas terendah sebesar 11,6 Ω.m. dan
nilai tertinggi sebesar 643 Ω.m. yang dapat digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu
kategori rendah, sedang, dan tinggi. Kategori rendah dapat digolongkan kedalam
warna biru tua sampai dengan biru muda dengan nilai resistivitas 11,6 Ω.m - 36,4
Ω.m. Kemudian untuk kategori sedang dapat digolongkan kedalam warna hijau
sampai orange dengan nilai resistivitas 64,7 Ω.m - 115 Ω.m. Untuk kategori tinggi
dapat digolongkan kedalam warna merah sampai dengan ungu dengan nilai 204
Ω.m - 643 Ω.m. Dapat dilihat berdasarkan kategori pembagian skala warna yang
telah dibuat dapat dikasifikasikan jenis litologi dari setiap lapisan penyusunnya
dengan berdasarkan tabel resisitivitas batuan Telford (1990) sepeti pada gambar
dibawah ini :

31
Tabel 5.1. Resistivitas Batuan Dan Mineral (Telford, 1990)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada bagian kanan penampamg
memiliki nilai resistivitas yang tinggi dengan keterangan berwarna merah - ungu
dengan nilai resistivitas sebesar 362 Ω.m - 643 Ω.m. Berdasarkan tabel resistivitas
diatas dapat dilihat bahwa daerah tersebut dapat diklasifikasikan sebagai litologi
pasir maupun kerikil, karena pada Telford memiliki nilai resistivitas sekitar 1 Ω.m
- 1000 Ω.m. Namun, beberapa daerah dapat juga digolongkan kedalam litologi
batugamping. Keterdapatan kawasan karst yang umumnya berbatuan gamping
dengan sifat mudah larut, terutama dalam air yang banyak mengandung karbon
dioksida. Pelarutan tersebut yang mengakibatkan struktur kekarnya merupakan
tempat terkonsentrasinya air. Adanya gerakan airtanah pada celah-celah di
berbagai tempat tersebut menyebabkan airtanah akan muncul di permukaan
sebagai mata air (spring) atau rembesan (seepage). Debit yang relatif besar
disebabkan oleh adanya rongga-rongga yang saling berhubungan membentuk
saluran sungai bawah tanah pada tempat-tempat tertentu (Afriyani, 2010).
Kemudian untuk bagian keterangan berwarna hijau - orange dengan nilai
resistivitas 64,7 Ω.m - 115 Ω.m dapat diklasifikasikan sebagai litologi lempung,
karena pada tabel telford nilai resistivitas lempung sekitar 1 - 100 Ω.m.
Resistivitas semu (apparent resistivity) dipengaruhi oleh jenis batuan yang berada
di bawah permukaan. Apabila batuannya lebih berongga maka nilai resistivitasnya
besar, sedangkan apabila batuan lebih kompak maka nilai resistivitasnya akan

32
lebih kecil. Batuan yang lebih kompak akan lebih mudah mengalirkan arus dari
pada batuan yang berongga, sehingga nilai resistivitas batuan yang kompak akan
lebih kecil.
Kemudian untuk daerah yang memiliki nilai resistvitas rendah dengan
keterangan berwarna biru muda - biru tua dengan nilai resistivitas 11,6 Ω.m - 36,4
Ω.m. diduga masuk kedalam litologi pasir, dimana daerah ini merupakan daerah
resapan air yang dulunya merupakan daerah perkebunan. Pada penampang
tersebut belum dapat diidentifikasi adanya persebaran goa, karena tidak dilihat
terdapat kemenerusan. Dapat dilihat pada penampang bahwa daerah dengan nilai
resistivitas yang rendah menuju kedaerah bawah yang belum diketaui kemana
arahnya. Karena apabila peneliti ingin meneliti lebih lanjut perlu dilakukan
adanya korelasi dan juga tinjauan penelitian terdahulu sehingga dalam pendugaan
daerah goa bisa lebih jelas dapam menginterpretasi.

33
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

34
DAFTAR PUSTAKA

Danusaputro, H., & Dwi Indriana, R. (2006). Uji Nilai Tahanan Jenis Polutan Air
Laut Dengan Metode Ohmik Dan Geolistrik Tahanan Jenis Skala
Laboratorium. Berkala Fisika, 9(3), 145-149.
Budiman. A.. Delhasni. Widjojo. S. 2013. Pendugaan Potensi Air Tanah Dengan
Metode Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Schlumberger. Padang: Jurnal
Ilmu Fisika. Vol. 5. No. 2.s
Edisar. Muhammad. 2013. Pemetaan Zonasi Air Bawah Tanah di Kecamatan
Pinggir Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Lampung: Prosiding Semirata
FMIPA Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai