Oleh :
UNIK NUR OKTAVIANI
115.180.017
KELOMPOK 06
Asisten Geolistrik
( )
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya, sehingga saya masih diberi kesempatan untuk dapat
menyelesaikan Laporan Praktikum Geolistrik Jurusan Teknik Geofisika
Universitas Pembangunan Negeri “Veteran” Yogyakarta.
Penyusun berharap, bahwa laporan praktikum geolistrik ini dapat berguna,
bermanfaat, dan dapat dijadikan sumber referensi dalam proses pembelajaran
perpetaan oleh para pembaca.
Penyusun sadar, bahwa masih terdapat kesalahan dalam penulisan dan
penyusunan laporan resmi ini. Mohon maaf apabila ada isi dari materi yang
kurang berkenan. Saya harap, terdapat kritikan dan saran yang membangun saya
supaya menjadi lebih baik kedepannya. Terima Kasih.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................vii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG.....................................................viii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan...........................................................................................1
iii
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Penampang Resistivitas Lintasan 03...............................................................11
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan Nama
mV : millivolt
mA : miliAmpere
Lambang
Ω :Ohm
Ρ : resistivitas (Ω.m)
K : factor geometric konfigurasi
Π : phi (konstanta 22/7 atau 3.14)
V : data potensial (mV)
I : arus listrik (mA)
R : hambatan (Ω)
vii
BAB I
PENDAHULUAN
8
dengan jarak a. sedangkan elektroda arus dan elektroda potensial bagian dalam
tepisah sejauh na, dengan n adalah bilangan bulat (Dwiharto, dkk. 2017).
Penelitian kali ini menggunakan Software RES2DINV. Sofware RES2DIN
bertujuan untuk mendapatkan penampang resisitivitas yang nantinya dapat
diinterpretasi untuk menentukan daerah yang diduga merupakan daerah yang
diidentifikasi terdapatnya goa.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Fisiografi
Van Bemmelen (1949) menyebutkan bahwa kawasan Karst Gunungsewu
merupakan bagian dari Pegunungan Selatan Pulau Jawa (Gambar 2.2.), dan
secara regional Pannekoek (1949) menyebut Kawasan Karst Gunungsewu sebagai
bagian dari plato selatan Pulau Jawa. Kawasan karst Gunungsewu di hasilkan oleh
pengangkatan yang dimulai pada Pleiosen Akhir. Bagian utara kawasan karst
Gunungsewu dibatasi oleh cekungan (basin) Wonosari dan Baturetno (Gambar
2.3.) yang tersusun atas material gamping, namun memiliki tingkat karstifikasi
10
yang tidak intensif. Kedua cekungan ini memisahkan kawasan Karst Gunungsewu
dengan pegunungan berbatuan sedimen vulkano-klastik yang lebih dikenal dengan
Pegunungan Baturagung
11
tiga teras laut utama yang terbentuk akibat pengangkatan kawasan Karst
Gunungsewu mudah dikenali melalui citra satelit ataupun peta topografi.
Identifikasi yang dilakukan oleh penulis melalui Digital Elevation Model (DEM)
yang dihasilkan dari informasi topografi pada Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala
1: 25.000 terbitan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan nasional/
BAKOSURTANAL (sekarang bernama Badan Informasi Geosapsial/ BIG)
menunjukkan bahwa teras laut terendah diperkirakan berada pada ketinggian
112,5 mdpal (±12,5 m) di atas permukaan laut rata-rata sekarang, teras tengah
sekitar 137,5 mdpal (±12,5 m), sedangkan yang tertinggi adalah sekitar 200 mdpal
(± 12,5 m). Selain itu, teras kecil di kawasan karst Gunungsewu juga diidentifikasi
oleh Urushibara (1997) dengan perkiraan ketinggian 50 mdpal, menunjukkan
kerucut dan dolin dengan bentuk yang baik, dan pada ketinggian sekitar 20 mdpal
dengan kenampakan berupa kerucut karst berukuran sangat kecil dan hanya
permukaan depresi yang dangkal. Teras pantai juga terkonfirmasi oleh keberadaan
goa dengan beberapa level ketinggian serta keberadaan teras sungai di lembah
kering Sadeng (perbatasan Gunungkidul dan Wonogiri) (Urushibara, 1997) dan
Sungai Baksoka (Kabupaten Pacitan) (Bastra, 1976). Lebah kering bekas sungai
Bengawan Solo Purba menjadi salah satu bentukan yang sangat khas di Kawasan
karst Gunungsewu. Saat ini, Sungai Bengawan Solo mengalir ke utara sampai
Laut Jawa. Dahulu diperkirakan aliran Sungai Bengawan Solo yang berhulu di
Kabupaten Wonogiri mengalir ke arah selatan menuju Samudera Hindia yang
memahat lembah yang ditinggalkan ini (Pannekoek, 1949: Bemmelen, 1949;
Urushibara, 1997; Marwanto dkk., 1999). Keringnya lembah itu dikaitkan dengan
pengangkatan bagian selatan Gunung Selatan. Pengangkatan ini menyebabkan
terbentuknya cekungan Baturetno yang telah disebutkan sebelumnya dan
menyebabkan alur Sungai Bengawan Solo berubah mencari jalan kea rah utara.
Bukti morfologis selain nampak dari DEM juga dapat ditelusuri melalui
keterdapatan lembah menggantung di sekitar Cekungan Baturetno (Marwanto
dkk., 1999). Urushibara (1997) mengemukakan bahwa pembentukan lembah
kering di Gunung Sewu juga dikondisikan dengan menurunkan permukaan laut,
dan pembentukan iklim yang sejuk dan sangat kering, serta perkembangan karst
yang menyebabkan terbentuknya lorong-lorong pelarutan. Kedalaman lembah
12
kering Sungai Bengawan Solo Purba bervariasi antara 150 m sampai dengan 250
m dengan lebar sekitar 40 m sampai dengan 50 m.
13
Gambar 2.4. Peta Geologi Kawasan Karst Gunungsewu dan Sekitarnya
14
labyrinth-cone karst, residualcone karst, dan polygonal-cone karst. Tjia (2013)
menanmbahkan bentukan morfologi karst Gunungsewu berupa bentukan circular
karst dan multi-ring karst. Sementara itu, Kusumayudha et al. (2015)
menyebutkan bahwa perbedaan morfologi yang terbentuk di kawasan karst
Gunungsewu terbentuk karena perbedaan litologi dan struktur geologi. Hal
tersebut seperti nampak pada Tabel 1 dan Tabel 2
Tabel 2.1. Pengaruh LItologi dan Struktur Geologi pada Morfologi Positif di Kawasan
Karst Gunungsewu
15
2.1 Penelitian Tedahulu
Metode Geolistrik Imaging Konfigurasi Dipole - Dipole Digunakan Untuk
Penelusuran Sistem Sungai Bawah Tanah Pada Kawasan Karst Di Pacitan,
Jawa Timur
16
BAB III
DASAR TEORI
17
arus dan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua buah elektrode potensial.
Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektrode
berbeda kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis masing-masing
lapisan bawah permukaan bumi, dibawah titik ukur (sounding point).
Metode ini lebih efektif bila dipakai untuk eksplorasi yang sifatnya relatif
dangkal. Metode ini jarang memberikan informasi lapisan kedalaman yang lebih
dari 1000 atau 1500 feet. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk
eksplorasi hidrokarbon, tetapi lebih banyak digunakan untuk bidang geologi
seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, eksplorasi
geothermal, dan juga untuk geofisika lingkungan. Jadi metode resistivitas ini
mempelajari tentang perbedaan resistivitas batuan dengan cara menentukan
perubahan resistivitas terhadap kedalaman. Setiap medium pada dasarnya
memiliki sifat kelistrikan yang dipengaruhi oleh batuan penyusun/komposisi
mineral, homogenitas batuan, kandungan mineral, kandungan air, permeabilitas,
tekstur, suhu, dan umur geologi. Beberapa sifat kelistrikan ini adalah potensial
listrik dan resistivitas listrik.
Geolistrik resistivitas memanfaatkan sifat konduktivitas batuan untuk
mendeteksi keadaan bawah permukaan. Sifat dari resistivitas batuan itu sendiri
ada 3 macam, yaitu :
1. Medium konduktif
Medium yang mudah menghantarkan arus listrik. Besar resistivitasnya
adalah 10-8 ohm m sampai dengan 1 ohm.m.
2. Medium semi-konduktif
Medium yang cukup mudah untuk menghantarkan arus listrik. Besar
resistivitasnya adalah 1 ohm m sampai dengan 107 ohm.m.
3. Medium resistif
Medium yang sukar untuk menghantarkan arus listrik. Besar
resistivitasnya adalah lebih besar 107 ohm.m.
Dalam batuan, atom-atom terikat secara kovalen, sehingga batuan
mempunyai sifat menghantar arus listrik. Aliran arus listrik didalam
batuan/mineral dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Konduksi secara elektronik
18
Terjadi jika batuan/mineral mempunyai banyak elektron bebas
sehingga arus listrik dapat mengalir karena adanya elektron bebas.
2. Konduksi elektrolitik
Terjadi jika batuan/mineral bersifat porous/pori-pori tersebut terisi
oleh cairan-cairan elektrolit dimana arus listrik dibawa oleh ion-ion
elektrolit secara perlahan-lahan.
3. Konduksi dielektrik
Terjadi jika batuan/mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus
listrik, yaitu terjadi polarisasi saat bahan-bahan dialiri arus listrik.
Batuan yang mempunyai resistivitas (tahanan jenis) tinggi maka
konduktivitasnya (kemampuan mengahantarkan arus listrik) akan semakin kecil,
demikian pula sebaliknya bila batuan dengan resistivitas rendah maka
konduktivitasnya akan semakain besar. Sifat kelistrikan batuan itu sendiri
digolongkan menjadi 3, yaitu :
1. Resisitivitas
Batuan dianggap sebagai medium listrik yang mempunyai tahanan
listrik. Suatu arus listrik berjalan pada suatu medium/batuan akan
menimbulakn densitas arus dan intensitas arus.
2. Aktivitas elektro kimia
Aktivitas elektro kimia batuan tergantung dari komposisi mineralnya
serta konsentrasi dan komposisi elektrolit yang terlarut dalam air tanah
(ground water) yang kontak dengan batuan tersebut.
3. Konstanta dielektrik
Konstanta dielektrik pada batuan biasanya berhubungan dengan
permeabilitas dalam material/batuan yang bersifat magnetik.
Kita juga dapat melihat bahwa sifat kelistrikan batuan dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain adalah :
1. Kandungan mineral logam
2. Kandungan mineral non logam
3. Kandungan elektrolit padat
4. Kandungan air garam
5. Perbedaan tekstur batuan
19
6. Perbedaan porositas batuan
7. Perbedaan permeabilitas batuan
8. Perbedaan temperatur
Keuntungan dari metode resistivity (tahanan jenis) ini adalah :
1. Dapat membedakan macam-macam batuan tanpa melakukan pengeboran
2. Biayanya relatif murah
3. Pemakaiannya mudah.
V
ρ=k . (1)
I
20
Dimana :
ρ = resistivitas
k = faktor geometri
v = beda potensial
I = kuat arus
21
Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak ‘current dipole’ dan
‘potential dipole’ diperpanjang, sedangkan jarak elektroda arus dan elektroda
potensial dibuat tetap. Hal ini merupakan keunggulan konfigurasi dipole-dipole
dibandingkan dengan konfigurasi wenner atau schlumberger. Karena tanpa
memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang lebih dalam. Dalam hal ini
diperlukan alat pengukur tegangan yang ‘high impedance’ dan ‘high accuracy’.
Ada alat dengan merk tertentu yang bisa menggunakan multi ‘potenTial
electrode’ dan dapat menampilkan hasilnya langsung pada layar monitor. Dalam
hal ini yang tergambar adalah ‘apparent resistivity’ dan bukan ‘true resistivity’
serta mengabaikan persyaratan pengukuran geolistrik yaitu homogenitas batuan,
karena dalam konfigurasi dipole-dipole tidak ada fasilitas untuk membuat batuan
yang tidak homogen menjadi seakan - akan homogen. Sedangkan pada
konfigurasi schlumberger bisa dibuat data yang diperoleh dari batuan yang tidak
homogen menjadi seakan-akan homogen.
22
Gambar 3.3. Rangkaian elekrode konfigurasi Dipole-dipole
Ket :
r1 = C1 sampai P1
r2 = C2 sampai P1
r3 = C1 sampai P2
r4 = C2 sampai P2
∆V =
ρI
2π ({ r11 − r12 )−( r13 − r14 )} (2)
k =π ( 2+ n )( 1+n ) n . r (4)
Dimana :
I = arus listrik (mA) pada transmitter
∆V = beda potensial (mV) pada receiver
ρ = resistivitas semu
k = faktor geometris
r = jarak elektrode
n = bilangan pengali
23
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
3 4
1
2
7 6
24
3. Kabel
Kabel digunakan dalam menyambungkan antara resistivitymeter dengan
tiap-tiap elektrodanya.
4. Aki
Aki digunakan sebagai sumber arus dalam penelitian
5. Meteran
Meteran digunakan dalam membantu pengukuran jarak/spasi yang
digunakan dalam memasang elektroda-elektroda sesuai konfigurasi yang
digunakan pada saat pengukuran.
6. Palu
Palu dapat digunakan sebagai pemukul elektroda-elektroda yang
digunakan dalam pengukuran, agar tertancap dengan baik ke dalam
bumi.
7. Tabulasi Data
Tabulasi Data digunakan untuk mencatat nilai-nilai sera perhitungan data
yang didapatkan hasil dari pengukuran di lapangan sebagai pengontrol
data nanti.
25
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Diagram Alir Pengolahan Data
Mulai
Tinjauan
Pustaka
Data Sekunder
Microsoft Excel
RES2DIV
Penampang Resistivitas
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
26
4.2.2 Penjelasan Diagram Alir Pengolahan Data
Dalam melakukan pembahasan pengolahan data agar mendapatkan hasil yang
maksimal, dapat melalui tahapan - tahapan sebagai berikut :
1. Memulai dengan mengumpulkan data sintesis yang telah diperoleh.
Data. tersebut berupa data n, C1, P1, P2, C2, I, V, R, meter, dan elevasi.
2. Kemudian dapat melakukan input data dengan menggunakan Microsoft
Excel, lalu melakukan perhitungan untuk menentukan nilai K dan RHO
serta spasi dan satum point dengan rumus - rumus yang telah dipelajari
sebelumnya.
3. Dilanjutkan dengan membuat format data RES2DIN yang kemudian
dapat disimpan pada notepad dalam format txt.
4. Membuka software RES2DIN untuk melakukan pengolahan
menggunakan data yang telah disimpan dalam notepad dengan cara
mengeklik menu File – Read Data File dan open DATA.txt
5. Lakukan setting resolusi sebelum melakukan inversi dengan menu
Change Settings dan Inversion.
6. Mendapatkan 3 buah penampang yang bebeda. Penampang pertama
merupakan penampang dengan data asli, penampang kedua merupakan
penampang hasil forward modeling, dan penampang ketiga merupakan
hasil inverse modeling.
7. Meng-inversi dengan memilih menu Inversion – Least Square Inversion.
Pilih iterasi yang diinginkan mulai dari 1 – 5 dengan memperhatikan nilai
yang muncul pada skala warna kemudian klik menu Display – Show
Inversion Resul
8. Setelah itu Klik menu Display Sections – Display Data and Model
Sections. Masukkan iterasi sesuai dengan iterasi yang digunakan.
9. Dapat dilakukan pembahasan berdasarkan hasil data yang telah diolah
dan dapat ditambah dengan tinjauan terdahulu serta tabel resistivitas.
10. Menarik kesimpulan dari pembahasan yang telah dibuat
Menggunakan kata kerja yang baik.
Ex : melakukan pembahasan, melakukan setting dll.
27
28
4.3 Interpretasi Data
Pada interpretasi data metode geolistrik dengan konfigurasi dipole dipole
memiliki output penampang resistivitas dan dengan target goa. Dalam tahap
interpretasi data, terdapat dua macam bahasan yang dilakukan dalam interpretasi
yaitu segi kuantitatif dan kualitatif. Interpretasi data secara kuantitatif merupakan
interpretasi data menurut nilai-nilai yang terdapat pada data, jika pada
pembahasan data geolistrik, data kuantitatif yang dibahas yaitu nilai resistivitas
pada setiap lapisan, kedalaman profil, tebal masing-masing lapisan. Sedangkan
interpretasi secara kualitatif dimana data-data nilai kuantitatif dibahas dengan
hubungannya pada kondisi geologi sebenarnya baik itu dari penelitian tedahulu,
geologi regional dan geologi lokal.
Dalam interpretasi data, tidak hanya cukup dengan menggunakan data nilai
resistivitas saja, melainkan dapat menggunakan data penelitihan terdahulu. Bisa
dengan geologi lokal maupun geologi regional. Kemudian, perlu memahami
mengenai pengklasifikasian terhadap tabel resistivitas, karena merupukan kunci
utama dalam melakukan interpretasi. Tabelnya mana?
29
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
30
resistivty section. Pada penampang tersebut telah dilakukan inverse modeling
yang menghasilkan nilai resistivitas semu yang sebenarnya.
31
Tabel 5.1. Resistivitas Batuan Dan Mineral (Telford, 1990)
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada bagian kanan penampamg
memiliki nilai resistivitas yang tinggi dengan keterangan berwarna merah - ungu
dengan nilai resistivitas sebesar 362 Ω.m - 643 Ω.m. Berdasarkan tabel resistivitas
diatas dapat dilihat bahwa daerah tersebut dapat diklasifikasikan sebagai litologi
pasir maupun kerikil, karena pada Telford memiliki nilai resistivitas sekitar 1 Ω.m
- 1000 Ω.m. Namun, beberapa daerah dapat juga digolongkan kedalam litologi
batugamping. Keterdapatan kawasan karst yang umumnya berbatuan gamping
dengan sifat mudah larut, terutama dalam air yang banyak mengandung karbon
dioksida. Pelarutan tersebut yang mengakibatkan struktur kekarnya merupakan
tempat terkonsentrasinya air. Adanya gerakan airtanah pada celah-celah di
berbagai tempat tersebut menyebabkan airtanah akan muncul di permukaan
sebagai mata air (spring) atau rembesan (seepage). Debit yang relatif besar
disebabkan oleh adanya rongga-rongga yang saling berhubungan membentuk
saluran sungai bawah tanah pada tempat-tempat tertentu (Afriyani, 2010).
Kemudian untuk bagian keterangan berwarna hijau - orange dengan nilai
resistivitas 64,7 Ω.m - 115 Ω.m dapat diklasifikasikan sebagai litologi lempung,
karena pada tabel telford nilai resistivitas lempung sekitar 1 - 100 Ω.m.
Resistivitas semu (apparent resistivity) dipengaruhi oleh jenis batuan yang berada
di bawah permukaan. Apabila batuannya lebih berongga maka nilai resistivitasnya
besar, sedangkan apabila batuan lebih kompak maka nilai resistivitasnya akan
32
lebih kecil. Batuan yang lebih kompak akan lebih mudah mengalirkan arus dari
pada batuan yang berongga, sehingga nilai resistivitas batuan yang kompak akan
lebih kecil.
Kemudian untuk daerah yang memiliki nilai resistvitas rendah dengan
keterangan berwarna biru muda - biru tua dengan nilai resistivitas 11,6 Ω.m - 36,4
Ω.m. diduga masuk kedalam litologi pasir, dimana daerah ini merupakan daerah
resapan air yang dulunya merupakan daerah perkebunan. Pada penampang
tersebut belum dapat diidentifikasi adanya persebaran goa, karena tidak dilihat
terdapat kemenerusan. Dapat dilihat pada penampang bahwa daerah dengan nilai
resistivitas yang rendah menuju kedaerah bawah yang belum diketaui kemana
arahnya. Karena apabila peneliti ingin meneliti lebih lanjut perlu dilakukan
adanya korelasi dan juga tinjauan penelitian terdahulu sehingga dalam pendugaan
daerah goa bisa lebih jelas dapam menginterpretasi.
33
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
Danusaputro, H., & Dwi Indriana, R. (2006). Uji Nilai Tahanan Jenis Polutan Air
Laut Dengan Metode Ohmik Dan Geolistrik Tahanan Jenis Skala
Laboratorium. Berkala Fisika, 9(3), 145-149.
Budiman. A.. Delhasni. Widjojo. S. 2013. Pendugaan Potensi Air Tanah Dengan
Metode Geolistrik Tahanan Jenis Konfigurasi Schlumberger. Padang: Jurnal
Ilmu Fisika. Vol. 5. No. 2.s
Edisar. Muhammad. 2013. Pemetaan Zonasi Air Bawah Tanah di Kecamatan
Pinggir Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Lampung: Prosiding Semirata
FMIPA Universitas Lampung.