Anda di halaman 1dari 48

HALAMAN JUDUL

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROMAGNETIK


VERY LOW FREQUENCY (VLF)

Oleh :
ARIF MUSTOFA
115.200.019
KELOMPOK 6

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROMAGNETIK

VERY LOW FREQUENCY (VLF)

Laporan ini disusun sebagai syarat untuk mengikuti Praktikum


Elektromagnetik selanjutnya, tahun ajaran 2022/2023, Jurusan Teknik Geofisika,
Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta.

Disusun Oleh :

ARIF MUSTOFA
115.200.019
KELOMPOK 6

Yogyakarta, 11 September 2022


Disahkan Oleh :
Asisten Elektromagnetik

(Andre Azhar)

LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN”
YOGYAKARTA
2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Pertama-tama saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat mengerjakan tugas laporan
dengan judul “Very Low Frequency (VLF)”, yang sudah seharusnya dikerjakan
sebagai praktikan pada praktikum metode elektromagnetik. Dari apa yang telah
saya kerjakan pada laporan praktikum kali ini, semoga dapat sesuai dengan
persyaratan laporan yang diberikan dan dapat dinilai dengan baik terutama
berkaitan dengan penilaian pada kegiatan praktikum metode elektromagnetik.
Saya berharap melalui laporan praktikum berjudul “Very Low Frequency
(VLF)” dapat menjadi manfaat terutama dalam kajian ilmu pengetahuan geosains
geofisika yang dapat diperoleh dari setiap bab yang tersaji dalam laporan ini.
Sehingga laporan ini bisa menjadi literatur dalam pembelajaran mengenai metode
elektromagnetik.
Terakhir, saya selaku penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
karena pastinya terdapat kesalahan kata, kalimat dan penjabaran yang kurang
sesuai agar hal itu dapat menjadi pembelajaran dan motivasi kepada penulis dalam
menyusun laporan pada waktu berikutnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Yogyakarta, 11 September 2022

Arif Mustofa

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG......................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang............................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan...................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1. Geologi Regional.........................................................................................3
2.2. Geologi Lokal...............................................................................................7
2.2. Penelitian Terdahulu..................................................................................7
BAB III DASAR TEORI.....................................................................................10
3.1. Pengertian dan Prinsip Dasar VLF.....................................................10
3.2. Perambatan Medan Elektromagnetik.................................................12
3.3. Segitiga Fase...........................................................................................13
3.4. Polarisasi Elipt.......................................................................................14
3.5. Rapat Arus Ekuivalen (RAE)...............................................................15
3.6. Moving Average.....................................................................................16
3.7. Karous Filter..........................................................................................16
BAB IV METODOLOGI....................................................................................18
4.1. Diagram Alir Pengolahan Data...............................................................18
4.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data.....................................19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................21
5.1. Tabel Perhitungan RAE Australia Lintasan 6...................................21
5.2. Tabel Perhitungan RAE Jepang Lintasan 6.......................................22
5.3. Grafik Analisa Lintasan 6....................................................................23

iii
5.3.1. Grafik Tilt Vs Elipt Australia Lintasan 6.........................................23
5.3.2. Grafik MA Tilt Vs MA Elipt Australia Lintasan 6..........................24
5.3.3. Grafik Tilt Vs Elipt Jepang Lintasan 6.............................................26
5.3.4. Grafik MA Tilt Vs MA Elipt Jepang Lintasan 6.............................27
5.4. Pembahasan Penampang......................................................................28
5.4.1. Penampang RAE software KHFILT.................................................28
5.4.2. Penampang RAE Perhitungan Manual...........................................32
5.5. Pembahasan Peta Per-Slice Kedalaman : Peta Per-Slice Kedalaman
20 meter MA RAE Jepang..............................................................................38
BAB VI PENUTUP..............................................................................................39
6.1. Kesimpulan................................................................................................39
6.2. Saran..........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 2. Distribusi medan elektromagnetik untuk metode VLF dalam


polarisasi listrik dengan sinyal di atas sebuah dike konduktif
vertikal (Bosch dan Muler, 2001).......................................................12
Gambar 3. 2. Induksi medan elektromagnetik (Burger, dkk., 2004)..............12
Gambar 3. 4. Hubungan amplitude dan fase gelombang sekunder (S) dan
primer (P).............................................................................................13
Gambar 4.1. Diagram Alir Pengolahan Data....................................................18
Gambar 5.1. Tabel Pengolahan Data VLF Transmiter Australia Lintasan 621
Gambar 5.1. Tabel Pengolahan Data VLF Transmiter Jepang Lintasan 6...22

v
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Tabel Perhitungan RAE Australia Lintasan 6


Tabel 5.1. Tabel Perhitungan RAE Jepang Lintasan 6

vi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Nama
VLF : Very Low Frequency
MA : Moving Average
EM : Elektromagnetik
RAE : Rapat Arus Ekuivalen

Lambang
σ : konduktivitas
ɛ : permitivitas
μ : permeabilitas

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bukit Mengger yang terletak di Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, dan Desa
Segoroyoso, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, tersebut merupakan salah satu
situs warisan geologi (geoheritage) dengan kemanfaatan sebagai objek penelitian
dan pendidikan kebumian, dan geowisata. Komponen geologi yang menjadi
keunggulan dari situs Bukit Mengger ini adalah adanya sesar mendatar dengan
arah orientasi relatif timur laut-barat daya dan sesar tersebut merupakan salah satu
segmen zona sesar Opak (Tasrif & Sihite, 2021). Sesar Opak merupakan struktur
geologi tipe sesar geser aktif yang membentang sepanjang sekitar 40 km dari
Parangtritis hingga Prambanan yang memancarkan transmisi gelombang gempa
yang memporak-porandakan wilayah Bantul dan sekitarnya pada peristiwa Gempa
Bumi Yogyakarta 27 Mei 2006 (Nurwidyanto, Indriana, & Darwis, 2007).
Untuk melakukan identifikasi struktur geologi seperti Sesar Opak tersebut,
maka diperlukan suatu studi pendekatan menggunakan metode geofisika yang
mana mempelajari informasi kondisi geologi bawah permukaan. Salah satu
metode geofisika yang diterapkan dalam penelitian kali ini adalah metode
elektromagnetik. Metode elektromagnetik merupakan geofisika yang
mengandalkan sifat penjalaran gelombang elektromagnetik untuk menganalisis
anomali gelombang yang dipancarkan oleh batuan bawah permukaan (Telford,
Gildart, & Sheriff, 1990). Ada beberapa macam metode elektromagnetik, salah
satunya adalah metode VLF.
Metode VLF (Very Low Frequency) adalah suatu metode elektromagnetik
yang menggunakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dari suatu
transmitter mayor ke bawah permukaan dengan frekuensi 15-30 kHz (Purwanto,
Minarto, & Bahri, 2015). Metode VLF sedikit berbeda dengan beberapa metode
elektromagnetik yang umumnya mengandalkan parameter konduktivitas,
melainkan metode tersebut mengandalkan anomali medan kerapatan arus yang
berbeda antara satu area terhadap area lainnya karena properti konduktivitas yang

1
memicu adanya fenomena pengumpulan arus listrik (Jones, 1983). Variasi
anomali medan kerapatan arus tersebut dapat digunakan untuk melakukan
interpretasi kondisi geologi bawah permukaan, salah satunya adalah kontras
anomali tinggi-rendah yang dapat diinterpretasikan sebagai struktur kontak batuan
(Gurer, Bayrak, & Gurer, 2009). Oleh karena itu, metode VLF ini dapat
diaplikasikan dalam penelitian kali ini untuk melakukan identifikasi struktur
geologi sesar di daerah penelitian Bukit Mengger, Desa Trimulyo-Segoroyoso,
Kabupaten Bantul, D. I. Yogyakarta.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dari kegiatan penelitian yang dilakukan yaitu memahami konsep
pengolahan data metode elektromagnetik VLF menggunakan software KHFILT
sehingga diperoleh data parameter rapat arus ekuivalen (RAE) elektromagnetik
yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan kondisi geologi bawah
permukaan daerah penelitian. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk
melakukan identifikasi dan deskripsi kondisi geologi bawah permukaan
berdasarkan hasil pengolahan dan analisis interpretasi data fisis RAE metode
elektromagnetik VLF dengan target struktur geologi sesar dari daerah penelitian
Bukit Mengger, Desa Trimulyo-Segoroyoso, Kabupaten Bantul, D. I. Yogyakarta.
Tujuan dari kegiatan penelitian yang dilakukan yaitu untuk memperoleh
output grafik kurva anomali Tilt vs Elips Australia-Jepang dan MA Tilt vs Elips
Australia-Jepang, penampang RAE software KHFILT dan perhitungan manual
Autralia-Jepang, serta peta per-slice kedalaman Australia-Jepang, dari daerah
penelitian Bukit Mengger, Desa Trimulyo-Segoroyoso, Kabupaten Bantul, D. I.
Yogyakarta. Dengan diperoleh output-output tersebut, maka dapat diidentifikasi
keberadaan sesar yang terdeteksi di daerah penelitian.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional


Pegunungan Selatan terhampar barat - timur dan menempati bagian selatan
Pulau Jawa. Pada umumnya pegunungan ini dibentuk oleh batuan sedimen
klastika dan karbonat yang bercampur dengan batuan hasil kegiatan gunung api
yang berumur Tersier. Secara setempat seperti di Karangsambung (Kebumen) dan
Perbukitan Jiwo (Klaten), muncul batuan Pratersier.
Menurut Geologi Regional stratigrafi Pegunungan Selatan dapat dibagi
menjadi tiga periode, yaitu :
1. Periode sebelum aktivitas intensif vulkanisme berlangsung, selanjutnya
disebut periode pravulkanisme. Satuan batuan yang terbentuk pada periode
pravulkanisme adalah batuan malihan yang ditindih tak selaras oleh
Kelompok Jiwo.
2. Periode kegiatan vulkanisme berlangsung secara intensif, selanjutnya disebut
periode vulkanisme, yang membentuk Kelompok Kebo-Butak yang secara
berurutan ditindih selaras oleh Formasi Semilir dan Formasi Nglanggeran.
3. Periode setelah kegiatan vulkanisme berakhir ketika organisme karbonat
tumbuh dengan subur; selanjutnya disebut periode pascavulkanisme atau
periode karbonat. Satuan batuan yang terendapkan pada periode ini adalah
Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari, Formasi Punung, dan
Formasi Kepek.
Urutan stratigrafi penyusun Pegunungan Selatan bagian barat dari tua ke
muda adalah sebagai berikut:
1. Formasi Wungkal-Gamping : Formasi ini terletak di Gunung Wungkal dan
Gunung Gamping, di Perbukitan Jiwo. Satuan batuannya terdiri dari
perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada
bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping.
Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal, Desa
Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter (Bronto dan
Hartono, 2001).

3
Gambar 2.1 Stratigrafi daerah penelitian dan sekitarnya dari peneliti terdahulu
(Surono, Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah
Istimewa Yogyakarta Dan Jawa Tengah)

2. Formasi Kebo-Butak : Formasi ini disusun pada bagian bawah berupa


batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat,
dengan ketebalan lebih dari 650 meter.Bagian atasnya berupa perselingan
batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian
tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya
dijumpai breksi hinzeandesit.
3. Formasi Semilir : Formasi ini berlokasi tipe di Gunung Semilir, sebelah
selatan Klaten. Dengan ketebalan lebih dari 460 meter.Litologi penyusunnya
terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih.
Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit. Di
bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di S. Opak, Dusun Watuadeg, Desa
Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran
lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001).
4. Formasi Nglanggran : Pada formasi ini batuan penyusunnya terdiri dari breksi

4
gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-basal dan lava andesit.
Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi formasi ini umumnya
tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2
– 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi,
ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa atau berupa
kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir
5. Formasi Sambipitu : Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada
jalan raya Yogyakarta-Patuk-Wonosari dengan ketebalan mencapai 230
meter. Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir
kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-
seling dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah
kelompok batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di bagian
atasnya, terutama batupasir, mengandung bahan karbonat.
6. Formasi Oyo : Lokasi tipe formasi ini berada di Sungai Oyo. Batuan
penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan
ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan
batulempung karbonatan. Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit,
namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit
membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi
ini lebih dari 140 meter.
7. Formasi Wonosari : Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan
sekitarnya, dengan ketebalan lebih dari 800 meter. Formasi ini didominasi
oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping
terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat
di bagian timur.
8. Formasi Kepek : Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, tersebar
di hulu. Rambatan sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan
penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih
kurang 200 meter.

5
Gambar 2.2 Stratigrafi daerah penelitian (Surono, Litostratigrafi Pegunungan
Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Jawa Tengah)

6
2.2. Geologi Lokal
Geologi daerah Bukit Mengger Trimulyo, Kecamatan Pundong, Kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta satuan batuan di daerah ini dibedakan
menjadi 3 satuan batuan yang dimulai dari tertua ke paling muda, yaitu:
1. Satuan Batuan Breksi Sisipan Batupasir Tufan
2. Satuan batuan Batugamping
3. Satuan Endapan Aluvial
Daerah ini termasuk ke dalam cakupan Zona Pegunungan Selatan yaitu
Formasi Semilir dengan batuan penyusun yang dicirikan berupa breksi pumis dan
tuff yang tersebar pada daerah Sindet. Pada bagian Selatan dan Timur terdapat
batuan penyusun berupa brekti andesit – basalt. Pada bagian Utara dan Barat
memperlihatkan adanya endapan aluvium. Terdapat adanya asosiasi breksi
konignimbrit, breksi dan tuff menunjukkan sebagian besar satuan formasi ini
adalah batuan piroklastik dan adanya arang mengindikasikan lingkungan
pengendapan formasi ini berada di darat.
Namun, beberapa peniliti sepakat bahwa kawasan Bukit Mengger termasuk
ke dalam Formasi Semilir- Nglanggeran dengan bukti keberadaan klastika gunung
api yang berasosiasi dengan batuan karbonat berupa napal. Yang mana menurut
Surono (1989) menyatakan bahawa hubungan Formasi Semilir dan Formasi
Nglanggeran pada Bukit Mengger adalah menjari dengan bagian atas yang
diendapkan secara selaras yaitu Formasi Sambipitu dengan batuan penyusun
berupa karbonatan.

2.2. Penelitian Terdahulu


Judul : A VLF Survey Using Current Gathering Phenomena for
Tracing Buried Faults of Fethiye–Burdur Fault Zone,
Turkey
Penulis : A. Gürer, M. Bayrak, Ö.F. Gürer
Ringkasan :
Sesar Fethiye-Burdur Fault Zones (FBFZ) menimbulkan gempa bumi yang
menghancurkan kota-kota yang terletak di cekungan yang dibatasi oleh sesar
tersebut, seperti Burdur, Fethiye, Dinar, dan Aksehir. Bangunan-bangunan yang
terletak di atas sesar tersebut dapat meningkatkan bahaya gempa bumi, dengan

7
menciptakan kerusakan secara lateral dan vertikal yang parah pada pondasi
bangunan di wilayah tersebut. Oleh karena itu, pemetaan sesar tersembunyi FBFZ
di cekungan sekitar kota Fethiye dan Burdu sangat diperlukan.
Penyelidikan geofisika menggunakan metode elektromagnetik VLF telah
berhasil dilakukan untuk menyelidiki sesar di seluruh dunia, contohnya zona sesar
Najima dan Ogura, Jepang oleh Yamaguchi (2001). Metode elektromagnetik VLF
beroperasi pada frekuensi 15-30 kHz memberikan respon dari akumulasi arus
dalam mode polarisasi medan magnet yang menimbulkan anomali merambat
tegak lurus terhadap strike zona sesar.
Daerah penelitian terletak di persimpangan zona tektonik utama aktif
Mediterania Timur dan Anatolia Barat Daya. Elemen tektonik utama berasal dari
wilayah Mediterania Timur, membentuk batas lempeng konvergen busur Aegean
Siprus. Area Anatolia Barat Daya dibatasi oleh sesar Eskisehir di utara dan FBFZ
di selatan, tersusun oleh sistem horst-graben yang kompleks yang sangat aktif
melepaskan sejumlah gempa bumi sejak masa lalu hingga sekarang. Daerah
penelitian tersusun oleh dua unit tektono-stratigrafi, yaitu Nappes Lycan yang
terdiri dari basement metamorf, batuan karbonat, ofiolit, dan sedimen vulkanik,
serta Beydagi Autochthon yang terdiri dari dominasi batugamping.
Akuisis data menggunakan instrumen Scintex EDA-OMNI yang dikendalikan
oleh mikroprosesor dengan penyetelan otomatis pengambilan data dan stacking
sinyal gelombang. Medan magnet terekam oleh tiga kumparan ortogonal yang
dipasang di rumahan silinder dengan amplifier. Medan listrik diukur dengan dua
probe yang bersentuhan dengan tanah. Transmiter VLF menggunakan pemancar
gelombang radio GBZ (19,8 kHz) di Inggris, karena stasiun cukup stabil dan tata
disediakan untuk arah sudut medan N 55º E – N 95º E, sehingga respon yang
diamati mendekati polarisasi medan magnet H dari induksi elektromagnetik. Filter
menggunakan Karous dan Hjelt (K&H) yang membantu mendeteksi anomali
diskontinyu vertikal, salah satunya sesar tersembunyi.
Penelitian metode VLF berhasil memperoleh 4 profil bawah permukaan, yaitu
profil Yassigume, profil Senir, profil Suludere, dan profil Malkayasi. Profil
Yassigume menunjukkan polarisasi H sudut 95º dari respon anomali resistivitas 3-
30 Ωm (konduktivitas ± 10 S/m), yang diindikasi merupakan sesar FBFZ di jarak

8
140 meter dari titik 0 pengukuran. Profil Senir menunjukkan polarisasi H sudut
60º dari respon anomali resistivitas 9-20 Ωm, yang diindikasi merupakan sesar
FBFZ di jarak 105 meter dari titik 0 pengukuran. Profil Suludere menunjukkan
polarisasi H sudut 70º dari respon anomali konduktivitas ± 2-5 S/m, yang
diindikasi merupakan sesar FBFZ di jarak 80 meter dari titik 0 pengukuran. Profil
Malkayasi menunjukkan polarisasi H dengan sudut tidak terlalu besar, sehingga
sulit untuk mengidentifikasi letak anomali yang mengindikasikan struktur sesar
FBFZ. Namun, anomali kontras resistivitas berkisar 100-500 Ωm (konduktivitas ±
5 S/m), yang diindikasi merupakan sesar FBFZ di jarak 55 meter dari titik 0
pengukuran.

9
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Pengertian dan Prinsip Dasar VLF


Metode VLF-EM (Very Low Frequency-Electromagnetic) merupakan
metode geofisika dekat permukaan dengan memanfaatkan target anomali
geofisika yang bersifat konduktif, misalnya lapisan batuan beku, patahan pada
suatu sistem pelapisan bumi (Fernando, 2006). Metode VLF-EM bekerja dengan
memanfaatkan pemancar radio dengan frekuensi sekitar 5- 30 kHz (McNeill dan
Labson, 1991) sebagai medan primer dan pemancar gelombang radio yang
berdaya besar sekitar 100-1000 kW (Bayrak, 1995). Penggunaan variabel besaran
frekuensi dan daya pada pemancar gelombang radio tersebut sering dipakai dalam
eksplorasi geofisika. Oleh karena itu, mekanisme kerja VLF-EM yang
memanfaatkan pancaran gelombang radio dan pemancar VLF akan menginduksi
sistem pelapisan bumi yang konduktif.
Kedalaman jangkauan dari penetrasi radiasi gelombang ini dinyatakan
dengan faktor skin depth (yang ditentukan oleh kondisi lingkungan di sekitar
lokasi pengukuran). Kedalaman penetrasi semakin rendah pada lingkungan yang
semakin konduktif. Metode ini sangat efektif untuk memisahkan anomali massa
yang memiliki perbedaaan konduktivitas yang signifikan terhadap lingkungan
sekitarnya, atau pada kondisi overburden mass (lapisan penutup) yang relatif
dangkal (Sharma, 1997).
Metode VLF-EM memanfaatkan gelombang pembawa (carrier wave) dari
pemancar yang dibuat oleh militer untuk komunikasi bawah laut. Mengingat
frekuensinya yang cukup rendah, gelombang ini juga menjalar ke seluruh dunia
dengan atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang suara antara permukaan bumi
dan ionosfer.

10
Gambar 3. 1. Induksi gelombang primer terhadap benda konduktif (Reynold, 1997)

Adanya induksi gelombang primer menyebabkan timbulnya arus induksi di


dalam medium. Arus induksi (Eddy Current) inilah yang menimbulkan medan
sekunder yang dapat ditangkap di permukaan. Besarnya kuat arus EM sekunder
ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan (σ), sehingga dengan
mengukur kuat medan pada arah tertentu, secara tidak langsung kita dapat
mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya.
Medan elektromagnetik primer sebuah pemancar radio, memiliki komponen
medan listrik vertikal Epz dan komponen medan magnetik horizontal Hpy tegak
lurus terhadap arah perambatan sumbu x. Medan elektromagnetik yang
dipancarkan antena pemancar selanjutnya akan diterima stasiun penerima dalam
empat macam perambatan gelombang, yaitu: gelombang langit, gelombang
langsung, gelombang pantul dan gelombang terperangkap. Yang paling sering
ditemui pada daerah survey adalah gelombang langit.
Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan
elektromagnetik primer dapat dianggap sebagai gelombang yang berjalan secara
horizontal. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif,
maka komponen medan magnetik dari gelombang elektromagnetik primer akan
menginduksi medium tersebut sehingga akan menimbulkan arus induksi (Eddy
Current), Esx.
Arus Eddy akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang disebut
medan elektromagnetik sekunder, Hs, yang mempunyai komponen horizontal dan
komponen vertikal. Medan magnetik ini mempunyai bagian yang sefase (in-
phase) dan berbeda fase (out-of-phase) dengan medan primer. Adapun besar

11
medan elektromagnetik sekunder sangat tergantung dari sifat konduktivitas benda
di bawah permukaan.

Gambar 3. 2. Distribusi medan elektromagnetik untuk metode VLF dalam polarisasi


listrik dengan sinyal di atas sebuah dike konduktif vertikal (Bosch dan Muler, 2001)

3.2. Perambatan Medan Elektromagnetik

Gambar 3. 3. Induksi medan elektromagnetik (Burger, dkk., 2004)

Medan magnet primer dihasilkan dengan melewatkan arus AC melalui


kumparan kawat pada transmitter. Medan magnet primer akan merambat di atas
dan di bawah permukaan tanah. Jika terdapat material konduktif dibawah
permukaan, medan magnet primer yang berubah terhadap waktu akan
menginduksi material tersebut sehingga muncul rotasi medan listrik (Arus Eddy).
Kemudian medan listrik tersebut akan membangkitkan medan magnet sekunder
yang akan terdeteksi oleh receiver. Receiver juga mendeteksi medan magnet
primer (medan yang dideteksi oleh receiver adalah kombinasi dari primer dan

12
sekunder yang berbeda dalam fase dan amplitudo). Setelah kompensasi untuk
bidang utama (yang dapat dihitung dari posisi relative dan orientasi dari
kumparan), baik besaran dan fase relatif bidang sekunder dapat diukur. Perbedaan
dalam bidang resultan dari primer memberikan informasi tentang geometri,
ukuran dan sifat listrik dari konduktor bawah permukaan (Kearey, dkk., 2002).
3.3. Segitiga Fase
Gelombang primer yang masuk ke dalam medium akan menimbulkan gaya
gerak listrik (GGL) induksi e dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya
s

tertinggal 90 . Gambar menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan


o

GGL induksinya, e . Apabila Z adalah impedansi efektif sebuah konduktor


s

dengan tahanan R dan induktansi L kemudian besarnya didefinisikan sebagai:


Z = R + iωL
(3.9)
maka arus induksi I yang didefinisikan sebagai:
s

I = e /Z
s s

(3.10)
akan menjalar dalam medium dan menghasilkan medan sekunder S. Medan S
tersebut memiliki fase tertinggal sebesar φ yang besarnya tergantung dari sifat
kelistrikan medium. Besarnya φ ditentukan dari persamaan berikut:
tan φ = ωL/R (3.11)
sehingga total beda fase antara medan P dan S akan menjadi 90 + tan (ωL/R).
o -1

Gambar 3. 4. Hubungan amplitude dan fase gelombang sekunder (S) dan primer (P)

Apabila terdapat medium yang sangat konduktif atau resistansinya


mendekati nol (R→0) maka beda fasenya mendekati 180 dan jika medium sangat
o

resistif atau resistansinya mendekati tak hingga (R→∞) maka beda fasenya

13
mendekati 90 . Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen
o

R yang sefase dengan P (R cos α) disebut sebagai komponen real (in- phase) 
dan  komponen  yang  tegak  lurus (R cos α) disebut komponen imaginer (out-of-
phase). Komponen out-of-phase ini sering disebut sebagai komponen quadrature.
Perbandingan antara komponen real dan imaginer dinyatakan dalam persamaan:
Relm=tan ∅ = ωLR (3.12)
Berdasarkan persamaan (3.12) terlihat bahwa besarnya perbadingan Re/lm
sebanding dengan besar sudut fasenya. Semakin besar perbandingan Re/lm
(semakin besar pula sudut fasenya), maka konduktor semakin baik. Begitu pula
sebaliknya, semakin kecil perbandingan Re/lm maka konduktor semakin buruk.
3.4. Polarisasi Elipt
Medan sekunder memiliki amplitudo yang lebih kecil daripada medan primer
dan memiliki beda fase lebih besar terhadap medan primer. Jika gelombang
elektromagnet memiliki frekuensi dan fase yang sama, maka akan terjadi
superposisi. Superposisi dari kedua gelombang tersebut membentuk polarisasi
ellips seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 3.4

Gambar 3.4 Polarisasi Ellips Akibat Benda Konduktif (Kaikonen, 1979)

14
Dalam metode VLF-EM dengan mode tilt angle, alat akan menghitung
parameter sudut tilt (𝛼) dan eliptisitas (𝜀𝑙) dari komponen in-phase maupun outof-
phase yang dinyatakan dalam satuan (%). Tilt (𝛼) adalah sudut yang dibentuk oleh
sumbu mayor terhadap sumbu horizontal polarisasi ellips dan besarnya kurang
lebih sama dengan perbandingan 𝑯𝑧 𝑯𝒙 dari komponen in-phase. Eliptisitas (𝜀𝑙)
adalah perbandingan antara sumbu minor terhadap sumbu mayor polarisasi ellips
yang besarnya kurang lebih sama dengan perbandingan komponen out-of-phase.
Jika medan magnet horizontal adalah 𝑯𝑥 dan medan magnet vertikal
adalah 𝑯 , maka besarnya tilt ditunjukkan pada persamaan berikut (Kaikonen,
1979)

[() ]
Hz
2
Hx
tan2 a=± cos ∆ ∅ ×100 %
Hz
1−
Hx

dan eliptisitas adalah

εl=
H1
=
[
H 2 HzHx
( H 1) ]
sin ∆ ∅ × 100 %

dimana 𝐻1 dan 𝐻2 adalah sumbu mayor dan sumbu minor polarisasi ellips,
sedangkan ∅𝑧 dan ∅𝑥 adalah fase komponen medan magnet vertikal dan
komponen medan magnet horizontal.

3.5. Rapat Arus Ekuivalen (RAE)


Rapat arus merupakan aliran muatan pada luas penampang tertentu di suatu
titik penghantar (konduktor) yang disimbolkan dengan 𝑱. Rumus dari rapat arus
adalah:
I
J=
A
dimana J adalah rapat arus (A/m2 ), I adalah kuat arus (A), dan A adalah luasan
(m2).
Rapat arus ekuivalen adalah arus yang menginduksi konduktor dan arus yang
terkonsentrasi dalam konduktor dari daerah sekelilingnya yang kurang konduktif
(Karous & Hjelt, 1983). Rapat arus ekuivalen dapat diperoleh dengan asumsi
bahwa medan magnet yang dihasilkan oleh rapat arus identik dengan medan

15
magnet yang diukur. Secara teori, kedalaman semu rapat arus ekuivalen dapat
memberikan gambaran indikasi variasi konsentrasi arus untuk tiap-tiap kedalaman
yang menandakan suatu bahan bersifat konduktif. Bahan yang memiliki rapat arus
tinggi adalah bahan yang memiliki konduktivitas tinggi pula. Hubungan rapat arus
dengan konduktivitas dan resistivitas ditunjukkan dengan persamaan berikut:
I E
J= = =σE
A ρ
dimana 𝜌 adalah resistivitas (Ω m), E adalah medan listrik (V/m), dan 𝜎
adalah konduktivitas (Ω −1m−1 ).
Resistivitas (𝜌) adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat arus
listrik dalam suatu penghantar. Semakin besar resistivitas suatu bahan maka
semakin kecil arus yang dapat melewati suatu konduktor. Konduktivitas adalah
kebalikan dari resistivitas yang nilainya merupakan perbandingan antara rapat
arus dengan medan listrik.
3.6. Moving Average
Filter Moving Average adalah filter yang digunakan untuk menghilangkan
noise yang bersifat lokal dengan memisahkan data yang mengandung frekuensi
tinggi dan rendah. Data yang mengandung frekuensi tinggi diasumsikan sebagai
sinyal, sedangkan data yang berfrekuensi rendah diasumsikan sebagai noise.
Metode ini dilakukan dengan cara merata-rata nilai anomalinya kemudian dibagi
dengan jumlah jendela yang digunakan, atau secara matematis dapat ditulis
sebagai berikut.:
(M −1 )/ 2
1
y [i]=
M
∑ x [i+ j] (3.9)
j=−(M −1)/2

Dimana y[i] adalah sinyal output hasil filter moving average, x[i+j] adalah sin
yal input, dan M adalah orde filter.
Moving Average dapat diartikan sebagai perubahan harga rata-rata dalam satu
timeframe tertentu. MA berfungsi mengkompensasi noise acak yang muncul
selama pengukuran (akibat aktivitas kelistrikan maupun ketidak homogenan
bawah permukaan).
3.7. Karous Filter
Filter Karous Hjelt merupakan filter yang dikembangkan dari konsep medan
magnet yang berhubungan dengan aliran arus. Filter ini menghitung rapat arus

16
pada kedalaman tertentu yang umumnya dikenal sebagai Rapat Arus Ekuivalen
(RAE). Posisi rapat arus ini dapat digunakan untuk menginterpretasi lebar dan
kemiringan sebuah benda anomali dengan kedalaman tertentu (Karous & Hjelt,
1983).
Hasil Filter Karous Hjelt memperlihatkan profil kedalaman dari rapat arus
yang diturunkan dari nilai komponen vertikal medan magnet pada setiap titik
pengukuran. Secara matematis Filter Karous Hjelt dapat ditulis dengan persamaan
sebagai berikut (Karous & Hjelt, 1983):
Ho=0.102 Mn−0.059 Mn+1+0.561 Mn+2−0.561 Mn+ 4+ 0.059 Mn +5−0.102 Mn+6
dimana 𝐻0 adalah sinyal output hasil Filter Karous Hjelt dan 𝑀𝑛 adalah data ke-
n.

17
BAB IV
METODOLOGI

4.1. Diagram Alir Pengolahan Data

Gambar 4.1. Diagram Alir Pengolahan Data

18
4.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data
Berikut merupakan penjelasan rinci mengenai alur pengolahan data metode
elektromagnetik VLF sebagai berikut:
1. Mencari dan mempelajari berbagai sumber literatur agar dalam waktu
pengolahan serta interpretasi maupun analisis pembahasan menjadi lebih
mudah.
2. Melakukan input data sekunder di software Microsoft Excel. Data sekunder
yang diperoleh terdiri dari data sekunder pengukuran VLF dengan
transmiter pemancar dari stasiun Australia dan data sekunder pengukuran
VLF dengan transmiter pemancar dari statsiun Jepang. Setiap data sekunder
mengandung data nilai jarak, Tilt%, dan Elips% dari setiap stasiun titik
pengukuran.
3. Pengolahan data di software Microsoft Excel adalah untuk mencari nilai Tilt
% rata-rata dan Elips% rata-rata dari masing-masing titik pengukuran.
Selanjutnya, menghitung nilai MA Jarak, MA Tilt% rata-rata dan MA Elips
% rata-rata. Kemudian, menghitung nilai RAE dari kedalaman 10 meter
(kelipatan 1), 20 meter (kelipatan 2), 30 meter (kelipatan 3), dan 40 meter
(kelipatan 4).
4. Selanjutnya, membuat grafik Tilt% rata-rata vs Elips% rata-rata dan grafik
MA Tilt% rata-rata dan MA Elips% rata-rata dari data VLF Australia.
Kemudian, membuat grafik Tilt% rata-rata vs Elips% rata-rata dan grafik
MA Tilt% rata-rata dan MA Elips% rata-rata dari data VLF Jepang.
5. Berikutnya, membuat model penampang VLF masing-masing dengan
menggunakan software KHFILT dan Surfer.
6. Untuk membuat model penampang VLF menggunakan software KHFILT,
maka menyalin data nilai MA Jarak, Tilt%, dan Elips% ke dalam software
Notepad dan menyimpan file-nya. Selanjutnya, membuka software KHFILT
dan membuka file Notepad yang telah disimpan sebelumnya. Software
KHFILT secara otomatis menampilkan output grafik data VLF yang telah
di-input, grafik data VLF filtering Fraser, dan model penampang bawah
permukaan data VLF hasil filtering Karous-Hjelt, baik dari data VLF
Jepang maupun data VLF Australia.

19
7. Untuk membuat model penampang VLF menggunakan software Surfer,
maka menyalin data koordinat X horizontal, Y kedalaman, dan Z RAE, dari
masing-masing data VLF Jepang-Australia, ke dalam grid data dan
disimpan. Selanjutnya, membuat peta penampang RAE manual berdasarkan
grid data RAE yang telah disimpan sebelumnya.
8. Berikutnya, melakukan korelasi peta penampang seluruh kelompok dan
melakukan slicing horizontal berdasarkan kedalaman dari si target yang
dicari dalam penelitian, baik dari peta penampang VLF Jepang maupun
Australia.
9. Melakukan pembahasan output yang telah diperoleh dari pengolahan data
VLF Jepang-Australia.
10. Dari pembahasan yang telah dilakukan, maka melakukan penarikan
kesimpulan.
11. Penelitian telah selesai dilakukan.

20
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Tabel Perhitungan RAE Australia Lintasan 6


KELOMPOK 6

KELOMPOK 6 TANGGAL 03-Sep-17 Koordinat X 433361


AZIMUTH
SPASI
N 100 E
10 M
LOKASI
FREKUENSI
0433361 / 9127797 Y 9127797 Australia
19800
PANJANG 200 M PEMANCAR
LINTASAN OPERATOR Bersama Kita Bisa
10 20 30 40
RAE
No Stasiun Tilt (%) Elipt (%) Keterangan Tilt rata-rata Elipt rata-rata MA Tilt MA Elipt Kedalaman kedalaman Kedalaman Kedalaman
jarak RAE jarak RAE jarak RAE jarak RAE jarak 9m)
-10 -18
1 0 -8 -13
-5 -15 -7.666666667 -15.33333333 30 -1.12467 60 -3.946 90 -3.34733 0
2 -10
2 10 2 -10
2 -11 2 -10.33333333 -0.83333 -10.25 40 -0.111 70 -2.433 100 -2.78467 10
1 -5
3 20 0 -5
0 -5 0.333333333 -5 0.916667 -6.25 50 -2.43733 80 -2.44567 110 -2.03933 20
0 -5
4 30 1 -5
2 -4 1 -4.666666667 0.166667 -4.58333 60 -2.25233 90 -3.03167 30
-1 -4
5 40 -2 -4
-2 -4 -1.666666667 -4 -0.91667 -4.16667 70 -3.43967 100 -3.71167 40
-2 -4
6 50 -1 -4 mobil
-1 -4 -1.333333333 -4 -1.66667 -4 80 -4.12333 110 -4.04367 50
-2 -4
7 60 -2 -4
-3 -4 -2.333333333 -4 -2.41667 -3.75 90 -4.24867 120 -3.81733 60
-4 -3
8 70 -4 -3
-3 -3 -3.666666667 -3 -3.5 -3.25 100 -4.23167 130 -2.25067 70
-5 -3
9 80 -4 -3
-4 -3 -4.333333333 -3 -4.33333 -2.83333 110 -4.13233 140 -2.33833 80
-5 -2
10 90 -5 -2
-5 -3 -5 -2.333333333 -4.83333 -2.58333 120 -3.88 90
-5 -3
11 100 -5 -3
-5 -2 -5 -2.666666667 -4.83333 -2.41667 130 -3.20533 100
-5 -2
12 110 -4 -2
-4 -2 -4.333333333 -2 -4.25 -2.16667 140 -3.08 110
-4 -2
13 120 -3 -2
-3 -2 -3.333333333 -2 -3.5 -2 150 -1.60633 120
-3 -2
14 130 -3 -2
-3 -2 -3 -2 -3.08333 -2 160 -2.084 130
-3 -2
15 140 -3 -2
-3 -2 -3 -2 -2.91667 -1.75 170 -1.85767 140
-3 -1
16 150 -3 -1
-2 -1 -2.666666667 -1 -2.66667 -1.25 150
-3 -1
17 160 -2 -1
-2 -1 -2.333333333 -1 -1.83333 -1 160
0 -1
18 170 0 -1
0 -1 0 -1 -0.83333 -1 170
-1 -1
19 180 -1 -1
-1 -1 -1 -1 -0.75 -0.83333 180
-1 0
20 190 -1 0
-1 -1 -1 -0.333333333 -1 -0.5 190
-1 0
21 200 -1 -1
-1 0 -1 -0.333333333 -0.75 -0.25 200

Gambar 5.1. Tabel Pengolahan Data VLF Transmiter Australia Lintasan 6

21
5.2. Tabel Perhitungan RAE Jepang Lintasan 6
KELOMPOK 6

KELOMPOK 6 TANGGAL 03-Sep-17 Koordinat X 433361


AZIMUTH N 100 E LOKASI 0433361 / 9127797 Y 9127797 JEPANG
SPASI 10 M FREKUENSI
22300
PANJANG 200 M PEMANCAR
LINTASAN OPERATOR Bersama Kita Bisa
10 20 30 40
RAE
No Stasiun Tilt (%) Elipt (%) Keterangan Tilt rata-rata Elipt rata-rata MA Tilt MA Elipt Kedalaman kedalaman Kedalaman Kedalaman
jarak RAE jarak RAE jarak RAE jarak RAE jarak 9m)
-11 16
1 0 -8 17
-6 17 -8.333333333 16.66666667 30 -2.841 60 -2.50733 90 -1.658 0
-2 20
2 10 -2 21
-1 22 -1.666666667 21 -3.58333 20.16667 40 -1.85233 70 -0.42967 100 -1.06033 10
-3 22
3 20 -3 22
-2 22 -2.666666667 22 -2.25 20.83333 50 -2.756 80 -0.73833 110 -0.11367 20
-3 22
4 30 -1 19
-2 14 -2 18.33333333 -2.25 18.41667 60 -2.15033 90 -1.38867 30
-3 15
5 40 -2 15
-2 15 -2.333333333 15 -2.08333 15.75 70 -1.93733 100 -1.318 40
-2 15
6 50 -2 15 mobil
-1 14 -1.666666667 14.66666667 -1.91667 14.83333 80 -2.29967 110 -0.8 50
-2 15
7 60 -2 15
-2 15 -2 15 -2.16667 14.41667 90 -1.005 120 0.149333 60
-3 14
8 70 -3 13
-3 12 -3 13 -2.66667 13.5 100 -0.68367 130 1.943333 70
-3 13
9 80 -3 13
-2 13 -2.666666667 13 -2.5 13.41667 110 -0.33467 140 1.471 80
-2 14
10 90 -2 15
-1 15 -1.666666667 14.66666667 -1.75 14.16667 120 0.85 90
-2 14
11 100 -1 14
0 15 -1 14.33333333 -0.66667 14.58333 130 0.698 100
1 15
12 110 1 15
1 15 1 15 0.5 14.66667 140 1.293 110
1 15
13 120 1 14
1 14 1 14.33333333 1 14.58333 150 2.237 120
1 14
14 130 1 15
1 15 1 14.66666667 1 14.41667 160 1.662667 130
1 14
15 140 1 14
1 14 1 14 1 14.16667 170 2.79 140
1 14
16 150 1 14
1 14 1 14 1.25 13.83333 150
1 14
17 160 2 13
3 13 2 13.33333333 2.166667 13.41667 160
3 13
18 170 4 13
4 13 3.666666667 13 3.083333 13.08333 170
3 13
19 180 3 13
3 13 3 13 3.416667 13 180
4 13
20 190 4 13
4 13 4 13 3.833333 13 190
4 13
21 200 4 13
5 13 4.333333333 13 3.166667 9.75 200

Gambar 5.1. Tabel Pengolahan Data VLF Transmiter Jepang Lintasan 6

22
5.3. Grafik Analisa Lintasan 6
5.3.1. Grafik Tilt Vs Elipt Australia Lintasan 6

Grafik Tilt Vs Elips


5

0
0 50 100 150 200 250

-5

-10

-15

-20

Tilt Rata Rata Elips Rata Rata

Gambar di atas menunjukkan grafik data nilai tilt dan elips hasil pengukuran
VLF di daerah penelitian menggunakan transmiter Australia frekuensi 19800 Hz.
Grafik mengandung komponen X jarak lintasan pengukuran dan komponen Y
nilai satuan tilt maupun elips dalam bentuk persentase (%). Pada grafik tersebut
nilai data elips rata-rata direpresentasikan sebagai grafik garis berwarna jingga,
sedangkan nilai data tilt rata-rata direpresntasikan sebagai grafik garis berwarna
biru.
Nilai tilt rata-rata terukur dimulai dari nilai minimum -7.66 melonjak naik
hingga nilai maksimum 2 kemudian turun secara berkala hingga mencapai -5
kemudian naik kembali secara berangsur-angsur hingga (-1) – 0. Nilai elips rata-
rata terukur dimulai dari nilai minimum -15.33 melonjak naik hingga nilai -5
kemudian terus naik secara berangsur-angsur hingga mencapai nilai maksimum (-
0.33). Perataan nilai tilt rata-rata dan elips rata-rata memiliki nilai sangat rendah
(lebih rendah dari nol) yaitu masing-masing (-2.35) dan (-3.4). Grafik tilt dan
elips tampak saling memotong hanya di tiga titik yaitu titik pertama di nilai
estimasi -3 dan titik kedua-ketiga di nilai estimasi -1 (sebanyak dua kali), sisanya
kedua grafik tersebut banyak menampilkan area grafik garis yang cenderung
sejajar.

23
Berdasarka analisis grafik tersebut, maka diketahui bahwa karakteristik
litologi bawah permukaan secara kasaran cenderung bersifat konduktor buruk
dengan lapisan penutup yang resistif. Hal itu dikarenakan grafik menampilkan
kecenderungan grafik tilt dan elips yang saling sejajar, sedikit menampilkan
perpotongan antar kedua grafik tersebut, dan nilai anomali yang sangat rendah.
Akan tetapi, kedua grafik tersebut memiliki trendline yang sangat fluktuatif,
terutama grafik tilt, akibat adanya kontaminasi noise dalam data sehingga perlu
dilakukan analisis moving average untuk mendapatkan hasil grafik dengan
trendline yang lebih halus.

5.3.2. Grafik MA Tilt Vs MA Elipt Australia Lintasan 6

Grafik MA Tilt Vs MA Elips


2

0
0 50 100 150 200 250
-2

-4

-6

-8

-10

-12

MA Tilt MA Elips

Gambar di atas menunjukkan grafik data nilai tilt dan elips VLF hasil filtering
moving average (MA) di daerah penelitian menggunakan transmiter Australia
frekuensi 19800 Hz. Grafik mengandung komponen X jarak lintasan pengukuran
dan komponen Y nilai satuan tilt MA maupun elips MA dalam bentuk persentase
(%). Pada grafik tersebut nilai data elips MA direpresentasikan sebagai grafik
garis berwarna jingga, sedangkan nilai data tilt MA direpresntasikan sebagai
grafik garis berwarna biru.
Nilai tilt MA dimulai dari nilai minimum -0.83 naik hingga nilai maksimum
0.9 kemudian turun secara berkala hingga mencapai -4.8 kemudian naik kembali

24
secara berangsur-angsur hingga (-1) – (-0.75). Nilai elips MA terukur dimulai dari
nilai minimum -10.25 melonjak naik hingga nilai -4.5 kemudian terus naik secara
berangsur-angsur hingga mencapai nilai maksimum (-0.25). Perataan nilai tilt MA
dan elips MA memiliki nilai sangat rendah (lebih rendah dari nol) yaitu masing-
masing (-2.2) dan (-2.8). Grafik tilt dan elips tampak saling memotong hanya di
tiga titik yaitu titik pertama di nilai estimasi (-3.5) – (-3.25) dan titik kedua-ketiga
di nilai estimasi (-1) – (-0.833) (sebanyak dua kali), sisanya kedua grafik tersebut
banyak menampilkan area grafik garis yang cenderung sejajar.
Berdasarka analisis grafik tersebut, maka diketahui bahwa karakteristik
litologi bawah permukaan secara kasaran cenderung bersifat konduktor buruk
dengan lapisan penutup yang resistif. Hal itu dikarenakan grafik menampilkan
kecenderungan grafik tilt dan elips yang saling sejajar, sedikit menampilkan
perpotongan antar kedua grafik tersebut, dan nilai anomali yang sangat rendah.
Kedua grafik tersebut telah memiliki trendline yang lebih diperhalus, terutama
grafik tilt, sehingga kontaminasi noise dalam data telah direduksi dengan
menggunakan analisis moving average tadi dan mendapatkan hasil grafik dengan
trendline yang lebih halus.

25
5.3.3. Grafik Tilt Vs Elipt Jepang Lintasan 6

Grafik Tilt Vs Elips


6 25
4
20
2
0
25015
Axis Title

0 50 100 150 200


-2
-4 10
-6
5
-8
-10 0
Axis Title

TILT RATA RATA ELIPS RATA RATA

Gambar di atas menunjukkan grafik data nilai tilt dan elips hasil pengukuran
VLF di daerah penelitian menggunakan transmiter Jepang frekuensi 22300 Hz.
Grafik mengandung komponen X jarak lintasan pengukuran dan komponen Y
nilai satuan tilt maupun elips dalam bentuk persentase (%). Pada grafik tersebut
nilai data elips rata-rata direpresentasikan sebagai grafik garis berwarna jingga,
sedangkan nilai data tilt rata-rata direpresntasikan sebagai grafik garis berwarna
biru.
Nilai tilt rata-rata terukur dimulai dari nilai minimum -8.33 melonjak naik
hingga nilai -1.66 kemudian naik secara berkala hingga mencapai nilai maksimum
4.33. Nilai elips rata-rata terukur dimulai dari nilai 16.66 melonjak naik hingga
nilai maksimum 22 kemudian turun secara berangsur-angsur hingga mencapai
nilai maksimum 13. Perataan nilai tilt rata-rata dan elips rata-rata memiliki nilai
yang cukup kecil yaitu masing-masing (-0.33) dan 15. Grafik tilt dan elips tampak
saling memotong hanya di satu titik yaitu nilai estimasi (tilt, elips = -2, 15),
sisanya kedua grafik tersebut menampilkan area grafik garis yang cenderung
sejajar.

26
Berdasarka analisis grafik tersebut, maka diketahui bahwa karakteristik
litologi bawah permukaan secara kasaran cenderung bersifat konduktor buruk
dengan lapisan penutup yang resistif. Hal itu dikarenakan grafik menampilkan
kecenderungan grafik tilt dan elips yang saling sejajar, sangat sedikit
menampilkan perpotongan antar kedua grafik tersebut, dan nilai anomali yang
sangat kecil. Akan tetapi, kedua grafik tersebut memiliki trendline yang sangat
fluktuatif akibat adanya kontaminasi noise dalam data sehingga perlu dilakukan
analisis moving average untuk mendapatkan hasil grafik dengan trendline yang
lebih halus.

5.3.4. Grafik MA Tilt Vs MA Elipt Jepang Lintasan 6

Grafik MA Titl Vs MA Elips


5 25

3 20

2
15
1

0
0 50 100 150 200 25010
-1

-2 5
-3

-4 0

Gambar di atas menunjukkan grafik data nilai tilt dan elips VLF hasil filtering
moving average (MA) di daerah penelitian menggunakan transmiter Jepang
frekuensi 22300 Hz. Grafik mengandung komponen X jarak lintasan pengukuran
dan komponen Y nilai satuan tilt MA maupun elips MA dalam bentuk persentase
(%). Pada grafik tersebut nilai data elips MA direpresentasikan sebagai grafik
garis berwarna jingga, sedangkan nilai data tilt MA direpresntasikan sebagai
grafik garis berwarna biru.
Nilai tilt MA dimulai dari nilai minimum -3.6 kemudian naik secara berkala
hingga nilai maksimum 4. Nilai elips MA dimulai dari nilai maksimum 21
kemudian turun secara berangsur-angsur hingga mencapai nilai minimum 9.75.

27
Perataan nilai tilt MA dan elips MA memiliki nilai yang cukup kecil yaitu
masing-masing (-0.071) dan (14.7). Grafik tilt dan elips tampak saling memotong
hanya di satu titik yaitu titik nilai estimasi (tilt, elips = -1.75, 14.16), sisanya
kedua grafik tersebut banyak menampilkan area grafik garis yang cenderung
sejajar.
Berdasarka analisis grafik tersebut, maka diketahui bahwa karakteristik
litologi bawah permukaan secara kasaran cenderung bersifat konduktor buruk
dengan lapisan penutup yang resistif. Hal itu dikarenakan grafik menampilkan
kecenderungan grafik tilt dan elips yang saling sejajar, sedikit menampilkan
perpotongan antar kedua grafik tersebut, dan nilai anomali yang sangat rendah.
Kedua grafik tersebut telah memiliki trendline yang lebih diperhalus, terutama
grafik tilt, sehingga kontaminasi noise dalam data telah direduksi dengan
menggunakan analisis moving average tadi dan mendapatkan hasil grafik dengan
trendline yang lebih halus.

5.4. Pembahasan Penampang


5.4.1. Penampang RAE software KHFILT
5.4.1.1. Penampang RAE software KHFILT Australia dan Penampang MA
RAE software KHFILT Australia Lintasan 6

Gambar di atas menunjukkan model penampang rapatan arus elektromagnetik


(RAE) terukur dari bawah permukaan daerah penelitian dengan menggunakan
transmiter Australia. Penampang RAE Australia tersebut dibuat menggunakan

28
software KHFILT, menampilkan komponen X jarak lintasan pengukuran,
komponen Y kedalaman hingga maksimal 30 mbpt (meter bawah permukaan
tanah), dan komponen Z nilai RAE dengan rentang nilai -60 – 10
direpresentasikan dengan citra warna biru tua - merah.
Penampang RAE Australia tersebut menunjukkan menunjukkan sebaran
lateral variasi nilai RAE bawah permukaan yaitu estimasi kisaran rentang nilai (-
5) – (-3) A/m2 (kuning ke jingga). Anomali warna kuning dengan dugaan nilai
sekitar -5 A/m2 di jarak 50 – 75 meter dan kedalaman 0 – 30 meter tersebut
membagi menjadi dua blok anomali warna jingga dengan dugaan nilai sekitar -3
A/m2. Hasil pemodelan penampang RAE bawah permukaan tersebut belum dapat
menggambarkan kondisi bawah permukaan karena masih terdapat kontaminasi
noise data RAE.

Gambar di atas menunjukkan model penampang rapatan arus elektromagnetik


(RAE) hasil analisis moving average (MA) dari bawah permukaan daerah
penelitian dengan menggunakan transmiter Australia. Penampang MA RAE
Australia tersebut dibuat menggunakan software KHFILT, menampilkan
komponen X jarak lintasan pengukuran, komponen Y kedalaman hingga
maksimal 30 mbpt (meter bawah permukaan tanah), dan komponen Z nilai MA
RAE dengan rentang nilai -60 – 10 direpresentasikan dengan citra warna biru tua -
merah.

29
Penampang RAE Australia tersebut menunjukkan menunjukkan sebaran
lateral variasi nilai RAE bawah permukaan yaitu estimasi kisaran rentang nilai (-
5) – (-3) A/m2 (kuning ke jingga). Anomali warna kuning dengan dugaan nilai
sekitar -5 A/m2 di jarak 50 – 75 meter dan kedalaman 12.5 – 30 meter tersebut
menyusup blok anomali warna jingga dengan dugaan nilai sekitar -3 A/m2. Hasil
pemodelan penampang RAE bawah permukaan tersebut telah menggambarkan
kondisi bawah permukaan karena noise data RAE telah direduksi.
Meskipun demikian, penampang RAE maupun MA RAE software KHFILT
Australia tersebut tidak mampu merepresentasikan target penelitian berupa sesar
di daerah penelitian. Hal itu dikarenakan adanya kejanggalan anomali yang mana
seharusnya sesar memiliki anomali tinggi yang disebabkan oleh kontaminasi air
yang merembes melalui celah rekahan. Sedangkan, blok anomali yang dicurigai
sesar merupakan anomali rendah yang memiliki kemungkinan bahwa anomali
tersebut bukan merupakan sesar yang dimaksud.

5.4.1.2. Penampang RAE software KHFILT Jepang dan Penampang MA


RAE software KHFILT Jepang Lintasan 6

Gambar di atas menunjukkan model penampang rapatan arus elektromagnetik


(RAE) terukur dari bawah permukaan daerah penelitian dengan menggunakan
transmiter Jepang. Penampang RAE Jepang tersebut dibuat menggunakan

30
software KHFILT, menampilkan komponen X jarak lintasan pengukuran,
komponen Y kedalaman hingga maksimal 30 mbpt (meter bawah permukaan
tanah), dan komponen Z nilai RAE dengan rentang nilai -60 – 10
direpresentasikan dengan citra warna biru tua - merah.
Penampang RAE Jepang tersebut menunjukkan sebaran lateral variasi
anomali nilai RAE bawah permukaan yaitu estimasi kisaran rentang nilai (-3) – (-
1) A/m2 (jingga terang ke jingga gelap). Anomali warna jingga gelap dengan
dugaan nilai sekitar (-1) A/m2 di jarak 80 – 100 meter dan kedalaman 20 – 30
meter tersebut menyusup blok anomali warna jingga terang dengan dugaan nilai
sekitar (-3) A/m2. Hasil pemodelan penampang RAE bawah permukaan tersebut
belum dapat menggambarkan kondisi bawah permukaan karena masih terdapat
kontaminasi noise data RAE.

Gambar di atas menunjukkan model penampang rapatan arus elektromagnetik


(RAE) hasil analisis moving average (MA) dari bawah permukaan daerah
penelitian dengan menggunakan transmiter Jepang. Penampang MA RAE Jepang
tersebut dibuat menggunakan software KHFILT, menampilkan komponen X jarak
lintasan pengukuran, komponen Y kedalaman hingga maksimal 30 mbpt (meter
bawah permukaan tanah), dan komponen Z nilai MA RAE dengan rentang nilai -
60 – 10 direpresentasikan dengan citra warna biru tua - merah.
Penampang RAE Jepang tersebut menunjukkan menunjukkan sebaran lateral
variasi nilai RAE bawah permukaan yaitu estimasi kisaran rentang nilai (-5) – (-3)

31
A/m2 (kuning ke jingga). Anomali warna kuning dengan dugaan nilai sekitar -5
A/m2 di jarak 100 meter dan kedalaman 25 – 30 meter tersebut menyusup blok
anomali warna jingga dengan dugaan nilai sekitar -3 A/m2. Hasil pemodelan
penampang RAE bawah permukaan tersebut telah menggambarkan kondisi bawah
permukaan karena noise data RAE telah direduksi.
Meskipun demikian, penampang RAE maupun MA RAE software KHFILT
Jepang tersebut tidak mampu merepresentasikan target penelitian berupa sesar di
daerah penelitian. Hal itu dikarenakan blok anomali tinggi tersebut tampak
sebagai penampakan intrusi, sehingga hal itu tidak memungkinkan bahwa blok
anomali tersebut dapat diduga sebagai sesar yang ada di daerah penelitian.

5.4.2. Penampang RAE Perhitungan Manual


5.4.2.1. Penampang RAE Perhitungan manual Australia dan Penampang MA
RAE Perhitungan Australia Lintasan 6

Gambar di atas menunjukkan model penampang rapatan arus elektromagnetik


(RAE) terukur dari bawah permukaan daerah penelitian dengan menggunakan
transmiter Australia. Penampang RAE Australia tersebut dibuat (manual)
menggunakan software Surfer dengan metode gridding Kriging, menampilkan
komponen X jarak lintasan pengukuran, komponen Y kedalaman hingga
maksimal 30 mbpt (meter bawah permukaan tanah), dan komponen Z nilai RAE

32
dengan rentang nilai (-4.4) – 0.2 direpresentasikan dengan citra warna ungu -
merah.
Penampang RAE Australia tersebut menunjukkan sebaran lateral variasi
anomali nilai RAE bawah permukaan yaitu anomali rendah dengan rentang nilai
berkisar (-4.4) – (-3) A/m2 direpresentasikan dengan citra warna ungu – hijau,
anomali moderat dengan rentang nilai berkisar (-3) – (-1.6) A/m2
direpresentasikan dengan citra warna hijau – kuning, dan anomali tinggi dengan
rentang nilai berkisar (-1.6) – 0 A/m2 direpresentasikan dengan citra warna kuning
– merah. Anomali rendah didominasi oleh warna ungu-biru meliputi jarak 70 –
140 meter dan kedalaman 0 – 25 meter. Anomali sedang didominasi oleh warna
hijau meliputi tepi model penampang RAE (berada di sekitaran blok anomali
rendah). Anomali tinggi didominasi oleh warna merah meliputi jarak 0 – 50 meter

dan kedalaman 0 – 15 meter. Hasil pemodelan penampang RAE bawah


permukaan tersebut belum dapat menggambarkan kondisi bawah permukaan
karena masih terdapat kontaminasi noise data RAE.

Gambar di atas menunjukkan model penampang rapatan arus elektromagnetik


(RAE) hasil analisis moving average (MA) dari bawah permukaan daerah
penelitian dengan menggunakan transmiter Australia. Penampang RAE Australia
tersebut dibuat (manual) menggunakan software Surfer dengan metode gridding
Kriging, menampilkan komponen X jarak lintasan pengukuran, komponen Y
kedalaman hingga maksimal 30 mbpt (meter bawah permukaan tanah), dan

33
komponen Z nilai MA RAE dengan rentang nilai (-4.4) – 0 direpresentasikan
dengan citra warna ungu - merah.
Penampang MA RAE Australia tersebut menunjukkan sebaran lateral variasi
anomali nilai RAE bawah permukaan yaitu anomali rendah dengan rentang nilai
berkisar (-4.4) – (-3) A/m2 direpresentasikan dengan citra warna ungu – hijau,
anomali moderat dengan rentang nilai berkisar (-3) – (-1.6) A/m2
direpresentasikan dengan citra warna hijau – kuning, dan anomali tinggi dengan
rentang nilai berkisar (-1.6) – 0 A/m2 direpresentasikan dengan citra warna kuning
– merah. Anomali rendah didominasi oleh warna ungu-biru meliputi jarak 60 –
130 meter dan kedalaman 0 – 20 meter. Anomali sedang didominasi oleh warna
hijau meliputi tepi model penampang RAE (berada di sekitaran blok anomali
rendah). Anomali tinggi didominasi oleh warna merah meliputi jarak 0 – 50 meter
dan kedalaman 0 – 15 meter. Hasil pemodelan penampang RAE bawah
permukaan tersebut telah menggambarkan kondisi bawah permukaan karena
noise data RAE telah direduksi.
Penampang RAE maupun MA RAE software Surfer Australia tersebut telah
mampu mendefinisikan kondisi bawah permukaan bumi lebih representatif
sehingga dapat diketahui kondisi bawah permukaan secara lebih spesifik.
Klasifikasi anomali juga terdefinisi dengan baik sehingga dapat diketahui mana
anomali tinggi dan mana anomali rendah. Anomali tinggi RAE di daerah
penelitian diduga merupakan sesar (ditunjukkan oleh garis putus-putus di gambar
model penampang MA RAE manual Australia) karena anomali yang tinggi
tersebut diduga ditimbulkan sebagai respon konduktivitas dari air yang merembes
melalui celah rekahan sesar. Anomali rendah dan sedang yang mendominasi area
tersebut diduga merupakan blok batuan yang tersusun litologi batulempung
karena anomali yang rendah tersebut diduga ditimbulkan karena tidak adanya
kandungan air di dalam batuan sebagai media konduktor listrik dan dapat terkait
dengan karakteristik batuan lempung yang porositas rendah, impermeable, tidak
mudah ditembus oleh air tersebut.

34
5.4.2.2. Penampang RAE Perhitungan Manual Jepang dan Penampang MA
RAE Perhitungan Manual Jepang Lintasan 6

Gambar di atas menunjukkan model penampang rapatan arus elektromagnetik


(RAE) terukur dari bawah permukaan daerah penelitian dengan menggunakan
transmiter Jepang. Penampang RAE Jepang tersebut dibuat (manual)
menggunakan software Surfer dengan metode gridding Kriging, menampilkan
komponen X jarak lintasan pengukuran, komponen Y kedalaman hingga
maksimal 30 mbpt (meter bawah permukaan tanah), dan komponen Z nilai RAE
dengan rentang nilai (-3) – 3 direpresentasikan dengan citra warna ungu - merah.
Penampang RAE Jepang tersebut menunjukkan sebaran lateral variasi
anomali nilai RAE bawah permukaan yaitu anomali rendah dengan nilai (-3) – (-
1) A/m2 direpresentasikan dengan citra warna ungu – hijau, anomali moderat
dengan rentang nilai berkisar (-1) – 1 A/m 2 direpresentasikan dengan citra warna
hijau – kuning, dan anomali tinggi dengan rentang nilai berkisar 1 – 3 A/m 2
direpresentasikan dengan citra warna kuning – merah. Anomali rendah didominasi
oleh warna ungu-biru meliputi jarak 0 hingga 90 – 100 meter dan kedalaman 0 –
30 meter. Anomali sedang didominasi oleh warna hijau meliputi jarak 100 – 120
meter dan kedalaman 0 – 30 meter, memisahkan blok anomali rendah dan blok
anomali tinggi. Anomali tinggi didominasi oleh warna merah meliputi jarak 120 –
180 meter dan kedalaman 0 – 25 meter.

35
Gambar di atas menunjukkan model penampang rapatan arus elektromagnetik
(RAE) hasil analisis moving average (MA) dari bawah permukaan daerah
penelitian dengan menggunakan transmiter Jepang. Penampang RAE Jepang
tersebut dibuat (manual) menggunakan software Surfer dengan metode gridding
Kriging, menampilkan komponen X jarak lintasan pengukuran, komponen Y
kedalaman hingga maksimal 30 mbpt (meter bawah permukaan tanah), dan
komponen Z nilai MA RAE dengan rentang nilai (-2.4) – 3 direpresentasikan
dengan citra warna ungu - merah.
Penampang MA RAE Jepang tersebut menunjukkan sebaran lateral variasi
anomali nilai RAE bawah permukaan yaitu anomali rendah dengan rentang nilai
berkisar (-2.4) – 0 A/m2 direpresentasikan dengan citra warna ungu – hijau,
anomali moderat dengan rentang nilai berkisar 0 – 1.2 A/m2 direpresentasikan
dengan citra warna hijau – kuning, dan anomali tinggi dengan rentang nilai
berkisar 1.2 – 3 A/m2 direpresentasikan dengan citra warna kuning – merah.
Anomali rendah didominasi oleh warna ungu-biru meliputi jarak 0 – 100 meter
dan kedalaman 0 – 30 meter. Anomali sedang didominasi oleh warna hijau
meliputi jarak 100 – 120 meter dan kedalaman 0 – 30 meter, memisahkan blok
anomali rendah dan blok anomali tinggi. Anomali tinggi didominasi oleh warna
merah meliputi jarak 120 – 180 meter dan kedalaman 0 – 25 meter. Hasil
pemodelan penampang RAE bawah permukaan tersebut telah menggambarkan
kondisi bawah permukaan karena noise data RAE telah direduksi.

36
Penampang RAE maupun MA RAE software Surfer Jepang tersebut telah
mampu mendefinisikan kondisi bawah permukaan bumi lebih representatif
sehingga dapat diketahui kondisi bawah permukaan secara lebih spesifik.
Klasifikasi anomali juga terdefinisi dengan baik sehingga dapat diketahui mana
anomali tinggi dan mana anomali rendah. Anomali tinggi RAE di daerah
penelitian diduga merupakan sesar (ditunjukkan oleh garis putus-putus di gambar
model penampang MA RAE manual Jepang) karena anomali yang tinggi tersebut
diduga ditimbulkan sebagai respon konduktivitas dari air yang merembes melalui
celah rekahan sesar. Anomali yang merepresentasikan sesar daerah penelitian
tampak digambarkan jelas melalui model penampang MA RAE bawah permukaan
daerah penelitian menggunakan transmiter Jepang tersebut. Anomali rendah dan
sedang yang mendominasi area tersebut diduga merupakan blok batuan yang
tersusun litologi batulempung karena anomali yang rendah tersebut diduga
ditimbulkan karena tidak adanya kandungan air di dalam batuan sebagai media
konduktor listrik dan dapat terkait dengan karakteristik batuan lempung yang
porositas rendah, impermeable, tidak mudah ditembus oleh air tersebut.

37
5.5. Pembahasan Peta Per-Slice Kedalaman : Peta Per-Slice Kedalaman 20
meter MA RAE Jepang

Gambar di atas menunjukkan peta penampang slice kedalaman 20 meter


rapatan arus elektromagnetik (RAE) hasil analisis moving average (MA) dari
bawah permukaan daerah penelitian dengan menggunakan transmiter Jepang. Peta
slice kedalaman 20 meter RAE Jepang tersebut dibuat menggunakan software
Surfer dengan metode gridding Kriging, menampilkan komponen X dan Y
koordinat UTM, dan komponen Z nilai MA RAE dengan rentang nilai (-75) – 55
direpresentasikan dengan citra warna ungu - merah.
Peta MA RAE Jepang slice kedalaman 20 meter tersebut menunjukkan
sebaran lateral variasi anomali nilai RAE bawah permukaan pada kedalaman 20
meter yaitu anomali rendah dengan rentang nilai berkisar (-75) – (-25) A/m 2
direpresentasikan dengan citra warna ungu – hijau, anomali moderat dengan
rentang nilai berkisar (-25) – 25 A/m2 direpresentasikan dengan citra warna hijau
– jingga, dan anomali tinggi dengan rentang nilai berkisar 25 – 55 A/m 2
direpresentasikan dengan citra warna jingga – merah. Anomali rendah didominasi
oleh warna biru berada di koordinat X 433300, Y 9127800 dengan nilai -45 A/m 2.
Anomali sedang didominasi oleh warna hijau meliputi seluruh area dengan variasi
nilai berkisar antara (-15) – 10 A/m2. Kontras anomali berada pada kisaran (-5) –
5 A/m2 pada area kontur sempit diduga merupakan sesar yang ada di daerah
penelitian.

38
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode
elektromagnetik VLF di daerah penelitian Bukit Mengger, Desa Trimulyo-
Segoroyoso, Kabupaten Bantul, D. I. Yogyakarta, diperoleh beberapa kesimpulan
antara lain sebagai berikut:
 Penelitian dilakukan di daerah penelitian Bukit Mengger, Desa Trimulyo-
Segoroyoso, Kabupaten Bantul, D. I. Yogyakarta dengan menggunakan
metode elektromagnetik VLF (Very Low Frequency) dengan target yaitu
mendeteksi keberadaan sesar yang ada daerah penelitian.
 Berdasarkan hasil interpretasi ouput data, model penampang MA RAE
Jepang lebih merepresentasikan daerah penelitian dan target penelitian yaitu
sesar, dengan gambaran lebih jelas.
 Berdasarkan model penampang MA RAE Jepang, geologi bawah permukaan
daerah penelitian tersusun oleh litologi batulempung dengan nilai RAE
sebesar (-2.4) – (-0.8) A/m2. Anomali sesar terdeteksi sebagai anomali
peralihan moderat – tinggi dengan nilai RAE sebesar 0 – 1.2 A/m2, membagi
dua blok yaitu anomali tinggi dan anomali rendah.

6.2. Saran

39
DAFTAR PUSTAKA

Gurer, A., Bayrak, M., & Gurer, O. F. (2009). A VLF Survey Using Current
Gathering Phenomena for Tracing Buried Faults of Fethiye-Burdur Fault
Zone, Turkey. Journal of Applied Geophysics, 68(3), 437-447.
Jones, A. G. (1983). The Problem of Current Channeling : A Critical Review.
Geophysical Surveys 6, 79-122.
Nurwidyanto, M. I., Indriana, R. D., & Darwis, Z. T. (2007). Pemodelan Zona
Sesar Opak di Daerah Pleret, Bantul, Yogyakarta, dengan Metode
Gravitasi. Berkala Fisika, 10(1), 65-70.
Purwanto, E. H., Minarto, E., & Bahri, A. S. (2015). Aplikasi Metode Very Low
Frequency Electromagnetic (VLF-EM) untuk Karakteristik Bawah
Permukaan di Daerah Kapur, Desa Melirang, Kecamatan Bungah,
Kabupaten Gresik. Jurnal Fisika Indonesia, 19(55), 38-41.
Tasrif, A., & Sihite, M. I. (2021, Januari 28). Keputusan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor
13.K/HK.01/MEM.G/2021 tentang Penetapan Warisan Geologi
(Geoheritage) Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.
Telford, W. M., Gildart, L. P., & Sheriff, R. E. (1990). Applied Geophysics (2nd
ed.). Cambridge, United Kingdom: Cambridge University Press.
Wibowo, E. (2017). Modul Praktikum Elektromagnetik. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai