TUTORIAL
SOFTWARE GEODETIK
Oleh :
Latief Dhiyya Ulhaq
115.210.074
KELOMPOK 4
i
HALAMAN PENGESAHAN
TUROTIAL SOFTWARE GEODETIK
Disusun Oleh:
ACC 1 ACC 2
ii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kepada kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga praktikan
dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Perpetaan dengan judul “Tutorial
Software Geodetik” sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan.
Laporan praktikum perpetaan ini bertujuan untuk memenuhi tugas
Praktikum Perpetaan Topografi pada Program Studi Geofisika, Fakultas Teknologi
Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta tahun ajaran
2022/2023. Praktikan berterimakasih banyak kepada banyak pihak yang
memberikan banyak bantuan dan masukan-masukan sehingga laporan ini dapat
dibuat secara maksimal.
Praktikan tidak melarang dan sangat terbuka untuk kritik, saran, dan
masukan terhadap laporan praktikum ini dikarenakan praktikan sadar terdapat
banyak kekurangan pada laporan. Siapapun yang membaca laporan ini semoga ilmu
dan informasi yang terkandung dapat tersampaikan dan dapat dipahami dengan baik
serta mendapat ilmu atau manfaat yang berguna serta barokah. Akhir kata saya
ucapkan terima kasih.
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB VI. PENUTUP ............................................................................................ 25
6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 25
6.2. Saran ....................................................................................................... 25
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Sedangkan GPS Geodetik merupakan alat ukur navigasi dan observasi yang
berbasis satelit dengan akurasi yang sangat tinggi, dengan kata lain GPS Geodetik
adalah GPS yang memiliki keakuratan sangat tinggi. Dalam satu set GPS Geodetic
terdapat peralatan utama seperti, Controler, Receiver, Antena, Meteran Kecill.
GPS Geodetik sangat berguna untuk pemetaan dimana alat ini memiliki koreksi
yang sangat kecil bahkan bias mencapai 0%. Keunggulan dari GPS Geodetik yaitu
dibandingkan dengan Total Station, penggunaannya lebih mudah dan lebih akurat.
Namun kekurangannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk memetakan sebuah
1
area atau titik-titik pengukuran lebih lama dari penggunaan alat lain (Mufid, A.
2017).
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengolah data GPS Geodetik dengan
Software penunjang pengolahan data GPS Geodetik sebagai acuan data dalam
pembuatan peta topografi dan sayatan. Membuat peta topografi dari data GPS
Geodetik yang didapatkan menggunakan Trimbe Business Center dan Surfer.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pulau Jawa memiliki suatu daerah yang tersusun dari hamparan pegunungan
yang terbentang di sepanjang selatan pulau jawa. Pegunungann selatan terletak di
Selatan Jawa Tengah, daerahnya melampar dimulai dari bagian tenggara provinsi
D.I.Y., memanjang ke arah timur hingga daerah pantai selatan Jawa Timur.
Melihat dari reliefnya, daerah pegunungan selatan mempunyai dua relief
utama, yakni relief yang kasar di sisi timur, dan yang lebih halus di sisi barat, lalu
pada bagian utaranya terdapat gawir yang memanjang relatif seraha barat-timur.
Relief-relief ini terbentukan karena adanya evolusi tektonik yang terjadi secara
terus menerus di Pulau Jawa dari zaman Cretaceous hingga sekarang.
Menurut Van Bemmelen (1949), stratigrafi pegunungan selatan bagian Barat
disusun oleh satuan-satuan batuan berikut (dari tua ke muda):
• Kelompok Batuan Pra Tersier
Kelompok ini tersingkap di pegunungan Jiwo daerah Bayat, Klaten.
Disusun oleh batuan metamorf seperti batusabak, sekis, geneis, serpentinit dan
batugamping kristalin. Secara tidak selaras di atasnya terdapat Formasi Wungkal
dan Formasi Gamping.
3
• Formasi Wungkal
Dicirikan oleh kalkarenit dengan sisipan batupasir, batulempung,
sedangkan Formasi Gamping dicirikan oleh kalkarenit dan batupasir tufan.
Di daerah Gamping (Barat kota Yogyakarta), Formasi ini berasosiasi
dengan terumbu. Umur kedua Formasi tersebut adalah Eosen Tengah-Atas.
Hubungan Formasi Wungkal dan Formasi Gamping adalah selaras
(Bothe,1929).
• Formasi Kebo
Dicirikan oleh perselingan konglomerat, batupsir tufan, serpih dan
lanau. Di beberapa tempat ada lava bantal dan intrusi diorite. Ketebalan
endapan ini ±800 m, diendapakan dengan mekanisme gravity flow pada
lingkungan laut.
• Formasi Butak
Terdapat di lokasi tipenya Gunung Butak (Baturagung), tersusun
oleh breksi, batupasir tufan konglomerat, batuapung, batulempung, serpih
menunjukkan ciri endapan dengan mekanisme gravitasi pada lingkungan
laut. Berumur Oligosen, di beberapa tempat sulit dipisahkan ciri dari
Formasi Kebo dengan Formasi Butak sehingga beberpa peneliti
menyebutnya Formasi Kebo-Butak berumur Oligosen Atas.
• Formasi Semilir
Tersingkap baik di Gunung Semilir di sekitar (Baturagung) dengan
litologi penyusunnya adalah perselingan tuf, tuf lapili, batupasir tufan,
batulempung, serpih, lanau, terdapat sisipan breksi. Diendapkan dengan
mekanisme aliran gravitasi pada lingkungan laut dalam. Satuan ini
mempunyai ketebalan ± 1200 m dan terletak selaras di atas Formasi Butak,
berumur Miosen Awal. Di atas Formasi Semilir secara selaras diendapakan
Formasi Nglanggran.
• Formasi Nglanggran
Tersingkap baik di Desa Nglanggran, dengan litologi penyusunya
adalah breksi vulkanik dengan sisipan batupasir tufan. Di dalam breksi
(terutama Formasi Nglanggran bagian bawah) sering dijumpai fragmen
4
batugamping. Formasi ini diendapkan dengan mekanisme turbidit pada
lingkungan laut dalam pada Kala Miosen Awal.
• Formasi Sambipitu
Terletak secara selaras di atas Formasi Semilir-Nglanggran. Di
lokasi tipenya (Desa Sambipitu) tersusun oleh perselingan batupasir coklat
kehijauan, serpih dan lanau yang memperlihatakan ciri endapan turbidit. Di
bagian atas sering dijumpai slump skala besar, formasi ini diendapakan pada
Kala Miosen Awal. Di atas Formasi Sambipitu secara tidak selaras
diendapakan endapan sedimen karbonat paparan yang terdiri dari Formasi
Oyo, Wonosari dan Kepek (Bothe, 1929).
• Formasi Oyo
Kelompok ini tersingkap di Kali Oyo. Disusun oleh perselingan
batugamping bioklastik, kalkarenit dan napal dengan sisipan batugamping
konglomerat (fragmental). Satuan ini diendapakan pada lingkungan paparan
dangkal dengan ombak yang tenang, pada Kala Miosen Tengah.
• Formasi Wonosari
Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya,
membentuk morfologi karst terdiri dari batugamping terumbu, batugamping
bioklastik (berlapis), dan napal. Formasi ini merupakan endapan karbonat
paparan pada kala Miosen Tengah-Akhir. Hubungan dengan Formasi Oyo
dibeberpa tempat adalah selaras, bagian bawah Formasi Wonosari
berhubungan menjari dengan Formasi Oyo.
• Formasi Kepek
Diendapkan tidak selaras diatas Formasi Wonosari di bagian utara
dan lapisannya berubah fasies menjadi batugamping terumbu Formasi
Wonosari ke arah selatan. Berlokasi tipe di Kali Kepek, terdiri dari
batugamping dan napal berlapis. Lapisan napal pada lapisan ini mempunyai
ketebalan ± 200 m. Formasi ini berumur Miosen Akhir
5
Nglanggeran dimana dicirikan dengan adanya batuan breksi andesit dengan
beberapa batuan tuf dan batu apung di sekitar wilayah penelitian. Terdapat
beberapa indikasi sesar geser yang sangat besar dan dapat dilihat dengan mata
telanjang. Segmen sesar geser yang ada di wilayah ini diyakini sebagai sesar Opak
yang melintasi Kabupaten Bantul dari Prambanan hingga Pantai Parangtritis.
Wilayah ini memiliki ketinggian yang bervariasi dengan perbukitan dan elevasi
yang lumayan curam bila dilihat dari barat. Hal ini dikarenakan adanya bidang
erosional yang disebabkan oleh batas batuan atau tebing yang tingginya mencapai
2-7 meter. Keberadaan sesar Opak diyakini sebagai peran utama dalam
pembentukan morfologi perbukitan di sekitar wilayah penelitian. Hal ini
dibuktikan dengan perbedaan elevasi pada sumbu lipatan disekitar perbukitan
yang mengarah timur laut - barat daya. Sehingga menghasilkan jalur tinggian
disekitar wilayah penelitian. Pada segmen bukit Mengger juga diyakini sebagai
salah satu titik gempa bumi Yogyakarta 2006. Hal ini diyakini oleh masyarakat
karena keterdapatan beberapa bidang batuan yang berubah posisinya hingga 5
meter. Maka dari itu, wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang menarik
untuk diteliti terkait perbedaan topografi di Mengger.
6
BAB III
DASAR TEORI
7
• Garis ketinggian yang lebih rendah selalu mengelilingi garis ketinggian
yang lebih tinggi.
• Garis ketinggian tidak akan saling berpotongan dan tidak akan bercabang.
• Pada daerah yang landai garis ketinggian akan berjauhan, sebaliknya pada
daerah yang terjal akan saling merapat. Untuk kondisi daerah yang khusus
(seperti tebing, kawah, jurang), garis ketinggiannya digambarkan secara
khusus pula.
• Garis ketinggian yang menjorok keluar, merupakan punggung bukit dan
selalu seperti bentuk huruf ‘U’.
• Garis ketinggian yang menjorok ke dalam, merupakan lembah dan selalu
seperti bentuk huruf ‘V’.
• Selisih tinggi antara dua garis ketinggian yang berurutan (interval) adalah
setengah dari bilangan ribuan skala, (contoh: 1/2000 x 50.000 = 25 meter).
Kecuali bila dinyatakan dengan ketentuan lain.
• Garis ketinggian pembantu, menyatakan ketinggian antara dua garis
ketinggian yang berurutan.
• Warna garis-garis ketinggian pada peta digambarkan dengan warna coklat.
8
sehingga memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Oleh karenanya, GPS jenis ini
memiliki kemampuan dalam melakukan perekaman Raw Data dengan format
Rinex (Abidin, H. 2007).
9
Namun disamping kelebihannya,GPS Geodetik ini juga memiliki
kekurangan,diantaranya :
• Harga GPS yang jauh lebih mahal jika dibanding dengan GPS Konvensional.
• GPS Geodetik yang tehubung langsung dengan satelit dapat sulit untuk
digunakan jika wilayah tersebut berada diantara gedung-gedung tinggi atau
pepohonan yang rapat dikarenakan pancaran gelombang satelit sulit untuk
menembus benda-benda padat.
GPS Geodetik yaitu suatu alat ukur berbasis satelit yang di gunakan dalam
pengukuran wilayah di permukaan bumi seperti lahan, hutan, perkebunan, dll
dengan tingkat akurasi yang sangat tinggi berkisar 5 – 10mm. Berbeda dengan
GPS Navigasi yang hanya dapat menangkap sinyal L1, GPS ini dapat menerima
sinyal pada frekuensi L1 dan L2 atau yang disebut dengan GNSS sehingga
memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Lalu GPS Geodetik ini memiliki 3 alat utama
yaitu bagian Receiver, Radio, dan Pendukung.
10
Berikut ini adalah komponen – komponen dari GPS Geodetik :
• Komponen alat bagian Receiver :
1. Receiver, di gunakan untuk proses pengambilan data dan penerimaan sinyal
satelit sehingga GPS bisa di gunakan untuk survei.
2. Disk Eksternal, di gunakan untuk menyambungkan kerangka tiang dengan
tiang antena pada Receiver.
3. Penjepit Remote TSC, alat ini di gunakan untuk menjepit Remote TSC pada
saat tiang melakukan survey keliling.
4. Box Charger Baterai, alat ini di gunakan untuk tempat mengisi Baterai
Receiver dengan menyambungkan pada charger.
5. Baterai Receiver, baterai ini di gunakan untuk menghasilkan daya pada
Receiver GPS.
6. Tiang Penghubung Receiver, alat ini mempunyai panjang 25 cm yang di
guankan untuk menghubungkan Receiver.
7. TSC Remote, komponen ini di gunakan untuk mengoperasikan GPS
Geodetik.
8. Tiang Penyangga Receiver, di gunakan untuk menempatkan Receiver saat
penelitian mulai berjalan.
9. Receiver No. seri 303, Receiver ini di gunakan untuk survei elevasi.
11
1. Kabel Koneksi Baterai, untuk menyambungkan Receiver dengan baterai
eksternal.
2. Baterai eksternal, meiliki daya yang lebih besar untuk survei dengan
waktu yang lama.
3. Box TSC, untuk penyimpanan tempat Receiver dan TSC serta komponen
pada GPS Geodetik lain.
Metode Cross Section adalah salah satu metode estimasi sumber daya yang
memiliki tahapan pokok membagi endapan kedalam blok-blok dengan cara
membuat suatu seksi geologi dengan interval tertentu, jaraknya dapat di
samakan atau dapat pula berbeda sesuai dengan keadaan geologi dan
kebutuhan penambangan (Popoff, Constantine C.1966). Prinsip dari metode ini
adalah pembuatan sayatan pada badan endapan mineral, kemudian di hitung
luas masing-masing endapan mineral dan untuk menentukan volume dengan
menggunakan jarak antar sayatan. Metode penampang ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu metode penampang dengan pedoman Rule of Gradual Change
dan metode penampang dengan pedoman Rule of Nearest Point.
12
𝑝1+𝑝2
𝑉= 𝐿………………...…………………………………(3.4.1)
2
Di mana :
V : Volume overburden (m³)
P1, P2 : Luas sayatan penampang (m²)
L : Jarak antar penampang (m).
𝑉 = 𝑃 × (𝐿1 + 𝐿2)…………………...………………………..(3.4.2)
Di mana
V : volume overburden (m³)
P : Luas sayatan penampang (m²)
L1, L2 : Setengah jarak antar sayatan (m).
1. Input Data
Dalam melakukan input data format file yang digunakan adalah Rinex.
Melakukan juga Input tinggi antenna, nama titik pengamatan, dan type
reveiver yang digunakan
2. Pengolahan Sinyal GPS
Pertama melakukan Pemillihan sinyal satelit yang akan digunakan dan
tidak digunakan, Pemotongan sinyal baseline, Project setting, Prosessing
baseline.
13
3. Proses Adjustment
Berikut ini adalah lanjutan tahapan prosessing baseline dari pengolahan
sinyal GPS yang meliputi Adjustment Network, Pengecek-an result
Adjustment Network, Report adjustment network
4. Penyajian Data
Dalam peyajian data perangkat lunak TBC 2.60 save as type data yang
digunakan adalah Web, Html only.
14
BAB IV
METODOLOGI
15
3. Melakukan pengikatan baseline untuk data rinex, hal ini untuk mengetahui
apakah ada kesalahan pada data base.
4. Menghapus data rinex setelah pengikatan baseline, lalu diganti dengan data
rover. Pada data rover, kita input koordinat sesuai dengan daerah yang ada
pada Sistem Referensi Geospasial Indonesia.
5. Setelah pengikatan baseline untuk data rinex, kemudian melakukan
pengikatan baseline untuk data rover untuk menghasilkan data kooerdinat
x, y, z, dari daerah penelitian.
6. Selanjutnya melakukan gridding data koordinat x, y, z yang sudah
dihasilkan pada software surfer, sehingga menghasilkan peta topografi yang
kemudian diberi sayatan dan penampang.
7. Melakukan pembahasan hasil dari penelitian dengan beracu pada studi
literatur yang sudah dilakukan sebelumnya untuk menunjang proses
interpretasi dari hasil data yang diperoleh.
8. Dilanjutkan dengan membuat kesimpulan dari seluruh penelitian yang telah
dilakukan.
9. Penelitian selesai.
16
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
3. Setelah itu untuk membuat titik-titik muncul pada lama software maka kita
melakukan import data sekunder yang sudah di download pada folder
ABCD secara satu persatu ke Trimble yang berupa data rinex, base, dan
rover namun untuk langkah awal kita baru memakai data dari data rinex dan
base sebagai titik acuan. Lalu memilih semua data yang ada untuk kemudian
“import”, lakukan cara yang sama untuk data base sehingga didapatkan
garis seperti gambar dibawah.
.
Gambar 5.2 Import Data Geodetik
18
4. Kemudian untuk mencari titik statiun CORS yang akan digunakan sebaga
acuan latitude dan longitudenya, kita membuka web Sistem Referensi
Geospasial Indonesia untuk mencari stasiun CORS terdekat dari daerah
penelitian. Pada gambar didapatkan bahwa stasiun CORS terdekat yaitu
terletak pada Kantor BMKG Yogyakarta, Gamping, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Setelah menemukan stasiun CORS, tekan “preview”
untuk melihat koordinat geodetik pada stasiun tersebut.
19
Gambar 5.5 Memasukkan Koordinat UTM Ke Titik “Jogs”
7. Kemudian mengikat titik yang ada dengan memilih semua garis atau tekan
ctrl+A kemudian pada survey pilih process baselines maka akan melakukan
proses pengikatan otomatis, kemudian save jika proses sudah selesai.
8. Kemudian data rinex atau titik “jogs” dipahpus dengan klik kanan mouse
pada points lalu pilih delete, setelahnya melakukan import data rover
menggunakan langkah yang sama seperti pada langkah 3. Sehingga
didapatkan titik-titk rover yang dihubungkan dengan garis seperti pada
gambar.
20
Gambar 5.7 Import Data Rover
9. Kemudian memilih semua data yang ada dengan menekan ctrl+A, lalu pada
survey pilih process baselines, tunggu hingga selesai lalu tekan save. Hal
ini bertujuan untuk mengikat data rover ke base. Kemudian mengubah
setingannya menjadi control quality.
10. Klik kanan mouse pada menu points dan pilih new points spreadsheet
sehingga menghasilkan kolom data koordinat x, y, z. Kemudian copy data
hasil pengolahan ke Ms Excel.
11. Melakukan langkah yang sama pada data yang lain pada folder ABCD.
21
12. Data Ms Excel yang sudah didapatkan melalui pengolahan 4 data kemudian
di input pada worksheet yang ada pada software Surfer. Setelah itu,
melakukan grid data koordinat yang telah dihasilkan sehingga
menghasilkan peta topografi daerah penelitian.
13. Membuat sayatan dengan klik kanan mouse pada peta kontur kemudian
pilih Add to Map lalu Profile. Lalu menarik garis sayatan sesuai dengan
garis yang diinginkan. Kemudian secara otomatis akan terlihat profil
penampang sayatan peta topografi yang dapat kita lihat secara horizontal
22
5.2. Peta Topografi Sayatan
23
wilayah penelitian juga memiliki lereng dan elevasi yang rendah. Profil topografi
ini dibuat pada skala 1:500 dan interval kontur 5.
Pada peta topografi diatas dapat diketahui bahwa elevasi tertinggi yang
diketahui dari pengolahan data daerah penelitian yaitu 149,17 m dan elevasi yang
terendah yaitu 43,492 m. Daerah penelitian memiliki medan yang terdiri dari 2
bukit dengan lereng yang curam, dapat diketahui dengan garis kontur yang rapat
pada elevasi 149,17 m sampai 70 m. Selain itu pada daerah penelitian terdapat juga
daerah yang cenderung landai dengan elevasi 43,492 m sampai 65 m yang ditndai
dengan garis kontur yang renggang. Pada peta topografi terdapat sayatan sepanjang
3,551 m yang melintang dari Barat Laut ke arah Tenggara. Sayatan tersebut
kemudian menghasilkan penampang yang membentuk bukit dengan lembah kecil
yang kemudian terjal keatas.
24
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang sudah dilakukan didapatkan beberapa kesimpulan yang
bisa diambil diantaranya:
• Dalam penelitian terkhusus pemetaan topografi, GPS Geodetik berguna
untuk mengikat titik baseline yang dapat menghasilkan titik koordinat yang
sangat akurat karena data yang dihasilkan GPS Geodetik menggunakan
satelit yang digunakan dalam pengolahan dan pembuatan peta topografi
daerah penelitian.
• Software Trimble Business Cetre digunakan dalam pengolahan data Base-
Rover dari GPS Geodetik untuk mendapatkan data x, y, z yang kemudian di
input pada surfer untuk menghasilkan peta topografi.
• Peta topografi daerah Mengger, Trimulyo, Bantul, D.I.Yogyakarta skala
1:500 meter memiliki kontur curam atau rapat yang membentuk 2 bukit
dengan elevasi maksimum 149,17 meter, lalu daerah lainnya cenderung
landau dengan elevasi minimum 43,492 meter.
6.2. Saran
Adapun saran yang didapatkan dari penelitian ini yaitu untuk dapat lebih
memperhatikan dalam pengolahan data agar data yang didapatkan lebih maksimal
dan lebih cepat dalam proses pengolahan datanya.
25
DAFTAR PUSTAKA
Bahan Ajar Esa Unggul. 2018. Kontur dan Profil Melintang. Jakarta.
Bahri, S., & Madlazim, M. (2012). Pemetaan Topografi, Geofisika Dan Geologi
Kota Surabaya. Jurnal Penelitian Fisika Dan Aplikasinya (Jpfa), 2(2), 23-
28.
Dayana, D. N., Wibowo, N. B., & Darmawan, D. (2018). Interpretasi Struktur
Bawah Permukaan Jalur Sesar Opak Berdasarkan Model Suseptibilitas dan
Second Vertical Derivative dengan Metode Geomagnet. Indonesian
Journal of Applied Physics, 8(2), 88-98.
Hartadi, joko. 2017. Pemantauan Gerakan Tanah Menggunakan GPS Geodetik.
Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta.
Mufid, Abdul. 2017. Pembuatan Panduan Pengukuran Gps Geodetik Dengan
Metode Statik Pada Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan
Universitas Negeri Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Nugroho, A. P., & Khomsin, K. (2013). Analisis Perbedaan Perhitungan Arah
Kiblat Pada Bidang Spheroid Dan Ellipsoid Dengan Menggunakan Data
Koordinat Gps. Geoid, 9(1), 11-16.
Popoff, Constantine C., 1966, Computing Reserves of Mineral Deposit
Principles and Convetional Methodes, USA. Dept. of The Interior, Bareau
of Mines.
Putrawan, K.2019.Pengetahuan Dasar Pengetahuan Dasar Pengetahuan Dasar Peta.
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Rostianingsih, S., Handoyo, I.,
& Gunadi, K. (2004). Pemodelan peta topografi ke objek tiga dimensi.
Jurnal Informatika, 5(1), 14-21.
Purwaamijaya, I. M. 2008. Teknik Survey dan Pemetaan Jilid 3. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
26
Raharjo, S., Teguh Paripurno, E., Hartadi, D., Dewi Alfiani, O., & Apriyanti, D.
(2018). Pemantauan Pergerakan Tanah Menggunakan GPS Geodetik.
Rostanignsih, S. & Gunadi, K. 2004. Pemodelan Peta Topografi Ke Objek Tiga
Dimensi. Jurnal Informatika. 6(1) : 14-21.
Samsarmin. (2016). Geologi Dinamik "Peta Topografi & Peta Geologi". Makassar:
Universitas Pejuang Republik Indonesia. Waluya, B. 2015. Peta, Globe,
dan Atlas. Direktorat UPI.
Satra, Suparno dan Endy Marlina. (2005). Perencanaan dan
PengembanganPerumahan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
27
LAMPIRAN A
PETA TOPOGRAFI DAN SAYATAN
28
LAMPIRAN B
LEMBAR KONSUL 1 & 2
29
LAMPIRAN C
LEMBAR PENILAIAN
30