PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
Dosen Pembimbing :
Dr. Hita Pandita, S.T., M.T.
Disususn oleh :
Ega Rizky Afdillah
410018077
P a g e 1 | 82
HALAMAN PENGESAHAN
OLEH :
EGA RIZKY AFDILLAH
410018077
( ) ( )
P a g e 2 | 82
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan Rahmat-Nya “Laporan Akhir Praktikum Mikropaleontologi” ini
dapat selesai tepat pada waktu yang telah ditentukan. Laporan ini disusun sebagai
tugas akhir dari kegiatan praktikum Mikropaleontologi
P a g e 3 | 82
DAFTAR ISI
P a g e 5 | 82
DAFTAR GAMBAR
P a g e 6 | 82
Gambar 31. Spesies Globigerinoides primordius.................................................. 53
Gambar 32. Spesies Globigerinoides obliquus ..................................................... 53
Gambar 33. Spesies Globigerinoides ruber ........................................................... 54
Gambar 34. Spesies Globoquadrina dehiscens ..................................................... 54
Gambar 35. Spesies Globoquadrina altispira ........................................................ 55
Gambar 36. Spesies Sphaeroidinella dehiscens .................................................... 55
Gambar 37. Spesies Sphaeroidinellopsis seminulina ............................................ 55
Gambar 38. Spesies Pulleniatina obliqueloculata ................................................. 56
Gambar 39. Spesies Catapsydrax dissimillis ........................................................ 56
Gambar 40. Spesies Globorotalia tumida.............................................................. 57
Gambar 41. Spesies Globorotalia plesiotumida .................................................... 57
Gambar 42. Spesies Globorotalia siakensis .......................................................... 58
Gambar 43. Genus Hantkenina ............................................................................. 58
Gambar 44. Genus Cribrohantkenina .................................................................... 59
Gambar 45. Genus Hastigerina ............................................................................. 59
Gambar 46. Genus Dentalina ................................................................................ 65
Gambar 47. Genus Amphistegina ......................................................................... 65
Gambar 48. Genus Bathysiphon ........................................................................... 65
Gambar 49. Genus Bolivina .................................................................................. 66
Gambar 50. Genus Nodogerina ............................................................................. 66
Gambar 51. Genus Numulites ............................................................................... 72
Gambar 52. Genus Discocyclina ........................................................................... 73
Gambar 53. Genus Lepidocyclina ......................................................................... 73
P a g e 7 | 82
DAFTAR TABEL
P a g e 8 | 82
BAB I
PENDAHULUAN
P a g e 9 | 82
Tujuannya untuk mendeskripsikan fosil-fosil Foraminifera, agar pratikan
dapat menentukan umur relatif suatu batuan, membantu dalam studi lingkungan
pengendapan dan korelasi stratigrafi dengan daerah lain.
1.3 Metode
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah menggunakan
metode sekunder. metode sekunder yaitu metode berdasarkan dasar teori yang
diambil dari buku panduan praktikum mikropaleontologi, literatur-literatur, buku-
buku lain yang berkaitan dengan laporan ini serta pengambilan literatur yang ada di
internet.
P a g e 10 | 82
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Mikropaleontologi
Mikropaleontologi merupakan cabang ilmu paleontologi yang
mempelajari mikrofosil, ilmu ini mempelajari masalah organisme yang
hidup pada masa yang lampau yang berukuran sangat renik
(mikroskopis), yang dalam pengamatannya harus menggunakan Mikroskop
atau biasa disebut micro fossils (fosilmikro). Pembahasan mikropaleontologi
ini sesungguhnya sangat heterogen, berasal baik dari hewan maupun
tumbuhan ataupun bagian dari hewan atau tumbuahan. Pada ilmu
Mikropaleontologi ini dikenal adanya Analisis Biostratigrafi. Dimana
biostratigrafi tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dalam
penentuan umur relatif dan lingkungan pengendapan dari suatu Batuan
berdasarkan kandungan fosil yang terkandung dalam Batuan tersebut.
Oleh karena itu diadakanlah praktikum Mikropaleontologi dengan acara
Biostratigrafi, praktikum ini dilakukan agar memudahkan mahasiswa
dalam membuat analisa masalah Biostratigrafi.
Mikrofosil Menurut Jones (1936) : Setiap fosil (biasanya kecil)
untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan dibawah
mikroskop. Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang
berukuran sampai 19 mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang-
cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari foil-fosil makro serta
bagian-bagian tubuh dari fosil makro yang mengamatinya menggunakan
mikroskop serta sayatan tipis dari fosil-fosil, sifat fosil mikro dari golongan
foraminifera kenyataannya foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk
mempelajarinya.
Dari cara hidupnya dibagi menjadi 2
1. Pellagic (mengambang)
a. Nektonic (bergerak aktif)
b. Lanktonic (bergerak pasif) mengikuti keadaan sekitarnyaaan sekitarnya
2. Benthonic (pada dasar laut)2. Benthonic (pada dasar laut)
a. Secile (mikro fosil yang menambat/menepel)
P a g e 11 | 82
b. Vagile (merayap pada dasar laut)
Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua fosil itu
identik dengan hidrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam geologi
struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar, kekar serta
lipatan.
2.2 Foraminifera
Foraminifera merupakan binatang yang terdiri dari satu sel yang sangat
sederhana, sel tersebut terdiri dari protoplasma dan inti (bias lebih dari satu). Ciri
khas foraminifera adalah adanya pseudopodia (kaki semu) yang berfungsi sebagai
alat penggerak dan menangkap mangsanya. Foraminifera sudah memiliki cangkang
dimana cangkang tersebut dibentuk oleh protoplasma ataupun diambil dari bahan-
bahan disekelilingnya. Pada umumnya cangkang tersebut terbuat dari zat organic
ataupun anorganik dan memiliki pori-pori dengan satu atau lebih lubang yang
disebut aperture.
Tempat hidup foraminifera dapat di laut, danau, rawa-rawa baik yang berair
ataupun tidak, tawar maupun asin, dan perkembangbiakannya dengan cara sexual
dan asexual. Perkembangan foraminifera dapat menghasilkan cangkang yang
berbeda, dimana satu individu dapat menghasilkan dua cangkang yang berlainan
bentuknya (dimorphisme), bahkan ada juga yang trimorphisme. Perkembangan
sexual akan menghasilkan cangkang mikrosfir, sedangkan secara asexual akan
menghasilkan cangkang megalosfir.
Pada batuan sedimen, golongan ini lebih banyak dijumpai sehingga lebih
berharga dari ordo-ordo lain pada kelas Sarcodina. Golongan ini telah muncul sejak
zaman Pra-Kambrium (+ 550 tahun yang lalu) sampai sekarang dengan jumlah
spesies + 40.000 jenis spesies. Selain dari itu, Foraminifera dapat juga dipakai
sebagai korelasi batuan untuk penentuan lingkungan pengendapan atau juga sebagai
fosil petunjuk.
Ekologi Foraminifera
Ekologi mempelajari hubungan kehidupan foraminifera dengan lingkungan
sekitarnya. Foraminifera dibedakan menjadi dua berdasarkan cara hidupnya, yaitu
P a g e 12 | 82
foram planktonik dan foram benthonik. Foram plankton hidup di sekitar permukaan
air laut dan mengambang, sedangkan foram benthonik hidup di dasar laut. Foram
planktonik hidup di kedalaman 100-300 m, umumnya lingkungan air laut dingin,
hidupnya agak kebawah permukaan laut, sedangkan pada daerah tropis hidup
sekitar 30 meter di bawah permukaan laut.
Dari phylum protozoa, khususnya foraminifera sangat penting dalam
geologi karena memiliki bagian yang keras dengan ciri masing-masing
foraminifera, foraminifera kecil dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Foraminifera Planktonik (mengambang), ciri-ciri :
1) Susunan kamar trochospiral.
2) Bentuk test bulat.
3) Komposisi test Hyaline
b. Foraminifera Benthonik (di dasar laut), ciri-ciri :
1) Susunan kamar planispiral.
2) Bentuk test pipih.
3) Komposisi test adalah aglutine dan aranaceous
Foram kecil benthos sering dipakai untuk penentuan lingkungan
pengendapan, sedangkan foraminifera besar dipakai untuk penentuan umur foram
kecil benthos sudah sejak lama dipakai dan sangat berharga untuk mengetahui
lingkungan pengendapan purba. yaitu:
a. Zona neritik : kedalaman 0-200m
b. Zona bthyal : kedalaman 200-300m
c. Zona abysal : kedalaman lebih 3000m
P a g e 13 | 82
Bentuk Cangkang
Bentuk cangkang merupakan bentuk cangkang fosil secara keseluruhan,
artinya tidak sama dengan bentuk kamar dalam fosil tersebut. Foraminifera
mempunyai cangkang yang bermacam-macam bentuknya, biasanya terdiri dari
satu/lebih kamar dimana antara kamar satu dan lainnya dibatasi oleh septa.
Cangkang tersebut dikelilingi oleh sebuah dinding. Tempat pertemuan dinding
dengan septa ini disebut suture yang penting untuk klasifikasi
P a g e 14 | 82
Lenticular (lensa) -
-.Lenticulina atascaderoensis
Tabung
-.Plectofrondicularia sacatensis
Suture
Suture : suatu hiasan yang memisahkan dua kamar yang saling berdekatan
Bentuk suture :
1. Melengkung kuat
P a g e 15 | 82
2. Melengkung lemah
3. Lurus
P a g e 16 | 82
Aperture
Plat/lempeng gigi
Lips/bibir
Flaps
Punctate/berpori
Spines/duri
Concellate
Costae/Bridge Pustulose
Keel
P a g e 17 | 82
3. Penentuan lingkungan pengendapan
Foram plankton tidak selalu hidup di permukaan laut, tetapi pada kedalaman
tertentu :
1. Hidup antara 30 – 50 meter
2. Hidup antara 50 – 100 meter
3. Hidup pada kedalaman 300 meter
4. Hidup pada kedalaman 1000 meter
Ada golongan foraminifera plankton yang selalu menyesuaikan diri
terhadap temperatur, sehingga pada waktu siang hari hidupnya hampir di dasar laut,
sedangkan di malam hari hidup di permukaan air laut. Sebagai contoh adalah
Globigerina pachyderma di Laut Atlantik Utara hidup pada kedalaman 30 sampai
50 meter, sedangkan di Laut Atlantik Tengah hidup pada kedalaman 200 sampai
300 meter. Foram plankton sangat peka terhadap kadar garam. Pada keadaan
normal, ia berkembangbiak dengan cepat, tetapi bila terjadi perubahan lingkungan
ia akan segera mati atau sedikit terpengaruhi perkembangannya. Namun demikian,
ada juga beberapa jenis yang tahan terhadap perubahan kadar garam, misalnya di
Laut Merah meskipun kadar garamnya tinggi, tetapi masih dijumpai Globigerina
bulloides dan Globigerinoides sacculifer.
P a g e 18 | 82
Secara lebih spesifik lagi morfologi framinifera planktonik dapat diperhatikan
antara lain;
1. Susunan Kamar, Susunan kamar pada foraminifera plankton dapat dibagi 3.
a. Planispiral, sifat terputar pada satu bidang, semua kamar terlihat,
pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama. Contoh :
Hastigerina, Trocospiral, sifat terputar tidak pada satu bidang, tidak
b. semua kamar terlihat, pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal
tidak sama. Contoh : Globigerina
c. Streptospiral, Sifat mula-mula trochospiral, kemudian planispiral sehingga
menutupi sebagian atau seluruh kamar-kamar sebelumnya. Contoh :
Pulleniatin
2. Aperture
Aperture adalah lubang utama dari test foraminifera yang terletak pada
kamar terakhir. Khusus foraminifera plankton bentuk aperture maupun
variasinya lebih sederhana. Umumnya mempunyai bentuk aperture utama
interiomarginal yang terletak pada dasar (tepi) kamar akhir (septal face) dan
melekuk ke dalam, terlihat pada bagian ventral (perut).
Foraminifera planktonik ini juga banyak ditemui serta tersebar diseluruh
benua atau laut dengan kedalaman tertentu sehingga foraminifera planktonik
dijadikan fosil indeks sebagai penarikan umur.
Macam-macam aperture yang dikenal pada foraminifera planktonik :
A. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu :
1. Primary Aperture Interimarginal Umbilical, adalah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus atau pusat
putaran. Contoh : Globigerina.
2. Primary Aperture Interimarginal Umbilical Extra Umbilical, adalah
aperture utama interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus
melebar sampai ke peri-peri. Contoh : Globorotalia.
3. Primary Aperture Interimarginal Equatorial, adalah aperture utama
interiomarginal yang terletak pada daerah equator, dengan ciri-ciri
dari samping kelihatan simetri dan hanya dijumpai pada susunan
P a g e 19 | 82
kamar planispiral. Equator merupakan batas putaran akhir dengan
putaran sebelum peri-peri. Contoh : Hastigerina
B. Secondary Aperture / Supplementary Aperture Merupakan lubang lain dari
aperture utama dan lebih kecil atau lubang tambahan dari aperture utama.
Contoh : Globigerinoides
C. Accessory Aperture. Merupakan aperture sekunder yang terletak pada
struktur accessory atau aperture tambahan. Contoh : Catapsydrax
P a g e 20 | 82
berkembang menjadi vagile serta hidup sampai kedalaman 3000 meter di bawah
permukaan laut. Material penyusun test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin,
gampingan. Fosil foraminifera benthonik sering dipakai untuk penentuan
lingkungan pengendapan, sedangkan fosil foram benthonik besar dipakai untuk
penentuan umur. Fosil benthonik ini sangat berharga untuk penentuan lingkungan
purba.
Foraminifera yang dapat dipakai sebagai lingkungan laut secara umum adalah :
Pada kedalaman 0 – 5 m, dengan temperatur 0-27 ºC, banyak dijumpai
genus–genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella, Ammobaculites
dan bentuk-bentuk lain yang dinding cangkangnya dibuat dari pasiran.
Pada kedalaman 15 – 90 m (3-16ºC), dijumpai genus Cilicides, Proteonina,
Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan Triloculina.
Pada kedalaman 90 – 300 m (9-13ºC), dijumpai genus Gandryna, Robulus,
Nonion, Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan Textularia.
Pada kedalaman 300 – 1000 m (5-8ºC), dijumpai Listellera, Bulimina,
Nonion, Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina.
P a g e 21 | 82
Gambar 4. Macam - macam bentuk monothalamus
P a g e 22 | 82
Gambar 5. Macam - macam bentuk polythalamus test
P a g e 23 | 82
Biserial, test yang tersusun oleh dua baris kamar yang terletak berselang-
seling Contoh: TextularIa
Triserial, test yang tersusun oleh tiga baris kamar yang terletak berselang-
seling Contoh : Uvigerina, Bulimina
c. Triformed Test
Merupakan tiga bentuk susunan kamar dalam sebuah test, misalnya
permulaan biserial kemudian berputar sedikit dan akhirnya menjadi uniserial.
Contoh: Vulvulina
P a g e 24 | 82
d. Multiformed Test,
Dalam sebuah test terdapat lebih dari 3 susunan kamar. Bentuk ini sangat jarang
ditemukan.
P a g e 25 | 82
disepanjang suture.
Aperture cribratelareal, cribrate/inapertural face cribrate. Bentu knya
seperti saringan, lubang umumnya halus dan terdapat pada permukaan
kamar akhir.
Terminal
P a g e 26 | 82
2.5.1 Morfologi Foraminifera Besar
Foraminifera besar yaitu golongan benthos yang memiliki ukuran cangkang
(test) yang relatif besar, jumlah kamar yang relatif banyak, dan juga sturktur dalam
yang kompleks. Morfologi dari foraminifera besar memiliki kesamaan dengan
foraminifera benotik yang membedakan ialah ukuran test yg lebih
besar.
P a g e 27 | 82
2.6 Aplikasi Mikropaleontologi
Mikrofosil khususnya foraminifera memiliki nilai kegunaan dibidang
geologi yang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh sifat keterdapatnya yang
dijumpai diahmpir semua batuan sedimen yang mengandung karbonat. Penggunaan
data yang sering digunakan adalah untuk penentuan umur termasuk penyusunan
biostratigrafi dan penentuan lingkungan pengendapan.
P a g e 28 | 82
kebasaan air serta komposisi kimiu batuan. Sedangkan yang dipelajari dalam
praktikum ini adalah faktor biologi yang mempelajari kehidupan organisme masa
lampau berdasarkan Iingkungan hidupnya.
Metode yang dipakai untuk menentukan lingkungan pengendapan tersebut
adalah :
• Menggunakan Foraminifera Kecil Bentonik
• Menggunakan Ratio Plankton / Bentos
% Ratio
Kedalaman (m)
Plankton
1- 10 0-70
10 - 20 0-'70
20 - 30 60 - 120
30 - 40 100 - 600
40 - 50 100 - 600
50:- 60 550 -700
60 -70 680 - 825
70 - 80 700 - 1100
80 - 90 900 - 1200
90 - 100 1200 - 2000
P a g e 29 | 82
Penentuan Lingkungan Pengendapan dengan Foraminifera Kecil Bentonik
Foraminifera kecil bentonik dipakai sebagai penentu lingkungan
pengendapan karena golongan ini hidupnya sangat peka terhadap lingkungan,
sehingga hanya hidup pada lingkungan dan kedalaman tertentu. Selain itu karena
benthonik hidup di dasar laut baik menambat ataupun merayap. Berdasarkan hal
tersebut diatas maka beberapa ahli mengelompokkan suatu komuniti yang hidup
sesuai dengan lingkungan hidupnya jika dihubungkan dengan faktor kedalaman
yang dikenal dengan nama zona bathymetri.
P a g e 30 | 82
Dibawah ini adalah zona ekologi foraminifera benthos sebagai penciri daerah
intertidal menurut Tispword, dkk (1966) pada daerah Gulf Coast untuk Zaman Resen.
Tabel 2. zona ekologi foraminifera benthos sebagai penciri daerah intertidal menurut Tispword,
dkk (1966)
P a g e 31 | 82
Dibawah ini adalah data zona paleoekologi Foraminifera Kenozoikum
pada daerah Gulf Coast, didasarkan pada fosil Foraminifera.
Tabel 3. zona paleoekologi Foraminifera Kenozoikum pada daerah Gulf Coast, didasarkan pada
fosil Foraminifera
P a g e 32 | 82
Robertson Research (1985)
Melakukan penelitian di Asia Tenggara, L.Cina Selatan, Gulf Coast, Teluk
Thailand, Kep.Solomon dengan cara penentuan yang sama dengan
Tipsword, dkk yaitu dengan asosiasi fosil bukan kisaran kedalaman. Tetapi
pembagiannya lebih banyak, dimana dijelaskan juga fosil-fosil yang hidup bukan
pada Iingkungan marine saja.
Klasifikasinya berdasarkan :
Kompilasi Hedgpeth (1957), Tipsword (1966); Ingle (1980),
Rasio P/B, Jumlah kumpulan fosil.
Hasil penafsiran Lingkungan Pengendapan purba dibandingkan jumlah
fosil resen .
Sedangkan untuk daerah ubarren", non marin digunakan fosil pollen.
Pembagiannya :
1. Non marine (supralitoral) : aluvial, delta: tidak ada foram plankton/benthos.
2. Transisi/litoral : pasir pantai, rawa, payau, estuarin: tanpa foram plankton
dan sedikit benthos.
Pasir pantai : Quinqueloculiina, Miliamella, Ammonia beccarii, Elphidium.
Rawa (tanpa tumbuhan mangrove, di daerah temperate):
Air hiposalin : arenaceous (Miliammina, Ammotium, Trochamina), plus
Elphidium tanpa Miliolidae .
Air Normal: Sam a dengan air laut: assemblage seperti diatas, plus
Miliolidae, Ammonia beccarii .
Hipersalin: lebih salin dari air laut : prosen fosil arenaceous dengan
(Miliolidae, Elphidium) seimbang.
Payau (air brakhis, banyak tumbuhan mangrove, di daerah Tropis).
P a g e 33 | 82
Estuarin (muara sungai besar dengan laut :
Estuarin atas : Miliammina, Ammobaculites
Estuarin bawah : Ammonia beccarii, plus Elphidium
Normal
P a g e 34 | 82
6. Outer shelf I Neritik Luar (100-200m): assemblage tetap. Plus
Phleger (1951)
Penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan kisaran kedalamannya
Phleger (1951) melakukan penelitian pada sedimen marin, berumur Resen di Teluk
Mexico & beberapa tempat di dunia dan berhasil menyusun klasifikasi dasar laut,
serta akumulasi foram bentos tertentu pada kedalaman tertentu. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dari penelitlannya adalah :
Frekuensi spesies pada tiap conto batuan .
Asosiasi beberapa spesies yang mendukung spesies karakteristik pada
kedalaman tertentu .
Menggunakan foraminifera resen sebagai bahan studinya .
Memperhatikan distribusi temperatur secara vertikal & salinitas air laut.
P a g e 35 | 82
matematik- tatistik dengan membandingkan hasil penghitungan fosil Kenozoikum
akhir- Resen
P a g e 36 | 82
Gambar 11. Zonasi Foraminifera Planktonik menurut Banner dan Blow (1965), dan Blow (1969).
(Dikutip dari Kennett dan Srinivasan)
P a g e 37 | 82
Gambar 12. Klasifikasi Huruf menurut Adams (1970)
P a g e 38 | 82
BAB III
HASIL PRAKTIKUM
P a g e 39 | 82
3.1.1 Taksonomi
Carl Van Lineous (1758), ahli Botani dari Swedia yang memperkenalkan tata
nama baru dalam bukunya “Systema Naturae”, mengusulkan Taksonomi dan
sampai sekarang masih dipercaya dan digunakan oleh banyak orang. Tata cara
penamaan yang digunakan menggunakan bahasa latin.
Taksonomi adalah tata cara penamaan atau sistematika penamaan tingkat
kehidupan yang tertinggi sampai tingkat kehidupan yang terendah.
Kingdom : Jumlah tertentu dan pasti (yakni : Flora & Fauna)
Phylum : Tidak berubah dan pasti
Class : Sudah teridentifikasi dan pasti
Ordo : sehingga tidak berubah
Family :
Genus : Jumlahnya masih dapat berubah/bertambah dengan penama
an Genus baru di alam.
Species : Dimungkinkan ditemukan di alam
Varietas : Dimungkinkan dapat dibuat/direkayasa penemuan varietas
Baru yang lebih unggul
Secara garis besar Kingdom dapat diklasifikasikan kedalam 5 kingdom, yaitu :
1. Chromista (diatoms, coccolith )
2. Fungi (Fungi)
3. Metaoza (Animals)
4. Plantae (Plants)
5. Protista (Protists)
P a g e 40 | 82
Gambar 14. Siklus hidup foraminifera
P a g e 41 | 82
Foraminifera pertama kali muncul hingga sekarang, begitu pula foram
benthonik.
g. Middle Cretaceous (~112 million years ago)
Distribusi foram planktonik memulai perkembangan secara cepat.
h. End Cretaceous (~65 million years ago)
Berkurangnya keanekaragaman planktonik dan kepunahan dari sebagian
besar spesies foram planktonik. Foram yang berukuran lebih kecil umumnya
dapat bertahan dari kepunahan.
i. End Paleocene (~55 million years ago)
Kepunahan dari hampir separuh (30-50%) foram benthonic (laut dalam).
j. Late Eocene to Early Oligocene (~30-39 million years ago)
Kepunahan foram yang berukuran lebih kecil sangat banyak dan spesies
foram benthonic dapat melalui periode ini.
k. Middle Miocene (~12-19 million years ago)
Kelimpahan foram mengubah dokumentasi yang ada dan juga
berkembang varietas foram benthonic modern.
l. Today
Lebih dari 10.000 spesies foram yang hidup. Sebagian besar merupakan
foram benthonic, hanya 40-50 spesies yang merupakan foram planktonik.
Monothalamus
Berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi (dapat dilihat pada gambar 9):
P a g e 42 | 82
a. Bulat (Globular), Contoh : Genus Orbulina
b. Botol (Flask), Contoh : Genus Lagena
c. Batang (Cylindrical), Contoh : Genus Bathysphon
d. Kombinasi botol tabung, Contoh : Genus Entosolenia
e. Bintang (Stellate), Contoh : Genus Asthorhiza
f. Planispiral coiled, bentuk yang terputar pada satu bidang, Contoh :
Cornuspira, Ammodiscus
g. Planispiral kemudian lurus, Contoh : Genus Rectocornuspira
h. Planispiral pada permukaan kemudian tak teratur, Contoh : Genus Orthover
tella,
a.
Psammophis.
Terputar (Planispiral)
-. Ammodiscus sp
Planispiral kemudian lurus
-. Rectocornuspiral
Polythalamus
Berdasarkan keseragaman kamar, dapat dilihat pada gambar 10 ;
a. Uniformed test, cangkang foram yang terdiri dari satu macam susunan
kamar, misalnya : uniserial saja atau biserial saja, atau juga triserial saja.
Contoh : Nodosaria, Bolivina, Uvigerina.
b. Biformed test, cangkang foram yang terrdiri atas dua macam susunan kamar,
Misalnya : Pada awal memiliki kamar triserial dan pada akhirnya menjadi
biserial. Contoh : Heterostomella, Cribrostomum.
P a g e 43 | 82
c. Triformed test, cangkang foram yang terdiri dari tiga macam susunan
kamar, misalnya : Pada awalnya biserial, kemudian terputar dan akhirnya
menjadi uniserial, Contoh : Vulvulina, Semitextularia.
d. Multiformed test, cangkang foram yang terdiri atas lebih dari tiga macam
susunan kamar. (Sangat jarang dijumpai)
Berdasarkan susunan kamarnya, polythalamus-Uniformed dapat dibedakan
menjadi :
a. Uniserial rectilinier, merupakan bentuk cangkang dimana kamar-kamarnya
terdiri dari sebaris kamar yang lurus susunannya, contoh : Genus Nodosaria.
b. Uniserial rectilinier berleher, contoh : Genus Nodogeneria
c. Uniserial curvilinier, contoh : Genus Dentalina
d. Uniserial equitant,kamar saling menutupi, contoh : Genus Glandulina
e. Biserial, merupakan cangkang dimana kamar-kamarnya tersusun dalam dua
baris yang letaknya berseling-seling, contoh : Genus Bolivina, Textularia
f. Triserial, merupakan cangkang yang terduru dari tiga baris kamar yang
letaknya berseling-seling satu sama lain, contoh : Genus Uvigerina
g. Kombinasi biserial dan uniserial, contoh : Genus Bigerina
h. Kombinasi triserial dan uniserial, contoh : Genus Clarulina
i. Cangkang planispiral, cangkang dimana semua putaran kamarnya terletak
pada satu bidang, contoh : Genus Operculina.
j. Cangkang involute, cangkang dimana putaran kamar yang terakhir
menumpangi kamar yang terdahulu sehingga kamar putaran terakhir yang
hanya tampak, contoh : Genus Robulus
k. Cangkang evolute, cangkang dimana seluruh putaran kamarnya dapat
dilihat, contoh : Genus Assilina
l. Cangkang rotaloid, cangkang dimana semua putaran kamarnya terlihat dari
pandangan dorsal, sedang dari pandangan ventral hanya putaran terakhir
yang terlihat, contoh : Rotalia
m. Cangkang biloculina, contoh : Genus Pyrgo
n. Cangkang triloculine, contoh : Genus Triloculina
o. Cangkang Quingueloculine, contoh : Genus Quingueloculina
P a g e 44 | 82
Uniserial equitant
Biserial -. Vaginulina bernardi Biserial
-. Bolivina sp
-. Heterohelix pulchra
Uniserial (linier)
-.Nodogenerina tappani
Evolute planispiral
Trochospiral
-.Eoglobigerina operta Involute planispiral
-.Osangularia insigna secunda
Dindinng
Pada umumnya komposisi test terdiri dari 5 macam :
1. Aranaceous/aglutine :
a. seperti gamping (putih)
b. Terdiri dari butiral mineral (microgranular)
2. Chitinous/khitin : campuran zat organik
a. Berwarna coklat muda sampai kekuningan
b. Transparan/tembus cahaya
c. Tidak berpori/masif
3. Hyaline : Seperti gamping transparan dan berpori, biasanya dimiliki oleh foram
planktonik
4. Porsellaneous : berwarna putih, kadang merah muda, terbentuk dalam tubuh
fosil dan keluar melaui pori-pori fosil tersebut.
5. Siliceous :
P a g e 45 | 82
a. Warna putih jernih dari silika
b. Dimiliki dari spesies laut dalam, seperti : Radiolaria
Morfologi Kamar
Bentuk kamar dari fosil foram antara lain :
1. Spherical 6. Tabulospinate
2. Ovale 7. Angular conical
3. Hemisperical 8. Angular trunctate
4. Radial elongated 9. Angular rhomboidal
5. Clavate
1.
-. Evolutononion dumonti
-. Globigerina bulloides
Ovale Angular rhomboid
-. Globorotalia inflata
-. Globorotalia menardii
Angular conical Tabulospinate
-. Hantkenina alabamensis
-. Eponides goudkoffi
P a g e 46 | 82
umumnya terletak pada permukaan kamar akhir. Kadang-kadang, aperture dijumpai
lebih dari satu, misalnya pada Genus Globigerinoides dan Candeina.
Aperture yang dijumpai pada fosil foraminifera mempunyai bentuk yang
bermacam-macam. Aperture mempunyai fungsi sebagai tempat keluarnya
protoplasma, yang kemudian berfungsi sebagai pseudopodia (kaki semu) dan
aperture tersebut penting untuk klasifikasi. Hasil penelitian terakhir menunjukkan
tidak semua foraminifera mempunyai aperture terutama foraminifera besar, untuk
contoh – contohnya dapat dilihat pada gambar 11.
Macam-macam aperture :
a. Primary aperture : lubang utama yang terletak pada kamar akhir, contoh :
Globigerina
b. Secondary aperture : lubang tambahan yang terletak pada kamar utama
c. Accesory aperture : lubang yang nampak tidak langsung kamar utama tetapi
pada asesoris struktur, contoh : Catapsydrox.
Bentuk-Bentuk Aperture
Bentuk-bentuk aperture yang umum dijumpai, antara lain :
a. Aperture yang berbentuk bulat dan sederhana, umumnya terletak di ujung
sebuah cangkang, lubang bulat, contoh : Genus Frondicularia dan Pulmula.
P a g e 47 | 82
b. Aperture yang memancar, sering pula disebut aperture radiar, merupakan
lubang yang bulat dan mempunyai galengan-galengan yang memancar dari
pusat lubang. Umumnya dijumpai pada family Nodosaria dan
Polymorphinidae, contoh : Genus Nodosaria dan Polymorphina.
c. Aperture phialine, merupakan sebuah lubang yang bulat, terletak pada ujung
leher yang pendek tapi mencolok, contoh : Genus Uvigerina &
Siphogenerina.
d. Aperture crescentric, aperture yang memiliki bentuk seperti tapal kuda,
contoh : Genus Nodosaarella.
e. Aperture yang berbentuk celah, juga sering disebut “slit-like aperture”,
contoh : Genus Nonion & Pullenia.
f. Aperture yang letaknya pada umbilicus, contoh : Genus Globigerina.
g. Aperture multiple, terdiri dari banyak lubang, contoh : Genus Decerella.
h. Aperture Cribate, aperture yang bentuknya seperti saringan, lubang
umumnya halus dan tersebar pada permukaan kamar akhir, contoh : Genus
Miliola & Ammomassilina.
i. Aperture tambahan, sering juga disebut sebagai “accesory aperture” berupa
lubang-lubang yang lebih kecil sebagai tambahan dari sebuah lubang yang
lebih besar, yaitu aperture utama, contoh : Genus Globigerinoides.
j. Aperture entosolenian, aperture yang memiliki leher dalam, contoh : Genus
Entosolenia.
k. Aperture ectosolenian, aperture yang memilimi leher luar yang pendek,
contoh : Genus Ectosolenia.
l. Aperture dendritik, berbentuk seperti ranting pohon dan terletak pada septal
face, contoh : Genus Dendritina.
m. Aperture yang bergigi, berbentuk lubang melengkung yang pada bagian
dalamnya terdapat tonjolan yang menyerupai gigi (single tooth), contoh :
Pyrgo & Quingueloculina.
n. Aperture virganile/bulimine, berbentuk seperti koma yang melengkung,
contoh : Genus Virgulina, Bulimina, Buliminela dan Cassidulina.
Berdasarkan bentuknya, aperture juga dibedakan seperti gambar 12 :
P a g e 48 | 82
a. Aperture tunggal, terletak pada ujung kamar terakhir, contoh : Genus
Cornuspira, Nodosaria dan Uvigerina.
b. Aperture pada apertural face, terletak pada permukaan kamar yang terakhir,
contoh : Genus Cribrohantkenina dan Dendritina.
c. Aperture periferal, yang memanjang dari umbilicus kearah tepi (peri-peri),
contoh : Genus Globorotalia dan Cibicides.
Radial Celah/slitlike
Bulat
Koma/virgulin
Corong
P a g e 49 | 82
umbilicus dan juga pada suture atau pada apertural face. Beberapa genus yang
termasuk dalam famili Globigeriniidae :
Genus Orbulina
Ciri khas dari genus ini adalah adanya aperture small opening. Aperture ini
adalah akibat dari terselubungnya seluruh kamar-kamar sebelumnya oleh kamar
terakhir.
P a g e 50 | 82
Gambar 23. Spesies Globigerina nepenthes
Ciri khas : aperturenya melengkung semi bulat dengan pinggiran melipat ke atas.
- Globigerina praebulloides
- Globigerina seminulina
Genus Globigerinoides
Ciri morphologinya sama dengan Globigerina tetapi pada
Globigerinoides terdapat supplementary aperture.
P a g e 51 | 82
Gambar 26. Spesies Globigerinoides trilobus
Ciri khas : tiga kamar pada putaran terakhir membesar sangat cepat.
Umbilicusnya sangat sempit. Aperture primernya interiomarginal umbilical,
melengkung lemah sampai sedang dibatasi oleh rim, pada kamar terakhir terdapat
aperture sekunder.
- Globigerinoides conglobatus
- Globigerinoides extremus
- Globigerinoides fistulosus
P a g e 52 | 82
Gambar 29. Spesies Globigerinoides fistulosus
Mempunyai kamar spherical, kamar terakhir bergerigi pada peri- peri, suture
pada bagian spiral melengkung tertekan, umbilicusnya sangat lebar. Aperture
primer interiomarginal umbilical, lebar, terbuka dengan adanya sebuah lip.
Terdapat aperture sekunder pada kamar awalnya.
- Globigerinoides immaturus
- Globigerinoides primordius
- Globigerinoides obliquus
P a g e 53 | 82
Gambar 32. Spesies Globigerinoides obliquus
Satu kamar terakhir berbentuk oblique. Aperture primer interiomarginal
umbilical, sangat melengkung yang dibatasi oleh sebuah rim. Sebagian kecil
dari kamar terakhir memperlihatkan sebuah aperture sekunder yang
berseberangan dengan aperture primer.
- Globigerinoides ruber
Genus Globoquadrina
Bentuk test umbilicoconvex, bentuk kamar angular conical, aperture
terbuka lebar dan terletak pada umbilicus dengan bentuk segiempat, yang
kadang-kadang mempunyai bibir.
- Globoquadrina altispira
P a g e 54 | 82
Gambar 35. Spesies Globoquadrina altispira
Empat kamar terakhir bertambah ukurannya secara sedang, umbilicus sangat lebar,
dalam, aperture interiomarginal sangat lebar terlihat elongate pada bagian atas,
terdapat flape.
Genus Sphaeroidinella
Bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar globular dengan jumlah
kamar tiga buah yang saling berangkuman (embracing). Aperture terbuka lebar
dan memanjang di dasar suture. Pada dorsal terdapat supplementary aperture.
Mempunyai hiasan berupa suture bridge.
-
Gambar 37. Spesies Sphaeroidinellopsis seminulina
-
Genus Pulleniatina
P a g e 55 | 82
Susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar memanjang
dari umbilicus kearah dorsal dan terletak didasar apertural face.
Subgenus Globorotalia
P a g e 56 | 82
Subgenus ini mencakup seluruh Globorotalia yang mempunyai keel. Untuk
membedakan subgenus ini dengan subgenus lainnya maka dalam penulisannya,
biasanya diberi kode sebagai berikut :
Contoh : Globorotalia (G)
- Globorotalia plesiotumida
Subgenus turborotalia
P a g e 57 | 82
Mencakup seluruh Globorotalia yang tidak mempunyai keel. Untuk
penulisannya, biasanya diberi kode sebagai berikut :
Contoh : Globorotalia (T)
P a g e 58 | 82
Genus Cribrohantkenina
Mempunyai ciri hampir sama dengan Hantkenina tetapi kamar akhir
sangat gemuk dan mempunyai “Cribate" yang terletak pada apertural face.
Contoh : Cribrohantkenina bermudezi
Genus Hastigerina
Bentuk test biumbilicate, susunan kamar planispiral involute atau
“loosely coiled". Mempunyai aperture equatorial yang terletak pada apertural
face.
Contoh : Hastigerina aequilateralis
P a g e 59 | 82
3.2.4 Lampiran Hasil Deskripsi
P a g e 60 | 82
P a g e 61 | 82
P a g e 62 | 82
P a g e 63 | 82
P a g e 64 | 82
3.3 Foraminifera Benthonik
3.3.1 Genus Dentalina
Termasuk famili Lagenidae, dengan ciri-ciri test polythalamus, uniserial,
curvilinier, suture menyudut, komposisi test gampingan berpori halus, aperture
memancar, terletak pada ujung kamar akhir
P a g e 65 | 82
Gambar 49. Genus Bolivina
3.3.5 Genus Nodogerina
Termasuk famili Heterolicidae, dengan test memanjang, kamar tersusun
uniserial lurus, komposisi test gampingan berpori halus, aperture terletak di puncak
membulat mempunyai leher dan bibir.
P a g e 66 | 82
3.3.6 Lampiran Hasil Deskripsi
P a g e 67 | 82
P a g e 68 | 82
P a g e 69 | 82
P a g e 70 | 82
P a g e 71 | 82
3.4 Foraminifera Besar
3.4.1 Genus Numulites
Bentuk tubuh dari fosil ini adalah plate yang merupakan bentuk fosil yang
menyerupai piring. Fosil ini bereaksi ketika ditetesi larutan HCl, yang menandakan
bahwa komposisi kimianya berupa kalsium karbonat (CaCO3). Dilihat dari
komposisi kimianya fosil ini memiliki lingkungan pengendapan berada pada
daerah laut dangkal. Berdasarkan Skala Waktu Geologi fosil ini hidup pada zaman
eosen tengah (±55-50 juta tahun). Nummulites, Pellatispira, Operculina,
Operculinoides, dan Assilina. Bentuk test umumnya besar, lenticular, discoidal,
planispiral dan bilateral simetris. Test tersusun oleh zat-zat gampingan. enampakan
luar seperti lensa, terputar secara planispiral, hanya putaran terluar yang terlihat,
pada umumnya licin.
P a g e 72 | 82
Gambar 52. Genus Discocyclina
P a g e 73 | 82
3.4.4 Lampiran Hasil Deskripsi
P a g e 74 | 82
P a g e 75 | 82
P a g e 76 | 82
P a g e 77 | 82
P a g e 78 | 82
P a g e 79 | 82
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mikropaleontologi merupakan cabang ilmu paleontologi yang mempelajari
mikrofosil, ilmu ini mempelajari masalah organisme yang hidup pada
masa yang lampau yang berukuran sangat renik (mikroskopis), yang
dalam pengamatannya harus menggunakan Mikroskop atau biasa disebut
micro fossils (fosilmikro).
Foraminifera merupakan binatang yang terdiri dari satu sel yang sangat
sederhana, sel tersebut terdiri dari protoplasma dan inti (bias lebih dari satu).
Ciri khas foraminifera adalah adanya pseudopodia (kaki semu) yang
berfungsi sebagai alat penggerak dan menangkap mangsanya. Foraminifera
sudah memiliki cangkang dimana cangkang tersebut dibentuk oleh
protoplasma ataupun diambil dari bahan-bahan disekelilingnya. Pada
umumnya cangkang tersebut terbuat dari zat organic ataupun anorganik dan
memiliki pori-pori dengan satu atau lebih lubang yang disebut aperture.
Foraminifera dibedakan menjadi dua berdasarkan cara hidupnya, yaitu
foram planktonik dan foram benthonik. Foram plankton hidup di sekitar
permukaan air laut dan mengambang, sedangkan foram benthonik hidup di
dasar laut. Foram planktonik hidup di kedalaman 100-300 m, umumnya
lingkungan air laut dingin, hidupnya agak kebawah permukaan laut,
sedangkan pada daerah tropis hidup sekitar 30 meter di bawah permukaan
laut.
Foraminifera besar adalah golongan foram bentos yang memiliki ukuran
relatif besar, jumlah kamar relatif banyak, dan struktur dalam kompleks.
Umumnya foram besar banyak dijumpai pada batuan karbonat khususnya
batugamping terumbu dan biasanya berasosiasi dengan alga yang
menghasilkan CaCO3 untuk tes foram itu sendiri
4.2 Saran
Trima kasih saya ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah
Mikropaleontologi dan asisten praktikum mata kuliah Mikropaleontologi, trima
kasih atas ilmu yang telah diberikan dan trima kasih atas semangatnya utk tetap
P a g e 80 | 82
berbagi ilmu walau dalam kondisi seperti ini, yang saya sayangkan dari praktikum
kali ini adalah :
1. Tidak adanya kegiatan fieldtrip, karena sebagai mahasiswa teknik geologi
harusnya kelapangan itu menjadi suatu kegiatan yang wajib dilakukan, karena
disitu kita langsung bisa mempraktekkan ilmu yang telah diberikan oleh
dosen maupun asisten praktikum.
2. Tidak adanya kegiatan pengamatan laboratorium, seharusnya ketika kita
mempelajari mikrofosil kita mengamati mikrofosil tersebut menggunakan
mikroskop.
harapan saya semoga setelah wabah corona ini berakhir asisten membuat acara
fieldtrip, dan pengamatan mikrofosil dilab, agar kami bisa menerapkan ilmu-ilmu
yang telah diberikan selama ini, trima kasih atas semua ilmu yang telah diberikan
kepada kami sebagai praktikan, do’a saya semoga kita semua dijauhkan dari
penyakit dan wabah corona yang sedang melanda bumi kita ini, aamiin
P a g e 81 | 82
DAFTAR PUSTAKA
Tipsword, H.I., Setzer, F.M. Smith, Jr, F.L, 1956, Introduction of Depositional
Environment in Gulf Coast Petroleum Exploration From paleontology
and related Stratigraphy, Houston.
P a g e 82 | 82