Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL SKRIPSI

RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN 3 BULANAN ( 3 MONTH


ROLLING PLAN ) DI PT. SATUI TERMINAL UMUM
KABUPATEN TANAH BUMBU
KALIMANTAN SELATAN

Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik


Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral
Institut Teknologi Nasional Yogyakarta

Oleh :

FIRMAN SUPIADI
710016045

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA

2022
HALAMAN PERSETUJUAN

RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN 3 BULANAN ( 3 MONTH


ROLLING PLAN ) DI PT. SATUI TERMINAL UMUM
KABUPATEN TANAH BUMBU
KALIMANTAN SELATAN

Oleh :
FIRMAN SUPIADI
NIM: 710016045

Disetujui untuk
Program Studi Teknik Pertambangan
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA

Tanggal : Juni 2022


Pembimbing I, Pembimbing II,

(Hidayatullah Sidiq, S.T., M.T) (Ir. Agustinus Isjudarto, M.T.)


NIK 19730294 NIK 19730068

ii
LEMBAR PENGESAHAN

RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN 3 BULANAN ( 3 MONTH


ROLLING PLAN ) DI PT. SATUI TERMINAL UMUM
KABUPATEN TANAH BUMBU
KALIMANTAN SELATAN

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji


Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral
Institut Teknologi Nasional Yogyakarta

Pada Tanggal Juni 2022 Oleh


: Firman Supiadi / 710016045
Diterima Guna Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik

Susunan Tim Penguji :

(Hidayatullah Sidiq, S.T., M.T.)


Ketua Tim Penguji ……………………………

(Ir. Agustinus Isjudarto, M.T)


Anggota Tim Penguji ……………………………

(Nama Dosen, Gelar)


Anggota Tim Penguji ……………………………

Mengetahui, Menyetujui,
Dekan Fakultas Teknologi Mineral Ketua Program Studi Teknik Pertambangan

(Dr. Ir. Setyo Pambudi, M.T.) (Bayurohman Pangacella Putra, S.T., M.T.)
NIK : 1973 0058 NIK : 1973 0296

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
pertolongan dan petunjuk-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan Skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini berjudul “Rancangan Teknis
Penambangan 3 Bulanan (3 Month Rolling Plan) Di Pt. Satui Terminal Umum”.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat dalam memperoleh gelar
Sarjana Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi
Nasional Yogyakarta.
Selesainya penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Ircham, M.T. Rektor Institut Teknologi Nasional Yogyakarta
2. Bapak Dr. Ir. Setyo Pambudi, M.T. Dekan Fakultas Teknologi Mineral, Institut
Teknologi Nasional Yogyakarta.
3. Bapak Bayurohman Pangacella Putra, S.T., M.T., Ketua Program Studi Teknik
Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Nasional
Yogyakarta.
4. Bapak, Hidayatullah Sidiq, S.T., M.T., Dosen Pembimbing I
5. Bapak, Ir. Agustinus Isjudarto, M.T., Dosen Pembimbing II
Akhirnya, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pada umumnya,
dan khususnya ilmu pertambangan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi setiap orang
yang membacanya.

Yogyakarta, Agustus 2022


Penulis

(Firman Supiadi)

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................... iii
KATA PENGANTAR.................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................ Vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
1.1. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah......................................................... 2
1.3. Batasan Masalah .............................................................. 2
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................ 2
1.5. Manfaat Penelitian .......................................................... 3
3
1.6 Metode Penelitian.............................................................
BAB II DASAR TEORI............................................................. 6

2.1. Metode Penambangan....................................................... 6


2.2. Tahapan Penambangan ..................................................... 9
2.3. Perencanaan Tambang ( Push Back)................................. 10
2.4. Faktor Pengaruh Penentuan Push Back................................ 11
2.5. Parameter Rancangan Tambang (Design)............................. 16
2.6. Produksi Peralatan Mekanis.............................................. 28
2.7. Faktor Keserasian Alat (Macth Factor).............................. 30
2.8. Faktor yang Mempengaruhi Produktifitas Alat Muat Angkut 30
2.9. Penjadwalan Produksi........................................................... 32
BAB III JADWAL PENELITIAN................................................ 33
DAFTAR PUSTAKA............................................................. 34

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian ........................................... 5


Gambar 2.1 Contour Mine.................................................. 6
Gambar 2.2 Metode Area Mine................................................ 7
Gambar 2.3 Metode Strip Mine ................................................... 8
Gambar 2.4 Tahapan Penambangan............................................... 10
Gambar 2.5 Model Triangulasi................................................... 13
Gambar 2.6 Perbandingan Lapisan Overburden (Stripping Ratio) 13
Gambar 2.7 Bagian-bagian jenjang........................................... 15
Gambar 2.8 Working Bench dan Safety Bench..................... 15
Gambar 2.9 Jenjang penangkap....................................... 15
Gambar 2.10 Pit slope geometry......................................... 16
Gambar 2.11 Overall Slope Angle.................................................. 16
Gambar 2.12 Single Slope................................................ 18
Gambar 2.13 Overall Slope................................................... 19
Gambar 2.14 Lebar Jalan Lurus............................................... 21
Gambar 2.15 Lebar Jalan Angkut pada Tikungan....................... 22
Gambar 2.16 Radius Tikungan Jalan.......................................... 23
Gambar 2.17 Superelevasi Tikungan Jalan Angkut...................... 24
Gambar 2.18 Kemiringan Jalan Angkut..................... 26
Gambar 2.19 Penampang Cross Slope....................................... 27

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Radius Tikungan Minimum............................................. 23


Tabel 2.2 Angka Superelevasi yang Direkomendasikan (feet/feet) 25
Tabel 2.3 Fill Factor (PC78 ~ PC 1800) ....................................... 29
Tabel 2.4 Job Efficiency Excavator8..................................................... 29
Tabel 2.5 Rencana Penelitian Tugas Akhir II ..................................... 46

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam sistem pertambangan, macam-macam penambangan biasa disebut
dengan sistem tambang. Sistem adalah suatu komponen dari kegiatan-kegiatan kerja
atau kumpulan dari komponen-komponen (atau sektor kegiatan) yang saling
berinteraksi dan mempunyai suatu fungsi yang tertutup. Didasarkan pada tempat
kegiatan penggalian, di permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi, maka
sistem tambang itu ada 3 yaitu tambang terbuka (surface mining), tambang bawah
tanah (underground mining), tambang bawah air (underwater mining)
Tambang terbuka ialah semua cara atau kegiatan penambangan yang
dilakukan dekat atau pada permukaan bumi dan tempat kerja langsung berhubungan
dengan udara luar .
Tambang bawah tanah adalah suatu sistem penambangan mineral atau
batubara yang seluruh aktivitas penambangan tidak berhubungan langsung dengan
udara terbuka.
Tambang bawah air adalah metode penambangan yang kegiatan
penggaliannya dilakukan di bawah permukaan air atau endapan mineral
berharganya terletak di bawah permukaan air.
Dalam pemilihan sistem tambang, apakah suatu bahan galian akan
ditambang secara tambang terbuka atau tambang bawah tanah jika letak bahan
galiannya berada dipermukaan tanah. Maka harus diperhatikan faktor-faktor yang
menentukan pemilihan cara penambangan. Adapun faktor yang menentukanantara
lain adalah faktor ekonomi dan mining recovery.
Faktor ekonomi adalah suatu cara yang memberikan keuntungan terbesar.
Bila dengan tambang terbuka akan memberikan keuntungan terbesardibandingkan
dengan sistem tambang bawah tanah maka dipilih tambang terbuka, begitu pula
sebaliknya. Dalam faktor ekonomis ini, harus dipertimbangkan tentang cut off grade
dan Break Even Cost Differential pemilihan antara 2 jenis system penambangan.
Cut off grade yaitu kadar terendah dari penyebaran cebakan endapan bahan
galian yang masih menguntungkan untuk di tambang ditinjau dari segi teknis dan

1
lingkungan saat itu. Sedangkan break even cost differential yaitu penentu dalam
pemilihan sistem (metode) tambang terbuka atau bawah tanah.
Faktor ekonomi kedua yang mempengaruhi pemilihan sistem penambangan
yaitu Mining Recovery adalah Sistem tambang yang dipilih adalah sistem yang bisa
memberikan mining recovery (perolehan tambang) yang maksimal. Mining
recovery adalah perbandingan antara jumlah cadangan yang bisa digali atau
ditambang (cadangan ter-tambang dari desain) dengan jumlah cadangan yang
diperkirakan (angka ini diperoleh dari eksploitasi).
1.2 Rumusan Masalah
Pada rumusan ini terdapat beberapa permasalahan, yaitu :
1. Bagaimana tahapan perancangan yang akan dilakukan ?
2. Berapa kebutuhan alat dalam perancangan ?
3. Bagaimana rancangan geometri jenjang pada sequence tersebut?
1.3 Batasan Masalah
Penulis akan membuat rancangan sebuah desain tambang pada
endapan batubara secara efektif dan effisien (menguntungkan) dengan tidak
mengabaikan faktor keamanan dan penulis membatasi pembahasan hanya
pada pokok – pokok masalah yaitu :
1. Tidak membahas adan menghitung estimasi cadangan
2. Hanya membahas perencanaan tambang, perhitungan alat dan
geometri jenjang
1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dan Tujuan penelitian ini adalah :
1. Membuat rancangan penambangan yang mampu menambangbatubara
dengan sasaran produksi 889.000 ton pertiga bulanan.
2. Untuk mengetahui jumlah kebutuhan alat sesuai dengan hasil
perancangan pushback.

2
1.5 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, diharapkan diperoleh beberapa manfaat, yaitu :
1. Sebagai bahan masukan atau referensi oleh pihak perusahaan dalam
penentuan rancangan 3 month planning pada penambangan.
2. Sebagai rencana tahapan perancangan dan produksi alat gali dan alat
muat serta rancangan geometri yang dapat digunakan sebagai
pembanding dari perusahaan.
1.6 Metode Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggabungkan antara
teori dengan data-data di lapangan sehingga didapat pendekatan
penyelesaian masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian ini adalah :
1. Pengumpulan data
a. Data primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari
perusahaan atau dengan cara pengamatan langsung di lapangan.
Adapun data yang diperoleh yaitu:
1. Lokasi dan kesampaian daerah
2. Data pengukuran topografi dengan menggunakan metode mine
surveying
3. Data desain tambang awal
4. Data pengukuran stockpile
b. Data sekunder
Data sekunder adalah jenis data langsung dari lapangan dan
tidak langsung dari sumber penelitian, akan tetapi dari buku literatur
dan referensi di perpustakaan.

2. Cara memperoleh data


a. Interview (wawancara)
Interview (wawancara) adalah tanya jawab dengan pihak
yang terkait secara sistematis dan berdasarkan pada tujuan
penelitian.

3
b. Dokumentasi
Dalam penelitian ini, dilakukan dokumentasi dari kegiatan
pengolahan yang berhubungan dengan penelitian.
c. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung bagaimana kinerja
total station pada area penambangan.
d. Studi pustaka
Dalam penelitian yang dilakukan, digunakan buku literatur
yang mendukung data yang dibutuhkan dalam penyusunan laporan
penelitian ini.

3. Pengolahan data
Data yang telah terkumpul baik dari studi literatur maupun dari
pengambilan data dilapangan di kelompokkan berdasarkan jenis dan
kegunaannya, sehingga akan terlihat apakah terjadi penyimpangan atau tidak.
Jika terjadi penyimpangan data yang cukup tinggi maka pengambilan data
harus semakin banyak sehingga dapat diambil rata-rata yang mewakili
keadaan.
Data-data tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan suatu
kesimpulan pertama/sementara. Kemudian dilakukan pengecekan kembali
atau diteliti ulang apakah kesimpulan tersebut cukup baik
4. Kesimpulan
Dari kesimpulan pertama didapatkan penyelesaian dari permasalahanyang
timbul dari penelitian ini
5. Diagram alir penelitian
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini ditunjukan pada (Gambar 1.1)

4
STUDY LITERATUR

METODE PENELITIAN

PENGUMPULAN DATA

DATA PRIMER DATA SEKUNDER


1. Rancangan Teknis 1. Data Curah Hujan
Penambangan, yang meliputi: 2. Peta Kesampaian Daerah
a. Pengukuran jalan angkut 3. Peta topografi
b. Perhitungan cycle time 4. Peta geologi regional
untuk kebutuhan alat muat 5. Rekomendasi Kemiringan
dan alat angkut. jenjang
c. Hambatan Kerja 6. Data bor singkapan
batubara dan lapisan tanah
penutup
7. Target Produksi
8. Alat (Jumlah dan Spesifikasi)
9. EWH

PENGOLAHAN DATA

ANALISIS DATA

PEMBAHASAN

KESIMPULAN

Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian

5
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Metode Penambangan


a. Countour Mine
Tipe penambangan ini pada umumnya dilakukan pada endapan batubara
yang terdapat di pegunungan atau perbukitan. Penambangan batubara dimulai dari
singkapan lapisan batubara di permukaan atau crop line dan selanjutnya mengikuti
garis kontur sekeliling bukit atau pegunungan tersebut. Lapisan batuan penutup
batubara dibuang ke arah lereng bukit dan selanjutnya batuan yang telah
tersingkap diambil dan diangkut. Kegiatan penambangan berikutnya dimulai lagi
seperti tersebut di atas pada lapisan batubara yang lain sampai pada suatu
ketebalan lapisan penutup batubara yang menentukan batas limit ekonominya atau
sampai batas maksimum kedalaman dimana peralatan tambang tersebut dapat
bekerja lihat pada (Gambar 2.1).

(Sumber: Chioronis,1987)
Gambar 2.1 Contour Mine

6
b. Area Mine
Metode area mine pada umumnya digunakan untuk menambang endapan
batubara yang memiliki kemiringan endapan relatif datar dengan daerah topografi
yang datar. Kegiatan penambangan dimulai dengan mengupas lapisan tanah
penutup dengan cara membuat suatu paritan atau selokan besar yang disebut box
cut, kemudian menimbun lapisan tanah penutup pada lokasi yang tidak ditambang
(dumping area) lihat pada (Gambar 3.2).

(Sumber : Prodjosumarto,P., 1989)

Gambar 2.2 Metode Area Mine

Penggalian tanah penutup juga diikuti dengan penggalian endapan


batubaranya (lihat Gambar 3.2). Setelah batubara dari penggalian pertama dapat
diambil, maka diikuti dengan dengan pengupasan berikutnya tetapi lapisan tanah
penutup ditimbun pada lokasi yang sudah ditambang. Proses penambangan
dilakukan secara terus menerus dengan cara yang sama. Pada penggalian terakhir,
lubang yang ada dapat ditutup dengan memindahkan lapisan tanah penutup pada
penggalian pertama ke lubang tersebut.

7
c. Strip Mine
Metode ini dilakukan dengan cara mengupas terlebih dahulu lapisan
material penutup batubara kemudian dilanjutkan dengan pengambilan
batubaranya. Penambangan tipe strip mine ini biasanya dilakukan pada endapan
batubara yang mempunyai lapisan tebal dan dilakukan dengan menggunakan
beberapa bench (jenjang). Tipe penambangan terbuka yang diterapkan pada
endapan batubara yang lapisannya datar dekat permukaan tanah dapat dilihat pada
(Gambar 3.3).
Alat yang digunakan dapat berupa alat yang sifatnya mobil atau alat penggalian
yang dapat membuang sendiri. Untuk pemilihan metode ini perlu diperhatikan
bahwa:
a. Bahan galian relatif mendatar
b. Bahan galian cukup kompak
c. Bahan galian tabular, berlapis
d. Kemiringan relatif, lebih cocok untuk horizontal atau sedikit miring
e. Kedalaman kecil (nilai ekonomi tergantung stripping ratio, teknologi
peralatan).

( Sumber: Hartman,H,L., 1987)


Gambar 2.3 Metode Strip Mine

8
2.2 Tahapan Penambangan
Tahapan penambangan merupakan bentuk-bentuk penambangan yang
menunjukan bagaimana suatu pit akan ditambang dari titik awal masuk hingga
bentuk akhir pit. Pentahapan penambangan disebut juga dengan nama sequence,
push back, phase, slice dan stage.
Tujuan dari pembuatan tahapan penambangan adalah untuk
menyederhanakan seluruh volume yang ada dalam overall pit ke dalam unit-unit
penambangan yang lebih kecil, sehingga memudahkan penanganannya. Adanya
tahapan penambangan akan memudahkan perancangan tambang yang kompleks
menjadi lebih sederhana. Dalam merancang tahapan penambangan, parameter
waktu harus diperhitungkan, karena waktu merupakan parameter yang sangat
berpengaruh dalam suatu penjadwalan tambang (mine scheduling) untuk dapat
mengoptimalkan sasaran produksi.
Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang dengan baik akan
memberikan akses ke semua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja yang cukup
untuk operasi peralatan kerja tambang secara efisien. Salah satu hal terpenting
adalah untuk memperlihatkan minimal satu jalan angkut untuk setiap pushback. Hal
tersebut dilakukan untuk memperhitungkan jumlah material yang terlibat dan
kemungkinan akses jalan angkut ke seluruh permukaan kerja.
Penambahan jalan angkut pada suatu pushback akan mengurangi lebar daerah
kerja di bawah lokasi jalan tersebut. Jika beberapa jalan akan dimasukkan pada
suatu pushback, lebar awal di sebelah atas harus ditambah untuk memberikan
ruangan ekstra. Perlu diperhatikan bahwa bentuk tambang di lapangan tidak akan

9
pernah sama dengan rancangan tahap-tahap penambangan (pushback design), hal
tersebut disebabkan oleh permodelan bawah permukaan tidak selalu 100% sesuai
dengan kenyataan lihat pada (Gambar 8.4).

Keterangan:
1, 2, 3, dan 4 merupakan urutan penambangan

(Sumber: Sulistyana, W, 2010)


Gambar 2.4 Tahapan Penambangan
2.3 Perencanaan Tambang (Push Back)
Perencanaan tambang merupakan suatu stahap penting dalam rencana
operasi penambangan. Perencanaan tambang yang modern memerlukan pemodelan
komputer dari sumberdaya yang akan ditambang. Aspek penting dalam pekerjaan
perencanaan tambang yaitu penentuan batas akhir penambangan, dan penjadwalan
produksi. Pada penelitian ini difokuskan pada penjadwalan produksi untuk
memenuhi target produksi proyek penambangan yang ekonomis.
Berdasarkan waktu, perencanaan dibagi menjadi:
1.7 Perencanaan jangka panjang, yaitu suatu perencanaan kegiatan yang jangka
waktunya lebih dari 5 tahun secara berkesinambungan.
1.8 Perencanaan jangka menengah, yaitu suatu perencanaan kerja untuk jangka
waktu antara 1 – 5 tahun.
1.9 Perencanaan jangka pendek, yaitu suatu perencanaan aktivitas untuk jangka
waktu kurang dari setahun demi kelancaran perencanaan jangka menengah dan
panjang.

10
Tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan memberikan akses ke
semua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja yang cukup untuk operasi
peralatan yang efisien.
Dengan demikian, problem perancangan tambang tiga dimensi yang amat
kompleks ini dapat disederhanakan. Selain itu, elemen waktu dapat mulai
diperhitungkan dalam rancangan ini karena urutan penambangan tiap – tiap push
back merupakan pertimbangan penting.
Unit perencanaan ini, di tahap awal berusaha untuk mengaitkan hubungan
antara geometri penambangan dengan penyebaran endapan bahan galian. Dengan
mempelajari penyebaran bahan galian dan topografi, dalam banyak kasus, maka kita
akan sampai pada suatu strategi pengembangan pit secara logis dalam jangka waktu
yang relatif singkat.

2.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penentuan Push Back


a. Penyebaran Bahan Galian
Bentuk dan penyebaran dari endapan bahan galian akan mempengaruhi
proses penentuan push back. Perencanaan untuk penanganan endapan bahan galian
yang memiliki kemiringan yang lebih tajam akan berbeda dengan kemiringan yang
relatif datar dalam hal ini mempengaruhi penentuan geometri lerengnya

b. Penaksiran Cadangan
Konsep Penaksiran Cadangan dengan Software Mine Scape 5.1

Dalam penaksiran cadangan batubara pada suatu area penambangan


dilakukan pembatasan area luasan dengan menggunakan polygon yang
melingkupi area tersebut.

Perhitungan yang digunakan adalah reserve triangle by triangle.


Perhitungan ini dilakukan dengan membuat pembatasan luas polygon dan
elevasi penambangan dari bentuk tiga dimensi pit penambangan.
Perhitungan dilakukan dengan mengetahui luas atas permukaan bidang dan
batas bawah permukaan bidang berupa triangulasi. Metode perhitungan
cadangan terukur yang digunakan adalah Triangles files, membuat suatu
model matematika dari data titik acak yang memiliki nilai X, Y dan Z.
Triangles Files menggunakan sistem triangulasi, proses ini membuat sebuah
jarring segitiga dengan menghubungkan garis diantara 3 titik. Segitiga
tersebut adalah segitiga sembarang dan setiap data titik asli akan
11
dihubungkan sehingga tidak ada segitiga yang saling bersentuhan dengan
segitiga lainnya. Setelah dibuat suatu triangle, maka dapat diketahui nilai Z
pada suatu titik dalam batas dari model. Hal ini memungkinkan untuk
menghitung volume antara satu permukaan kontur dengan elevasi tertentu
(atau antara suatu permukaan dan permukaan lain). Triangles Files biasanya
berhubungan dengan topografi, dengan nilai Z merupakan elevasi. Cara ini
bias digunakan untuk menghitung volume pit atau volume seam antara
permukaan kontur roof dan kontur floor. Terkadang nilai Z ini dapat juga
sebagai kadar mineral atau ketebalan seam dan sebagainya.

Perhitungan luas segitiga dengan koordinat (Cara Matrix)

12
𝑥1 𝑥2 𝑥3 𝑥1
Luas Segitiga = 1 | | ....................................................................................... (3.1)
2 𝑦1 𝑦2 𝑦3 𝑦1
Luas Segitiga = 1 | (x1.y2 + x2.y3 + x3.y1) – (y1.x2 + y2.x3 + y3.x1)… ....... (3.2)
2

(Sumber: Triangulasi Model, 2010)


Gambar 2.5 Model Triangulasi

c. Stripping Ratio (Nisbah Pengupasan )


Nisbah pengupasan adalah perbandingan antara jumlah waste/ overbburden
dengan bahan galian yang harus dipindahkan terhadap satu ton endapan bahan
galian yang ditambang. Hasil suatu perancangan pit akan menentukan jumlah tonase
endapan bahan galian dan waste yang dikandung pit itu. Perbandingan antarawaste
dan endapan bahan tersebut akan memberikan nisbah pengupasan rata – ratasuatu
open pit. Pada gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa perhitungan strippingratio
dibatasi dengan batas 1 dan batas 2 lalu akan didapat perbandingan dari jumlahanara
waste dengan bahan galian dan dapat lihat pada (Gambar 3.6).

(Sumber: Sulistyana, W, 2010)

Gambar 2.6. Perbandingan Lapisan Overburden (Stripping Ratio)

13
d. Ultimate Pit Slope
Termasuk dalam faktor pertimbangan teknis yaitu kemiringan / batas luar
tambang yang tetap stabil dan menguntungkan. Dengan demikian, akan
berhubungan dengan geometri lereng yang direncanakan. Hal ini berarti
menentukan besar cadangan batubara yang akan ditambang (tonase) yang akan
memaksimalkan nilai bersih total dari endapan batubara tersebut.
Ultimate pit slope ini juga berpengaruh pada eksplorasi detail, tahap evaluasi
dan tahap persiapan yang didasarkan pada:
a. BESR ( Break Even Stripping Ratio ) yang diperkenankan
b. Sifat fisik dan mekanik batuan
c. Struktur geologi ( sesar, kekar, bidang perlapian, bidang geser )
d. Air tanah, unsur kimia batuan dan waktu yang dibutuhkan
Komponen dasar pada open pit adalah jenjang. Bagian jenjang adalah:
a. Crest dan toe

Crest adalah sebuah kepala dari slope ataujenjang


dan toe adalah suatu kaki dari slope atau jenjang lihat pada
(Gambar 2.5)

14
BH
Keterangan:
C BW: lebar jenjang
BW BH: tinggi jenjang
T : toe
: crest
 : face angle

T
(Sumber: Hustrulid,W & Kuchta,M., 1998)
Gambar 2.7 Bagian-bagian jenjang
b. Jenjang kerja (working bench)

SB

WB

Keterangan
SB : safety bench
WB : working bench
: cut (galian yang diambil)
(Sumber: Hustrulid,W & Kuchta,M., 1998)
Gambar 2.8 Working bench dan safety bench
c. Jenjang penangkap (catch bench)

Keterangan:

CB: catch bench

CB
C: cut (material yang lepas)

(Sumber: Hustrulid,W & Kuchta,M., 1998)


Gambar 2.9 Jenjang penangkap

15
d. Pit slope geometry
Pit slope geometry disebut juga geometri kemiringan dari front
penambangan. Face angle adalah sudut lereng jenjang tunggal. (Gambar 2.9).

C

Keterangan: TT
  sudut kemiringan jenjang tunggal
C: crest
T: toe

(Sumber: Hustrulid,W & Kuchta,M., 1998)


Gambar 2.10 Pit slope geometry
e. Overall slope angle

Upper most crest


Lower most crest
(Sumber: Hustrulid,W & Kuchta,M., 1998)
Gambar 2.11 Overall slope angle

f. Overall slope angle with ramp


g. Interramp slope angle
h. Overall slope angle with working bench
2.5 Parameter-Parameter Rancangan Tambang (Design)
a. Data Topografi Permukaan (Surface) Secara Detail
Data ini dapat dalam bentuk kontur hasil pemetaan topografi, atau berupa
T
file survey titik-titik koordinat dan titik-titik ketinggian. Alternatif lain yaitu
memodelkan permukaan dari data titik-titik koordinat dan titik-titik ketinggian
menggunakan perangkat lunak seperti autocad dan quicksurf, global mapper,

16
google earth dan google scateup, garmin, maupun minescape. Pada perangkat lunak
minescape dapat dilanjutkan dengan metode triangulasi membentuk tampilan3 (tiga)
dimensi.

b. Geometri Jenjang

Beberapa parameter penentuan dimensi jenjang, yaitu:


- Sasaran produksi dan stripping ratio
- Kondisi overburden
- Kondisi dan karakteristik cebakan babtubara
- Peralatan yang digunakan
Dimensi jenjang yang diperhitungkan meliputi lebar, panjang, tinggi jenjang.
Ukuran panjang dan lebar jenjang ditentukan dari material (menggunakan alat
mekanis atau peledakan), kemampuan alat muat, pola gerak alat muat dan alat
angkut, maupun letak alat muat dan alat angkut yang digunakan dalam waktu yang
bersamaan pada saat penambangan serta sasaran produksi dan rencana pemanfaatan
lahan bekas tambang. Dimensi jenjang akan mempengaruhi jumlah bahan galian
yang dapat ditambang, dan berpengaruh pada kesetabilan lereng dan keamanan
penambangan.
Beberapa faktor pertimbangan dalam pembuatan geometri jenjang:
a. Tinggi jenjang disesuaikan dengan kekuatan daya dukung tanah dan beberapa
aspek lainnya. Tinggi jenjang adalah jarak yang diukur tegak lurus dari lantai
jenjang (toe) hingga ujung jenjang bagian atas (crest). Tinggi jenjang yang dibuat
sangat dipengaruhi oleh sifat fisik, dan mekanik batuan, rencana dimensi
bongkaran serta perlatan mekanis yang dipergunakan.
b. Lebar jenjang disesuaikan dengan sasaran produksi dan keadaan topografi lokasi
penambangan. Lebar jenjang adalah jarak horizontal yang diukur dari ujung
lantai jenjang sampai batas belakang lantai jenjang. Lebar minimum yang akan
dibuat harus dapat menampung material hasil bongkaran/peledakan dan
peralatan yang digunakan.
Lebar jenjang minimum sangat dipengaruhi:
- Jenis dan kemampuan alat.

17
- Posisi kerja dari peralatan yang sedang beroperasi dilantai yang sama.
- Lebar dari tumpukan material hasil pembongkaran.
- Pemanfaatan lahan bekas tambang
- N Kapasitas produksi yang akan dicapai
Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal, dan
lebar dari jenjang penangkap (catch bench). Rancangan geoteknik jenjang biasanya
dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini.
Dalam pelaksanaan penambangan, pengontrolan sudut lereng biasanya
dilakukan dengan menandai lokasi pucuk jenjang (crest) sesuai dengan desain yang
telah dibuat menggunakan bendera kecil. Lokasi lubang-lubang tembak dapat pula
menjadi pedoman. Penggalian sebaiknya dilakukan dari bagian atas material, agar
berada pada posisi kerja yang aman (untuk menghindari longsoran saat penggalian
material). Komponen dasar pada tambang terbuka adalah jenjang.

c. Kemiringan Jenjang
Pada awalnya desain pit dibuat dengan overall slope sebesar ±310 dan
kemudian dimodifikasi berdasarkan informasi geoteknik dari material yang ada
dalam pit tersebut. Menurut buku Hustrulid & Kuchta (1998) sebaiknya kemiringan
lereng kurang dari 600 pada kedalaman 65m dan kurang dari 400 pada kedalaman
300m. Lihat (Gambar 2.11 ).

(Sumber: Hustrulid,W & Kuchta,M., 1998)


Gambar 2.12 Single Slope

18
(Sumber: Hustrulid,W & Kuchta,M., 1998)

Gambar 2.13 Overall Slope

c. Perancangan Jalan Angkut

Pada umumnya pola akses material tambang dibagi menjadi dua, yaitu
pengangkutan lapisan overburden ke lokasi penimbunanan (disposal) dan
pengangkutan Batubara ke lokasi penimbunan ( Stock ROM ) ataupun langsung ke
lokasi pengolahan (crushing plant). Akses material ini memerlukan rancangan jalan
angkut.
Rancangan jalan tambang secara umum meliputi:
1. Letak jalan keluar: Letak jalan keluar dari tambang penting diperhitungkan untuk
akses ke lokasi pembuangan overburden (disposal) atau peremuk material
(crushing plant). Topografi merupakan faktor penting yang akan menentukan
kemampuan truk untuk keluar dari pit ke medan yang curam/terjal.
2. Lebar jalan: Tergantung dari lebar alat angkut terbesar, biasanya 3,5 kali lebar lebar
truk. Lebar jalan harus memungkinkan lalu lintas untuk dua arah, ruangan untuk
truk yang akan menyusul, juga cukup untuk selokan penyaliran dan tanggul
pengaman.
3. Kemiringan jalan (grade): Jalan angkut tambang umumnya dirancang dengan
kemiringan maksimum 8 % - 10 %. Hal ini akan memberikan fleksibilitas yang
lebih besar dalam pembuatannya, serta memudahkan dalam pengaturan masuk ke
jenjang tanpa menjadi terlalu terjal di beberapa tempat.

19
4. Jalan tambang yang panjang, kemiringan 10 % adalah kemiringan maksimum yang
ideal. Tambang-tambang kecil banyak juga yang dirancang dengan kemiringan 10
%.
5. Rancangan spiral dan switchback: pada umumnya switchback dihindari sebisa
mungkin karena cenderung melambatkan lalu lintas, selain itu ban akan cepat aus
sehingga perawatan ban akan lebih besar. Pertimbangan lain ialah faktor keamanan.
Apabila ada ukuran tambang yang jauh lebih rendah dari elevasi jenjang dengan
lainnya di sekeliling pit, maka swicthback di daerah rendah ini sering lebih murah
di banding dengan membuat jalan angkut spiral mengelilingi dinding pit.
Ada beberapa geometri yang harus diperhatikan dan dipenuhi untuk menunjang
kelancaran kegiatan pengangkutan, yaitu :

1. Lebar Jalan Angkut


Penentuan lebar jalan angkut minimum untuk jalan lurus (lihat Gambar3.14)
didasarkan pada Rule of Thumb yang dikemukakan Aasho Manual Rural High-way
Design adalah :

Lmin = n . Wt + ( n + 1 )(0,5 . Wt) ……………………………….. (3.3)


Keterangan:
Lmin = Lebar jalan angkut minimum (m).
n = Jumlah jalur.
Wt = Lebar alat angkut total (m).

Perumusan diatas hanya digunakan untuk lebar jalan dua jalur (n), nilai 0,5
artinya adalah lebar terbesar dari alat angkut yang digunakan dari ukuran aman
masing-masing kendaraan di tepi kiri-kanan jalan.

20
(Sumber: Kaufman & Ault., 1977)

Gambar 2.14 Lebar Jalan Lurus


Nilai 0,5 pada rumus diatas menunjukan bahwa ukuran aman kedua
kendaraan berpapasan adalah sebesar 0,5 wt, yaitu setengah lebar terbesar dari alat
angkut yang bersimpangan. Ukuran 0,5 wt juga digunakan untuk jarak dari tepi
kanan atau kiri jalan kealat angkut yang melintasi secara berlawanan.
pengangkuatan juga berbahaya bagi keselamatan operator dan kendaraan
yang beroperasi.

2. Lebar Jalan pada Tikungan


Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar daripada lebar jalan pada
jalan lurus. Untuk jalur ganda, lebar minimal pada tikungan dihitung berdasarkan
pada:
a. Lebar jejak ban alat angkut
b. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang
pada saat membelok.
c. Jarak antara alat angkut pada saat bersimpangan
d. Jarak (space) alat angkut dengan tepi jalan

Lebar jalan angkut pada tikungan dapat dihitung menggunakan rumus:

Lt = n(U + Fa + Fb + Z) + C …………………………………… (3.4)


Z = C= (U + Fa + Fb ) ………………..……………………..… (3.5)

21
Keterangan:
W = Lebar jalan belokan
U = Jarak jejak roda kendaraan
Ad = Jarak as roda depan dengan bagian depan alat angkut (m)
Ab = Jarak as roda belakang dengan bagian belakang alat angkut (m)
α = Sudut penyimpangan (belok roda depan)
Fa = Lebar juntai depan

Dapat dihitung dengan rumus: Fa = Ad x Sin α


Fb = Lebar juntai belakang

Dapat dihitung dengan rumus: Fb = Ab x Sin α


C = Jarak antara dua alat angkut
Z = Jarak dari sisi luar alat angkut ketepi jalan,
Dapat dihitung dengan rumus: Z = C = 0,5 (U+Fa+Fb)

(Sumber: Kaufman & Ault., 1977)

Gambar 2.15 Lebar Jalan Angkut pada Tikungan


3. Radius Putar Truck
Jari-jari tikungan (belokan) berhubungan langsung dengan bentuk dan
kontruksi alat angkut yang digunakan. Disini digunakan ukuran alat angkut
maksimum. Dalam penerapan jari-jari lingkaran yang dijalankan oleh roda belakang
dan roda depan berpotongan dipusat C dengan sudut yang sama terhadap
penyimpangan roda. Penentuan besarnya jari-jari tikungan, rumus yang digunakan
adalah: (Gambar 3.16).

22
(Sumber: Kaufman & Ault., 1977)
Gambar 2.16 Radius Tikungan Jalan
R = Wb/sin α ....................................................................................... (3.6)
Keterangan:
R : Jari-jari lintasan roda depan (meter)

Wb : Jarak antara poros roda depan dengan belakang


α : Sudut penyimpangan roda depan (◦ )

Tabel 2.1 Radius Tikungan Minimum


Klasifikasi Berat Kendaraan Radius Tikungan Minimum
Berat
(lbs) (ft)
Kendaraan
1 < 100.000 19

2 100.000-200.000 24

3 200.000-400.000 31

4 >400.000 39

(Sumber: Sulistyana, W, 2010)

Penentuan jari-jari tikungan minimum pada jalan angkut besarnya tergantung


pada berat alat angkut yang akan melewati jalan angkut tersebut. Semakin berat alat
angkut yang digunakan maka jari-jari tikungan yang dibutuhkan semakin besar
4. Superevelasi
Superelevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang terbentuk oleh

23
batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena perbedaan
kemiringan. Bagian tikungan jalan diberi superelevasi dengan cara meninggikan
jalan pada sisi luar tikungan. Tujuan dibuat superelevasi pada daerah tikungan jalan
angkut yaitu untuk menghindari atau mencegah kendaraan kergelincir keluar jalan
atau terguling. Atau berguna untuk mengimbangi gaya sentrifugal (gaya mendorong
keluar) sewaktu kendaraan melintasi tikungan.
Apabila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap pada suatu lintasan
datar atau miring yang berbentuk lengkung seperti lingkaran, maka pada kendaraan
tersebut bekerja gaya sentrifugal yang mendorong secara radial keluar dari jalur
jalannya (lihat Gambar 3.17). Untuk mengatasi gaya sentrifugal dapat dilakukan
dengan membuat kemiringan ke arah titik pusat jari-jari tikungan.
Berdasarkan teori ankintos D.I.C. pada kondisi jalan kering, nilai superelevasi
merupakan harga maksimum yaitu 60 mm/m sedangkan pada kondisi jalanpenuh
lumpur atau licin, nilai super elevasi terbesar adalah 90 mm/m. kemiringan tikungan
tersebut tergantung tajamnya tikungan dan kecepatan maksimal kendaraan yang
diijinkan pada waktu melintasi tikungan.

(Sumber: Indonesianto,Y., 2015)


Gambar 2.17 Superelevasi Tikungan Jalan Angkut
Secara matematis kemiringan tikungan jalan angkut merupakan perbandingan
antara tinggi jalan dengan lebar jalan. Untuk menentukan besarnya kemiringan
tikungan jalan dihitung berdasarkan kecepatan rata-rata kendaraan dengan koefisien
friksinya. Persamaan yang digunakan yaitu:
2
e +f = V
………………………………………………………..(3.7)
127 x R

Keterangan:

e = superelevasi
v = kecepatan kendaraan (km/jam)

24
R = radius/ jari-jari tikungan (m) f
= koefisien gesekan melintang
Besarnya angka superelevasi untuk beberapa jari-jari tikungan dengan
berbagai variasi kecepatan alat angkut dapat bermacam-macam, untuk itu penentuan
superelevasi selain dengan menggunakan rumus juga dapat dilakukan dengan
penggunaan tabel seperti ditunjukan dalam (Tabel 8.2). Pada (Tabel 8.2) terdapat
angka superelevasi yang sama untuk kecepatan dan jari-jari yangberbeda. Hal ini
disebabkan oleh nilai koefisien gesek yang berbeda untuk kombinasikecepatan dan
jari-jari tikungan, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa untuk melintasi
tikungan dengan jari-jari tikungan dan kecepatan yang berbeda, maka gaya
sentrifugal yang dialami oleh alat angkut juga akan berbeda. Untuk perencanaan,
AASHTO menganjurkan pemakaian beberapa nilai superelevasi yaitu 0,02, 0,04,
0,06, 0,08, 0,010 dan 0,012.

Tabel 2.2. Angka Superelevasi yang Direkomendasikan (feet/feet)


Kecepatan (mph)
Jari-jari
Tikungan (feet) 10 15 20 25 30 >35
50 0,04 0,04 NA NA NA NA
100 0,04 0,04 0,04 NA NA NA
150 0,04 0,04 0,04 0,05 NA NA
250 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05 NA
300 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05 0,06
600 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05
1000 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04
(Sumber : Book of Open Pit Mine Planning & Design,3rd edition, 2013)

5. Kemiringan Jalan
Kemiringan jalan angkut (grade) merupakan suatu faktor penting yang harus
diamati secara detail dalam kegiatan kajian terhadap kondisi jalan tambang. Hal ini
dikarenakan kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan
alat angkut, baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan.

25
Kemiringan jalan angkut (lihat Gambar 3.18) biasanya dinyatakan dalampersen
(%). Kemiringan 1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 m pada jarak mendatar
sejauh 100 m. Kemiringan (grade) dapat dihitung dengan mengunakan rumus sebagai
berikut

(Sumber: Sulistyana, W., 2010)

Gambar 2.18 Kemiringan Jalan Angkut

Grade (α) = .................................................................................................................. (3.8)


Keterangan:
∆h : Beda tinggi antara dua titik yang diukur
∆x : Jarak antara dua titik yang diukur
Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik
oleh alat angkut besarnya kurang dari 10%. Namun untuk jalan naik maupun turun
pada daerah perbukitan, lebih aman menggunakan kemiringan jalan maksimum
sebesar 8%.

6. Kemiringan Melintang (Cross Slope)


Maksud dari pembuatan cross slope adalah agar jika terdapat air pada jalan,
maka air tersebut akan mengalir pada tepi jalan (lihat Gambar 3.19). Nilai yang
umum dari kemiringan melintang (cross slope) yang direkomendasikan adalah
sebesar 20 sampai 40 mm/m jarak bagian tepi jalan ke bagian tengah / pusat jalan.
Jika jalan belum memenuhi cross slope diatas, maka perlu menimbun bagian tengah
jalan, sehingga memenuhi persyaratan cross slope.

26
(Sumber: Sulistyana, W., 2010)

Gambar 2.19 Penampang Cross Slope


d. Dasar Perancangan Sequence
Sequence adalah bentuk-bentuk penambangan yang menunjukkan
bagaimana suatu endapan bahan galian akan ditambang, dari titik masuk awal
hingga ke bentuk akhir penambangan.
Tujuan utama dari pentahapan ini adalah untuk membagi seluruh volume
yang ada dalam penambangan ke dalam unit-unit perancangan yang lebih kecil
sehingga lebih mudah ditangani. Pada akhirnya, problem perancangan tambang 3-
dimensi yang amat kompleks ini dapat disederhanakan. Selain itu, elemen waktu
dapat mulai diperhitungkan dalam rancangan ini karena urutan penambangan tiap-
tiap sequence merupakan pertimbangan penting.

Unit perencanaan ini, di tahap awal berusaha untuk mengaitkan hubungan


antara geometri penambangan dengan geometri bahan galian. Denganmempelajari
tingkat distribusi bahan galian dan topografi, dalam banyak kasus, maka kita akan
sampai pada suatu strategi pengembangan pit secara logis dalam jangka waktu yang
relatif singkat.
Tahapan–tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan
memberikan akses ke semua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja untuk
operasi peralatan dan manusia. Lebar ruang kerja minimum yang digunakan pada
saat penambangan sangat penting ditentukan di awal perancangan agar alat–alat
dapat berfungsi optimum sesuai dengan rencana penambangan. Penentuan lebar
minimum ruang operasi dapat diperoleh dengan mengunakan rumus:

27
MWS = SWDT + RCR + DOR + TW/2 + SWDS ......................................... (3.9)
Keterangan:
MWS = ruang kerja minimum dengan backhoe sebagai radius operasi (m)
SWDT = jarak aman kerja backhoe ke dinding lereng (m)
RCR = clearance radius dari backhoe (m)
DOR = radius operasi dari backhoe (m)
TW = lebar truk (m)

Terdapat beberapa langkah yang diperhatikan dalam rancangan


tahapan penambangan adalah:
a. Tingkat produksi waste dan batubara maksimum yang tertambang pada setiap
tahapan penambangan.
b. Ukuran dan jenis alat yang digunakan sehingga lebar minimum jenjang
operasi dapat ditentukan.
c. Dimensi jalan masuk, ruang kerja dan sudut lereng akhir.
d. Penentuan batas penambangan.
e. Merancang tahapan penambangan secara detail dengan melibatkan jalan
angkut dan dimensi lereng tunggal dengan memperhatikan tonase cadangan
dan overburden pada selang kedalaman tertentu.

2.6 Produksi Peralatan Mekanis


Produksi alat muat dan alat angkut dapat diihat dari kemampuan alat tersebut
ketika dipakai untuk melakukan suatu pekerjaan.

a. Produksi Alat Muat


Produksi alat muat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Pm = 60 x Cb x Ff x MA x Eu..................................................................... (8.10)
Ctm

Keterangan:
Pm = Produksi alat muat (m3/jam)
Ctm = Waktu edar alat muat (menit)
Cb = Kapasitas bucket alat muat (m3)
Ff = Fill Factor (%)
K = Faktor koreksi (%)

28
Tabel 2.3 Fill Factor (PC78 ~ PC 1800)
Excavating Condition Ff
Easy Excavating 1,1 – 1,2
Average Excavating 1,0 – 1,1
Rather Difficult Excavating 0,8 – 0,9
Difficult Excavating 0,8 – 0,9

Tabel 2.4 Job Efficiency Excavator


Excavating Condition Ff
Good 1,1 – 1,2
Average 1,0 – 1,1
Rather poor 0,8 – 0,9
Poor 0,8 – 0,9

b. Produksi Alat Angkut (Dump Truck)


Produksi alat angkut dhitung menggunakan rumus:
60
Pa = x Cb x Ff x Ek...........................................................................................................................(3.11)
Cta

Keterangan:
Pa = Produksi alat angkut (LCM/jam)
Cta = Cycle Time alat angkut (menit)
Cb = Kapasitas Bucket (m3)
Ff = Fill Factor
Ek = Efisiensi kerja alat (%)
n = Jumlah isian

c. Kebutuhan Alat
Kebutuhan alat mekanis dapat dihitung menggunakan rumus:
Jumlah alat yang dibutuhkan = Target Volume ............................................. (8.12)
Produksi Alat

29
2.7 Faktor Keserasian Alat (Match Factor)
Dalam pemilihan truk kapasitas yang dipilih harusseimbang dengan alat
muatnya. Jika perbandingan kurang proporsional maka ada kemungkinan alat
pemuat ini banyak menunggu atau sebaliknya. Untuk menyatakan keserasian
(Synchronization) kerja antara alat muat dan alat angkut dapat juga dengan cara
menghitung faktor keserasian alat muat dan angkut (Match Factor) yaitu:
Na x Ctm x n
Mf = ( ) ...................................................................................... (8.13)
Nm x Cta

Keterangan:
Na = Jumlah alat angkut, (buah)
N = Jumlah alat muat (buah)
Ctm = Waktu edar (cycle time) alat muat
Cta = Waktu edar (cycle time) alat angkut
Dari persamaan diatas akan muncul tiga kemungkinan, yaitu:
1. MF < 1, artinya alat muat yang bekerja kurang dari 100%, sedangkan alat
angkut bekerja 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat karena
menunggu alat angkut yang belum datang
2. MF = 1, artinya alat muat dan alat angkut bekerja 100%, sehingga tidak ada
waktu tunggu bagi alat muat maupun alat angkut.
3. MF > 1, artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut bekerja kurang
dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut.

2.8 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Produktifitas Alat Muat dan Alat Angkut
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas alat muat dan angkut:
a. Waktu Edar
Waktu Edar (cycle Time) merupakan waktu yang diperlukan suatu alat untuk
melakukan suatu daur kerja. Semakin kecil waktu edar alat, maka produksinya akan
semakin tinggi.
1. Waktu edar alat muat
Rumus waktu edar alat muat adalah:
Ctm = t1 + t2 + t3 + t4 ........................................................................... (8.14)
Keterangan:

30
T1 = Waktu untuk menggali
T2 = Waktu untuk berputar dengan muatan
T3 = Waktu menumpahkan muatan ke dalam bak alat angkut
T4 = Waktu berputan tanpa muatan
2. Waktu edar alat angkut
Rumus waktu edar alat angkut adalah:
Cta = t1 + t2 + t3 + t4 + t5 + t6 .............................................................. (8.15)
Keterangan:
T1 = Waktu untuk mengambil posisi siap untuk dimuati (spooting)
T2 = Watu di isi muatan
T3 = Waktu mengangkut muatan
T4 = Waktu mengambil posisi untuk menumpahkan
T5 = Waktu menumpahkan
T6 = Waktu kembali kosong
b. Kondisi Tempat Kerja
Tempatkerja bukan hanya harus memenuhi syarat bagi pencapaian sasaran
produksi tetapi juga harus aman bagi penempatan alat beserta mobilitas pekerja
yang berada disekitarnya. Tempat kerja yang luas akan memperkecil waktu edar
alat karena ada berbagai cukup tempat untuk ber kegiatan. Seperti keleluasaan
tempat untuk berputar, mengambil posisi sebelum melakukan pemuatan maupun
tempat untuk penimbunan.
c. Faktor Pengisian Alat Muat
Faktor pmgisian alat muat merupakan perbandingan antara volume nyata
dengan volume spesifikasi alat yang dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi
faktor pengisian maka semakin tinggi volume nyata dan alat tersebut. Hal ini akan
berhubungan dengan jumlah pengisian terhadap alat angkut.
Faktor yang mempengaruhi proses pemuatan adalah kandungan air. Ukuran
material, kelengkapan material dan keterampilan operator.
Faktor pengisian dapat ditentukan dengan rumus:

Ff = vn x 100% ............................................................................................... (8.16)


vt

31
Keterangan:
Ff = Fill Factor / faktor pengisian bucket (%)
Vn = Volume bucket nyata (m3)
Vt = Volume teoritis bucket berdasarka spesifikasi (m3)

2.9 Penjadwalan Produksi


Penjadwalan produksi merupakan penjadwalan yang menyatakan besarnya
jumlah atau produksi material yang harus digali untuk dipindahkan ke tempat lain
dalam tiap satuan waktu. Penjadwalan produksi tambang meliputi periode waktu
(pertahun), tonase dan pemindahan material total yang akan dihasilkan oleh
tambang tersebut. Target produksi ini biasanya dinyatakan dalam ton/tahun atau
m3/tahun, ton/bulan atau m3/bulan, hingga ke satuan waktu terkecil ton/hari atau
ton/jam. Tujuan penjadwalan produksi adalah membuat suatu jadwal untuk
mencapai target produksi yang telah ditentukan.
Untuk dapat melakukan penjadwalan produksi, maka harus diketahui terlebih
dahulu berapa besar sasaran atau target produksi yang akan dicapai. Setelah
diketahui target produksi yang akan dicapai, kemudian dilakukan penjadwalan
produksi. Dalam hal melakukan penjadwalan produksi, faktor-faktor yang harus
diperhitungkan adalah:
a. Curah hujan dan hari hujan yang akan mengganggu jalannya produksi.
b. Berapa keterersediaan alat dilapangan.
Setelah melakukan penjadwalan produksi, dilanjutkan dengan penjadwalan
alat sesuai dengan alat yang tersedia. Kapasitas peralatan mekanis yang digunakan
juga harus sesuai dengan target produksi yang ditentukan.
Pada kondisi ideal (efisiensi 100%) diinginkan terhadap alat-alat mekanis
adalah bahwa:
a. Setiap alat bekerja pada kemampuan semaksimal mungkin.
b. Setiap alat bekerja sepanjang waktu selama masa kerjanya.
c. Setiap alat tidak pernah rusak.
Namun dalam kenyataannya hal-hal tersebut tidaklah mungkin diterapkan,
dikarenakan kondisi dari alat itu sendiri, kondisi medan kerja (operating condition)

32
serta faktor manusianya sendiri. Meskipun demikian efektifitas penggunaan alat
dapat diusahakan semaksimal mungkin dengan cara:
a. Memperkerjakan alat dengan jumlah seminimal mungkin pada kapasitas kerja
semaksimal mungkin.
b. Memperkerjakan alat sepanjang waktu atau hari kerjanya selama alat tersebut
tidak rusak yaitu dengan men bghilangkan waktu hambatan atau menganggur
(idle time).
Selama proses penjadwalan, evaluasi pada beberapa hal sering dilakukan antara
lain yaitu tingkat produksi Batubara dan jadwal pengupasan overburden. Hal ini
untuk mengetahui ketercapaian target produksi yang telah ditentukan.

II. BAB III JADWAL PENELITIAN


Tabel 3.1 Rencana Penelitian Tugas Akhir II
Bulan April 2021 Mei 2021 Juni 2021 Juli 2021
Minggu I II III IV 1 II III IV I II III IV I II III IV
Studi literatur

Pengambilan
data lapangan
Pengolahan
data lapangan
Penyusunan
draft

33
DAFTAR PUSTAKA

Hustrulid. W., and Kuchta, M., 2013, Open Pit Mine Planning & Design, 3rd Edition
Vol 1.Fundamentals, Balkema/Rotterdam/Brockfield.
Indonesianto, Y., 2007, Perencanaan Tambang Terbuka, Jurusan Teknik
Pertambangan Universitas Veteran Pembangunan, Yogyakarta.
Indonesianto, Y., 2015, Perencanaan Tambang Terbuka, Jurusan Teknik
Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional, Yogyakarta.
Kaufman, W.W., and Ault, J. C., 1977, Design of Surface Mine Haulage Roads - A
Manual. United States Department of Interior, Bureau of Mines, Pittsburgh.
Muh. Rafiq Rafsanjani 1, Djamaluddin2, Hasbi Bakri1., Estimasi Sumberdaya Bijih
Nikel Laterit Dengan Menggunakan Metode Idw Diprovinsi Sulawesi
Tenggara

34

Anda mungkin juga menyukai