Oleh:
DONATTIANUS PEBRIADI
NIM. 710018013
Dengan puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa.
Atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Seminar
Tambang dengan judul “Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Dengan Metode
Mine Dewatering” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan seminar ini penulis tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. Ir. H Ircham, M.T., selaku Rektor Institut Teknologi Nasional
Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Ir. Setyo Pambudi, M.T., selaku Dekan Fakultas Teknologi
Mineral Institut Teknologi Nasional Yogyakarta.
3. Bapak Bayurohman Pangacella Putra, S.T., M.T., selaku Ketua Program
Studi S1 Teknik Pertambangan Institut Teknologi Nasional Yogyakarta.
4. Bapak A.A. Inung Arie Adnyano, S.T., M.T, selaku Dosen Pembimbing
Seminar Tambang Pada Program Studi Teknik Pertambangan Institut
Teknologi Nasional Yogyakarta.
5. Semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung
dalam penulisan laporan seminar ini.
Penulis mengerti bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mohon kritik dan saran guna kemajuan dalam
pembuatan tugas selanjutnya.
Yogyakarta, November 2021
Penulis,
Donattianus Pebriadi
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 24
3.1. Mine Dewatering Pada Tambang Terbuka ..................................... 24
3.1.2. Curah Hujan Rencana ................................................................ 24
3.1.3. Debit Limpasan ......................................................................... 26
3.1.4. Debit Air Tanah ......................................................................... 27
3.1.5. Debit Air Hujan ......................................................................... 27
3.1.6. Dimensi Sump ........................................................................... 27
3.1.7. Pemompaan ............................................................................... 28
3.2. Mine Dewatering Pada Tambang Bawah Tanah ............................ 29
3.2.1. Lokasi Penelitian ....................................................................... 29
3.2.2. Debit Air Tanah ......................................................................... 30
3.2.3. Pemompaan ............................................................................... 33
3.2.4. Sistem Dewatering Dilokasi Penelitian ..................................... 34
3.2.5. Perencanaan Sistem Dewatering ............................................... 36
3.2.6. Pemakaian Konsumsi Listrik .................................................... 37
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................ 39
4.1. Kesimpulan ..................................................................................... 39
4.2. Saran ............................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 42
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pada musim hujan. Salah satu sumber air tambang antara lain air hujan, air
limpasan, dan air tanah yang masing-masing dari sumber air ini memliki debitnya.
Dimana nanti dari diketahuinya debit air ini dapat di tangani air tambang pada
lokasi penambangan dapat menggunakan sistem saluran terbuka seperti paritan dan
juga sistem pemompaan. Sistem pemompaan yang akan di terapkan hendaknya
dapat mengatasi air tambang secara baik dan effisien. Dimana penerapan
pemompaan yang baik adalah pemompaan yang tidak menggangu kegiatan
penambangan, biaya yang dikeluarkan ekonomis, dapat mengatasi air tambang
secara keseluruhan, dan masih banyak faktor lainnya. Dalam penerapan sisten
saluran terbuka ini diperlukan juga perancangan sump yang dimana nantinya sump
ini dioptimalkan untuk menampung sementara air di area tambang sebelum
dilakukan pemompaan ke luar area tambang. Oleh karena faktor-faktor tersebut
dibutukan rancangan sistem penyaliran yang baik dan terus dilakukan evaluasi dari
sistem yang diterapkan. Melalui kegiatan evaluasi tersebut, diharapkan dapat
menghasilkan kajian yang baik untuk menentukan sistem pemompaan yang efektif
serta kebutuhan pompa yang diperlukan dalam proses pemompaan air tambang.
2
7. Bagaimana rancangan sistem pemompaan pada tambang bawah tanah
PT. Aneka Tambang?
3
1. Kegiatan system penyaliran tambang yang terkait dalam pembahasan
penulisan
2. Artikel yang membahas mengenai metode mine dewatering
Studi dalam penulisan ini didapat dati pencarian materi-materi pustaka yang
di peroleh dari:
1. Perpustakaan
2. Gambar dan tabel
3. Jurnal
4. Internet
Adapun dalam penunjang pengumpulan data digunakan metode download
data. Dengan pemanfaatan internet untuk mendapatkan file atau data yang
berhubungan dengan materi yang dibahas.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
f) Biaya pemompaan air tambang dari dalam pit penambangan ke luar
tambang, baik biaya kapital maupun biaya operasinya, merupakan salah
biaya utama dari operasi penambangan terbuka.
6
langsung ke luar area penambangan sehingga air tersebut ditampung kedalam
kolam terbuka yang kemudian dibuang ke luar area penambangan dengan
menggunakan pompa.
7
Gambar 2.1. Bentuk-bentuk Metode Mine Dewatering
(sumber : Stella dan Tamrin, 2018)
8
b) Metode elektro osmosis
Bilamana lapisan tanah terdiri dari lapisan tanah lempung, maka
pemompaan sangat sulit diterapkan karena adanya efek kapilaritas yang
disebabkan oleh sifat dari tanah lempung itu sendiri. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka diperlukan cara elektro osmosis. Pada metode ini
digunakan batang anoda serta katoda. Bila elemen-elemen ini dialiri listrik,
maka air pori yang terkandung dalam batuan akan mengalir menuju katoda
(lubang sumur) yang kemudian terkumpul dan dipompa keluar lokasi.
c) Metode kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah
Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar didalam tanah guna
menampung aliran air dari permukaan. Beberapa lubang sumur dibuat
untuk menyalurkan air permukaan kedalam terowongan bawah tanah
tersebut.
9
Bersadarkan tata letak, system penyaliran tambang dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
a) Sistem penyaliran memusat
Pada system ini sump akan ditempatkan di setiap jenjang tambang,
dengan system pengalirannya dari jenjang paling atas menuju jenjang
dibawahnya sehinggal akhirnya air dipusatkan di main sump untuk
kemudian dipompa keluar tambang.
b) Sitem penyaliran tidak memusat
Sistem ini dapat dilakukan bila kedalaman tambang telatif dangkal
dengan keadaan geografis daerah luar tambang memungkinkan untuk
mengalirkan air langsung dari sump keluar tambang.
2.4. Hidrologi
Secara umum sumber air tambang akan dibedakan menjadi air permukaan
dan air tanah. Yang termasuk dalam kelompok air permukaan adalah sumber air
dari badan perairan alami yang terdapat di permukaan, seperti sungai, danau dan
rawa, serta air limpasan hujan. Ilmu yang berhubungan dengan keterdapatan dan
pergerakan air di bumi disebut hidrologi. Hidrologi tambang adalah bagian dari
hidrologi yang terkait dengan kegiatan pertambangan dan relevan dengan
penyaliran tambang. Pada dasarnya hidrologi secara umum juga mencakup air tanah
atau air yang berada dipermukaan bumi (Gautama, 2019).
Hidrologi tidak terlepas dari siklus hidrologi. Siklus hidrologi adalah gerakan
air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah, dan akhirnya mengalir
ke laut kembali. Dimana, air laut menguap karena radiasi matahari membentuk
titik-titik uap air menjadi awan, kemudian awan yang terjadi akibat penguapan air
bergerak di atas daratan karena terbawa oleh hembusan angin. Lalu presipitasi
terjadi karena adanya tabrakan antara butir-butir uap air di awan akibat desakan
angin, presipitasi dapat terbentuk hujan atau salju. Setelah itu air jatuh
kepermukaan tanah, akan menimbulkan limpasan (run off) yang mengalir kembali
ke laut. Selama proses air mengalir kembali ke laut beberap diantaranya masuk
kedalam tanah (infiltrasi) dan bergerak terus ke bawah (perkolasi) menuju daerah
10
jenuh air (staturated zone) yang terdapat dibawah permukaan air tanah atau yang
juga dinamakan permukaan-permukaan freatik. Air dalam daerah ini
bergerakperlahan melewati akuifer masuk ke sungai atau kadang-kadang masuk ke
laut (C.D. Soemarto, 1999).
2.5. Hidrogeologi
Menurut International Association of Hydrogeologi adalah kajian tentang air
tanah. Aspek yang mencakup dalam kajian tersebut adalah bagaimana air dapat
meresap ke lapisan batuan di bawah permukaan, bagaimana air mengalir melalui
lapisan batuan dengan batuan di sekitarnya. (Domenico & Chwartz, 1990)
mendefinisikan hidrogeologi sebagai kajian tentang hukum-hukum yang mengatur
aliran air tanah, interaksi mekanikal, kimiawi dan termal antara air tanah dengan
padatan/batuan serta transpor energi dan unsur kimia pada aliran tersebut.
Dalam menentukan dimensi lubang bukaan untuk kelancaran aktivitas
pertambangangan bawah tanah, keterdapatan air tanah sangat mempengaruhi
penentuan dimensi lubang bukaan. Keberadaan air tanah merupakan suatu bagian
11
dari siklus air yang terjadi di sekitar daerah tersebut. Air tanah sendiri dapat
terbentuk dari akumulasi air dan kapasitas formasi yang ditentukan oleh porositas
batuan (Putra, Anton Yudi Umsini, Aryanto, 2010). Porositas adalah sebaga
perbandingan volume pori terhadap volume total. Ada dua jenis porositas yaitu
porositas primer dan porositas sekunder. Porositas primer adalah porositas yang
telah ada pada waktu pembentukan dan konsolidasi batuan. Porositas sekunder
yaitu porositas yang dihasilkan dari tekanan tektonik yang menyebabkan retakan
dan saluran-saluran karena pelarutan yang membentuk jalur-jalur aliran. Porositas
sendiri menentukan kapasitas memuat atau mengantarkan air (permeable) dari
suatu formasi batuan.
12
Ss = Standar deviation
Q = 0.278 𝑥 𝐼 𝑥 𝐶 𝑥 𝐴
13
Keterangan :
Q : Debit air limpasan (m3/detik)
C : Koefisien limpasan
I : Intensitas hujan (mm/jam)
A : Luasan daerah tangkapan hujan (km2 )
Untuk mengetahui debit air limpasan reel diperlukan nilai intensitas curah
hujan. Intensitas curah hujan adalah besarnya jumlah hujan yang turun
yang dinyatakan dalam tinggi curah hujan atau volume hujan tiap satuan
waktu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda, tergantung dari lamanya
curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Untuk perhitungan intensitas curah
hujan digunakan rumus Mononobe (Gautama, 2019), dimana memiliki
rumus:
Keterangan:
R24 = Curah hujan rencana perhari (24 jam)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Waktu konsentrasi (jam)
14
Hujan 0.05 – 0.25 Bunyi hujan terdengar
normal
Hujan deras 0.25– 1.00 Air tergenang diseluruh permukaan
dan terdengar bunyi dari genangan
Hujan >1.00 Hujan seperti ditumpahkan, saluran
sangat deras pengairan meluap
15
a) Debit air tambang yang akan masuk ke dalam ditentukan oleh luas daerah
tangkapan air tambang yang berasal dari air limpasan nujan maupun air
tanah- hal ini sangat ditentukan olen rancangan penambangan dan tahapan
(sequencing) nya.
b) Ketersediaan ruang di lantai atau dasar pit penambangan ruang yang
tersedia akan digunakan untuk kegiatan penggalian dan pemuatan,
manuver truk, dan untuk sumuran.
c) Kapasitas pemompaan untuk merngeluarkan air tambang dari sumuran:
jika kapasitas pemompaan besar maka geometri atau dimensi sumuran
dapat dibuat tidak terlalu luas, tetapi harus dipertimbangkan semakin
dalam dasar pit maka akan semakin besar pula julang pemompaan dan
konsekuensinya debit pemompaan akan berkurang.
d) Sumuran tunggal atau sumuran bertingkat: sumuran tunggal akan
dilengkapi dengan pompa yang mampu mengeluarkan air tambang
langsung ke luar tambang atau dengan kata lain dapat mengatasi julang
pemompaan yang dihadapi, baik menggunakan pompa tunggal atau multi
pompa secara seri sebagai penguat (booster). Sementara sumuran
bertingkat umunnya dibuat untuk mengatasi julang pompa yang terlalu
besar dengan menggunakan pompa jamak.
e) Kesiapan operasi untuk menghadapi resiko terlampauinya kapasitas
penampungan sumuran akibat surplusnya aii tambang yang masuk ke
sumuran dibandikan dengan yang dapat dikeluarkan atau dengan kata lain
banjirnya lantai pit penambangan. Kesiapan operasional biasanya
ditunjukkaan dengan telah dimasukkannya kehilangan waktu kerja akibat
banjirnya lantai tambang ke dalam rencana kerja efektif tahunan.
16
kondisi ketika hujan terjadi dengan durasi waktu yang lama ke dalam bukaan
tambang.
Volume optimum = volume air tambang – volume pemompaan
17
tambang, terutama di tambang terbuka (Gautama, 2019). Dari lokasi atau
fungsinya, paritan dapat dibedakan menjadi:
a) Paritan keliling (perimeter ditch) yang dibuat di sekeliling luar dari pit
penambangan dan berfungsi untuk menangkap air limpasan permukaan
dari areal luar pit seningga tidak mengalir masuk ke dalam pit.
b) Paritan jenjang (bench) yang dibuat di kaki lereng dan berfungsi untuk
menangkap air limpasan dari lereng atau berm dan mengalirkannya ke
sumuran.
c) Paritan ramp yang dibuat pada sisi dalam dari ramp, biasanya
dimanfaatkan untuk mengalirkan air dar jenjang yang lebih tinggi ke
jenjang yang lebih rendah.
d) Paritan di dasar pit yang dibuat untuk menampung semua air limpasan dari
daerah atasnya dan mengalirkannya ke sumuran di dasar pit.
e) Paritan di areal timbunan batuan penutup yang dibuat di kaki timbunan
untuk menampung air limpasan permukan di areal timbunan dan
mengalirkannya ke sarana pengendali kualitas air tambang.
f) Paritan sisi jalan yang dibuat di sisi jalan untuk menampung air limpasan
permukaan dari badan jalan dan menangkap aliran limpasan permukaan
dari areal sekitar tambang.
Pengukuran debit air tanah pada tambang bawah tanah didasarkan pada
pengukuran langsung debit air dengan penyesuaian dimensi terowongan. Adapun
penghitungan metode paritan ini dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Q = (PxLxT)/S
Keterangan:
Q = Debit air tanah (m3/menit)
P = Panjang penampang (m)
L = Lebar penampang (m)
T = Kedalaman (m)
S = Waktu (detik)
18
2.11. Pemompaan dan Pipa
Pompa berfungsi untuk mengeluarkan air dari area tambang. Dalam
pemompaan tersebut juga dilakukan beberapa perhitungan dalam pemilihan pompa
yang effesiensi sebagai berikut:
a) Julang total (head)
Dalam pemompaan julang head diartikan sebagai energi yang diperlukan
untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar debit
air yang dipompa, maka head juga akan semakin besar. Julang total pompa
untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan dapat
ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut,
sehingga julang total pompa dapat dituliskan dalam persamaan berikut
(Gautama, 2019):
HT = Hs + Hv + Hf + Hfs
Keterangan:
HT = Head total pompa (m)
Hs = Head statis (m)
Hv = Head velocity (m)
Hf = Head friction loss (m)
Hfs = Head shock loss (m)
Hf4 = Head kerugian belokan (m)
19
Keterangan :
λ = Koefisien gesek (tanpa satuan)
V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
L = Panjang pipa (m) D = diameter pipa (m)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/s2)
Hf = Head friction loss pipa (m)
Q = Debit aliran pipa (m3/detik)
C = Konstanta Hazen-Williams
D = Diameter pipa (m)
L = Panjang pipa (m)
Le = Panjang pipa ekuivalen (m)
20
Selain perhitungan pemompaan, perlu diperhatikan juga dalam pemilihan
pipa yang akan digunakan. Pipa-pipa untuk keperluan pemompaan biasanya terbuat
dari baja. tetapi untuk tambang yang tidak terlalu dalam dapat mengunakan pipa
HDPE (High Density Polyethylene). Pada dasarnya bahan apapun yang digunakan
harus memperhatikan kemampuan pipa untuk menekan cairan didalamnya. Sistem
perpipaan akan sangat berhubungan erat dengan daya serta head pompa yang
dibutuhkan. Hal ini terjadi karena sistem perpipaan tidak akan terlepas dari adanya
gaya gesekan pada pipa, belokan, pencabangan, bentuk katup, serta perlengkapan
pipa lainnya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kehilangan energi sehingga
turunnya tekanan di dalam pipa. Adapun konstanta besarnya nilai C dapat atau
koefesien Hazen-William dapat dilihat pada tabel berikut (Chow, Maidment, Mays,
1988).
Tabel 2.2. Konstanta Hazen-Williams Berbagai Jenis Pipa
(sumber : Chow, dkk, 1988)
No Jenis Pipa Nilai C
1 Pipa besi cor baru 130
2 Pipa besi cor lama 100
3 Pipa beso cor lama/permukaan dalam kasar 70
4 Pipa baja baru 130
5 Pipa baja sedang/setengah pakai 100
6 Pipa baja lama 80
7 Pipa plastic polyethylene 140
21
Q2 = Debit pompa setelah dikoreksi (m3/detik)
H1 = Head dari pabrik sebelum dikoreksi (m)
H2 = Head total perhitungan (m)
22
2.12. Hal Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang
Ada beberapa hal yang mempengaruhi penyaliran tambang diantaranya:
a) Rencana kemajuan tambang
Rencana kemajuan tambang nantinya akan mempengaruhi pola alir
saluran yang akan dibuat, sehingga saluran tersebut menjadi efektif dan
tidak menghambat system kerja yang ada.
b) Curah hujan
Curah hujan adalah banyaknya hujan yang terjadi pada suatu daerah.
Curah hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan
system penyaliran, karena besar kecilnya curah hujan pada suatu daerah
tambang akan mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus
ditanggulangi. Angka-angka curah hujan yang diperoleh merupakan data
yang tidak dapat digunakan secara langsung untuk perencanaan
pembuatan sarana pengendalian air tambang, tetapi harus diolah terlebih
dahulu untuk mendapatkan nilai curah hujan yang lebih akurat. Curah
hujan merupakan data utama dalam perencanaan kegiatan penirisan
tambang terbuka.
23
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
24
Tabel 3.1. Data Curah Hujan Maksimum Tahun 2013 – 2017
(sumber : Inung dan Bagaskoro, 2020)
Bulan Tahun Rata-
2013 2014 2015 2016 2017 rata
Januari 20 207 118 40 63 89.6
Februari 102 101 46 24 73 69.2
Maret 11 97 35 35 48 45.2
April 86 64 57 62 74 68.6
Mei 176 65 110 36 99 97.2
Juni 10 15 23 23 15 17.2
Juli 179 70 30 0 151 86
Agustus 27 28 54 12 85 41.2
September 61 90 40 10 75 55.2
Oktober 100 29 28 45 42 48.6
November 90 81 58 140 109 95.6
Desember 85 83 80 40 60 69.6
Total 947 929 679 467 894
Rata-rata 78.92 77.42 56.58 38.92 74.5
Jumlah Curah Hujan Maskimum 783.2
Jumlah Curah Hujan Rata-rata 326.33
Untuk menghitung curah hujan rencana maka data ini diolah kembali
dengan metode analisa distribusi Gumbel.
25
Tabel 3.2. Perhitungan Curah Hujan Rencana
(sumber : Inung dan Bagaskoro, 2020)
26
2 DTH 2 0,278 53,07 0,05 0,7 1.858,94
Total 7.977,49
(m3/jam)
27
Dimana sumuran tersebut mempunyai kemiringan 60o dan kedalaman 5
meter. Maka untuk menampung volume total optimum sebesar 19.427,26 m3/jam
maka dirancanglah sumuran berbentuk trapezium dengan rancangan volume
sebesar 19.562,5 m3.
3.1.7. Pemompaan
Pemompaan digunakan 2 pompa dengan tipe Kenflo XA 125/40B dimana
kondisi lapangan sisi isap pompa adalah 49 meter, ketinggian elevasi sisi keluar
adalah 70 m, jumlah belokan 2, sudut belokan 135o dengan panjang pipa 92 meter.
Adapun spesifikasi pompa mempunyai debit maskimum yang dapat dilakukan
sebesar 132 L/s (0,132 m3/s – 475,2 m3/jam) dan maksimum julang total adalah 120
m. Adapun digunakan pipa jenis HDPE (High Density Poly Ethnyl) untuk
penyaluran air yang dengan diameter pipa sebesar 125 mm. Katup isap yang
digunakan berdiameter 150 mm. Dan hasil perhitungan pemompaan sebagai
berikut:
a) Julang (Head) statis didapatkan sebesar 21 m.
b) Julang (Head) kecepatan didapatkan sebesar 2,84 m.
c) Julang (Head) gesekan didapatkan sebesar 4,9 m.
d) Julang (Head) belokan didapatkan sebesar 1,39 m.
e) Julang (Head) katup isap didapatkan sebesar 1,34 m.
f) Head total pompa didapatkan sebesar 30 m.
Dari hasil perhitungan Head total pompa sebesar 30 m dan dilakukan
ploting pada grafik performa pompa untuk didapatkan efisiensi sebesar 70%.
Dengan hasil perhitungan tersebut didapatkan debit 2 buah pompa yang digunakan
sebesar 640 m3/jam dan waktu pemompaan selama 50,38 jam dengan estimasi tidak
ada air yang masuk ke sump. Apabila terjadi perubahaan estimasi waktu yang akan
diterapkan dengan lama waktu pemompaan hanya 20 jam/hari maka diperlukan
penambahan pompa menjadi 3 buah pompa.
28
3.2. Mine Dewatering Pada Tambang Bawah Tanah
3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di penambangan tanah Ciurug L.450 Selatan
UPBE Pongkor PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. Aneka Tambang (Persero) Tbk
menerapkan system penambangan bawah tanah (underground mining) dengan
metode penambangan cut and fill, dimana penambang emas dilakukan dengan cara
memotong level per level bagian bijih dengan kemajuan dari level bawah menuju
level diatasnya atau overhand stoping.
29
Gambar 3.3. Penampang 3D Hidrogeologi Ciurug L.450
(sumber : Inung dan Achmanda, 2020)
30
Gambar 3.4. Sketsa Titik Pengukuran Debit Air Tanah Pada RD A
(sumber : Dwi, 2018)
31
Gambar 3.6. Pengambilan Data Debit Air
(sumber : Inung dan Achmanda, 2020)
32
Tsurumi LH 875 4 10,396
2 Mine Sump RD B 11,089
dan 637
3 Mine Sump RD C Tsurumi LH 637 1 3,262 1,440
3.2.3. Pemompaan
Pemompaan rancangan sebelumnya dilakukan dengan menggunakan
pompa sebanyak 24 unit pompa dan dalam evaluasi pemompaan ini pemompaan
dirancang menggunakan pompa sebanyak 19 tipe Tsurumi LH 637, Tsurumi KTZ
7,5 Kw, Tsurumi LH 875 dan Warnman 4/3 EE-HH dengan mengunakan pipa
HDPE (High Density Poly Ethylene). Sistem pemompaan yang digunakan adalah
system estafet yaitu mengalirkan air dari mine sump menuju sump kemudian
dialirkan lagi menuju sump selanjutnya sampai ke luar tambang. Berikutnya
dilakukan perhitungan untuk total head dari masing-masing system pemompaan.
Adapun data terkait pemompaan dapat dilihat sebagai berikut.
33
> NPSHr yang diperlukan. Hasil kinerja pompa yang mengalami kavitasi dapat
dilihat pada tabel berikut.
Untuk pompa yang mengalami kavitasi akan diganti dengan pompa yang
sesuai dengan spesifikasi. Berdasarkan data perhitungan total head dan disesuaikan
dengan head minimum pompa didapatkan bahwa dalam proses pemompaan
melebihi kapasitas dari spesifikasi seharusnya. Beberapa titik lokasi banyak pompa
yang out of curve dan dari informasi ini bahwa pompa yang digunakan bisa diganti
dengan dengan spesifikasi yang lebih rendah atau ditambahkan nilai head statis dari
elevasi masing-masing pompa dan mine sump. Dari itu dilakukan perencanan ulang
dengan menggunakan 19 pompa yang akan bekerja selama 15 jam/hari secara.
34
Gambar 3.7. Alur Rancangan Pemompaan Ciurug Central
(sumber : Inung dan Achmanda, 2020)
35
3.2.5. Perencanaan Sistem Dewatering
Rancangan pompa yang dipakai setelah proses evaluasi dinilai banyak
memakai pompa yang aktif dan juga pompa yang dipakai head terlalu minim,
banyak pompa yang switch ke standbye dan yang aktif dikurangi sehingga debit air
yang masuk dan debit air yang keluar sama atau lebih besar debit air yang masuk.
Untuk mine sump 504 dinonaktifkan ke fungsi standbye dikarenakan pompa yang
dimiliki memiliki head yang tinggi sehingga sump yang aktif mine sump 438, 480,
519 dimana pompa yang dimiliki adalah pompa berspesifikasi head tinggi jadi
untuk sump yang dipakai bisa dengan head yang besar dengan hasil rancangan
sebagai berikut.
36
Gambar 3.10. Alur Perencanan Pemompaan Ciurug Selatan
(sumber : Inung dan Achmanda, 2020)
37
Dari perhitungan tersebut dapat dievaluasi bahwa dengan pengurangan
jumlah pompa menjadi 19 unit pompa terjadi pengurangan daya kapasitas pompa
dari 1561,7 kW menjadi 1061 kW.
38
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Adapun beberapa kesimpulan yang dapat penulis simpulkan dapat dirincikan
sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian pada tambang terbuka terletak di PT. Tambang Bukit
Tambi Desa Padang Kelapo, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten
Batanghari, Propinsi Jambi
2. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan lima tahun
dari 2013 – 2017 yang dilakukan perhitungan analisa Gumbel dan
didapatkan curah hujan rencana sebesar 153,363 mm/hari. Setelah
didapatkan curah hujan rencana maka dihitung untuk mendapatkan
intensitas curah hujan yang didapatkan sebesar 53,07 mm/jam.
3. Debit limpasan dihitung dengan menggunakan rumus rasional dan
didapatkan debit limpasan pada DTH 1 sebesar 6.118,56 m3/jam dan
pada DTH 2 sebesar 1.858,94 m3/jam dengan total debit limpasan
sebesar 7.977,49 m3/jam.
4. Debit air tanah dihitung berdasarkan data pengamatan di lapangan serta
persamaan perhitungan dan didapatkan sebesar 2,69 m3/jam.
5. Debit air hujan didasarkan pada jumlah air hujan yang masuk kedalam
sumuran atau bottom pit pada area tambang dan dihitung dengan
persamaan (Gautama, 2019) yang kemudian didapatkan debit air hujan
sebesar sebesar 44,95 m3/jam.
6. Dimensi sump dibuat berdasarkan volume optimum air yang akan
masuk kedalam area pit dengan volume sebesar 19.427,26 m3/hari. Dari
volume sumuran maka dirancang geometri sumuran dengan bentuk
trapezium dengan volume sebesar 19.562,5 m3, rincian sebagai berikut:
a) Panjang permukaan sumuran : 63,7 m
39
b) Lebar permukaan sumuran : 63,7 m
c) Panjang dasar sumuran : 60,9 m
d) Lebar dasar sumuran : 60,9 m
e) Kedalaman :5m
f) Kemiringan : 60o
7. Pemompaan dilakukan dengan 2 buah pompa tipe Kenflo XA 125/40B
dan jenis pipa HDPE (High Density Polytethylene) dengan hasil
perhitungan pemompaan sebagai berikut:
a) Julang (Head) statis didapatkan sebesar 21 m.
b) Julang (Head) kecepatan didapatkan sebesar 2,84 m.
c) Julang (Head) gesekan didapatkan sebesar 4,9 m.
d) Julang (Head) belokan didapatkan sebesar 1,39 m.
e) Julang (Head) katup isap didapatkan sebesar 1,34 m.
f) Head total pompa didapatkan sebesar 30 m.
Sehingga didapatkan dari hasil perhitungan Head total pompa sebesar
30 m dan dilakukan ploting pada grafik performa pompa untuk
didapatkan efisiensi sebesar 70%. Dengan hasil perhitungan tersebut
debit 2 buah pompa yang digunakan sebesar 640 m3/jam dan waktu
pemompaan selama 50,38 jam dengan estimasi tidak ada air yang
masuk ke sump. Apabila terjadi perubahaan estimasi waktu yang akan
diterapkan dengan lama waktu pemompaan hanya 20 jam/hari maka
diperlukan penambahan pompa menjadi 3 buah pompa.
8. Lokasi penelitian pada tambang bawah tanah terletak di penambangan
bawah tanah Ciurug L.450 Selatan UPBE Pongkor PT. Aneka Tambang
(Persero) Tbk. Aneka Tambang (Persero) Tbk.
9. Debit air tanah dihitung berdasarkan data pengamatan di lapangan pada
mine sump RD A, mine sump RB B, mine sump RD C dan dihitung
dengan persamaan didapatkan masing-masing sebesar 2,899 m3/menit,
11,089 m3/menit, dan 1,440 m3/menit.
10. Dari hasil evaluasi keseluruhan, permasalahan dari sistem mine
dewatering yang diterapkan sebelumnya adalah dimana terjadi
40
kelebihan unit pompa yang sebelumnya menggunakan 24 unit pompa
dan diketahui bahwa penggunaan tersebut tidak efektif. Sehingga
digunakan pemompaan dengan 19 buah pompa tipe Tsurumi LH 637,
Tsurumi KTZ, Tsurumi LH 875 dan Warnman 4/3 EE-HH dengan
mengunakan pipa HDPE (High Density Poly Ethylene). Dimana nanti
pompa akan bekerja selama 15 jam/hari. Penggunaan pompa akan
dimaksimalkan penempatan dengan rancangan ulang mine dewatering
pada lokasi.
11. Dari rekomendasi perhitungan pemompaan dibuat peta rancangan ideal
system penyaliran tambang Ciurug Sentral dan Ciurug Selatan di
penambangan tanah Ciurug L.450 Selatan UPBE Pongkor PT. Aneka
Tambang (Persero) Tbk.
4.2. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Dari perhitungan perencanaan system penyaliran tambang dengan metode
mine dewatering di PT. Tambang Bukit Tambi dan UPBE Pongkor PT.
Aneka Tambang (Persero) Tbk ini dapat ditindaklanjuti untuk melakukan
evaluasi kemungkinan terjadinya penambahan debit air yang berlebih yang
memungkinkan harus dilakukan perubahan dimensi sump, perubahan
perencanaan mine dewaterning maupun penambahan pompa.
2. Dari perhitungan didapatkan debit optimum yang sangat besar dan data ini
dapat dikaji untuk dilakukan tindakan upaya pengurangan laju debit yang
masuk pada area tambang, serta kendala yang sering ditemukan adalah
masalah zat cair yang mengalir yang membuat persamalah dalam
pemompaan, dimana untuk itu diperlukan kajian lanjutan mengenai zat
cair yang sedang diatasi.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
Putri Pratama, S. (2019). Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Batubara
Bawah Tanah Seam C1 Blok Timur Site Sapan Dalam PT. Nusa Alam
Lestari Desa Salak, Sapan Dalam, Kota Sawahluto, Sumatera Barat.
Padang: Universitas Negeri Padang.
Putri Pratama, S., & Kasim, T. (2018). Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang
Batubara Bawah Tanah Seam C1 Blok Timur Site Sapan Dalam PT. Nusa
Alam Lestari Desa Salak, Sapan Dalam, Kota Sawahluto, Sumatera Barat.
Jurnal Bina Tambang.
Soemarto, C. (1999). Hidrologi Teknik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Ullyn Helvy, P. (2019). Implementasi Hiperkes Dan Keselamatan Kerja Serta
Lingkungan Di PT. Antam Tbk. UBPE Pongkor. Solo: Universitas Negeri
Solo.
Van Te, C., Maident, D., & Lw, M. (1988). Applied Hydrology. 572.
Wolley, L. (2009). Sanitation Details. International Thomson Publishing.
Gumbel, E.J., 1941, The Return Period of Flood Flows. Ann. Math. Statist.
Gautama, RS., 2019. Sistem Penyaliran Tambang, Institut Teknologi
Bandung,Bandung.
43