Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PRAKTIKUM

TOTAL STATION DAN TITIK DETAIL


MATA KULIAH
ILMU UKUR TANAH

DIKERJAKAN OLEH:
AHMAD KHUSAINIL ‘AFIF AL BAIHAQY (1731330033)
AUDINA MULIATU NAJWA (1731330001)
DAVID HIDAYATULLAH (1731330009)
HENRIKUS DANDY KURNIAWAN (1731330036)
YUSUF FAJAR VIRGIAWAN (1731330024)
TKJJBA 1G

PROGRAM STUDI D-III TEKNOLOGI KONSTRUKSI


JALAN, JEMBATAN, DAN BANGUNAN AIR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu


wata’ala, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan laporan Mata
Kuliah Ilmu Ukur Tanah dengan baik dan lancar.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya laporan ini.
Semoga laporan ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Malang, 10 Juli 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
BAB I ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Maksud Dan Tujuan ..................................................................... 1
1.3 Manfaat ........................................................................................ 2
BAB II ....................................................................................................... 3
2.1 Peta Topografi .............................................................................. 3
2.2 Kerangka Kontrol Peta.................................................................. 3
2.3 Poligon ......................................................................................... 4
2.3.1 Pengertian Poligon................................................................. 4
2.3.2 Macam-Macam Poligon. ........................................................ 5
2.3.3 Pengukuran Poligon ............................................................. 12
2.4 Pengukuran Waterpass................................................................ 16
2.4.1 Kerangka Kontrol Vertikal Menggunakan Metode Waterpass
16
2.4.2 Pengukuran Beda Tinggi Dengan Waterpass/Sipat Datar ..... 17
2.5 Pengukuran Detail ...................................................................... 18
2.5.1 Metode Penentuan Posisi Titik Detail .................................. 18
2.5.2 Metode Penentuan Tinggi Titik Detail ................................. 22
2.6 Pemetaan Detail Metode Tacheometry ........................................ 22
2.6.1 Pengukuran Tacheometry Untuk Bidikan Miring ................. 23
2.6.2 Rambu Tacheometry............................................................ 23
2.6.2 Tata Cara Pengukuran Detil Cara Tachymetri Menggunakan
Theodolit Berkompas ......................................................... 24
2.6.3 Pengukuran Tachymetri Untuk Pembuatan Peta Topografi
Cara Polar ............................................................................ 25
2.7 Penggambaran Detail dan Kontur ............................................... 25
2.7.1 Tahapan Penggambaran Peta Topografi ............................... 25
BAB III .................................................................................................... 30
3.1 Peralatan Yang Digunakan.......................................................... 30
3.2 Waktu dan Lokasi Pengukuran ................................................... 33
3.3 Tahapan Pengukuran Poligon ..................................................... 33
3.3.1 Langkah-Langkah Pemasangan Dan Penyetelan Total Station
34

iii
3.3.2 Prosedur Pengukuran ........................................................... 35
3.4 Tahapan Pengukuran Beda Tinggi .............................................. 36
3.4.1 Langkah Pemasangan Alat ................................................... 36
3.4.2 Prosedur Pengukuran ........................................................... 37
3.5 Tahapan Pengukuran Detail ........................................................ 38
3.6 Prosedur Penggambaran Peta Topografi...................................... 39
BAB IV .................................................................................................... 42
4.1 Kerangka Utama ( Perhitungan Polygon ) ................................... 42
4.2 Titik Detail ................................................................................. 43
4.3 Perhitungan Waterpass ............................................................... 44
BAB V ..................................................................................................... 45
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 45
5.2 Saran .......................................................................................... 45
LAMPIRAN ............................................................................................ 46
Tabel Penghitungan Waterpass ............................................................. 46
Tabel Penghitungan Polygon Utama ..................................................... 47
Tabel Penghitungan Titik Detail............................................................ 48
Skets Pengukuran.................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 53

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu ukur tanah merupakan ilmu yang sangat penting dibidang


Teknik Sipil. Dengan ilmu ukur tanah kita dapat merencanakan sebuah
tempat dimana bangunan tersebut akan didirikan. Perlu diingat bahwa
dengan praktikum ukur tanah kita dapat menggunakan alat ukur tanah
seperti waterpass atau automatic level dengan baik dan benar, karena
alat tersebut sangat penting didalam ilmu ukur tanah. Perlu diingat juga
dengan ilmu ukur tanah kita bisa menentukan beda tinggi suatu
permukaan tanah dengan cermat dan teliti karena ilmu ukur tanah
merupakan dasar didalam bidang teknik sipil. Peranan Ilmu ukur tanah
tersebut berkaitan hubungannya dengan pembangunan misalnya
pembangunan gedung , rumah, jembatan, jalan raya dan sebagainya.
Dalam pembahasan materi ini adalah melakukan pengukuran dan
pemetaan detail situasi. Maksud dari pengukuran dan pemetaan detail
situasi yaitu menyajikan gambaran unsur-unsur dari suatu lokasi yang
dipetakan secara lengkap (termasuk penggambaran kontur) pada bidang
datar dengan skala tertentu dan system proyeksi tertentu (orthogonal)
sebagai dasar-dasar perencanaan maupun keperluan teknis lainnya.
Unsur-unsur yang digambarkan meliputi unsur-unsur alam dan
buatan manusia seperti: sungai, saluran, bangunan gedung, rumah,
jalan, jembatan, pagar, sawah dan detail-detail lain yang
memungkinkan untuk digambar atau disajikan sebagai data dan
informasi yang diperlukan.

1.2 Maksud Dan Tujuan

Dalam pelaksanaan praktek lapangan ini, mahasiswa bertujuan


untuk:

1
1. Mengaplikasikan ilmu-ilmu teori yang didapat dari kelas
mengenai survey dan pemetaan.
2. Mengetahui proses pengukuran yang berlangsung di lapangan.
3. Mengetahui proses pengolahan data yang diperoleh dari
lapangan.
4. Mengetahui proses pembuatan peta topografi dari hasil data
yang diperoleh.

1.3 Manfaat

Dalam penulisan Laporan Praktikum Ukur Tanah, terdapat


manfaat sebagai berikut :
1. Menambah wawasan dalam hal pengukuran dan survey secara
langsung di lapangan.
2. Mengembangkan pengetahuan penulis dalam bidang survey dan
pemetaan.
3. Dapat melakukan pengolahan data setelah pekerjaan lapangan.

2
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Peta Topografi

Sebelum mengetahui apa itu Peta Topografi, perlu diketahui


terlebih dahulu pengertian tentang kata Topografi. Topografi berasal
dari bahasa Yunani dan terdiri dari dua kata: topos = lapangan dan
grafos = penjelasan tertulis. Jadi topografi berarti penjelasan tertulis
tentang lapangan. Peta topografi adalah peta yang menyajikan unsur-
unsur alam asli dan unsur-unsur buatan manusia diatas permukaan
bumi. Unsur-unsur alam tersebut diusahakan diperlihatkan pada
posisi yang sebenarnya. Pengukuran melalui titik kontrol
menguraikan cara-cara penempatan titik kontrol yang dibutuhkan
untuk pengukuran pemetaan topografi. Pemetaan topografi dibuat
berdasarkan koordinat yang telah ditentukan pada pengukuran titik
kontrol.
Pemetaan topografi merupakan suatu pekerjaan yang
memperlihatkan bentuk planimetris permukaan bumi, bentuk diukur
dan hasilnya digambarkan diatas kertas dengan simbol-simbol peta
pada skala tertentu yang hasilnya berupa peta topografi. Peta
topografi mempunyai ciri khas yang dibuat dengan teliti (secara
geometris dan georeferensi) dan penomorannya berseri, standart.
Peta topografi mempunyai peta dasar (base map) yang berarti
kerangka dasar (geometris / georeferensi) bagi pembuatan peta - peta
lain.

2.2 Kerangka Kontrol Peta

Penentuan kerangka kontrol peta adalah salah satu tahapan


yang harus dilaksanakan dalam proses pembuatan peta topografi.
Adapun kerangka kontrol peta terbagi atas dua macam yaitu :

3
1. Kerangka kontrol horizontal.
Selain penentuan kerangka kontrol horizontal,
pembuatan peta topografi, kerangka kontrol horizontal juga
sangat penting.

Pengukuran kerangka kontrol horizontal biasanya dilakukan


dengan metode :
a) Metode Triangulasi
b) Metode Trilaterasi
c) Metode Poligon

2. Kerangka kontrol vertikal.


Dalam melakukan pengukuran kerangka kontrol vertikal
dapat dilakukan dengan :
a) Metode Barometris
b) Metode Tachimetri
c) Metode Waterpass.
Kegiatan pengukuran kerangka kontrol peta ini
adalah menentukan posisi titik-titik di lapangan yang
berfungsi sebagai titik ikat (titik kontrol) dari pada posisi
titik obyek (detail) yang lain.

2.3 Poligon

2.3.1 Pengertian Poligon


Poligon merupakan rangkaian titik-titik yang membentuk segi
banyak, dan titik tersebut dapat digunakan sebagai kerangka peta.
Koordinat titik-titik itu dapat dihitung dengan data masukan yang
merupakan hasil dari pengukuran sudut dan jarak.

4
2.3.2 Macam-Macam Poligon.
Berdasarkan bentuk geometrisnya poligon dapat dibedakan
menjadi poligon terbuka dan poligon tertutup.

1. Poligon terbuka
Poligon terbuka merupakan poligon dengan titik awal dan titik
akhir tidak berhimpit atau tidak pada titik yang sama. Poligon
terbuka terbagi atas :
1) Poligon Terbuka Terikat Sempurna
Merupakan poligon terbuka dengan titik awal dan titik akhir
berupa titik yang tetap.

U
U

S4 Sn T
S2 n B
A
S1
2 S3 D34
DnB
D12
D23
Poligon Terbuka Terikat
3 Sempurna B
1

Dimana :
A, B, S, T : titik tetap
1, 2, 3,….n : titik yang akan ditentukan koordinatnya

DA1,…,DnB : jarak sisi-sisi poligon


S1, S2,…,Sn : sudut
A1, BT : azimuth awal dan azimuth akhir
Persyaratan yang harus dipenuhi bagi poligon terbuka terikat
sempurna :

1. S + F(S) = (_akhir- _awal) + (n-1) x 1800.....(1-1)


2. d Sin  + F(X)= Xakhir – Xawal……………………(1-2)

5
3. d cos  + F(Y)= Yakhir - Y awal……………………(1-3)

Keterangan
S : jumlah sudut
d : jumlah jarak
 : azimuth
F(S) : kesalahan sudut
F(X) : kesalahan koordinat X
F(Y) : kesalahan koordinat Y

2) Poligon Terbuka Terikat Sepihak


Merupakan poligon terbuka yang titik awal atau titik
akhirnya berada pada titik yang tetap.

S3 Sn-1
S1 D23
3 D3n n-
A1 1 S2 Dn-1.n
D12
DA1
2 n
A n.n
Poligon Terbuka Terikat Sepihak

Dimana :
A, n : titik tetap
1,2,…,n : titik yang akan ditentukan kordinatnya
S1,S2,…,Sn : sudut
.A1 : azimuth awal
DA1,D12,… : jarak antar titik
Pada poligon jenis ini hanya dapat dilakukan koreksi sudut saja
dengan persyaratan geometris, sebagai berikut :

S + F(S) = (_akhir – _awal) + n x 1800…………(1-4)

6
Keterangan :
_akhir : azimuth akhir
_awal : azimuth awal
S : jumlah sudut
f(S) : kesalahan sudut

3) Poligon Terbuka Sempurna


Merupakan poligon terbuka tanpa titik tetap. Pada poligon
ini juga hanya dapat dilakukan koreksi sudut dengan
menggunakan persamaan (1-4) dan tanpa ada pengikatan titik.

S4 Sn-1
S2 D34
4 D3n n-
12 2 S3 1Dn-1.n
D23
D12
3 nn.n
1 Poligon Terbuka Sempurna

Keterangan :
D12,D23,.. : jarak antar titik
S2,S3,… : sudut
12 : azimuth awal

4) Poligon Terbuka Terikat Dua Azimuth


Pada prinsipnya poligon terbuka dua azimuth sama dengan
poligon terbuka terikat sepihak hanya saja pada titik awal dan
titik akhir diadakan pengamatan azimuth sehingga koreksi
sudutnya sebagai berikut :

S = (_akhir - _awal) + n x

7
Keterangan :
S : jumlah sudut
_akhir : azimuth akhir
_awal : azimuth awal

S3 Sn-1
S1
3 n-1
A1 1 S2
n.n-1
A 2
Poligon Terbuka Terikat Sempurna

Keterangan :
A (XA;XY) : koordinat awal
1,2,.. : titik –titik poligon
S1,S2,… : sudut
A1 : azimuth awal
5) Poligon Terbuka Terikat Dua Koordinat
Poligon terbuka terikat dua koordinat merupakan poligon
yang titik awal dan titik akhirnya berada pada titik tetap. Pada
poligon ini hanya terdapat koreksi jarak sebagai berikut :

d sin  = Xakhir - Xawal


d sin  = Yakhir - Yawal

Keterangan:
d sin  : jumlah  X / jumlah  Y
X / y akhir : koordinat X / Y akhir
X / Y awal : koordinat X / Y awal
S3 Sn
S1 D23
3 D3n n
1 S2 DnB
D12
DA1
2 B(XB,Y
A(XA,YA)
Poligon Terbuka Terikat Dua Koordinat

8
Keterangan : A(XA;YA) : koordinat awal
DA1,D12,… : jarak pengukuran
B(XA;XB) : koordinat akhir
S1,S2,… : sudut antara titik

2. Poligon Tertutup
Poligon tertutup merupakan poligon dengan titik awal dan titik
akhir berada pada titik yang sama.
2
d23
 3

d12 S2
S3 d34

1 S1
4
S4

Sn d45
S5
n
dn5 6

Poligon terutup

Keterangan :
1,2,3,… : titik kontrol poligon
D12,d23…. : jarak pengukuran sisi poligon
S1,S2,S3,… : sudut pada titik poligon
Persyaratan geometris yang harus dipenuhi bagi poligon
tertutup :
1. S + F(S) = (n-2) x 1800…………………………(1-5)
2. d sin A+ F(X) = 0…….…..…………………..(1-6)
3. d cos A + F(Y) = 0…………...………………..(1-7)

9
ket : S : jumlah sudut
d sin  : jumlah X
d cos  : jumlah Y
F(S) : kesalahan sudut
F(X) : kesalahan koordinat X
F(Y) : kesalahan koordinat Y
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyelesaian
poligon : n Xi
x   ........................................(1  8)
i 1 n azimuth rata-rata dihitung dari data ukuran :
1. Jarak, sudut,

dimana : X : data ukuran rata-rata


Xi : data ukuran ke-I
n : jumlah pengukuran

2. Besar sudut tiap titik hasil setelah koreksi


S’ = S + F F(S) / n………………(1-9)

Dimana : S’ : sudut terkoreksi


S : sudut ukuran
3. Azimuth semua sisi poligon dihitung berdasarkan
azimuthawal
dan sudut semua titik hasil koreksi (S’) :
a) Jika urutan hitungan azimuth sisi poligon searah
dengan jarum jam, rumus yang digunakan :
An.n+1 = (An-1.n + 1800) - Sd’………….(1-10)
An.n+1 = (An-1.n + Sl’) – 1800…………..(1-11)
b) Jika urutan hitungan azimuth sisi poligon
berlawanan dengan arah jarum jam, rumus yang
digunakan :
An.n+1 = (An-1.n + Sd’) – 1800….……….(1-12)

10
An.n+1 = (An-1.n + 1800) – S1….………..(1-13)
Dimana : n : nomor titik
An.n+1 : azimuth sisi n ke n+1
An-1.n : azimuth sisi n-1 ke n
Sd’ : sudut dalam terkoreksi
Sl’ : sudut luar terkoreksi

4. Koordinat sementara semua titik poligon, rumus yang


digunakan :
Xn = Xn-1 + d Sin An-1.n………….(1-14)
Yn = Yn-1 + d Cos An-1.n…………(1-15)
Dimana: Xn, Yn : koordinat titik n
Xn-1,Yn-1 : koordinat titik n-1
5. Koordinat terkoreksi dari semua titik poligon dihitung
dengan
rumus :
Xn = Xn-1 + dn Sin An-1.n + (dn / d) x F(X)………..(1-16)
Yn = Yn-1 + dn Cos An-1.n + (dn / d) x F(Y)……….(1-17)

Dimana : n : nomor titik


Xn, Yn : koordinat terkoreksi titik n
Xn-1.n , Yn-1.n : koordinat titik n-1
dn : jarak sisi titik n-1 ken
An-1 : azimuth sisi n-1 ken

6. Ketelitian poligon dinyatakan dengan :


a. F(L) =  F(X)2 + F(Y)21/2……………….(1-18)
K = d / F(L)
Dimana: F(L) : kesalahan jarak
F(X) : kesalahan linier absis

11
F(Y) : kesalahan linier ordinat
∑d : jumlah jarak
K : ketelitian linier poligon

b. Kesalahan azimuth.
Eb = Arc Tan (X / Y )

2.3.3 Pengukuran Poligon


Dalam pengukuran dengan menggunakan metode poligon
terdapat tiga data, yaitu :
1. Sudut
2. Jarak
3. Azimuth
1. Pengukuran Sudut
Sudut adalah pembeda antara dua buah arah atau lebih dari
suatu titik. Pengukuran sudut yang teliti dapat diukur dengan
menggunakan alat ukur theodolit. Adapun metode pengukuran
sudut dengan alat ukur theodolit, antara lain :

a. Metode reiterasi
Pengukuran sudut dengan metode reiterasi disebut juga
pengukuran sudut tunggal, karena pada pengukuran sudut
dengan cara reiterasi hanya mengukur besar sudut satu kali
saja antara dua buah jurusan titik.
A

Keterangan :
 = sudut ABC
B  A, C = titik jurusan
B = tempat
berdirinya alat
C
Gambar pengukuran sudut dengan metode
b. reiterasi
Metode repetisi

12
Pada metode repetisi ini, sudut yang diukur lebih dari
satu. Pengukuran dilakukan berlawanan arah dengan
pengukuran yang pertama, sehingga pada dua titik jurusan
diperoleh dua sudut, yang mana kedua sudut tersebut
besarnya haruslah sama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar berikut.

A
Keterangan :
 = 
B  β  = sudut ABC
 = sudut CBA

C
Gambar pengukuran sudut dengan metode

c. Metode kombinasi
Pengukuran besar sudut dengan metode kombinasi ini,
mempunyai dua bacaan sudut, yakni bacaan sudut biasa (B)
dan bacaan sudut luar biasa (LB). Data ukur sudut yang
diperoleh dari cara ini adalah data sudut ganda (seri),
adapun macam-macam sudut ganda antara lain :
1) data ukur sudut 1 seri, yakni 2 data ukur sudut, 1
bacaan sudut biasa dan 1 bacaan sudut luar biasa;
2) data ukur sudut 1 seri rangkap, yakni 4 data ukur
sudut, 2 bacaan sudut biasa dan 2 bacaan sudut luar
biasa;
3) data ukur sudut 2 seri rangkap, yakni 8 data ukur
sudut, 4 bacaan sudut bisa dan 4 bacaan sudut luar
bisa.
Contoh pengukuran sudut 1 seri :

L A Keterangan :
B Sudut APC = bacaan
P B L sudut biasa
B
C Sudut CPA = bacaan
L

13
2. Pengukuran jarak
Pengukuran jarak untuk kerangka kontrol peta, dapat
dilakukan dengan cara langsung menggunakan alat sederhana
yaitu roll meter atau dengan alat sipat datar yaitu jarak optis,
sedangkan untuk mendapatkan data jarak yang lebih teliti
dibandingkan dengan dua cara yang ada, data jarak didapat juga
dengan alat pengukur jarak elektonis EDM ( elektro distance
measurement ).
a. Pengukuran jarak langsung
Dalam pengukuran kerangka kontrol horizontal yang
digunakan adalah jarak langsung, dalam pengukuran jarak
langsung perlu dilakukan pelurusan apabila roll meter yang
digunakan tidak menjangkau dua buah titik yang sedang
diukur.

d d

1 1 2 2
’ ’

Keterangan :
1 ; 2 : titik kontrol yang
akan diukur
1’ ; 2’ : titik bantuan untuk
pelurusan
d : jarak

b. Pengukuran jarak optis

14
Pengukuran jarak optis adalah pengukuran jarak secara
tidak langsung karena dibantu dengan alat sipat datar atau
theodolite dan rambu ukur. Dimana pada teropong alat
terdapat tiga benang silang, benang atas (BA), benang
tengah (BT), benang bawah (BB) yang merupakan data
untuk mendapatkan jarak.
Pengukuran ini kurang teliti dan menggunakan rumus :
Dm = (BA-BB).k.sin Z
Dd = (BA-BB).k.sin2 Z
Dd = (BA-BB).k.cos2 H

Keterangan rumus :
Dd : jarak datar Dm : jarak miring
BA : benang atas Z : zenith
BB : benang bawah H : heling

Ba
Bt
Dm Bb

Z
H
B
Ti

hab

A Dd

Pengukuran jarak
Keterangan gambar : optis

A,B : titik tetap


Dm : jarak miring
Dd : jarak datar
hab : beda tinggi
Ti : tinggi alat

15
Z : sudut zenith
H : sudut heling
Ba,Bt,Bb : bacaan skala rambu ukur
c. Pengukuran jarak elektronis
Pengukuran jarak elektronis adalah jarak yang diperoleh
dari hasil pembacaan pada EDM yang diletakan diatas
theodolite

Dm

T .V
Rumus : Dm 
2
Keterangan rumus :
Dm : jarak miring
T : waktu perambatan gelombang di udarapulang-pergi
V : Kecepatan gelombang merambat di udara

2.4 Pengukuran Waterpass

2.4.1 Kerangka Kontrol Vertikal Menggunakan Metode


Waterpass
Dalam melakukan pengukuran kerangka kontrol vertikal dapat
dilakukan dengan metode barometris, tachimetri, dan metode
waterpass.
Pada laporan ini akan dijelaskan mengenai penentuan kerangka
kontrol vertikal dengan menggunakan metode waterpass.

16
Waterpass (level/sipat datar) adalah suatu alat ukur tanah yang
dipergunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik yang
berdekatan yang ditentukan dengan garis-garis visir (sumbu
teropong) horizontal yang ditujukan ke rambu-rambu ukur yang
vertikal. Sedangkan pengukuran yang menggunakan alat ini disebut
waterpassing atau levelling. Pekerjaan ini dilakukan dalam rangka
penentuan beda tinggi suatu titik yang akan ditentukan ketinggian-
ketinggiannya berdasarkan suatu sistem referensi atau bidang acuan.
Sistem referensi yang dipergunakan adalah tinggi permukaan air laut
rata-rata (mean sea level) atau sistem referensi lain yang dipilih.

2.4.2 Pengukuran Beda Tinggi Dengan Waterpass/Sipat Datar


Pada cara ini didasarkan atas kedudukan garis bidik teropong
yang dibuat horizontal dengan menggunakan gelembung nivo.

BA BA
BT BT
BB BB

∆hAB = BTA - BTB


A
Waterpassing dengan sipat datar
Dimana:
BA = pembacaan skala rambu untuk benang atas
BT = pembacaan skala rambu untuk benang tengah
BB = pembacaan skala rambu untuk benang bawah
BTA = pembacaan skala rambu untuk benang tengah
dititik A
BTB = pembacaan skala rambu untuk benang tengah
dititik B
hAB = beda tinggi titik A dan B

17
Persamaan di atas merupakan persamaan dasar untuk
penentuan beda tinggi dengan cara sipat datar. Hasil
pengukuran beda tinggi digunakan untuk menentukan tinggi
titik terhadap titik tetap atau bidang acuan yang telah dipilih.
Tinggi titik hasil pengukuran waterpass terhadap titik acuan
dihitung dengan rumus:

Hb = Ha + hAB

Dimana :
Hb : tinggi titik yang akan ditentukan
Ha : tinggi titik acuan
hAB : beda tinggi antara A dan B

2.5 Pengukuran Detail

Yang dimaksud dengan detail atau titik detail adalah semua


benda-benda di lapangan yang merupakan kelengkapan daripada
sebagian permukaan bumi. Jadi, disini tidak hanya dimaksudkan
pada benda-benda buatan seperti bangunan-bangunan, jalan-jalan
dengan segala perlengkapan dan lain sebagainya. Jadi,
penggambaran kembali sebagian permukaan bumi dengan segala
perlengkapan termasuk tujuan dari pengukuran detail, yang akhirnya
berwujud suatu peta. Berhubung dengan bermacam-macam tujuan
dalam pemakaian peta, maka pengukuran detailpun menjadi selektif,
artinya hanya detail-detail tertentu yang diukur guna keperluan suatu
macam peta.

2.5.1 Metode Penentuan Posisi Titik Detail


Suatu posisi planimetris (X,Y) titik detail dapat diperoleh
dengan mengunakan beberapa metode, antara lain :

1. Metode polar

18
a. Azimuthal
Pengukuran detail dengan polar azimuthal artinya
pengukuran besarnya sudut detail berdasarkan arah utara.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

U
1 Keterangan :
S1 d1 U : arah utara
A : tempat berdirinya
S2 alat (titik poligon)
d2 2
A 1, 2,…, n : titik detail
S3 S1, S2,…, Sn: sudut titik detail
d3
n dn Sn
S4 3
d4
4
Gambar pengukuran detail dengan metode polar

Pengukuran dengan polar azimuthal biasanya dipakai pada


alat ukur yang magnetis (Bussole), seperti Wild TO.

b. Backsight
Pengukuran jarak dan besar sudut dengan metode
backsight artinya bahwa sebelum melakukan pengukuran,
alat diset pada titik poligon yang lain. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar berikut :

1
B
S d

S
d 2
A
d
4 d SS
F
d
3
Gambar pengukuran detail dengan metode

19
2. Perpanjangan sisi poligon
2 Keterangan :
1 d
A A, B, C : titik poligon
d1 a 1, 2, 3, 4 : titik detail
c a, b, c, d : sisi titik detail

3 a1, b1, c1, d1 : perpanjangan


b1 b
4
sisi titik detail
B c1 a1
C

Gambar pengukuran titik detail dengan cara perpanjangan sisi


poligon

Yang diukur adalah jarak :

- Ad1, Ab1, BcI, Ba1


- d11, b14, c14, a13
- 12, 23, 34, 41.

3. Siku pada sisi poligon


Untuk melakukan pengukuran dengan metode ini harus
dibantu dengan prisma pentagon.

Gambar pengukuran titik detail dengan cara siku pada sisi


poligon
Keterangan :
2
A d2 d1, d2, d3, d4 : jarak titik detail ke
d1 1 3
sisi poligon
d3
4
d4

20
4. Trilaterasi
Pengambaran titik detail pada peta pada cara ini haruslah
dibantu dengan alat gambar jangka.

2
Keterangan :
A 1
3 a1, a4 : titik bantu pada
sisi poligon AB
4
a1

a4

Gambar pengukuran titik detail dengan cara


Ttrilaterasi

Dari gambar di atas, pengukuran jarak A1 harus sama dengan


pengukuran jarak a11. Sedangkan ketinggian suatu titik detail
dari titik poligon dapat ditentukan dengan mencari beda tinggi
(∆H) antara titik poligon dengan titik detail. Adapun salah satu
caranya adalah cara trigonometris, yaitu dengan persamaan :

Dm = (BA – BB).k. Sin αz


d = Dm .sin αz
p = Dd . Cotg αz
∆h = p + Ti – BT

21
2.5.2 Metode Penentuan Tinggi Titik Detail
Pada metode ini pengambilan titik detail dengan menaruh alat
ukur di sembarang titik dan untuk pembacaan backsight/forsight
dapat di bidikkan pada titik tetap, yaitu titik tetap tersebut
merupakan hasil transfer dari titik benchmark (BM) terdekat dan dari
titik tersebut alat membidik sebanyak mungkin titik-titik/kisi-kisi
yang ada.

∆h = (Ti – bt) + Dd ctg Z

Ha+1 = Hawal + H(awal-n)

bt
Dm
z p

d h
Ti h

Gambar Beda tinggi secara

Keterangan gambar:

Dm = Jarak miring Ti = Tinggi Instrument

d = Jarak datar BT = Benang tengah

z = Sudut zenit h = Beda tinggi

h = Sudut heling

2.6 Pemetaan Detail Metode Tacheometry

Pengukuran titik-titik detail dengan metode tachymetri adalah


cara yang paling banyak digunakan dalam praktek, terutama untuk
pemetaan daerah yang luas dan untuk detail-detail yang bentuknya
tidak beraturan. kebanyakan pengukuran tachymetri adalah dengan

22
garis bidik miring karena adanya keragaman topografi, tetapi
perpotongan benang stadia dibaca pada rambu tegak lurus dan jarak
miring direduksi menjadi jarak horizontal dan jarak vertikal. Metode
tachymetri paling bermanfaat dalam penentuan lokasi sejumlah
besar detail topografik, baik horizontal maupun vetikal, dengan
transit atatu planset. Di wilayah-wilayah perkotaan, pembacaan
sudut dan jarak dapat dikerjakan lebih cepat daripada pencatatan
pengukuran dan pembuatan sketsa oleh pencatat.

2.6.1 Pengukuran Tacheometry Untuk Bidikan Miring


Metode tachymetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga
- segitiga sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding.
Kebanyakan pengukuran tachymetri adalah dengan garis bidik
miring karena adanya keragaman topografi, tetapi perpotongan
benang stadia dibaca pada rambu tegak lurus dan jarak miring
“direduksi” menjadi jarak horizontal dan jarak vertikal.

Jarak datar = dAB = 100 ´ (BA – BB) cos2m; m = sudut


miring.
Beda tinggi = D HAB = 50 ´ (BA – BB) sin 2m + i – t; t = BT

2.6.2 Rambu Tacheometry


Rambu-rambu tachymetri biasa berbentuk satu batang, lipatan
atau potongan-potongan dengan panjang 10 atau 12 ft. kalau dibuat
lebih panjang dapat meningkatkan jarak bidik tetapi makin berat dan

23
sulit ditangani. Seringkali bagian bawah satu atau dua dari rambu 12
ft akan terhalang oleh rumput atau semak, tinggal sepanjang hanya
10 ft yang kelihatan. Panjang bidikan maksimum dengan demikian
adalah kira-kira
1000 ft. Pada bidikan yang lebih jauh, setengah interval
(perpotongan antara benang tengan dengan benang stadia atas atau
bawah) dapat dibaca dan dilipatgandakan untuk dipakai dalam
persamaan reduksi tachymetri yang baku. Bila ada benang –
perempatan antara benang tengah dengan benang stadia atas, secara
teoritis dapat ditaksir jarak sejauh hampir 4000 ft. Pada bidikan
pendek, mungkin sampai 200 ft, rambu sipat datar biasa seperti jenis
Philadelphia sudah cukup memuaskan.

2.6.2 Tata Cara Pengukuran Detil Cara Tachymetri


Menggunakan Theodolit Berkompas
1) Tempatkan alat ukur di atas titik kerangka dasar atau titik
kerangka penolong dan atur sehingga alat siap untuk
pengukuran, ukur dan catat tinggi alat di atas titik ini.
2) Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan rambu dengan
bantuan nivo kotak.
3) Arahkan teropong ke rambu ukur sehingga bayangan tegak garis
diafragma berimpit dengan garis tengah rambu. Kemudian
kencangkan kunci gerakan mendatar teropong.
4) Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak bebas.

24
Setelah jarum setimbang tidak bergerak, baca dan catat azimuth
magnetis dari tempat alat ke titik bidik.
5) Kencangkan kunci gerakan tegak teropong, kemudian baca
bacaan benang tengah, atas dan bawah serta catat dalam buku
ukur. Bila memungkinkan, atur bacaan benang tengah pada
rambu di titik bidik setinggi alat, sehingga beda tinggi yang
diperoleh sudah merupakan beda tinggi antara titik kerangka
tempat berdiri alat dan titik detil yang dibidik.
6) Titik detil yang harus diukur meliputi semua titik alam maupun
buatan manusia yang mempengaruhi bentuk topografi peta
daerah pengukuran.

2.6.3 Pengukuran Tachymetri Untuk Pembuatan Peta


Topografi Cara Polar
Posisi horizontal dan vertikal titik detil diperoleh dari
pengukuran cara polar langsung diikatkan ke titik kerangka dasar
pemetaan atau titik (kerangka) penolong yang juga diikatkan
langsung dengan cara polar ke titik kerangka dasar pemetaan.
Unsur yang diukur:
a) Azimuth magnetis dari titik ikat ke titik detil
b) Bacaan benang atas, tengah, dan bawah
c) Sudut miring
d) Tinggi alat di atas titik ikat

2.7 Penggambaran Detail dan Kontur

2.7.1 Tahapan Penggambaran Peta Topografi


A. Persiapan Peralatan dan Bahan Gambar Manual
1. Kertas milimeter dan kertas gambar atau kalkir sesuai
dengan
ukuran peta.
2. Pensil dan penghapus
3. Bujur derajat

25
4. Mistar skala dan mistar segitiga
5. Rapidograph 0,1 s/d 0,6 mm
6. Sablon lengkap

B. Plotting Poligon Utama


1. Pada Kertas milimeter yang telah disiapkan titik poligon
yang sudah dihitung koordinatnya (X,Y) diplot sesuai
dengan skala yang ditentukan
2. Berdasarkan skala yang ditetapkan, garis-garis “grid”
setiap 5cm dapat diberi angka-angka, sesuai dengan
koordinat titik poligon tersebut.
3. Plotting titik-titik tersebut harus dengan pensil keras ( H1)
dan runcing atau dengan jarum ( peniti )
4. Berilah keterangan tentang titik yang diplotkan apakah
titik-titik diatas pilar atau diatas patok kayu.
5. Hubungkan titik-titik poligon dengan garis yang
terpotong-potong.

C. Plotting Plogon Cabang


Jika diperlukan pengukuran cabang maka dilakukan
dengan dimulai dan diakhiri pada titik-titik poligon utama.
Pengeplotan harus dilakukan pada kertas milimeter setelah
dihitung koordinatnya.
1. Plotting titik-titik cabang dilakukan pada kertas
milimeter tersebut.
2. a. Apabila titik-titik tersebut dihitug koordinatnya,
pengeplotan seperti pada point B.
b. Apabila tidak dihitung koordinatnya, diplot
berdasarkan sudut jurusan dan jarak, dari titik-titik poligon
utama.
3. Setelah titik-titik poligon cabang diplot pada kertas
milimeter, cantumkan nomor, notasi dan ketinggian titik

26
titik tersebut.
4. Hubungkan dengan garis putud-putud setiap titiknya
poligon cabang tersebut.

D. Plotting Titik Detail


1. Titik-titik detail (seislag) yang dikukur dari titik-titik
poligon cabang, diplot berdasarkan sudut jurusan dan jarak
datar di masing-masing titik pengambilan.
2. Plotting dilakukan langsung pada kertas milimeter dimana
titik-titik poligon cabang sudah diplot.
3. Cantumkan nomor titik-titik detail dan nilai ketinggiannya.

E. Penggambaran Detail / Obyek


1. Gambar disesuaikan dengan bentuk/obyek, antara lain
batas-batas kampung, sawah, ladang, atau pengunungan,
selanjutnya titik-titik yang telah diplot dapat dihubungkan
sesuai skets yang tergambar pada buku ukur lapangan
(pinggir jalan, pinggir sungai, dan obyek-obyek lainnya)
2. Setealah tergambar jelas tentang detail atau obyeknya,
berikan keterangan (legenda/simbol) menurut ketentuan
legenda atau simbol-simbol yang berlaku pada peta
topografi. (lihat standard simbol peta topografi)
3. Cantumkan nama-nama kampung, sungai, dan bukit
dititik/daerah yang diukur. Perlu diperhatikan bagaimana
bentuk dan ukuram tulisan untuk nama-nama kampung,
sungai, bukit, gunung dan detail lainnya.
4. Penggambaran garis ketinggian atau kontur sesuai
interval tertentu, yang betuknya harus sesuai dengan yang
tergambar pada sket buku ukur. Bentuk kontur pada
umumnya untuk skala kecil dan skala besar ada perbedaan
pada penggambaran daerah curam maupun lembahnya.
Untuk skala kecil ( lebih kecil dari 1:10.000) bentuk curam

27
seperti huruf V keliahatan runcing, sedangkan untuk skala
besar (lebih besar dari 1:10.000) bentuk curam seperti V
tidak begitu runcing. Untuk skala yang lebih besar dari
1:1000, bentuk curamnya tidak lagi seperti huruf V,
melainkan berbentuk busur yang lonjong.
5. Pada garis-garis kontur yang mempunyai kelipatan 10
(sepuluh) dari intervalnya harus digambar tebal dan diberi
angka harga ketinggiannyayang berdiri ke arah kontur
naik.

Pada umumnya interval kontur ditentuka berdasarkan skala


peta.

Interval = 1/2000 x bilangan skala

Untuk skala 1:5000 maka interval konturnya


= 1/2000 x 5000
= 2,5 meter

F. Memberi Warna Peta


1. Apabila dikehendaki peta totografi yang berwarna, maka
harus terpenuhi aturan aturan yang berlaku untuk peta topografi.
a. Warna hijau : untuk yang berhubungan dengan
tumbuh-tumbuhan
b. Warna biru : untuk berhubungan dengan air
c. Warna merah : untuk berhubungan dengan kegiatan
manusia.
d. Warna coklat : untuk yang berhubungan dengan
tanah.

2. Apabila peta yang dibuat cukup digambar dengan tinta


(hitam), maka setelah diperiksa kembali tidak ada
kekurangannya, barulah ditinta dengan menggunakan

28
radiograph. (Perhatikan aturan tebal/tipisnya tulisan dan
angka pada peta). Tidak seluruh peta digambar/ditulis
dengan tebal yang sama.
G. Kelengkapan dan Kesempurnaan Peta
Walaupun daerah yang diukur telah digambar seluruhnya,
hal ini belum berarti pekerjaan pemetaan telah selesai, gambar
tersebut masih harus dilengkapi dengan beberapa keterangan
antara lain.

1. Mencantumkan skala peta secara grafis atau numeris


dibawah gambar.
2. Mencantumkan simbol-simbol / legenda-legenda yang
tergambar pada peta.
3. Mencantumkan arah utara
4. Mencantumkan jenis peta dan lokasinya
5. Waktu pemetaannya
6. Nama dan alamat pelaksana
7. Keteranga-keterangan lain yang dianggap perlu

29
BAB III
PELAKSANAAN PENGUKURAN

3.1 Peralatan Yang Digunakan

1. Total station

Merupakan suatu alat yang mempunyai peran utama dalam


ilmu ukur tanah, yaitu alat untuk mengukur sudut dan jarak yang
terintegrasi dalam satu unit alat. Total station juga sudah
dilengkapi dengan processor sehingga bisa menghitung jarak
datar, koordinat, dan beda tinggi secara langsung pada
permukaan bumi.
2. Waterpass
Merupakan alat untuk mengukur beda tinggi dari satu titikke
titik berikutnya.

3. Statif

30
Merupakan kaki dari alat Total station dan Waterpass, atau
dengan kata lain untuk tempat berdirinya alat yang sering
disebut sebagai tripod.
4. Target Bidik / Rambu Ukur

a. Rambu ukur b. Pembacaan rambu ukur

Digunakan untuk bacaan atas, tengah, dan bawah. Dari rambu


ukur akan didapat angka yang digunakan untuk menentukan
beda tinggi.
5. Prisma target

31
Alat yang digunakan untuk target pada penggunaan alat Total
Station
6. Yalon

Alat untuk meletakan prisma target


7. Roll Meter

Rol meter digunakan untuk mengukur jarak mendatar.


8. Formulir Pengukuran Sudut
Form yang terdiri dari beberapa kolom untuk pengisian data-
data pengukuran di lapangan.
9. Alat tulis
Alat tulis-menulis digunakan untuk mencatat semua hasil
praktek serta sket dari lahan yang kita ukur.
10. Kompas
Untuk mengetahui arah, khususnya dalam hal ini arah utara.

32
11. Paku Payung

Berfungsi sebagai titik pembidikan yang di letakkan di bawah


Total station agar mempunyai kedudukan yang rata.
12. Palu

Palu berfungsi untuk menancapkan paku payung di tanah.

3.2 Waktu dan Lokasi Pengukuran

Pada pratikum ini pengukuran dilakukan selama 4 hari di Lokasi


yang
sama, yaitu :
Waktu pratikum dilaksanakan pada :
Hari I - IV :
Hari, tanggal : 25 April 2016

Waktu :-
Lokasi : Gedung AA Gedung AO Trotoar
depan polinema Gedung AW Gedung AA
3.3 Tahapan Pengukuran Poligon

33
3.3.1 Langkah-Langkah Pemasangan Dan Penyetelan Total
Station
1. Siapkan titik patok untuk tempat Total Station.
2. Dirikan terlebih dahulu statifnya. kira-kira permukaan statif
apakah sudah benar-benar datar. Hal ini jangan dianggap
remeh karena ini menentukan langkah berikutnya.
3. Lihat dari atas statif apakah statif sudah tepat di atas patok.
Cara melihatnya dengan mengintip pada lubang untuk kunci
statif ke Total Station. Jika patok sudah terlihat dari lubang
kunci maka step selanjutnya.
4. Baru pasang Total Station dan kunci .
5. Posisi anda harus berada di antara dua kaki statif. dan depan
anda ada satu kaki statif. jadi kaki statif yang satu di depan
anggap kaki mati. artinya kaki tersebut tidak boleh bergerak
geser ke samping sedikitpun. Oleh karena itu kaki tersebut
harus ditancapkan kedalam tanah dan tidak boleh naik atau
turun.
6. Tetap pada posisi anda yaitu berada di antara dua kaki.
sekarang posisi tangan memegang kaki statif di kanan dan
kiri untuk menaik turunkan kaki statif .
7. Cek kedudukan alat apakah benar di atas patok dengan
melihat teropong pada Total Station yang mengarah ke
bawah atau ke tanah. jika ternyata tidak ada titik patok maka
harus membuatnya terlihat. caranya adalah angkat dua kaki
statif yang disamping kanan kiri. angkat sedikit aja yang
penting jangan menyenth tanah kaki mati harus tetap pada
posisinya tidak boleh menggeser.
8. Setelah dua kaki statif kanan kiri diangkat kemudian geser ke
kanan dan ke kiri sambil melihat lewat teropong ke bawah.
setelah patok kelihatan baru kedua kaki statif diturunkan dan
ditancapkan ke dalam tanah.

34
9. Centering nivo kotak. centering nivo kotak dengan
menggunakan dua statif lagi yang berada di kanan dan kiri.
namun caranya bukan dipindahkan posisinya atau digeser
tapi dinaik turunkan, dengan kaki statif yang kanan naik
turunkan kaki tersebut dan lihat perubahan posisi gelembung
udara dalam nivo kotak. apabila ternyata tidak langsung
masuk kedalam lingkaran nivo kotak. maka posisikan
gelembung tersebut satu sumbu dengan kaki statif yang kiri.
10. Giliran kaki kiri dinaik turunkan dan apabila tadi sudah satu
sumbu maka gelembung langsung masuk ke tengah
11. Setelah itu, perhatikan fokus pada sasaran apakah rambu
ukur dapat dibaca atau tidak, jika tidak, atur pada sekrup
penyetel fokus untuk memperjelas pembacaan objek.

3.3.2 Prosedur Pengukuran


Metode pengukuran poligon, ini dimaksudkan untuk
memperbanyak titik ikat ataupun koordinaat di daerah pemetaan
yang bersangkutan. Geometri pengukuran ini adalah rangkaian
sudut dan jarak dengan diawali dan atau diakhiri oleh azimuth
yang diketahui serta titik ikat yang telah ditentukan sebelumnya.
Dengan demikian, pekerjaan utama dalam pengukuran poligon ini
meliputi :
1) Melakukan pemilihan stasion pengamatan ( sebaran titik )
yang paling cocok dan pemasangan,
2) Melakukan pengukuran jarak antara titk-titk tersebut,
3) Mempersiapkan penempatan target diatas titik yang
bersangkutam agar terlihat dengan bebas pandang
4) Melakukan pengukuran sudut mendatar.
5) Pengukuran azimuth sisi poligon.
Langkah kerjanya adalah:
a. Menyetel alat Total station di atas titik polygon.
b. Mengukur tinggi alat.

35
c. Memasang rambu ukur pada setiap detail dan obyek yang
dipilih (mencangkup seluruh areal pemetaan).
d. Arahkan Total Station pada target.
e. Membaca skala ukur,meliputi sudut horizontal (HA), sudut
vertikal (VA), Horizontal Distance (HD), Vertical Distance
(VD), catat bacaan biasa dan luar biasa
f. Memindahkan posisi alat pada titik polygon berikutnya
melakukan langkah-langkah kerja sampai dengan d.

3.4 Tahapan Pengukuran Beda Tinggi

3.4.1 Langkah Pemasangan Alat


Sebelum memasuki langkah-langkah pemasangan waterpass,
ada syarat yang harus di penuhi agar alat dapat digunakan untuk
mengukur secara benar:
1. Garis bidik sejajar garis arah nivo.
2. Garis arah nivo tegak lurus sumbu satu.
3. Benang diafragma tegak lurus sumbu satu.

Langkah-langkah pemasangan dan penyetelan waterpass :


1. Pasang dan dirikan statif di atas titik yang ditandai dengan
paku payung dengan merentangkan kaki statif sampai
membentuk segitiga. Perhatikan juga kedataran kepala statif.
2. Atur ketinggian statif sampai dada pengukur, sehingga saat
membidik dalam posisi yang nyaman, tidak terlalu
membungkuk.
3. Letakkan waterpass pada kepala statif, lalu kunci dengan
menggunakan sekrup pengunci pada statif.
4. Perhatikan kedataran waterpass dengan melihat gelembung
pada nivo kotak, apakah sudah di posisi tengah, bila tdak atur
menggunakan sekrup penyetel.

36
5. Setelah gelembung nivo kotak berada tepat di tengah, kita
dapat melakukan pengukuran dengan mengarahkan teropong
ke rambu ukur sebagai sasaran bidikan.

6. Setelah itu, perhatikan fokus pada sasaran apakah rambu ukur


dapat dibaca atau tidak, jika tidak, atur pada sekrup penyetel
fokus untuk memperjelas pembacaan objek.

Pembacaan Rambu Ukur Pembacaan Rambu Ukur


yang kurang jelas yang jelas setelah di atur
3.4.2 Prosedur Pengukuran
Pengukuran waterpass adalah suatu proses pengukuran beda
tinggi antara titik-titik untuk menentukan ketinggian relatif dari
titik-titik tersebut terhadap suatu bidang referensi/acuan tertentu
yang biasa disebut datum ketinggian. Pengukuran dengan cara ini
merupakan yang paling umum (sering digunakan) dan sangat
penting guna mendapat data-data untuk keperluan pemetaan,
perencanaan maupun untuk pekerjaan pelaksanaan, dengan hasil
yang teliti.

Prosedur pelaksanannya yaitu :


1. Dirikan waterpass dan setel (dapat dilihat pada langkah-
langkah pemasangan dan penyetelan waterpass)

2. Letakkan rambu ukur di titik A dan B

3. Letakkan alat antara titik A dan titik B (usahakan jarak antara


alat dengan titik A maupun titik B sama).

37
4. Baca rambu A (BA, BT, BB).

5. Baca rambu B (BA, BT, BB).

6. Pada slag berikutnya, rambu A menjadi bacaan muka dan


sebaliknya, rambu B menjadi bacaan belakang

7. Hitung beda tinggi dengan mengurangi BT muka dan BT


belakang.

8. Hitung jarak alat dengan titik A, dA= (BAA – BBA) x 100.

9. Hitung jarak alat dengan titik B, dB= (BAB – BBB) x 100.


10. Hitung jarak dAB =dA+dB.

3.5 Tahapan Pengukuran Detail


1. Buat rencana penempatan titik, bebas, tetapi pada umumnya
bergantung/sesuai dengan interval kontur yang akan digambarkan
dan luas daerahnya.

2. Pasang tanda-tanda di lapangan pada lokasi yang akan dipetakan


dengan jarak-jark tertentu sesuai grid yang direncanakan.

3. Letakan/setel alat (Total Station) pada titik poligon sebelumnya

4. Letakan prisma target yang terpasang pada yalon pada titik-titk


detail yang telah di rencanakan

5. Arah kan alat TS ke arah titik poligon dulu, setelah itu arahkan
pada titik-titik detail

6. Membaca skala ukur, meliputi sudut horizontal (HA), sudut


vertikal (VA), Horizontal Distance (HD), Vertical Distance (VD),
catat bacaan biasa saja

7. Memindahkan posisi alat pada titik polygon berikutnya


melakukan langkah-langkah kerja sampai dengan langkah nomor
6.

38
3.6 Prosedur Penggambaran Peta Topografi

Data yang akan digunakan untuk membuat peta kontur adalah


tinggi tiap titik, caranya adalah seperti berikut:

Pertama kali tentukan skala jarak untuk menggambar denah dan skala
tinggi untuk menggambar potongan kontur
misal diambil skala jarak 1 : 100

Menggambar letak titik titik yang akan digambar sebagai berikut:

selanjutnya menentukan koefisien garis tinggi yang akan digambar, misal


disini diambil 102.00 , 102.25 , 102.5 , 102.75 , 103.00 dst, titik-titik ini
terserah kita dalam menentukanya karena semakin rapat maka akan semakin
akurat.

39
Dalam gambar diatas dapat kitalihat bahwa
 Tinggi titik A :101.9
 Tinggi titik B :103.75
 Jarak titik A-B :1000
 Maka jarak Titik dengan ketingggian 102.00 adalah
 selisih tinggi 102.00-101.9=0.1
 Tinggi B-A= 103.75-101.9=1.85
 Maka jarak tinggi titik 102.00 ke titik A = (0.1/1.85)x1000 mm
=54.0541 mm

“Prinsipnya adalah perbandingan antara segitiga kecil dan segitiga


besar” sehingga dapat dicari jarak titik dengan ketinggian tertentu.

Begitu juga dengan ketinggian titik lainya dihitung satu persatu


sehingga di temukan lokasi titiknya untuk kemudianmenghubungkan
tinggi titik yang sama dengan garis sebagai berikut.

40
41
BAB IV
PERHITUNGAN

4.1 Kerangka Utama ( Perhitungan Polygon )

 Mencari Nilai Sudut Horizontal


HA(HB) = Rata – rata AB – Rata – rata AH
= 31,503 - 123,904

= 267,599 m

 Koreksi Sudut Horizontal


ƒ𝛽 = ∑𝛽 – ( n+2) x 180
= 1799,299 – 10 x 180
= -0,701

 Koreksi Delta Sudut Horizontal


∆β = ƒ𝛽 : 8
= -0,701 : 8
= 0,088
 Sudut Horizontal Terkoreksi
β^ = 𝛽 + ∆β
= 267,599 + 0,088
= 267,686
 Azimuth
α = Rata – rata AB – Bacaan Utara
= 31,503 – 7,854
= 23,649
 Koordinat
Koordinat X + d sin α + Koreksi X
= 600,000 + 20,284 + (-0,158)
= 620,126 m

Koordinat Y + d cos α + Koreksi Y

42
= 600,000 + 5,911 + 0,234

= 606,145 m

 Elevasi
Elevasi + Koreksi Horizontal + Rata – rata ∆H
= 475,000 + (-0,001) + (-0,466)
= 474,533 m

4.2 Titik Detail

 ∆h
V + ( Tinggi Alat – Tinggi Target )
= 0,070 + (152,00 – 150,00)
= 0,021
 Azimuth
303,554
 d.sinα
Jarak H x radα
= 14,880 x sin(5,298)
= -12,400
 d.cosα
Jarak H x radα
= 14,880 x cos(5,298)
= 8,224
 Koordinat X
600,000 + d.sinα
= 600,000 + (-12,400)
= 587,600
 Koordinat Y
600,000 + 8,224
= 608,224
 Koordinat Z

43
475,000 + ∆h
= 475,000 + 0,021
= 475,021

4.3 Perhitungan Waterpass

 Mencari Beda Tinggi ∆H


BT Rambu belakang – BT Rambu muka
= 137,6 - 83,2 / 100
= 0,544 m
 Rata – rata ∆H
∆H1 / ∆H2
= 0,544 / 0,543
= 0,544 m
 ƒ𝑯
∑∆H
= 0,544 + (-0,466) + 0,175 + (-1,102) + 0,616 + 0,033 + 0,161 +
0,051
= 0.011 m
 Koreksi H
ƒ𝐻 : jumlah titik
= 0,011 : 8
= −0,001 m
 H
H + rata – rata + K.H
= 475,000 + (-0,466) + ( -0,001)
= 474,533 m

44
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengukuran tanah dengan metode polygon tertutup dan


menggunakan alat ukur theodolit maka dapat disimpulkan bahwa:
5.1.1 Kita dapat menentukan beda tinggi pada suatu permukaan tanah
5.1.2 Kita dapat menentukan sudut elevasi dari suatu titik satu ke titik
yang lain
5.1.3 Kita dapat menentukan koordinat suatu titik tertentu
5.1.4 Dalam meletakan sumbu ukur dan theodolite harus tepat dan
akurat sehingga pembidikan peta situasi dapat dilakukan dengan
baik
5.1.5 Pembacaan benang atas, tengah dan bawah harus tepat, karena
pembacaan yang sedikit saja kurang tepat maka akan berpengaruh
besar pada pengolahan data
5.1.6 Pengolahan pengukuran data harus sesuai teori yang diajarkan.

5.2 Saran

5.1.7 Dalam pelaksanaan praktek dilapangan harus terjadi koordinasi


pembagian tugas tiap-tiap anggota kelompok agar tercipta
efisiensi kerja.
5.1.8 Ketelitian dan kecermatan yang tinggi diperlukan untuk
mendapatkan data yang benar dan akurat.
5.1.9 Penggunaan theodolite harus diperhatikan oleh semua anggota
kelompok, agar jangan sampai salah penggunaannya.
5.1.10 Memahami materi yang telah diberikan sebelum praktek

45
LAMPIRAN

Tabel Penghitungan Waterpass

46
Tabel Penghitungan Polygon Utama

47
Tabel Penghitungan Titik Detail

48
49
50
51
Skets Pengukuran

560 580 600 620 640 660 680 700

600 600 600

580 580 580

560 560 560

540 540 540

520 520 520

500 500 500

480 480 480

560 580 600 620 640 660 680 700


460 460 460

560 580 600 620 640 660 680 700

52
DAFTAR PUSTAKA

Modul Ilmu Ukur Tanah II


http://www.geografi-geografi.blogspot.co.id/2011/09/garis-kontur-sifat-dan-
interpolasinya.html
http://www.gubukchapunk.blogspot.co.id/2012/01/mengukur-beda-tinggi-dengan-
metode.html
http://www.share.its.ac.id/course/view.php?id=576
http://www.malika-alzaena66.blogspot.co.id/2015/01/metode-ilmu-ukur-
tanah.html

53

Anda mungkin juga menyukai