Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bola bumi pada hakikatnya mendekati bentuk ellipsoida putar, sehingga


untuk pengukuran pada permukaan bumi haruslah dipergunakan metode
pengukuran pada bidang ellipsoida. Jadi pengukuran di atas permukaan bumi dan
proses perhitungannya pun akan lebih sukar dibandingkan dengan pengukuran
yang dilakukan pada bidang datar. Pengukuran yang dilakasanakan tanpa
mempertimbangkan bentuk lengkungan bumi disebut ukur tanah datar.
Ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-cara
pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk menentukan posisi
relative atau absolute titik-titik pada permukaan tanah, di atasnya atau di
bawahnya, dalam memenuhi kebutuhan seperti pemetaan dan penetuan posisi
relative suatu daerah (http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_ukur_tanah).
Pada dasarnya tujuan pengukuran adalah untuk menentukan letak atau
kedudukan suatu objek di atas permukaan bumi dalam suatu system koordinat
(umumnya dipergunakan apa yang disebut system koordinat geodetis). Dan
dalam pelaksanaan pengukuran itu sendiri yang dicari dan dicatat adalah angka-
angka, jarak dan sudut. Jadi, koordinat yang akan diperoleh adalah dengan
melakukan pengukuran-pengukuran sudut terhadap system koordinat geodetic
tersebut.
Pengukuran titik-titik kontrol (control survey) adalah pekerjaan pengukuran
pemasangan patok-patok yang kelak akan digunakan sebagai titik-titik dasar
dalam berbagai macam pekerjaan pengukuran. Pengukuran yang dilakukan untuk
memperoleh hubungan posisi di antara titik-titik dasar yang disebut juga dengan
titik-titik kontrol yang hasilnya akan dipergunakan untuk pengukuran detil yang
akhirnya berupa peta-peta, peta udara dan lain-lain. Ilmu ukur tanah adalah ilmu
tentang pengukuran terhadap permukaan bumi. Pengukuran-pengukuran dibagi
dalam pengukuran yang mendatar untuk mendapatkan hubungan mendatar titik
2

yang diukur permukaan bumi dan pengukuran-pengukuran tegak, guna mendapat


hubungan tegak antar titik-titk yang diukur .
Beberapa alat telah dibuat untuk dapat digunakan dalam sebuah pengukuran
diantaranya adalah waterpass. Hampir semua alat memiliki cara pengukiuran yang
sama, tetapi fungsi tiap-tiap alat berbeda. Pengukuran dibagi dua yaitu untuk
pengukuran mendatar atau arah tiap titik yang ditentukan dan pengukuran tegak/
tinggi daerah pengukuran. Pengukuran yang baik dan tepat akan menghasilkan
pula keadaan lapangan yang jelas dan sesuai dengan keadaan sebenarnya.
1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud

Acara pengukuran waterpass ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan


kepada mahasiswa mengenai pengukuran suatu daerah dan menggambarkan peta
topografi daerah tersebut ke dalam bidang datar. Dengan demikian kita dapat
mengetahui perbedaan ketinggian suatu daerah tempat pengukuran dengan
melihat garis-garis kontur yang didapatkan.
Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan ini yaitu merupakan syarat utama dalam mata
kuliah Dasar-dasar Perpetaan selain daripada hasil ujian. Praktikum Pemetaan
Waterpass pada dasarnya merupakan aplikasi dari kuliah Dasar-dasar Perpetaan.
Dalam praktikum ini juga diterapkan cara pengambilan data dari lapangan,
kemudian digunakan dalam proses perhitungan. Hasil perhitungan tersebut
kemudian dianalisa guna mengetahui apakah hasil perhitungan tepat ataumemnuhi
toleransi, kemudian digambar menjadi sebuah peta dalam millimeter blok.
1.3. Batasan Masalah

Makalah ini dibatasi pada pembuatan peta topografi dengan menggunakan


alat berupa waterpass serta hasil penjabarannya menggunakan poligon tertutup.
3

BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Waterpass

Waterpass adalah alat ukur menyipat datar dengan teropong yang dilengkapi
dengan nivo dan sumbu mekanis tegak, sehingga teropong dapat berputar ke arah
horizontal. Alat ini tergolong alat penyipat datar kaki tiga atau Tripod Level,
karena bila digunakan alat ini harus dipasang di atas kaki tiga atau statif.
II.2. Metode Penggunaan Alat

A. Prinsip Kerja Alat

Prinsip krerja alat ini sama dengan alat penyipat datar lainnya, yaitu garis
bidik kesemua arah harus dalam keadaan mendatar, sehingga membentuk bidang
datar atau bidang horizontal, dimana titik-titik pada bidang tersebut akan
menunjukkan ketinggian yang sama.
B. Persyaratan Alat

Untuk memenuhi prinsip kerja di atas, alat ini mempunyai beberapa


persyaratan agar tergolong layak untuk digunakan, yaitu :
(1). Garis bidik di dalam teropong harus sejajar dengan garis arah nivo (Gb.2.1).
Tidak sejajarnya garis bidik dengan garis nivo, berarti bidang yang dibentuk
oleh garis bidik itu tidak merupakan bidang datar, sehingga titik-titik pada bidang
tersebut ketinggiannya tidak akan Gb.2.1. Garis Bidik Sejajar Garis Nivo sama,
semakin jauh dari alat ketinggian garis bidik atau bidang akan semakin rendah
(Gb.2.2).

Gb.2.1. Garis Bidik Sejajar Garis Nivo


4

(2). Sumbu vertikal atau sumbu satu harus betul-betul tegak atau tegak lurus garis
bidik dalam keadaan mendatar (Gb.2.3). Bidikan ke dua arah (a) dan (b)
mendatar

Gb.2.2. Garis Bidik Tidak Sejajar Garis Nivo


Tidak tegaknya sumbu satu (Gb.2.4) akan mengakibatkan teropong yang
dibidikan ke Gb.2.3. Sumbu Satu Tegak satu arah dan garis bidiknya
sudah dapat diatur mendatar (a), kemudian dibidikan ke arah lain, maka
garis bidiknya akan berubah menjadi tidak mendatar lagi (b).

Gb.2.3. Sumbu Satu Tegak


(3). Benang diafragma mendatar harus tegak lurus pada sumbu satu atau dalam
keadaan mendatar (Gb.2.5)

Gb.2.4. Sumbu Satu Tidak Tegak


5

Tidak mendatarnya benang diafragma mendatar atau tidak tegak lurus


sumbu satu, yang berarti benang diafragma vertikal tidak tegak akibatnya akan
menyulitkan menepatkan bidikan atau pembacaan rambu (Gb.2.6)

Gb.2.5. Benang Diafragma Mendatar Tegak Lurus Sumbu Satu

Gb.2.6. Benang Diafragma Mendatar Tidak Tegak Lurus Sumbu Satu


C. Kegunaan Alat

Sesuai konstruksi alat yang dipersiapkan dengan prinsip menyipat datar,


maka alat ini dapat digunakan untuk :
(1). Memperoleh pandangan mendatar atau mendapatkan garis bidikan yang sama
tinggi, sehingga titik-titik yang tepat dengan garis bidik/bidikan akan
mempunyai ketinggian yang sama.
(2). Dengan pandangan mendatar ini dan diketahuinya jarak dari garis bidik yang
dapat dinyatakan sebagai ketinggian garis bidik terhadap titik-titik tertentu,
6

maka akan diketahui atau ditentukan beda tinggi atau ketinggiandari titik-titik
tersebut.
Kedua hal di atas adalah kegunaan utama dari alat ukur waterpas sesuai
dengan fungsinya sebagai sifat ukur datar dan minimal bagian-bagian alat yang
semestinya ada, yaitu sumbu satu, teropong dengan garis bidiknya dan nivo. Alat
ini dapat ditambah fungsi atau kegunaannya dengan menampah bagian alat
lainnya.
Umumnya alat ukur waterpas ditambah bagian alat lain, seperti :
(a). Benang stadia, yaitu dua buah benang yang berada diatas dan dibawah serta
sejajar dan dengan jarak yang sama dari benang diafragma mendatar, seperti
pada Gb.2.7. Dengan adanya benang stadia ini dan bantuan kelengkapan alat
ukur waterpass berupa rambu atau bak ukur, alat ini dapat digunakan atau
difungsikan sebagai alat ngukur jarak horizontal atau jarak mendatar.
Pengukuran jarak seperti ini dikenal dengan jarak optik.

Gambar 2.7. Benang Diafragma dan Standia

(b). Lingkaran berskala, yaitu lingkaran di badan alat yang dilengkapi dengan
skala ukuran sudut. Dengan adanya lingkaran berskala ini arah yang
dinyatakan dengan bacaan sudut dari bidikan yang ditunjukkan oleh benang
diafragma tegak dapat ditentukan atau diketahui, sehingga bila dibidikan ke
dua buah titik, sudut antara kedua titik tersebut dengan alat dapat ditentukan
atau dengan kata lain alat ukur waterpas ini dapat pula difungsikan sebagai
alat pengukur sudut horizontal.
7

D. Kelengkapan Alat.

Alat ukur waterpass ini dapat dikatakan sebagai alat yang tidak berdiri
sendiri, karena pada menggunaannya diperlukan kelengkapan alat lain.
Kelengkapan alat ini ada yang tergolong mutlak harus ada atau kelengkapan
utama dan ada yang tergolong sebagai tambahan. Kelengkapan utama adalah kaki
tiga atau statif,sehingga pada waktu digunakan alat ukur waterpas terpasang
seperti pada Gb.2.8.

Gb. 2.8. Waterpass di atas kaki tiga

Kelengkapan lain yang dapat digolongkan pada kelengkapan tambahan,


antara lain ;
(a). Unting-unting. Alat ini selain digunakan sebagai centering, yaitu menepatkan
alat ukur waterpass dipasang tepat diatas titik yang diukur juga dapat
digunakan sebagai sasaran bidikan pada pengukuran sudut.
(b). Rambu Ukur atau bak ukur adalah alat semacam mistar dengan ukuran
panjang antara 3 sampai 4m yang dapat dipendekan baik dilipat atau sebagian
dapat dimasukan be bagian lain dan ditarik bila perlu dipanjangkan. Sebagai
penunjuk skala yang setiap stripnya menunjukkan 1cm biasanya selang seling
berbentuk hurup E yang menunjukkan panjang 5 cm, seperti pada Gb.2.9(a).
Alat ini terbuat dari kayu atau bahan almunium. Rambu ukur digunakan
8

sebagai pelengkap alat ukur optik, seperti waterpas sewaktu melakukan


pengukuran jarak atau beda tinggi dan dapat pula digunakan untuk mengukur
tinggi kedudukan alat waterpas atau teropong diatas kaki tiga dari permukaan
tanah.
(c). Pin adalah patok dari besi berukuran tinggi 40 - 50 cm, diameter kira-kira 0.8
cm dengan bentuk seperti pada gambar 2.9 (b) Alat ini berfungsi untuk
pemberi tanda sementara dari titik-titik pengukuran.

Gb. 2.9. (a)Rambu Ukur (b) dan Pin (b)


E. Spesifikasi Alat

Spesifikasi alat atau sering dikenal juga dengan istilah data teknis alat
adalah data yang menunjukkan karakteristik dari alat yang bersangkutan.
Pengetahuan ini diperlukan antara lain untuk memperlancar penggunaannya dan
untuk menentukan atau memilih alat sesuai dengan jenis dan tingkat ketelitian
pengukuran yang akan dikerjakan. Perbedaan spesifikasi alat yang paling
diperlukan untuk diketahui antara lain satuan bacaan sudut yang digunakan,
derajat atau grid dan tingkat ketelitian alat yang ditunjukkan oleh satuan bacaan
sudut terkecil yang dapat dibaca dari alat yang bersangkutan. Spesifikasi alat ini
9

biasanya tercantum dalam buku manual dari alat tersebut. Contoh spesifikasi alat
ukur waterpas buatan Wild, dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Spesifikasi/Data Teknis Beberapa Alat Ukur Waterpass

No Spesifikasi NAK NAK NAK NK1/N1 NK2/N2 N3


0 1 2
1 Pembesaran (X) 20 24 32-40 23 30 >
2 Bayangan
a. Terbalik (U)

b. Tegak (T)
3 Konstanta pengali 100 100 100 100 100 100
4 Jarak memokus 0,9 1,0 1,6 0,7 1,6 0,4
terpendek (m)
5 Skala lingkaran 3600 3600 3600 3600 3600 3600
atau atau atau atau atau atau
4000 4000 4000 4000 4000 4000
6 Skala Terkecil t,a t,a t,a 10 10 t,a
7 Berat alat (kg) 1,8 2,1 2,4 1,7 2,2 5,1

F. Bagian-bagian Alat Ukur Waterpass dan Fungsinya

Alat ukur waterpass yang sederhana hanya terdiri dari empat komponen atau
bagian alat, yaitu :
(1) Teropong yang di dalamnya terdapat lensa objektif, lensa okuler dan
diafragma,
(2) Nivo kotak dan nivo tabung,
(3) Sumbu Satu dan
(4) Tiga skrup Pendatar, seperti pada Gambar 2.10.
10

Gb 2.10. Waterpass sederhana

Di bawah ini disajikan sebagai contoh bagian-bagian alat dan fungsinya dari
alat ukur waterpas NK1 dan NK2 buatan Wild Jerman, Gb.2.11 adalah waterpass
NK1 dan Gb.2.12 adalah waterpas NK2. Bagian-bagian utama dari waterpass
NK1/NK2 dan fungsinya adalah sebagai berikut :
1. Teropong, fungsinya sebagai alat untuk membidik. Bagian yang harus terlihat
sewaktu membidik melalui teropong ini adalah benang diafragma dan kalau
ada juga benang stadia. Benang diafragma tegak fungsinya untuk menepatkan
bidikan ke arahhorizontal, sedangkan benang diafragma mendatar
menunjukkan ketinggian garis bidik. Benang stadia yang terdiri dari benang
stadia atas dan bawah digunakan untuk mengukur jarak.
2. Visir, berfungsi sebagai alat pengarah bidikan secara kasar, sebelum dibidik
dilakukan melalui teropong atau lubang tempat membidik
3. Lubang tempat membidik
4. Nivo kotak digunakan sebagai penunjuk Sumbu Satu dalam keadaan tegak atau
tidak. Bila nivo berada di tengah berarti Sumbu Satu dalam keadaan tegak.
5. Nivo tabung pada NK1 dan Nivo U pada NK2 adalah penunjuk apakah garis
bidik sejajar garis nivo atau tidak. Bila gelembung nivo tabung ada di tengah
atau nivo U membentuk huruf U, berarti garis bidik sudah sejajar garis nivo.
6. Pemokus diafragma, berfungsi untuk memperjelas keberadaan benang.
7. Skrup pemokus bidikan, berfungsi untuk mengatur agar sasaran yang dibidik
dari teropong terlihat dengan jelas
11

Gb.2.11. Waterpass NK1

8. Tiga skrup pendatar, berfungsi untuk mengatur gelembung nivo kotak.


Pada NK1 sekaligus mengatur nivo tabungnya.
9. Skrup pengatur nivo U, berfungsi untuk mengatur nivo U membentuk huruf U
10. Skrup pengatur gerakan halus horizontal, berfungsi untuk menepatkan bidikan
atau benang diafragma tegak tepat di sasaran yang dibidik
11. Sumbu tegak atau sumbu satu (tidak nampak), berfungsi ar teropong dapat
diputar kearah horizontal.

Gb.2.12. Waterpass NK2

12. Lingkaran horizontal berskala yang berada di badan alat, berfungsi sebagai
alat bacaan sudut horizontal (Pada NK2 ada di dalam )
13. Lubang tempat membaca sudut horizontal
14. Pemokus bacaan sudut, berfungsi untuk memperjelas skala bacaan sudut (pada
NK2).
G. Cara Mengoperasikan Alat Ukur Waterpass

Ada 4 jenis kegiatan yang harus dikuasai dalam mengoperasikan alat ini,
yaitu :
12

(1) Memasang alat di atas kaki tiga


Alat ukur waterpas tergolong kedalam Tripod Levels, yaitu dalam
penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga. Oleh karena itu kegiatan pertama
yang harus dikuasai adalah memasang alt ini pada kaki tiga atau statif. Pekerjaan
ini jangan dianggap sepele, jangan hanya dianggap sekedar menyambungkan
skrup yang ada di kaki tiga ke lubang yang ada di alat ukur, tetapi dalam
pemasangan ini harus diperhatikan juga antara lain :
a. Kedudukan dasar alat waterpas dengan dasar kepala kaki tiga harus pas,
sehingga waterpas terpasang di tengah kepala kaki tiga.
b. Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena itu
sebaiknya tiga skrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk segi tiga
tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2. 13.
c. Pemasangan skrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat agar tidak
mudah bergeser apalagi sampai lepas. Skrup penghubung kaki tiga dan alat
terlepas

Gb. 2.13. Posisi Tiga Skrup Pendatar pada Kepala kaki Tiga

(2) Mendirikan Alat ( Set up )


Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang sudah terpasang pada
kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu sudah
memenuhi persyaratan berikut:
a. Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh kedudukan
gelembung nivo kotak ada di tengah.
b. Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan gelembung
nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U.
13

(3) Membidikan Alat


Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan mengarahkan
teropong ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat
dengan jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan
terakhir menepatkan benang diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat pada
sasaran yang diinginkan

(4) Membaca Hasil Pembidikan


Ada 2 hasil pembidikan yang dapat dibaca, yaitu :
(1) Pembacaan Benang atau pembacaan rambu
Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka pada
rambu ukur yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma mendatar dan
benang stadia atas dan bawah. Bacaan yang tepat dengan benang diafragma
mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah (BT), sedangkan yang tepat
dengan benang stadia atas disebut Bacaan Atas (BA) dan yang tepat dengan
benang stadia bawah disebut Bacaan Bawah (BB). Karena jarak antara benang
diafragma mendatar ke benang stadia atas dan bawah sama, maka :
BA – BT = BT – BB atau BT = ½ ( BA – BB) persamaan ini biasa digunakan
untuk mengecek benar atau salahnya pembacaan.
Kegunaan pembacaan benang ini adalah :
a. Bacaan benang tengah digunakan dalam penentuan beda tinggi antara tempat
berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik atau diantara rambu-rambu
ukur yang dibidik.
b. Bacaan benang atas dan bawah digunakan dalam penentuan jarak antara tempat
berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik. Pembacaan rambu ukur
oleh alat ini ada yang terlihat dalam keadaan tegak dan ada yang terbalik,
sementara pembacaannya dapat dinyatakan dalam satuan m atau cm.
Sebagai contoh terlihat pada Gambar 2.14.
14

(a) Bacaan terbalik (b) Bacaan tegak


Gb. 2.14. Contoh Pembacaan Rambu

(2) Pembacaan Sudut


Waterpass seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran mendatar berskala,
sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut mendatar atau sudut horizontal.
Ada 2 satuan ukuran sudut yang biasa digunakan, yaitu :
a. Satuan derajat
Pada satuan ini satu lingkatan dibagi kedalam 360 bagian, setiap bagian
dinyatakan dengan 1 derajat (1°), setiap derajat dibagi lagi menjadi 60 bagian,
setiap bagian dinyatakan dengan 1 menit (1’) dan setiap menit dibagi lagi ke
dalam 60 bagian dan setiap bagian dinyatakan dengan 1detik (1”)
b. Satuan grid.
Pada satuan ini satu lingkatan dibagi kedalam 400 bagian, setiap bagian
dinyatakan dengan 1 grid (1g), setiap grid dibagi lagi menjadi 100 bagian, setiap
bagian dinyatakan dengan 1 centigrid (1cg) dan setiap centigrid dibagi lagi
kedalam 100 bagian dan setiap bagian dinyatakan dengan 1 centi-centigrid (1ccg).
Salah satu contoh pembacaan sudut horizontal dari alat ukur waterpass NK2 dari
Wild, terlihat pada Gambar 2.15.
15

(a) Satuan grid (392,66g atau 392g 66cg) (b) Satuan derajat (314° 41’)
Gb. 2.15. Contoh Pembacaan Sudut pada Waterpass

Kesalahan dalam pengukuran waterpass

Kesalahan Dalam Pengukuran


Dalam melakukan pengukuran kemungkinan terjadi kesalahan pastilah ada,
dimana sumber kesalahan atau permasalahan tersebut, antara lain :
a. Kesalahan yang bersumber dari pengukur
Kurangnya ketelitian mata dalam pembacaan alat waterpass, yaitu
pembacaan benang atas, benang bawah, dan benang tengah.Adanya emosi dari
pengukur akibat rasa lapar sehingga tergesa-gesa dalam melakukan pengukuran
dan akhirnya terjadi kesalahan mencatat.
b. Kesalahan yang bersumber dari alat.
Pita ukur yang sering dipakai mempunyai tendensi panjangnya akan
berubah, apalagi jika menariknya terlalu kuat. Sehingga panjang pita ukur tidak
betul atau tidak memenuhi standar lagi. Patahnya pita ukur akibat terlalu
kencangnya menarik pita ukur, sehingga panjang pita ukur bergeser (berkurang).
c. Kesalahan yang bersumber dari alam.
Adanya angin yang membuat rambu ukur terkena hembusan angin,
sehingga tidak dapat berdiri dengan tegak. Angin yang merupakan faktor alam,
membuat pita ukur menjadi susah diluruskan, sehingga jarak yang didapatkan
menjadi lebih panjang daripada jarak sebenarnya.
H. Metode Sipat Datar (Waterpass)
16

Metode sipat datar prinsipnya adalah Mengukur tinggi bidik alat sipat
datar optis di lapangan menggunakan rambu ukur. Hingga saat ini, pengukuran
beda tinggi dengan menggunakan metode sipat datar optis masih merupakan cara
pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian kerangka dasar
vertikal (KDV) dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil
pengukuran sipat datar pergi dan pulang. Maksud pengukuran tinggi adalah
menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi h diketahui antara dua titik a
dan b, sedang tinggi titik A diketahui sama dengan Ha dan titik B lebih tinggi dari
titik A, maka tinggi titik B, Hb = Ha + h yang diartikan dengan beda tinggi antara
titik A clan titik B adalah jarak antara dua bidang nivo yang melalui titik A dan B.
Umumnya bidang nivo adalah bidang yang lengkung, tetapi bila jarak antara titik-
titik A dan B dapat dianggap sebagai Bidang yang mendatar.
Untuk melakukan dan mendapatkan pembacaan pada mistar yang
dinamakan pula Baak, diperlukan suatu garis lurus, Untuk garis lurus ini tidaklah
mungkin seutas benang, meskipun dari kawat, karena benang ini akan
melengkung, jadi tidak lurus. Bila diingat tentang hal hal yang telah di bicarakan
tentang teropong, maka setelah teropong dilengkapi dengan diafragma, pada
teropong ini di dapat suatu garis lurus ialah garis bidik. Garis bidik ini harus di
buat mendatar supaya dapat digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua
titik, ingatlah pula nivo pada tabung, karena pada nivo tabung dijumpai suatu
garis lurus yang dapat mendatar dengan ketelitian besar.
Garis lurus ini ialah tidak lain adalah garis nivo. Maka garis arah nivo
yang dapat mendatar dapat pula digunakan untuk mendatarkan garis bidik di
dalam suatu teropong, caranya; tempatkan sebuah nivo tabung diatas teropong.
Supaya garis bidik mendatar, bila garis arah nivo di datarkan dengan
menempatkan gelembung di tengahtengah, perlulah lebih dahulu.Garis bidik di
dafam teropong, dibuat sejajar dengan garis arah nivo. Hal inilah yang menjadi
syarat utama untuk semua alat ukur penyipat datar. Dalam pengukuran Sipat Datar
Optis bisa menggunakan Alat sederhana dengan spesifikasi alat penyipat datar
yang sederhana terdiri atas dua tabung terdiri dari gelas yang berdiri dan di
hubungkan dengan pipa logam. Semua ini dipasang diatas statif. Tabung dari
17

gelas dan pipa penghubung dari logam di isi dengan zat cair yang berwarna. Akan
tetapi ketelitian membidik kecil, sehingga alat ini tidakdigunakan orang lagi.
Perbaikan dari alat ini adalah mengganti pipa logam dengan slang dari karet dan
dua tabung gelas di beri skaladalam mm. Cara menghitung tinggi garis bidik atau
benang tengah dari suatu rambu dengan menggunakan alat ukur sifat datar
(waterpass). Rambu ukur berjumlah 2 buah masing-masing di dirikan di atas dua
patok yang merupakan titik ikat jalur pengukuran alat sifat optis kemudian di
letakan ditengah-tengah antara rambu belakang danmuka .Alat sifat datar diatur
sedemikian rupa sehingga teropong sejajar dengan nivo yaitu dengan
mengetengahkan gelembung nivo.
Setelah gelembung nivo di ketengahkan barulah di baca rambu belakang
dan rambu muka yang terdiri dari bacaan benang tengah, atas dan bawah. Beda
tinggi slag tersebut pada dasarnya adalah pengurangan benang tengah belakang
dengan benang tengah muka.Berikut ini adalah syarat-syarat untuk alat penyipat
datar optis : Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu alat ukur
penyipat datar. Bila sekarang teropong di putar dengan sumbu kesatu sebagai
sumbu putar dan garis bidik di arahkan ke mistar kanan, maka sudut a antara garis
arah nivo dan sumbu kesatu pindahkearah kanan, dan ternyata garis arah nivo dan
dengan sendirinya garis bidik tidak mendatar, sehingga garis bidik yang tidak
mendatar tidaklah dapat digunakan untuk pembacaan b dengan garis bidik yang
mendatar, haruslah teropong dipindahkan keatas,sehingga gelembung ditengah-
tengah.Benang mendatar diagfragma harus tegak lurus pada sumbu kesatu. Pada
pengukuran titik tinggi dengan cara menyipat datar, yang dicari selalu titik potong
garis bidik yang mendatar dengan mistar-mistar yang dipasang diatas titiktitik,
sedang diketahui bahwa garis bidik adalah garis lurus yang menghubungkan dua
titik potong benang atau garis diagframa dengan titik tengah lensa objektif
teropong.
Garis bidik teropong harus sejajar dengan garis arah nivo. Garis bidik
adalah Garis lurus yang menghubungkan titik tengah lensa objektif dengan titik
potong dua garis diafragma, dimana pada garis bidik pada teropong harus sejajar
dengan garis arah nivo sehingga hasil dari pengukuran adalah hasil yang teliti.
18

I. Pengukuran Sifat Datar (Waterpass)

Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan beda tinggi


antara dua titik. Bila beda tinggi (h) diketahui antara dua titik A dan B sedang
tinggi titik A diketahui sama dengan Ha dan titik B terletak lebih tinggi daripada
titik A, maka tinggi titik B : Yang diartikan dengan beda tinggi antara titik A dan
titik B adalah jarak antara dua bilangan nivo yang melalui titik A dan titik B.
umumnya bidang nivo adalah bidang lengkung, tetapi bila jarak antara titik A dan
titik B kecil, maka kedua bidang nivo yang melalui titik A dan titik B dianggap
sebagai bidang mendatar. Beda tinggi antara dua titik dapat diketahui melalui
beberapa cara yaitu :
1. Dengan pengukuran tinggi secara langsung menggunakan pita ukur.
Misalnya pada pembuatan gedung bertingkat, tinggi masing-masing
lantai dapat diukur dengan pita ukur.
2. Dengan menggunakan alat barometer, pada dasarnya ada hubungan antara
ketinggian tempat dengan tekanan udara, dimana semakin tinggi
tempatnya semakin kecil tekanan udaranya. Dengan alat barometer ini
ketinggian dapat diukur tetapi menghasilkan ukuran yang kurang teliti.
3. Dengan cara trigonimetri. Beda tinggi dapat diukur dengan alat yang
dilengkapi dengan pembacaan sudut vertical.
4. Dengan menggunakan alat waterpass atau pengukuran sifat datar.
Prinsip dan alat ini adalah menggunakan garis sumbu teropong yang
horizontal untuk mengukur beda tinggi antara 2 titik.
Telah disinggung di atas, bahwa beda tinggi antara dua titik adalah jarak
antara dua bidang nivo yang melalui titik-titik tersebut sehingga beda tinggi h
dapat ditentukan dengan menggunakan garis mendatar sembarang dengan dua
mistar yang dipasang di titik a dan b. Misal garis garis mendatar itu memotong
mistar A di titik a dan pada mistar B di titik b, maka angka a dan b pada mistar
akan selalu menyatakan jarak-jarak Aa dan Bb. Bila titik nol kedua mistar itu
terletak di bawah angka a dan b dinamakan pembacaan pada mistar. Dari gambar
dapat dilihat bahwa beda tinggi h = Aa –Bb = angka a – angka b, atau dapat ditulis
:
19

H =a-b

Penentuan beda tinggi dengan alat waterpass dapatdilakukan dengan tiga


cara penempatan alat ukur, tergantung pada keadaan lapangan.
Cara pertama

Menempatkan alat ukur di atas salah satu titik tinggi b dan bidik (titik
twngah teropong) di atas titik B diukur dengan mistar. Dengan nivo ditengah
garis bidik diarahkan ke mistar titik A. pembacaan di atas mistar (a), maka
angka a ini menyatakan jarak angka a itu dengan mistar. Maka beda tinggi
titik a dan b adalah t = a – b.
Cara kedua

Alat ukur ditempatkan antara titik A dan titik B adan di atas titik A dan B di
tempatkan mistar. Jarak dari alat ukur dengan kedua mistar sama. Sedang
alat ukur tidak perlu terletak di garis lurus yang menghubungkan titik A dan
titik B. arahkan titik bidik dengan nivo di tengah ke mistar A (belakang) dan
ke mistar m (muka) dan pembacaan pada dua mistar berturut-turut A
(belakang) dan B (muka). Maka beda tinggi A dan B adalah : T = a – m
Cara ketiga

Alat ukur ditempatkan di sebelah titik A atau di sebelah kanan titik B. hal ini
dikarenakan alat ukur tidak mungkin diletakkan diantara titik A dan B.
pembacaan dilakukan pada mistar yang diletakkan di atas titikA dan B adalah
nerturut-turut a dan sehingga beda tinggi adalah T = a – m.
Dari ketiga cara di atas, cuma dua yang memberikan hasil paling teliti.
Karena kesalahan yang mungkin masih ada pada pengaturan dapat saling
memperkecil apalagi bila jarak antara alat ukur kedua mistar dibuat sama, akan
hilanglah pengaruh tidak sejajarnya garis bidik dan garis arah nivo. Untuk
mendapatkan beda tinggi antara dua titik selalu diambil pembacaan mistar ke
belakang dikurangi pembacaan mistar ke muka, hingga t = a – m.
J. Pengukuran Poligon

Cara membuat suatu polygon adalah cara pertama untuk menentukan tempat
lebih dari satu titik. Penentuan titik dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
20

a. Penentuan ralatif dengan menempatkan beberapa titik yang terletak di atas


satu garis lurus, maka empat titik-titik itu dapat dinyatakan dengan dengan
jejak dari suatu titik yang terletak di atas garis lurus itu pula. Titik-titik yang
diambil sebagai dasar untuk menghitung jarak-jarak dinamakan titik nol.
Karena titik-titik dapat terletak di sebelah kiri dan kanan titik nol (O)> maka
kepada titik yang terletak di sebelah kanan titik nol (o) diberi jarak dengan
titik positif (+) dan titik yang terletak di sebelah kiri titik nol diberi jarak
dengan tanda negative (-). Buat skala dengan bagian yang sama (ke kiri dan
ke kanan) dengan satuan jarak 1 m, 10 m, atau 100 m, tergantung pada jarak-
jarak harus dinyatakan.

(B) 0 A
αAB = xa – xb
= (+20) – (-40)
= +60
Cara menentukan tempat titik-titik dengan menggunakan suatu titik nol pada
garis harus digunakan pada pengukuran daerah-daerah yang kecil.
b. Penentuan dengan koordinat kartesian (salib sumbu)
Hal ini digunakan apabila cara di atas titik tidak dapat dilakukan, karena titik-
titik tidak terdapat di suatu garis lurus. Sebagian besar penentuan tempat titik-
titik ialah dua garis lurus yang saling tegak lurus (salib sumbu). n = bilangan
bulat (belum tentu sama dengan banyaknya titik), harganya harus dicari dekat
dengan n yang dengan memisahkan fβ = 0 dan harga n diambil bilangan bulat
yang paling menghasilkan. Perumusan untuk polygon tertutup, rumus
perataannya adalah :
∑β = (n – 2) 1800 + fβ
∑d sin α = (xa – xb) + fx dan ∑d cos α = (ya – yb) + fx
21

II.3. Hasil

Tabel 2.2. Hasil Pengamatan


Patok Benang Benang Benang Jarak Tinggi
Arah
Atas Tengah Bawah Lapangan Pesawat
Dari Ke (o)
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 2 89 252 228 204 48,6 126
2 1 237 98 76 50 48,6 130
2 3 170 224 205 186 38,7 130
3 2 273 94 75 56 38,7 121
3 4 134 134 113 92 41,7 121
4 3 154 196 186 154 41,7 129
4 1 94 74 46 18 54 129

Setelah diadakan proses pengolahan data ,bentuk akhir dari hasil yang
didapat dari praktek lapangan dasar-dasar perpetaan yaitu berupa sebuah peta
kontur. Contoh peta kontur seperti pada gambar (Gb.2.16)

Gb. 2.16. Peta Kontur


22

BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Dari praktikum Dasar-dasar Perpetaan yang telah dilaksanakan, dapat


ditarik kesimpulan antara lain :
1. Pengukuran yang digunakan adalah pengukuran poligon tertutup, dimana
titik awal dan titik akhirnya terletak pada titik yang sama.
2. Dari data praktikum poligon dapat diambil beberapa hal, yaitu : sudut,
jarak dan azimut dai suatu daerah.
3. Dari azimut yang didapatkan dapat diketahui koordinat titik – titik
poligon yang akan diplotkan ke kertas gambar.
4. Kesalahan perhitungan poligon dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu :
faktor manusia, faktor alat dan faktor alam.
III.2. Saran

1. Mengupayakan ketelitian dalam pembacaan alat, pengutaraan dan


kalibrasi.
2. Perhitungan beda slope minimal < 2o.
3. Pemilihan lokasi patok dengan tanah yang mendukung.
23

DAFTAR PUSTAKA

Frick, heinz. 1979. Ilmu Ukur Tanah. Kanisius. Jakarta.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_ukur_tanah.

Sosrodarsono. Suyono. 1983. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT.

Pradinya Paramita. Jakarta.

Wongsotjitro, Soetomo. 1964. Ilmu ukur tanah. Kanisius. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai