Anda di halaman 1dari 37

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Ilmu Ukur Tanah adalah ilmu yang mempelajari tentang cara-cara pekerjaan pengukuran diatas tanah yang diperlukan untuk menyatakan kedudukan atau situasi diatas permukaan bumi. Ilmu ukur tanah adalah bagian dari Ilmi Geodesi, Ilmu Geodesi menurut Sutomo Wongsotjirto 1977 mempunyai dua maksud yaitu : Maksud Ilmiah : Ilmu yang mempelajari bentuk dan besar bulatan bumi. Maksud Praktis : Ilmu yang mempelajari penggambaran dari sebagian besar dan sebagian kecil permukaan bumi yang dinamakan Peta. Pada pekerjaan-pekerjaan Geodesi secara teknis di mulai dari pengukuran tanah, dimana dalam pengukuran tanah diperlukan ketelitian untuk mendapatkan hasil pengukuran yang sesuai dengan keadaan dilapangan. Dalam pengukuran di lapangan selalu diperoleh kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu : alat, manusia, alam. Oleh karena itu dalam pengukuran harus terukur seteliti mungkin. 1.2. Maksud dan Tujuan 1.2.1. Maksud Praktikum Maksud dilaksanakan praktikum ilmu ukur tanah III adalah : 1. Untuk mendapatkan bayangan yang sebenarnya di lapangan. Keadaan yang dimaksud adalah semua pekerjaan-pekerjaan praktis dalam kaitannya dengan hasil yang diinginkan, persiapan menjelang pengukuran (orientasi lapangan) dan pengolahan data, serta penggambaran permukaan bumi berdasarkan dari data yang didapat di lapangan. 2. Menambah wawasan kepada praktikan mengenai jenis pekerjaan dan segala permasalahan yang terdapat dalam praktikum. 3. Untuk mempratekkan materi-materi perkuliahan ilmu ukur tanah III.

1.2.2. Tujuan Praktikum Tujuan dilaksanakan praktikum ilmu ukur tanah III adalah : 1. Dapat mengoperasikan alat-alat ukur tanah dengan baik. 2. Dapat mengolah data dari pengukuran lapangan. 3. Dapat mengaplikasikan teori-teori yang telah didapatkan dalam perkuliahan. 4 4. Untuk menambah pengalaman pekerjaan-pekerjaan pengukuran di lapangan. 5. Dapat melakukan pengukuran poligon, detail, azimuth matahari, dll. 1.3. Volume Pekerjaan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama praktikum meliputi : 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5 1.3.6 1.3.7 Orientasi lapangan. Pengukuran poligon. Pengukuran waterpass memanjang Pengukuran Jarak Pengamatan azimuth matahari. Pengukuran situasi / titik detail. Pengolahan data dan penggambaran.

1.4. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan praktikum ini adalah : 1.4.1 Studi literature, penulisan laporan ini berpedoman pada teori-teori yang diberikan dalam perkuliahan dan dari buku-buku yang berkaitan dengan Ilmu Ukur Tanah.. 1.4.2 Studi lapangan, penyusunan laporan didasarkan pada data-data yang diperoleh dilapangan saat pelaksanan praktikum pada tanggal 7 April 2003 8 April 2003, di daerah Perumahan Pondok Alam Malang

BAB II DASAR TEORI 2.1. Peta Topografi Peta topografi adalah suatu peta yang memperlihatkan unsur unsur alam dan buatan manusia diatas permukaan bumi dengan skala tertentu melalui proyeksi tertentu. Peta topografi bersifat umum, sebab penyajian merupakan semua unsur yang ada di permukaan bumi, sehingga peta topografi dapat digunakan sebagai peta dasar untuk pembuatan peta peta lain. Peta ini juga digunakan sebagai sarana perencanaan umum untuk suatu pekerjaan perencanaan pengembangan wilayah yang cakupannya sangat luas. 2.2. Kerangka Kontrol Peta (KKP) Kerangka kontrol peta merupakan gambaran dari keseluruhan atau sebagian kecil dari permukaan bumi diatas bidang datar dalam sistem proyeksi tertentu dan skala tertentu. Dalam pengukuran kerangka kontrol peta dibagi menjadi dua pengukuran yaitu : 1. Pengukuran Kerangka Kontrol Horisontal (KKH), dalam menentukan kerangka kontrol horisontal ada beberapa metode yang digunakan, yaitu : Poligon (rangkaian titik-titik yang membentuk segi banyak) Triangulasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan diketahui sudutnya) Trilaterasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan diketahui jaraknya) 2. Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal (KKV), dalam melakukan pengukuran posisi vertikal dikenal beberapa macam metode pengukuran antara lain : Barometris (pengukuran dengan menggunakan perbedaan tekanan udara) Tachymetris (pengukuran dengan perhitungan trigonometri) Sipat datar (pengukuran dengan waterpass untuk mengetahui beda tinggi masing-masing titik) Dari beberapa metode di atas, yang paling banyak digunakan dalam penentuan kerangka kontrol horisontal adalah metode poligon. Sedangkan yang paling banyak digunakan dalam menentukan kerangka kontrol vertikal adalah metode sipat datar.

2.2.1. Kerangka Kontrol Horisontal ( KKH ) Poligon merupakan rangkaian titik-titik yang membentuk rangkaian segi banyak. Rangkaian titik-titik tersebut dapat digunakan sebagai kerangka peta. Koordinat titik-titik dapat dihitung dengan data masukan yang merupakan hasil pengukuran sudut dan jarak. Posisi titik-titik di lapangan (detail) dapat ditentukan dengan mengukur sudut dan jarak ke arah titk kontrol. Pengukuran titik-titik kontrol harus mempunyai ketelitian yang tinggi serta dapat menjangkau semua titik detail. Data-data ukuran lapangan untuk pengukuran poligon meliputi : 2.2.1.1. Pengukuran Sudut Metode pengukuran sudut dapat menjadi 2 (dua) yaitu : Sudut tunggal Pada pengukuran sudut tunggal hanya didapatkan satu data ukuran sudut horisontal antara 2 titik atau lebih.
P2 P8

Ket : P1 : Letak Alat Ukur Theodolit P2,P8 : Titik yang dituju S : Sudut Horizontal

P1 Gambar 2.1 Sudut Tunggal

Sudut ganda Sudut ganda ini juga disebut dengan pernyataan seri. Sudut satu seri didapatkan dua data ukuran sudut atau lebih, yaitu data ukuran sudut pada kedudukan biasa dan luar biasa, dan besarnya sudut dapat ditentukan dengan rata rata banyaknya pengambilan data pengukuran sudut, serta digunakan untuk mengetahui ketelitian alat.
P2 P8

B, LB B, LB
S P1 Gambar 2.2 Sudut Ganda

Ket : P1 : Letak Alat Ukur Theodolit P2,P8 : Titik yang dituju S : Sudut Horizontal B : Sudut Biasa LB : Sudut Luar Biasa

2.2.1.2.

Pengukuran Jarak Jarak adalah hubungan terpendek antara 2 buah titik atau posisi, pengukuran jarak dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain :

Metode jarak langsung, yaitu jarak titik-titik poligon di ukur secara langsung dengan roll meter. Apabila antara dua titik poligon terlalu jauh untuk diukur langsung dengan menggunakan roll meter, maka dilakukan pelurusan dengan bantuan jalon. d P1 P2

Gambar.2.3. Pengukuran jarak langsung P1 d P2 Ket : P1,P2 : Titik d : Jarak

Metode jarak optis, yaitu pengukuran jarak titik-titik poligon dengan menggunakan alat ukur theodolite maupun waterpass melalui pembacaan benang silang (benang atas, benang tengah, benang bawah) pada rambu ukur. Adapun rumus yang digunakan untuk perhitungan jarak optis ini adalah :
Ba Dm Z H Bt Bb B

keterangan : Dd = jarak datar ba = benang atas bb = benang bawah bt = benang tengah K = kostanta (100)
Dm= jarak miring H = sudut vertikal (helling) Z = sudut vertikal (zenith)

Dd A

Dm = ( ba bb ).100.sin Z Dd = (ba bb) . 100. Sin 2 Z Dm = ( ba bb ).100.cos H Dd = (ba bb) . 100. cos 2 H Gambar .2.4. Pengukuran jarak optis

Metode jarak elektronis, yaitu pengukuran jarak titik-titik yang di ukur dengan menggunakan alat ukur EDM (Elektronik Distance Measurement). Ditinjau dari posisinya, jarak dibagi menjadi 3 macam yaitu : a. Jarak datar adalah hubungan terpendek antara 2 titik pada posisi mendatar ( Hz ) b. Jarak miring adalah hubungan terpendek antara 2 titik pada posisi miring c. Jarak vertikal adalah hubungan terpendek antara 2 titik pada posisi tegak ( V ) atau disebut juga dengan beda tinggi. B
Dm AB Dd AC Dv BC Ket : Dm AB : Jarak miring dari titik A ke titik B Dd AC : Jarak datar dari titik A ke titik C Dv BC : Jarak vertikal dari titik B ke titik C

C Gambar 2.5. Pengukuran jarak dilihat dari posisi

2.2.2. Kerangka Kontrol Vertikal (KKV) Kerangka Kontrol Vertikal ditentukan dengan ketinggian titik poligon dengan mengukur beda tinggi dari titik tetap (BM) ke titik lain secara berurutan. Pengukuran beda tinggi dapat dilakukan dengan metode pergi pulang maupun doble stand dari titik awal sampai titik akhir dengan BM sebagai titik ikat. 2.2.2.1. Pengukuran Waterpass Memanjang Adapun yang perlu di perhatikan dalam pengukuran waterpass memanjang antara lain untuk menghilangkan kesalahan nol rambu, yaitu menentukan slag genap dalam satu sesi pengukuran beda tinggi antara kedua titik yang diukur beda tingginya dan untuk mengantisipasi adanya garis bidik tidak sejajar garis arah nivo maka alat harus didirikan ditengah-tengah antara rambu belakang dan rambu muka Cara pengukuran beda tinggi tergantung dari keadaan dilapangan, yaitu : 1. Alat berdiri diatas titik Alat ukur waterpass ditempatkan diatas titik dan membidik titik-titik yang lain. Rambu ukur B Dd h Ti A
Ket : A,B : Titik tetap Ti : Tinggi alat Dd : Jarak datar h : Beda tinggi

2. Alat berdiri diantara dua titik Alat ukur waterpass ditempatkan diantara titik yang satu dengan yang lain, jarak antara titik satu ke alat dan titik dua ke alat usahakan sama. Karena dengan cara pengukuran seperti ini maka data pengukuran akan lebih teliti. Rambu ukur b Ti A 3. Alat berdiri di luar titik Alat ukur waterpass ditempatkan di luar antara titik yang satu dengan yang lain, karena mungkin adanya rintangan di sekitar titik tersebut. Rambu ukur m A B Sungai b b m 2 3 Pergi 4 5 Keterangan : 1,2,.,8 : Posisi Rambu pada titik poligon b : bacaan belakang m : bacaan muka Gambar pengukuran waterpass memanjang 6 Pulang 1 8 7 m Alat waterpass Rambu ukur b Ti
Ket : A,B : Titik tetap Ti : tinggi alat b : bacaan belakang m : bacaa muka

m B

Ket : A,B : Titik tetap Ti : tinggi alat b : bacaan belakang m : bacaa muka

Cara perhitungan yang berlaku pada pengukuran waterpass memanjang : Bila dikehendaki beda tinggi antara dua titik di ujung dan di akhir perjalanan pengukuran, maka dapat di jumlahkan semua bacaan benang tengah skala rambu belakang di kurangkan dengan semua bacaan skala rambu muka. Hal ini dapat dijelaskan secara matematis sebagai berikut :
H 1 2 n H = BM karena, = B1 M1 = B2 M2 = Bn Mn + = BM

Rumus perhitungan elevasi : H1 = H awal + 1 Keterangan rumus : n B1 M1 H1 Hawal = jumlah beda tinggi = jumlah bacaan benang tengah pada skala rambu belakang = jumlah bacaan benang tengah pada skala rambu muka = beda tinggi pada titik tertentu = bacaan benang tengah pada skala rambu belakang pada titik satu = bacaan benang tengah pada skala rambu muka pada titik satu = elevasi pada titik satu = elevasi awal

2.3. Poligon 2.3.1. Pengertian Poligon Poligon adalah suatu rangkaian dari titik-titik di lapangan yang membentuk segi banyak atau sudut banyak yang dipakai sebagai kerangka peta dan diketahui koordinatnya. 2.3.2. Macam- Macam Poligon Menurut bentuknya poligon dibagi menjadi dua, yaitu : 2.3.2.1. Poligon tertutup Poligon tertutup adalah poligon yang dimulai dari titik awal dan diakhiri pada titik yang sama.

AC Sa

dA-C

Sc

C dC-D

dA-B
Sb Sd

Keterangan gambar : Sa s/d Sd : sudut dalam poligon A s/d D : titik-titik poligon AC : azimuth titik A ke titik B dA-C : Jarak antara titik A ke C

dB-D

Gambar. 2.6 Jaringan Poligon tertutup

Syarat-syarat poligon tertutup : 1. Syarat sudut untuk poligon tertutup: Untuk sudut dalam : + f = ( n 2 ) . 180 Untuk sudut luar Keterangan : f : kesalahan penutup sudut n : banyaknya titik poligon yang di ukur : jumlah perhitungan sudut 2. Syarat untuk koordinat : Untuk absis Untuk ordinat : (X akhir X awal) + fx = 0 : (Y akhir Y awal) + fy = 0 : + f = ( n + 2 ) . 180

3. Syarat koreksi untuk kesalahan koordinat : Koreksi ini dilakukan dengan perhitungan koordinat : X = d sin Y = d cos Dari harga tersebut dapat diperoleh kesalahan koordinat dengan : fx = x fy = y Sehingga besar koreksi masing-masing koordinat yaitu :

fx1 = d1/d . fx fy1 = d1/d . fy

keterangan : fx fy x y d1 d : jumlah koreksi absis : jumlah koreksi ordinat : koreksi absis pada titik satu : koreksi ordinat pada titik satu : jarak pada sisi satu : jumlah keseluruhan jarak antar titik poligon

4. Kesalahan Jarak dinyatakan dengan : Cd = X2 + Y2

Keterangan : Cd = Kesalahan Jarak X = Kesalahan absis Y = Kesalahan ordinat 5. Ketelitian azimuth X Eb = arc tan Y 6. Ketelitian Linier Cd K= d 2.3.2.2. Poligon terbuka Poligon terbuka merupakan poligon yang titik awal dan titik akhir tidak saling bertemu atau berimpit, poligon ini terdiri dari : 1. Poligon terbuka terikat sempurna Merupakan poligon terbuka dengan titik awal dan titik akhir adalah titik tetap.
A (xa,ya)
AB

S2 db1 S1 d12 d23 S3

S4 d3c

D (xd,yd)

dab

CD dcd

B (xb,yb)

C (xc,yc)

Gambar 2.7 Rangkaian poligon terbuka terikat sempurna

Keterangan gambar : A,B,C,D dB1,dB2,dB3 AB,CD S1,S2,..Sn (Xa, Ya) : titik tetap : jarak sisi poligon : azimuth awal dan azimuth akhir : sudut titik poligon : koordinat titik tetap

Pernyataan yang harus dipenuhi adalah : 1. S + f(S) = ( awal akhir) + (n1) . 180 2. d . sin f(X) = X akhir X awal 3. d . cos f(Y) = Y akhir Y awal Keterangan : F(S) : kesalahan penutup sudut poligon F(X) : kesalahan absis F(Y) : kesalahan ordinat S : jumlah sudut d : jumlah jarak sisi poligon 2. Poligon terbuka terikat dua koordinat Merupakan poligon yang titik awal dan titik akhir berada pada titik tetap, hanya terdapat koreksi pada jarak.
S2 d1-2 2 3 S3

BM2

BM2-1

DBM2-1 S1 BM1 1

Gambar 2.8 Rangkaian poligon terbuka terikat koordinat

Keterangan : BM1 dan BM2 : titik tetap S1, ...........,Sn : sudut horizontal BM2 - 1 : azimuth XBM1: koordinat X di BM1 XBM2: koordinat X di BM 2 YBM1 : koordinat Y di BM 1 YBM2: koordinat Y di BM 2

Rumus : BM 2 1 = arc tan 1 2 XBM1 XBM 2 YBM1 YBM 2

= BM2 1 - (180 - S1)

3. Poligon terbuka terikat azimuth Pada prinsipnya poligon ini sama dengan poligon terbuka terikat sepihak, hanya saja pada titik awal dan titik akhir diadakan pengamatan azimuth. Sehingga ada koreksi sudut.
U B dB-1 ab A S1 1 d1-2 S2 2 d2-3 3 U

Rumus : AB = arc tan Keterangan : A, B S1, .....Sn ab d12, .....,dn XA XB YA YB

Gambar 2.9 Rangkaian poligon terbuka terikat azimuth

XB XA YB YA

: titik tetap : sudut horizontal : azimuth : jarak : koordinat X di A : koordinat X di B : koordinat Y di A : koordinat Y di B

4. Poligon terbuka terikat sepihak Poligon terbuka terikat sepihak merupakan poligon yang terikat pada dua titik tetap di awal rangkaian.
U B dB-1 ab A S1 1 d1-2 S2 2 d2-3 3 Keterangan : A, B S1, .....Sn ab d1-2, .....,dn : titik tetap : sudut horizontal : azimuth : jarak

Gambar 2.10 Rangkaian poligon terbuka terikat sepihak

5. Poligon terbuka bebas

Poligon terbuka bebas merupakan poligon yang tidak terikat pada titik tetap jaring poligon.

U d1-2 1-2 1

S1 d2-3 S2 3 d4-5

S3 4

Keterangan : 1,,5 S1, .....Sn 1-2 5 d1-2, .....,dn : titik poligon : sudut horizontal : azimuth : jarak

Gambar 2.10 Rangkaian poligon terbuka bebas

2.4. Pengukuran Titik Detail Pengukuran detail merupakan pengukuran posisi posisi obyek baik berupa detail alam maupun detail buatan manusia terhadap titik kontrol untuk menentukan posisi planimetris (x,y) dan posisi vertikal (z) dari titik detail. Data ukuran yang harus dihitung adalah data sudut horizontal dan vertikal, serta data jarak datar. 2.4.1. Metode penentuan posisi titik detail. Pada pemetaan dikenal beberapa metode pengukuran detail seperti : Metode Radial Metode ini menggunakan titik poligon sebagai tempat berdirinya alat, dari alat dapat membidik titik titik detail ke segala arah (menyebar), yang mana disetiap titik detail yang akan diambil / diukur diberi rambu ukur supaya dapat di tentukan jaraknya dan mengukur sudut horizontalnya.

3 c a
1-2

b d2-a bs Sa Sb Sc
2-a

Ket : 1,2,3 : Titik Poligon a,b,c : Titik detail Sa,Sb,Sc : Sudut Detail Bs : Arah back sight 2-a : Azimuth titik 2 ke titik detail a
d2-a : Jarak titik 2 ke detai a

2 Gambar.2.11. Pengukuran Detail Metode Radial

Rumus perhitungan koordinat titik detail :

Xa = X2 + d2-a sin 2-a Ya = Y2 + d2-a cos 2-a

Ket : Xa,Ya : Koordinat pada titik detail a X2,Y2 : Koordinat pada titik 2

Metode Polar Metode ini pengambilan titik titik detail dengan menaruh alat ukur di sembarang titik, dan untuk pembacaan backsight / foresight dapat dibidikkan pada titik tetap, yang titik tetap tersebut merupakan hasil transfer dari titik BM terdekat, dan dari titik tersebut alat membidik sebanyak mungkin titik titik kisi kisi yang ada. 1 BM1 b BM2 4 7 10 5 8 11 6 9 12 2 3
Ket : 1,2,3 : Titik detail BM : Bench Mark Bs : Arah backsight

Gambar 2.12. Pengukuran Detail Metode Polar 2.4.2. Metode penentuan posisi ketinggian titik detail Untuk mencari beda tinggi titik titik detail dapat digunakan rumus dibawah : Rumus perhitungan beda tinggi : H A1 = Ti + p - bt , dimana P = Dd . Cotg Z Dd = (ba bb) . 100. Sin 2 Z (zenith) Keterangan rumus : HA1 Ti bt Dd ba bb Z = beda tinggi antara titik A dan titik 1. = tinggi alat = bacaan benang tengah pada skala rambu di titik 1 = jarak datar antara titik A dan titik 1 = bacaan benang atas pada skala rambu di titik 1 = bacaan benang bawah pada skala rambu di titk 1 = bacaan skala piringan vertikal pada bacaan mikrometer pada theodolite
Ba Dm Z H Bt Bb B

Ti
Dd A

keterangan : Dd = jarak datar ba = benang atas bb = benang bawah bt = benang tengah K = kostanta (100)
Dm= jarak miring H = sudut vertikal (helling) Z = sudut vertikal (zenith)

H= Beda Tinggi

Gambar 2.13. Beda timggi Tachymetri 2.5. Azimuth Matahari Azimuth dengan pengamatan matahari adalah suatu cara yang digunakan untuk menetukan arah utara rata-rata dari azimuth titik acuan terhadap azimuth pusat matahari. Azimuth matahari bisa ditentukan setiap saat pagi atau sore hari jangan lupa dalam pembacaan skala piringan horizontal dan vertikal kita harus mencatat jam pada saat pengamatan matahari baik dalam keadaan teropong biasa maupun luar biasa.
M P2-M Keterangan :

SP3-M
P3 P2-3 P2 U

M : matahari P2,P3 : tempat berdiri alat P2-M : azimuth dari P2 ke matahari P2-P3 : azimuth dari titik P2 ke titik P3 SP3-M : sudut horisontal dari pusat
Titik P3 ke matahari Rumus : P2-P3 = P2-M - SP3-M

Gambar 2.14. Pengamatan Matahari 2.5.1. Macam-macam metode pengamatan Azimuth matahari : 1. Metode tinggi matahari Pada metode ini dilakukan pengukuran tinggi matahari yang biasa dilakukan dengan cara : Menggunakan filter gelap Pada pengamatan ini filter dipasang di okuler teropong, sehingga pengamat dapat langsung membidik kearah matahari, kemudian menyinggung benang silang pada tepi-tepi bayangan matahari yang diamati secara tepat. Menggunakan prisma Roelofs Pada pengamatan ini prisma roelofs digunakan bila teropong tidak memiliki lingkaran matahari dan titik filter. Keistimewaan lain alat ini adalah pengamatan dapat menempatkan benang silang pada tepi-tepi matahari dengan mudah. Alat ini juga dapat dipasang di depan lensa obyektif pada theodolite. Menggunakan sistem tadah bayangan matahari

Pada pengamatan ini bayangan matahari ditadah dengan kertas putih di belakang lensa okuler pada theodolite, apabila diafragma memiliki lingkaran matahari dapat diamati pusat matahari. Namun bila tidak ada, dilakukan dengan menyinggungkan tepi-tepi matahari (metode tangen) atau sisi menyinggung dan yang lain ditengah bayangan matahari (metode tangen pusat)
IV III I II

bayangan matahari
III

IV II

Ket : I,II,..,IV : kwadran I,II,III,IV : bayangan matahari

Gambar . metode tangen dan metode tangen pusat

Adapun dasar dari metode ini adalah mengukur tinggi suatu benda langit yang diketahui deklinasinya dengan tinggi (h), deklinasinya( ), lintang pengamatan (). Rumus titik acuan : sin - sin sin h cos cos h sin sin cos z Cos A = cos sin z Cos A = 2. Metode sudut waktu Seperti halnya dalam metode tinggi matahari, dalam metode ini juga diperlukan peta topografi untuk menentukan lintang dan bujur pengamat dengan ketelitian yang cukup. Adapun data pengamatan adalah waktu mengamat matahari dan sudut horisontal antara matahari dan titik acuan. Adapun rumus dasar untuk metode sudut waktu adalah : Cos t = sin h - sin sin cos cos h
Dimana : t : sudut waktu h : tinggi matahari : lintang : deklinasi Dimana : : deklinasi : lintang h : tinggi matahari A : azimuth z : zenith

3.

Metode tinggi matahari pada tinggi yang sama. Untuk mendapatkan ketinggian yang sama, maka matahari harus diamati berpasangan pagi atau sore hari. Dengan mencatat pembacaan piringan horisontal pada pagi atau sore hari pada tinggi yang sama maka akan didapat sudut horisontal, sedang arah kutub di dapat dengan membagi dua sudut horisontal ini. Apabila arah kutub dapat ditentukan, maka azimuth matahari dapat dihitung, dan apabila sudut mendatar antara matahari dan titik acuan di ukur () berarti azimuth acuan dapat dihitung pula dan besarnya = . Pada metode ini tidak diperlukan hitungan

dengan rumus-rumus, tetapi hanya berdasarkan pada geometri peredaran matahari mengelilingi kutub dalam gerak hariannya. Untuk pengamatan matahari ini ada empat koreksi yang harus diberikan, koreksi tersebut dinamakan koreksi astronomis. Adapun koreksi-koreksi tersebut adalah: A. Koreksi refraksi Udara yang meliputi bumi berlapis-lapis, maka sinar matahari yang sampai ke bumi dibiaskan oleh setiap lapisan udara sehingga arahnya mengalami perbelokan. pada waktu sinar mencapai pengamat arah sinar matahari kelihatan datang kemata pengamat, sehinga matahari lebih tinggi, sudut pergeseran arah tersebut dinamakan koreksi refraksi (r) yang harus dikurangkan terhadap tinggi hasil ukuran. Adapun data temperatur dan tekanan udara tidak ada, maka koreksinya digunakan rumus : r = 58" ctg hu Dimana : r : koreksi refraksi hu : tinggi matahari B. Koreksi paralaks Paralaks adalah sudut pada benda langit yang terbentuk oleh garis arah benda langit ke pangamat dan ke pusat bumi. Paralaks (p) matahari dari tempat pengamat atau besarnya paralaks dinyatakan dengan rumus : Z

Z R 0 cos hu = Ph p" P" = ph cos hu d

p ph

Dimana : P : koreksi paralaks Ph : rata-rata setiap hari dalam tabel deklinasi (8.8) hu : tinggi matahari

C. Koreksi ketinggian Sudut yang terbentuk ditempat pengamat antara horison yang sebenarnya dan horison yang miring dinamakan sudut kemiringan horison. Akibat keadaan yang demikian, maka tinggi benda langit yang dibidik adalah tinggi semu. Cara koreksinya dengan menggunakan rumus : cos = R R + d

Keterangan : R Cos d : Jari-jari : sudut kemiringan horison : tinggi tempat pengamat

D. Koreksi setengah diameter matahari ( d ) Koreksi setengah diameter matahari diberikan pada pengamatan matahari. Besarnya setengah diameter matahari ini dapat dilihat dalam tabel atau kalau tidak diketahui dapat diambil rata-ratanya. Koreksi ini dapat (+) atau () tergantung pada tepi mana yang diamati, apabila yang diamati tepi atas maka koreksi (-) dan apabila tepi bawah koreksi (+). Dh = . d dan Ds = . d Dimana : Dh : Koreksi diameter untuk tinggi matahari Ds : Koreksi diameter untuk sudut horizontal d : Diameter Langkah perhitungan azimuth matahari ada beberapa tahap yaitu : 1. Tinggi matahari (hu) Biasa (hu) 2. Koreksi refraksi (r) (rB) P = -58 . ctg hu = Ph . Cos hu 3. Koreksi paralaks 4. Koreksi d lingkaran 5. Tinggi pusat matahari (h) = 90 0000 - bacaan vertikal Luar biasa (hu) = bacaan vertikal 270 00 00

= hu + r + p + d Sin (sin . sinh) Cos.Cosh

6. Azimuth pusat matahari Cos A =

7. Koreksi d . sec h 8. Azimuth titik acuan AP = A - + Koreksi d . sech Keterangan : hu Ph P r d h A AP : Tinggi matahari : Paralaks horizontzl : Koreksi paralaks : koreksi refraksi : diameter matahari : Tinggi pusat matahari : azimuth matahari : sudut horizontal yang dibentuk antara titik acuan dengan matahari : deklinasi pada saat pengamatan : lintang pengamat : azimuth titik acuan

2.6. Penggambaran Garis Kontur Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama di permukaan bumi, atau dengan kata lain garis permukaan tanah yang mempunyai ketinggian tertentu. Pada peta garis kontur, kontur digambarkan sebagai garis lengkung yang menutup artinya garis kontur tersebut tidak mempunyai ujung pangkal akhir. Interval garis kontur tergantung oleh skala peta yang ditentukan, yang diperoleh dengan rumus : Skala peta Interval kontur = 2000 Sifat-sifat garis kontur : 1. Garis kontur tidak pernah berpotongan 2. Ujung-ujung garis kontur akan bertemu kembali 3. Garis kontur yang semakin rapat menginformasikan keadaan permukaan tanah semakin terjal. 4. Garis kontur yang semakin jarang menginformasikan keadaan permukaan bumi semakin datar.

Sifat garis kontur terhadap suatu medan 1. Bentuk kontur sungai


901,0 901,5 902,0

2. Bentuk kontur jalan


901,0 901,5 902,0

3. Bentuk kontur gunung


901,0 901,5 902,0

4. Bentuk kontur danau


902,0 901,5 901,0

Cara penggambaran garis kontur adalah dengan menginterpolasi titik tinggi dengan langkah kerjanya sebagai berikut : a. Membuat jaring segitiga antara tiga titik b. Pembagian garis kontur antara titik terhadap interval garis kontur yang didapat dari perhitungan pada garis jaring segitiga yang rumusnya : Garis kontur = 901,125 901,25 901, 426 901,5 901,75 901,781 Titik yang dicari titik yang terendah * jarak pada peta Titik yang tertinggi titik yang terendah 901,560 Titik yang dicari

Gambar 2. 15. contoh penggambaran garis kontur Penggambaran garis kontur dilakukan dengan empat tahapan, yaitu : 1. Ploting titik ikat atau kerangka dasar pada milimeter blok dengan menggunakan sistem koordinat kartesian 2. Ploting titik detail tersebut digambar secara grafis dengan argumen sudut jurusan, jarak mendatar, dan ketinggian. 3. Menarik garis kontur dengan menggambarkan detail yang ada diatas milimeter blok tersebut sesuai dengan skala dan tata cara yang berlaku. 4. Menyalin / menjiplak hasil no.3 ke kertas kalkir.

BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM 3.1. Pengamatan Azimut Magnetis Hari / tanggal Lokasi Alat yang digunakan : 1. Theodolite Topcon TL 6 GF 2. Kompas 3. Statif Langkah kerja : 1. Dirikan alat thedolite dan letakkan kompas diatas theodolite pada salah satu titik poligon, misal titik P7 atur alat theodolite sesuai dengan prosedur. 2. Lakukan centering dengan mendirikan alat secara tepat diatas patok, sehingga ujung paku payung pada patok berada tepat ditengah-tengah lingkaran teropong centering optis. 3. Seimbangkan gelembung nivo dengan bantuan sekrup pengatur A, B dan C saehingga berada tepat ditengah-tengah lingkaran nivo. 4. Setkan piringan horizontal pada bacaan 000. 5. Letakkan jalon pada titik yang akan dibidik (titik 1). 6. Bidik jalon pada patok (titik 1). Bacaan piringan horizontal tetap 000. 7. Set kompas, dan perhatikan ujung jarum yang menunjukkan arah utara. 8. Putar penggerak horizontal, sehingga jarum kompas sejajar dengan garis horizontal. 9. Baca sudut horizontal pada alat ukur theodolit. Cata hasil bacannya sehingga didapat azimut 7-1. = 1 buah = 1 buah = 1 buah : Rabu, 28 Januari 2004 : Kampus II ITN Malang

Gambar 3.6. Pengukuran azimuth magnetis

Keterangan gambar : 7 1 = titik 7 = titik 1

176757 = azimut titik 7-1 3.2. Pengukuran Poligon Tertutup Hari / tanggal Lokasi : Selasa, 27 Januari 2004 : Kampus II ITN Malang = 1 buah = 1 buah = 1 buah

Alat yang digunakan : 1. Theodolite Topcon TL 6 GF 2. Payung 3. Statif

4. Roll meter 5. Patok kayu 6. Paku payung Langkah kerja :

= 1 buah = 7 buah = 7 buah

1. Dirikan statif dan pasang theodolite pada titik P1sebagai titik awal poligon. 2. Centering theodolite sesuai dengan prosedur. 3. Apabila alat sudah sesuai prusedur arahkan teropong ke titik P7 sebagai titik akhir dan set 000000 dan teropong dalam keadaan biasa. 4. Arahkan teropong ke titik P2, tepatkan target dan baca skala piringan horizontal, catat bacaan skala piringan horizontal di titik P2 (bacaan biasa) 5. Putar theodolite menjadi posisi luar biasa dan arahkan kembali teropong di titik P2 tepatkan target dan catat bacaan skala piringan horisontalnya (bacaan luar biasa). 6. Arahkan teropong ke titik P7 tepatkan target dan catat bacaan skala piringan horisontalnya (bacaan luar biasa). 7. Lakukan pengukuran dengan pengukuran 1 seri rangkap, yaitu dengan melakukan 4 kali pembacaan sudut horizontal biasa dan luar biasa sehingga didapatkan sudut dalam rata - rata. 8. Ulangi pengukuran 1 seri rangkap diatas sampai dengan titik terakhir yaitu titik P7 dengan arah sudut horizontal dari titik P6 ke titik P1. P7 S7
dP1-2

dP7-1

S6 P6
dP6-7

P1 S1
dP2-3

S5 P5
dP5-6

Sudutluar P2 S2

P4 S4

S4 P3

dP3-4

dP4-5

P3

S3

Gambar 3.1. Sket pengukuran poligon tertutup Keterangan Gambar : P1,P7 = Titik poligon S1,S7 = Sudut dalam rata rata dP1-n = Jarak datar 3.3. Pengukuran Jarak Hari / tanggal Lokasi : Rabu, 28 Januari 2004 : Kampus II ITN Malang = 1 buah = 1 buah = 1 buah = 1 buah = 2 buah = 1 buah = 7 buah = 7 buah

Alat yang digunakan : 1. Theodolite Topcon TL 6 GF 2. EDM 3. Prisma segitiga 4. Payung 5. Statif 6. Roll meter 7. Patok kayu 8. Paku payung

Langkah kerja pengukuran jarak langsung : 1. Dirikan alat Theodolite dan EDM di titik 1. 2. Lakukan centerring dengan mendirikan secara tepat diatas patok titik 1. 3. Seimbangkan gelembung nivo dengan bantuan sekrup pengatur a, b, c. 4. Dirikan prisma sgitiga diatas titik 2 dan rambu ukur dititik 7. 5. Lakukan centerring dengan mendirikan prisma segitiga secara tepat diatas patok. 6. Seimbangkan gelembung nivo dengan bantuan sekrup pengatur a, b, c 7. Ukur tinggi alat Theoolite dan EDM. 8. Karena jarak antara EDM ke Theodolite adalah 17 cm, maka ukur sepanjang 17 cm dari dari tengah-tengah prisma ke bawah dan berikan tanda yang sekiranya dapat terlihat jelas.

9. Ukur jarak dari titik 1dengan membidikan EDM ke pusat prisma segitiga dan theodolit ke pusat triba kemudian baca bacaan yang terdapat pada EDM. 10. Ukur jarak bolak balik dengan memindahkan theodolit dan EDM ke titik 2 lalu prisma ke titik1, kemudian lakukan seperti langkah-langkah diatas, hingga titik terakhir.
Theodolite + EDM Z h dm V T Reflektor

dd

Gambar 3.2. Pengukuran jarak 3.4. Pengukuran Waterpass Memanjang (Pergi Pulang) Hari / tanggal Lokasi Alat yang di gunakan 2. Statif 3. Rambu ukur 4. Roll meter 5. Payung 6. Patok 7. Paku payung Langkah Kerja : 1. Dirikan alat waterpass di antara 2 titik, usahakan jarak antara alat waterpass ke titik P1 dan titik P2 sama. 2. Centering waterpass sesuai dengan prosedur, imana seimbangkan gelembung nivo dengan bantuan sekrup pengatur a, b, c. 3. Letakan rambu ukur pada titik P1 sebagai rambu belakang dan letakan rambu ukur pada titik P2 sebagai rambu muka. 4. Arahkan alat waterpass pada titik P1 dan baca bacaan skala rambu catat benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu belakang. : Senin, 26 januari 2004 : Kampus II ITN Malang : = 1 buah = 2 buah = 1 buah = 1 buah = 7 buah = 7 buah

1. Waterpass Leica = 1 buah

5. Arahkan alat waterpass pada titik P2 dan baca bacaan skala rambu, catat benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu muka. 6. Pindahkan alat waterpass diantara titik P2 dan titik P3, atur nivo kotak sesuai prosedur. 7. Arahkan alat waterpass pada titik P2 dan baca bacaan skala rambu, catat benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu belakang. 8. Arahkan alat waterpass pada titik P3 dan baca bacaan skala rambu, catat benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai rambu muka. 9. Lakukan kegiatan pengukuran seperti diatas sampai pada patok terakhir dan lakukan pengukuran dengan metode pergi pulang, dan ukur jarak waktu pergi dan waktu pulang, setelah itu didapat jarak rata rata.
Rambu ukur dp 6-7 dp 7-1

7 6
Alat water pas dp 5-6

1
dp 1-2

5
dp 4-5

dp 2-3

4
dp 3-4

Sket pengukuran waterpass memanjang Keterangan : P1,P2,.,P7 dP1-2 = Posisi Rambu pada titik poligon = Jarak datar

3.5. Pengukuran Titik Detail (Situasi) Hari / tanggal Lokasi Alat yang digunakan : Selasa- Rabu, 27-28 Januari 2004 : Kampus II ITN Malang :

1. Theodolite Topcon TL 6 GF = 1 buah 2. Rambu ukur 3. Payung 4. Statif Langkah kerja : 1. Dirikan alat theodolite pada titik poligon P1 dan lakukan centering optis sesuai dengan prosedur dan ukur tinggi alat setiap mendirikan alat theodolite. 2. Apabila alat sudah siap digunakan arahkan teropong pada titik poligon P7 sebagai back sight dan tepatkan bacaan skala piringan horisontal pada bacaan 000000. 3. Letakan rambu ukur pada titik detail yang akan diukur, putar theodolite searah jarum jam ke titik detail yang akan diukur dan baca skala piringan horisontal dan vertikal, catat bacaan skala rambu untuk benang atas, benang tengah dan benang bawah. 4. Apabila pengukuran titik-titik detail pada titik poligon tersebut sudah selesai pindahkan alat pada titik poligon yang lain dan lakukan langkah kerja seperti diatas sampai pada titik poligon yang terakhir.
P7 1.a 1.b 1.b 1.d

= 2 buah = 1 buah = 1 buah

S1 S2 S3 P1

P2
Gambar 3.4 Pengukuran titik detail

Keterangan gambar : P1,P2,P7 1.a,1.d S1,S2,S3 = Titik poligon = Posisi titik-titik detail = Bacaan skala piringan horisontal dari titik back sight ke titik detail.

3.6. Penggambaran Detail Langkah kerja penggambaran detail adalah : 1. Persiapkan alat alat yang diperlukan ( pensil, busur lingkaran, penggaris ) 2. Persiapkan hasil penggambaran poligon pada kertas milimeter dan hasil hitungan pengukuran detail. 3. Tempatkan busur lingkaran di titik P1 dan setkan 00 ke arah titik P7 sebagai titik belakang. 4. Lihat sudut horizontal pada tabel hitungan dan aplikasikan pada gambar, dan jarak datar antara P1 ke detail didapat dari rumus : Jarak pada gambar = jarak pengukuran * 100 * skala 5. Lanjutkan penggambaran detail sampai titik poligon yang terakhir, setelah selesai garis kontur siap diaplikasikan.

Gambar 3.5. Sket penggambaran detail Keterangan Gambar : P1,P7 = Titik poligon 1.a,..7.a = Titik detail

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA 4.1 Perhitungan Poligon 4.1.1. Perhitungan jarak Data perhitungan jarak langsung menggunakan EDM No
P1-P2 P2-P3 P3-P4 P4-P5 P5-P6 P6-P7 P7-P1 d=

Bacaan Jarak Pergi (m) Pulang (m)


74.776 71.185 73.372 73.525 75.667 64.260 71.286 504.071 m 74.774 71.188 73.375 73.523 75.668 64.259 71.286 504.073 m

Jarak Rata -rata


74.775 71.186 73.372 73.522 75.666 64.259 71.287 504.072 m

4.1.2. Perhitungan sudut Data perhitungan sudut poligon diperoleh dari pembacaan satu seri rangkap
Titik Arah P7 P1 P2 P1 P2 P3 P2 P3 P4 P3 P4 P5 P4 P5 P6 Sudut Biasa 000000 000002 1284539 1284542 000000 000001 1391840 1391840 000000 000003 1142851 1142855 000000 000002 1044956 1044959 000001 000002 1894424 Horizontzl Luar Biasa 1795958 1800001 3084538 3084540 1800002 1795959 3191843 3191840 1795959 1795958 2942851 2942853 1800001 1795959 2844959 2844957 1795959 1800001 094424 Sudut Biasa 1284539 1284540 1391840 1391839 1142851 1142852 1044656 1044957 1894422 Dalam Luar biasa 1284540 1284539 1284539 1391837 1391839.3 1391841 1142852 1142849.8 1142855 1044958 1044957 1044958 1894422 1894422 Sudut Rata - rata

P5 P6 P7 P6 P7 P1

1894424 000002 000001 904626 904623 000002 000001 132625 132625

094423 1795957 1795959 2704622 2704623 1795958 1800001 312624 312622

1894422 904622 904622 132623 132624

1894422 904625 904623 904622 132626 132623 132621 sudut = 900000.0766 7

Besar kesalahan sudut :


S

+ f(s) = (n-2).180

900000.07667 + f(s) = (7-2).180 f(s) = 900000.07667 - 900 f(s) = 00000.07667 Besar koreksi tiap sudut Koreksi = -f(s) / n = - 00000.07667 / 7 = - 00000.01095 ; Untuk 7 titik 4.1.3. Perhitungan koordinat titik poligon Diketahui koordinat titik awal poligon : XP1 = 5000,3 m YP1 = 6000,3 m Perhitungan data yang didapat dalam pengukuran poligon adalah :
Titik P7 P1 P2 P3 P4 P5 P6 sudut horizontal 132 0623 1284539 1391839.3 1142849.75 1044957 1894422 904623 koreksi 0.01095 0.01095 0.01095 0.01095 0.01095 0.01095 0.01095 Azimuth () 1245336 176757 2164917.7 2822028 3573031 347469 765946 0 Jarak 71.287 74.775 71.186 72.5779 73.5834 69.3031 69.7203 d = 502.435 d.sin 58.470 5.0435 -42.663 -70.902 -3.1986 -14.681 67.932 f(x) = -0.0001 16318 koreksi 0.0000166 0.0000166 0.0000166 0.0000166 0.0000166 0.0000166 0.0000166 0.0001163 18 d.cos -40.779 -74.604 -56.984 15.512 73.513 67.730 15.688 f(y) = 0.076 Koreksi -0.01078 -0.01078 -0.01078 -0.01078 -0.01078 -0.01078 -0.01078 0.075514 938

S = 900000.07667 -0.07667

Perhitungan koordinat untuk titik poligon :

XP2 = XP1 + dsin + f(x1) = 5000,3 + 58.47091211+ 0,0000166 = 5058.771 m YP2 = YP1 + dcos + f(y1) = 6000,3 - 40.77975976 0.010787848 = 5959.509 m Data koordinat yang didapat dari perhitungan
Titik P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 Koordinat X 5058.771 5063.814 5021.151 4950.248 4947.050 4932.368 5000.300 Koordinat Y 5959.509 5884.894 5827.898 5843.400 5916.903 5984.623 6000.300

4.1.4. Ketelitian Linier Poligon Jika diketahui : d = 502.435 Cd = 0.0760000888 Maka ketelitian linier poligon : KL = = =
Cd d 0.0760000888 502.435 1 6610.980177

= 1 : 6610.980177 1 : 6611 Jadi ketelitian linier poligon adalah 1 : 6610.98


Titik P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P1 Beda tinggi (h Pergi) 0.384 0.830 1.260 -0.735 -0.123 -0.703 -0.909 Kor. Elevasi (H) 400.300 400.684 401.514 402.773 402.037 401.913 401.209 400.300

-0.001 -0.001 -0.001 -0.001

h= 0.004

= -0.004

Titik P1 P7 P6 P5 P4 P3 P2 P1

Beda tinggi (h Pulang) 0.910 0.713 0.129 0.717 -1.261 -0.829 -0.385 h= -0.006

Kor.

Elevasi (H) 400.300 401.211 401.925 400.055 401.773 401.513 400.685 400.300

-0.001 -0.001 -0.001 -0.001 -0.001 -0.001 = -0.006

4.2. Perhitungan waterpass memanjang Perhitungan beda tinggi dari data pengukuran waterpass memanjang pergi dan pulang Perhitungan beda tinggi h1 = Bt belakang Bt muka = 1.347 0.963 = 0.384 m Perhitungan elevasi Elevasi awal (P1) = 400.3 m Pergi HP2 = HP1 + h1 + koreksi = 400.3 + (0.384) 0.001 = 400.684 m Data elevasi yang didapat dari perhitungan
Titik P1 P2 P3 P4 P5 P6 Elevasi pengukuran pergi 400.300 400.684 401.514 402.773 402.037 401.913 Titik P1 P7 P6 P5 P4 P3 Elevasi pengukuran pulang 400.300 401.211 401.925 400.055 401.773 401.513

Pulang

HP7 = HP1 + h1 + koreksi = 400.3 + (0.910) + 0.001 = 401.211 m

P7 P1

401.209 400.300

P2 P1

400.685 400.300

Ketelitian pengukuran waterpass memanjang Data pengukuran pergi : h = 0.004 m = 4 mm


d

= 486.800 m = 0.48680 km

Data pengukuran pulang : h = -0.006 m = 6 mm


d

= 493.300 m = 0.49330 km Pada poligon tertutup, jumlah beda pengukuran waterpass memanjang pergi

pulang harus sama dengan nol (0) atau mendekati nol (0), karena pengukuran kembali ketitik semula. Toleransi kesalahan dari pengukuran waterpass memanjang yang diberikan adalah 10d Dari pengukuran pergi Ketelitian : 100.48680 = 6.977105417 mm Dari pengukuran pulang Ketelitian : 100.49330 = 7.023531875mm Jadi pengukuran waterpass memanjang pergi pulang masih dalam toleransi yang ditentukan. 4.3. Perhitungan titik detail Hasil perhitungan dari pengukuran titik-titik detail yang diperoleh di lapangan dibagi menjadi tiga tahap yaitu : 1. Perhitungan jarak Perhitungan jarak datar yang digunakan pada titik-titik detail dengan memakai alat theodolite adalah : Dd = (ba bb) . K. Sin 2 Z = (2.257-2.233).100.Sin2 911100 = 2.399 m 2. Perhitungan beda tinggi

Perhitungan beda tinggi titik-titik detail dengan menggunakan metode trigonometris adalah : h1 = (Ti bt) + Dd .Cotg Z = (1.234-2.245) + 2.399.Cotg 911100 = -1.061 m 3. Perhitungan elevasi Perhitungan elevasi titik-titik detail adalah : H H1.b = Hawal + h = Ha + h.b = 400.403 + (-1.061) = 399.623 m

4.4. Analisa Data 4.4.1. Pengamatan Azimuth Magnetis 12 = 71 + 180 - Sdn = 1245336 +180 - 1284539 = 176757 23 = 12 + 180 - Sdn = 176557 +180 - 1391839.25 = 2164917.7 34 = 23 + 180 - Sdn = 2164917.7 +180 - 1142849.75 = 2822028 45 = 23 + 180 - Sdn = 2824917.7 +180 - 1044957 = 3573031 56 = 45 + 180 - Sdn = 3573031 +180 - 189422

= 347469 67 = 56 + 180 - Sdn - 360 = 3473031 +180 - 904623 - 360 = 765946 71 = 67 + 180 - Sdn = 765946 +180 - 132623 = 1245323 4.4.2. Poligon Tertutup Dari pengukuran poligon tertutup diperoleh data sebagai berikut : 1. Sudut yang diukur adalah sudut dalam dengn menggunakan metode satu seri rangkap. 2. Jumlah sudut dalam adalah (n-2).180 = 9000000,dimana n = 7 adalah jumlah titik polygon, tetapi dalam pengukuran didapat jumlah sudut dalam 1 + 2 + + 7 = 900000.07667, jadi kesalahan sudut yang harus dikoreksi sebesar 00000.07667 3. Dalam perhitungan data poligon, diperoleh ketelitian linier polygon 1 :6610.980177 . 4.4.5. Pengukuran dan Perhitungan Waterpass Memanjang Ketelitian pengukuran waterpass memanjang Data pengukuran waterpass memanjang pergi :
h

= 0.004

+ m = -4 mm
d

= 486.800m = 0.48680 km = -0.006 m = 6 mm

Data pengukuran waterpass memanjang pulang :


h d

= 493.300 m = 0.49330 km

Pada poligon tertutup, jumlah beda pengukuran waterpass memanjang harus sama dengan nol (0) atau mendekati nol (0), karena pengukuran kembali ketitik semula. Toleransi kesalahan dari pengukuran waterpass memanjang yang diberikan adalah 10d Dari pengukuran waterpass memanjang pergi :

Ketelitian : 100.48680 = 6.977105417 mm Dari pengukuran waterpass memanjang pulang : Ketelitian : 100.49330 = 7.023531875 mm Jadi pengukuran waterpass memanjang masih dalam toleransi yang ditentukan.

BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Dari pelaksanaan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa dalam pengukuran ini adalah sebagai berikut : 1. Ketelitian linier poligon di tentukan oleh jarak yang dipakai untuk pengukuran, makin teliti jarak ketelitian linier maka poligon makin teliti. Kesalahan jarak yang dapat terjadi : a. Pelurusan yang kurang baik b. Kelengkungan pita roll meter

c. Kesalahan pengiraan/pembacaan pada roll meter. 2. Terjadinya penyimpangan beda tinggi antara titik awal pengukuran dan titik akhir pengukuran pada poligon tertutup disebabkan oleh : a. Kesalahan pengiraan/pembacaan bacaan pada rambu ukur b. Karena refraksi atmosfir c. Tidak tegaknya rambu ukur pada saat pembacaan. 3. Dengan melihat garis kotur dapat diketahui kondisi suatu daerah, missal : perbukitan, lembah, ataupun sungai. Garis kontur juga dapat membantu pekerjaan teknik seperti pembangunan bendungan, jalan dan lain-lain. 4. Kesalahan dan hambatan dalam melakukan pengukuran/pekerjaan lapangan adalah a. Kurang teliti dalam mengambil data dilapangan b. Alat yang dipakai tidak dikoreksi dengan baik c. Keadaan alam dan cuaca yang tidak mendukung 5.2 SARAN 1. Sebelum melakukan pengukuran, sebaiknya diadakan survey lokasi yang akan diukur. 2. Gunakan alat yang sesuai dengan kegunaannya serta memenuhi syarat. 3. Periksa alat ukur sebelum ke lokasi, untuk memastikan apakah alat ukur tersebut siap untuk digunakan atau tidak 4. Persiapkan formulir ukur dan alat yang lain yang diperlukan dalam pengukuran di lapangan. 5. Pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan pada saat liburan jangan sampai mengganggu jam kuliah.

Anda mungkin juga menyukai