Anda di halaman 1dari 14

TUGAS RESUME

SISTEM REFERENSI DAN PENENTUAN POSISI

Konsep JKH dan JKV

Dosen Pengampu :
Dr. Ir. T. Aris Sunantyo, M.Sc.

Disusun Oleh :
Handoko Dwi Julian
17/419639/PTK/11749

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019

1
Konsep JKH dan JKV
A. Konsep Jaring Kontrol Horisontal ( JKH )
Pada era sekarang perkembangan teknologi GNSS sangatlah cepat. Berbagai macam aplikasi
diciptakan menggunakan teknologi GNSS ini. Pada pengukuran GNSS didapatkan informasi
posisi dan menghitung posisi dalam sebuah bidang proyeksi/ bidang datar. Adapun konsep
dari teknologi GNSS yaitu.

Figure 1 Konsep Teknologi GNSS


Gambar.1. menunjukkan konsep penentuan posisi dengan GNSS. Terdapat beberapa elemen yang
harus diperhatikan dalam penentuan informasi posisi diantaranya adalah sistem proyeksi, pengamat,
satelit GNSS, dan sistem koordinat. Pengamat dan satelit GNSS dihubungkan dengan adanya
perhitungan jarak satelit ke antena GNSS dan adanya penggunaan hitung kuadrat terkecil (HKT).
Satelit GNSS memiliki sistem koordinat SKL, SKO dan dapat dilakukan transformasi ke SKT. Sistem
Koordinat pengamat yang didapat dari HKT adalah sistem koordinat terestris atau sistem koordinat
geodetik/geografik. Untuk membawa sistem koordinat pengamat ke bidang datar diperlukan proyeksi
peta.

Sistem koordinat
Sistem koordinat ialah sistem menentukan posisi suatu titik di permukaan bumi atau peta.
Pengetahuan ini berguna untuk pembuatan dan penggunaan peta topografi pada kegiatan
survey pembangunan maupun rekayasa.
Macam macam sistema koordinat yaitu :
a) Sistem koordinat 2 dimensi
Sistem koordinat ini terdiri dari dua macam yaitu
● Sistem Koordinat Kartesi 2 Dimensi
● Sistem Koordinat Kutub 2 Dimensi
b) Sistem koordinat tiga dimensi

2
● Sistem Koordinat Kartesi 3 Dimensi
● Sistem Koordinat Kartesi 2 Dimensi
c) Sistem Koodinat Geografis
Merupakan suatu sistem yang memodelkan bumi dan posisi suatu titik diatas permukaan
bumi dengan bumi dimodelkan sebagai suatu bola.
d) Sistem Koordinat Geodetik
Hampir sama dengan sistem koordinat geografis, perbedaannya terletak pada pemodelan
buminya. Jika pada sistem koordinat geografis bumi dimodelkan dalam bola, dalam
sistem koordinat geodetik bumi dimodelkan dalam bentuk elipsoid
e) Sistem Koordinat Raster
Adalah suatu sistem yang terdiri dari pixel-pixel, jadi terdiri dari baris dan kolom.
Dengan origin nya (0,0) berada di pojok kiri atas.

f) Sistem Koordinat vektor


Merupakan sistem yang terdiri dari suatu titik, garis atau luasan. Contoh sistem koordinat
vektor adalah sistem koordinat kartesi baik kartesi 2D atau Kartesi 3D.
Metode penentuan posisi
Penentuan posisi dengan GPS pada dasarnya dilakukan dengan prinsip pengikatan ke
belakang yaitu dengan mengukur jarak dari beberapa satelit yang diketahui posisinya
sehingga posisi pengamat dapat dihitung. Pengamatan dengan teknologi GPS akan
menghasilkan koordinat dalam sistem koordinat geodetik (φ, λ, h), koordinat kartesi tiga
dimensi (X,Y,Z) dan parameter waktu. Semakin banyak satelit yang dapat diamati maka hasil
pengukuran akan memiliki akurasi yang semakin tinggi.
Pengukuran jarak pada saat pengamatan dan pengukuran menggunakan teknologi GPS dibagi
menjadi dua jenis yaitu pengukuran pseudorange dan carrier phase. Pengukuran pseudorange
merupakan jarak yang diukur dari waktu perambatan sinyal satelit dari satelit ke receiver.
Pengukuran dilakukan oleh receiver dengan membandingkan kode yang diterima dari satelit
dan replika kode yang diformulasikan dalam receiver. Sedangkan untuk pengukuran dengan

3
carrier phase merupakan pengukuran yang dilakukan dengan mengukur beda fase sinyal GPS.
Proses hitungan dilakukan dengan mengurangkan fase sinyal pembawa dari satelit dengan
sinyal yang dibangkitkan dalam receiver.
Penetuan posisi dengan teknologi GPS dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
absolut dan metode relatif.

Metode Absolut
Metode absolut atau point positioning merupakan penentuan posisi suatu titik yang dapat
ditentukan dengan menggunakan sebuah receiver GPS. Karakteristik dari metode absolut
adalah sebagai berikut:
● Pengukuran dilakukan pada satu titik pengamatan
● Pengukuran jarak hanya dilakukan dari satelit GNSS ke titik tersebut berdasarkan
jumlah ranging yang terekam oleh antena
● Hasil pengukuran adalah koordinat kartesi 3D dan koordinat geodetik dari titik yang
diamat

Figure 2 Pengukuran metode absolut


Gambar 2. menunjukkan visualisasi pengukuran GNSS metode absolut. Dalam pengukuran ini
terdapat empat buah satelit yang mengestimasi dan mengukur posisi pengamat. Irisan dari keempat
estimasi ini yang merupakan posisi dari pengamat

Metode relatif

Penentuan posisi GPS dengan metode relatif adalah penentuan suatu titik pengamatan yang ditentukan
relatif terhadap posisi titik yang lain yang diketahui koordinatnya. Pengukuran dengan metode ini
minimal membutuhkan dua receiver GPS. Pengukuran antar dua titik pengamatan akan menghasilkan
suatu jarak yang dikenal sebagai jarak basis (baseline).

Karakteristik dari metode relatif :

4
● Pengukuran dilakukan minimal dua titik pengamatan
● Hasil pengukuran adalah posisi titik pengamatan dalam kartesi 3D dan sistem koordinat
geodetik serta hitungan panjang baseline yang terbentuk
● Pengukuran dua titik dilakukan pada waktu yang bersamaan (time overlaping)
Pengukuran GNSS metode relatif dapat dilakukan dengan dua macam cara yaitu :

a. Metode Relatif Statik


Pengukuran GNSS metode relatif dengan titik pengamatan yang diukur dalam waktu bersamaan
dengan kondisi titik diam (tidak bergerak).

Figure 3 Metode Relatif Statik

Gambar 3menunjukkan prngukuran GNSS metode relatif statik dengan dua satelit yang bergerak dari
epoch 1 ke epoch 2.

b. Metode Relatif Kinematik


Pengukuran GNSS metode relatif dengan titik pengamatan yang diukur dalam waktu bersamaan
dengan salah satu titik sebagai base station dan titik yang lain sebagai rover yang bergerak. Base
station berfungsi sebagai titik yang memberikan koreksi pengukuran ke posisi rover. Pemberian
koreksi ini dapat dilakukan dengan post processing maupun real time kinematik. Dalam pemberian
koreksi secara real time dilakukan menggunakan gelombang radio, bluetooth, dan via internet.

Figure 4 Metode Relatif Kinematik

5
Gambar 4 menunjukkan pengukuran GNSS metode relatif kinematik. Dalam pengukuran terdapat
base station (stasiun resferensi) dan pengguna (rover). Gambar.5. menunjukkan aplikasi pengukuran
metode realtif kinematik untuk pemetaan bidang di BPN.

Konsep penentuan Posisi dengan GPS

Table 1 Sistem Koordinat dalam Penentuan Posisi dengan GNSS

6
a. Menghitung koordinat posisi satelit ( SKO ) dari data Broadcast Ephemeris

SNI Jaring Kontrol Horisontal

Klasifikasi Jaring Kontrol horizontal

Kasifikasi suatu jaring kontrol didasarkan pada tingkat presisi dan tingkat akurasi dari jaring yang
bersangkutan, yang tingkat presisi diklasifikasikan berdasarkan kelas, dan tingkat akurasi
diklasifikasikan berdasarkan orde.

Penetapan Kelas JKH dilakukan berdasarkan panjang sumbu-panjang (semi-major axis) dari setiap
elips kesalahan relatif (antar titik) dengan tingkat kepercayaan (confidence level) 95% yang dihitung
berdasarkan statistik yang diberikan oleh hasil hitung perataan jaringan kuadrat terkecil terkendala
minimal (minimal constrained). Dalam hal ini panjang maksimum dari sumbu-panjang elips
kesalahan relatif 95% yang digunakan untuk menentukan kelas jaringan adalah :

𝑟 = 𝑟(𝑟 + 0.2)
Dalam hal ini, r = panjang maksimum dari sumbu-panjang yang diperbolehkan (mm)

c = faktor empirik yang menggambarkan tingkat presisi survei

d = jarak antar titik , dalam km

Penetapan kelas dalam JKH dapat dilihat pada Tabel.2

7
Table 2 Kelas Jaring Kontrol Horizontal

Sedangkan orde jaringan ditetapkan berdasarkan berdasarkan panjang sumbu-panjang (semi-major


axis) dari setiap elips kesalahan relatif (antar titik) dengan tingkat kepercayaan (confidence level)
95% yang dihitung berdasarkan statistik yang diberikan oleh hasil hitung perataan jaringan kuadrat
terkecil. Dalam penentuan Orde, hitung perataan jaringannya adalah hitung perataan berkendala
penuh (full constrained). Dalam hal ini panjang maksimum dari sumbu-panjang elips kesalahan
relative.

Pembagian orde JKH dapat dilihat pada tabel.3

Table 3 Orde Jaring Kontrol Horizontal

Dalam klasifikasi jaring titik kontrol perlu diingat bahwa orde yang ditetapkan untuk suatu jaring titik
kontrol :

1. tidak boleh lebih tinggi orde jaring titik kontrol yang sudah ada yang digunakan sebagai
jaring referensi (jaring pengikat)
2. tidak lebih tinggi dari kelasnya
Sistem Referensi Koordinat

Koordinat titik-titik kontrol dari semua orde harus dinyatakan dalam sistem referensi koordinat
nasional, yaitu SRGI 2013.

Sistem Referensi Koordinat

8
Dalam pengadaannya, suatu jaring titik kontrol harus terikat secara langsung dengan jaring titik
kontrol yang ordenya lebih tinggi.

Table 4 Kerangka Referensi Koordinat

Konfigurasi Jaringan

1. setiap jaringan harus terikat minimal ke beberapa buah titik kontrol dari jaringan yang
ordenya lebih tinggi, yang jumlahnya seperti ditetapkan pada spesifikasi teknis.
2. setiap titik dalam jaringan harus terikat minimal ke beberapa buah titik lainnya dalam jaringan
tersebut, yang jumlahnya seperti ditetapkan pada spesifikasi teknis.
3. titik-titik kontrol terdistribusi secara merata dalam jaringan
Metode dan strategi pengamatan

Metode dan strategi pengamatan dipilih berdasarkan orde jaring kerangka horisontal seperti yang
ditunjukkan pada tabel.5.

Table 5 Metode Strategi Pengamatan

Spesifikasi Teknis JKH

Untuk pengadaan jaring titik kontrol, spesifikasi teknis untuk ketelitian jaring kontrol tersebut
ditentukan oleh kelas jaringan (pengukuran) serta Orde dari jaring referensi (pengikat).

9
Table 6 Spesifikasi Ketelitian pengukuran

Spesifikasi teknis konfigurasi jaringan titik kontrol ditunjukkan tabel.7.

Table 7 Konfigurasi Jaringan Titik Kontrol

Spesifikasi sistem peralatan

Spesifikasi sistem peralatan harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :

1. receiver GPS yang digunakan sebaiknya mampu mengamati secara simultan semua satelit
yang berada di atas horison (all in view capability)
2. seluruh pengamatan harus menggunakan receiver GPS tipe geodetik yang mampu mengamati
data kode (pseudorange) dan fase pada dua frekuensi L1 dan L2, kecuali untuk pengamatan
jaring Orde-3 yang cukup pada frekuensi L1 saja
3. antena receiver GPS berikut kelengkapannya (seperti kabel dan alat pengukur tinggi antena)
merupakan satu kesatuan dari tipe dan jenis receiver yang digunakan sesuai standar pabrik.
4. tripod (kaki segitiga) yang digunakan harus kokoh dan dilengkapi dengan dudukan
(mounting) untuk pengikat unting-unting dan tribrachyang dilengkapi centering optis sebagai
dudukan antena GPS
5. untuk pengadaan jaring Orde-00 s/d Orde-1, peralatan pengukur parameter meteorologis,
yaitu termometer, barometer, dan hygrometer, harus tersedia untuk setiap unit receiver.

10
Table 8 Spesifikasi Teknik JKH

11
Table 9 Spesifikasi teknis pengolahan data

12
13
REFERENSI
Daekin,R.E.2006.”A Note on The Bursa-Wolf and Molodensky-Badekas Transformations”.
School of Matematical and Geospatial Science, RMIT University, Perth. Western Australia.
Fahrurrazi,D.2012.”Diktat Geodesi Satelit”.Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,
Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Fahrurrazi,D.2013.”Diktat Geodesi Satelit”.Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,
Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Herring,T.A.dkk.2006.”Introdustion to GAMIT/GLOBK”.Department of Earth, Atmospheric,
and Planetary Science”. Massachusetts Institute of Technology.

14

Anda mungkin juga menyukai