Anda di halaman 1dari 5

Nama : Reni Puspita Sari

Nim : 2020510013
Matkul : Jaring Kontrol Geodesi

Jaring Kontrol Horizontal (JKH)

Nilai posisi serta nilai ketinggian di Indonesia ditandai dengan bentuk fisik berupa pilar
yang dijadikan sebagai kerangka acuan yang disebut Jaring Kontrol Geodesi (JKG). Berdasarkan
amanah UU No 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, BIG (Badan Informasi Geospasial)
sebagai salah satu instansi pemerintah memiliki tugas untuk menyediakan Titik Kontrol Geodesi
yang akan dilengkapi dan ditingkatkan akurasinya. Jaring kontrol Geodesi terdiri atas Jaring
Kontrol Horizontal (JKH), Jaring Kontrol Vertikal (JKV), dan Jaring Kontrol Gayaberat (JKG).
JKG (Jaring Kontrol Geodesi) bermanfaat sebagai referensi untuk berbagai macam aplikasi
penentuan posisi dari kegiatan survei dan pemetaan diantaranya adalah survei, pemetaan,
navigasi, penelitian, pajak, pertanahan, jasa konstruksi, juga bidang minyak dan gas.
Pengadaan jaring titik kontrol horizontal di Indonesia sudah dimulai sejak jaman
penjajahan Belanda, yaitu dengan pengukuran triangulasi yang dimulai pada tahun 1862.
Selanjutnya dengan pengembangan sistem satelit navigasi Doppler (Transit), sejak tahun 1974
pengadaan jaring titik kontrol juga mulai memanfaatkan sistem satelit ini. Dengan
berkembangnya sistem satelit GPS, sejak tahun 1989, pengadaan jaring titik kontrol horizontal di
Indonesia umumnya bertumpu pada pengamatan satelit GPS saat ini. (Yeni,2011)
Jaring Kontrol Horizontal merupakan kumpulan titik kontrol horizontal yang satu sama
lain dikaitkan dengan data ukuran jarak dan/atau sudut, dan koordinatnya ditentukan dengan
metode pengukuran/pengamatan tertentu dalam suatu sistem referensi kordinat horizontal
tertentu (BSN, 2002). Kualitas dari koordinat titik-titik dalam suatu jaring kontrol horizontal
umumnya akan dipengaruhi oleh banyak faktor,seperti sistem peralatan yang digunakan untuk
pengukuran/pengamatan, geometri jaringan, strategi pengukuran/pengamatan, serta strategi
pengolahan data yang diterapkan.
Kualitas dari koordinat titik-titik dalam suatu jaring kontrol horisontal umumnya akan
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti sistem peralatan yang digunakan untuk
pengukuran/pengamatan, geometri jaringan, strategi pengukuran/pengamatan, serta strategi
pengolahan data yang diterapkan. DOP (Dilution of Precision) bilangan yang umum digunakan
untuk merefleksikan kekuatan geometri dari konstelasi satelit, dimana nilai DOP yang kecil
menunjukkan geometri satelit yang kuat (baik), dan nilai DOP yang besar menunjukkan geometri
satelit yang lemah (buruk).
GDOP = geometrical DOP (posisi-3D dan waktu)
PDOP = positional DOP (posisi-3D)
HDOP = horizontal DOP (posisi horizontal)
VDOP = vertical DOP (tinggi)
TDOP = time DOP (waktu).
titik kontrol horizontal merupakan titik kontrol yang koordinatnya dinyatakan dalam
sistem koordinat horizontal yang sifatnya dua-dimensi. Dalam hal ini ada dua jenis koordinat
horizontal yang umum digunakan yaitu koordinat geodetik dua-dimensi, yaitu φ (lintang) dan λ
(bujur), serta koordinat dalam bidang proyeksi peta, yaitu E (Timur) dan N (Utara). Dalam
pengukuran dan perpetaan jaring kontrol horizontal ini berfungsi sebagai acuan posisi horizontal
untuk kerangka pemetaan. Datum horizontal yang digunakan adalah elipsoid referensi World
Geodetic System 1984 (WGS84), dengan titik pusat elipsoida berimpit dengan titik pusat massa
bumi yang digunakan dalam International Terrestrial Reference System (ITRS).
Pada dasarnya pada saat ini, jaring titik kontrol horizontal di Indonesia dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
Tabel Status Jaring Titik Kontrol Horisontal (BSN, 2002)
Klasifikasi Jarak Tipikal Fungsi Saat Ini Metode
Jaring Antar Titik Pengamatan
Orde-0 500 km Jaring kontrol geodetic Survei GPS
nasional
Orde-1 100 km Jaring kontrol geodetic regional Survei GPS
Orde-2 10 km Jaring kontrol geodetic regional Survei GPS
Orde-3 2 km Jaring kontrol geodetic lokal Survei GPS
Orde-4 0.1 km Jaring kontrol geodetic Survei Poligon
kadastral

 Metode dan strategi pengolahan data


1. Pengolahan data untuk memperoleh koordinat titik pada semua jenis orde jaringan, harus
berbasiskan pada hitung perataan kuadrat terkecil berkendala penuh
2. Pengolahan data survei GPS untuk jaring-jaring orde-00, orde-0 dan orde-1 harus
menggunakan perangkat lunak ilmiah, seperti Bernesse dan GAMIT
3. Pengolahan data survei GPS untuk jaring-jaring orde-2, orde-3, dan orde-4 (GPS) dapat
menggunakan perangkat lunak komersial, seperti SKI dan GPSurvey.

 Spesifikasi teknis pembangunan dan pengembanganan jaring titik kontrol horizontal


1. Sistem referensi koordinat
Koordinat titik-titik kontrol dari semua orde jaringan harus dinyatakan dalam
sistem referensi koordinat nasional, yang pada saat ini dinamakan Datum Geodesi
Nasional 1995 (DGN 95). Sistem DGN 95 ini pada prinsipnya adalah sistem
koordinat WGS (World Geodetic System) 1984, yang merupakan sistem koordinat
kartesian geosentrik tangan kanan. ellipsoid referensi yang digunakan sistem ini
adalah ellipsoid geosentrik WGS 84 yang didefinisikan oleh empat parameter utama.
Untuk titik-titik kontrol orde-00 s/d orde-3 dan orde-4 (GPS), karena
penentuan koordinatnya dilakukan dengan pengamatan satelit GPS, maka koordinat
titik yang diperoleh adalah koordinat kartesian tiga dimensi (X, Y, Z) atau koordinat
geodetik (L, B, h). Sedangkan untuk titik kontrol orde-4 (Poligon), koordinat titik
kontrol harus dinyatakan dalam sistem proyeksi peta UTM atau TM-3.
1. Untuk sistem UTM, spesifikasi dasar yang harus digunakan adalah :
a. lebar zone = 6ᵒ
b. titik nol adalah perpotongan meridian sentral dengan ekuator,
c. koordinat semu dari titik nol (N,E) adalah (0 m, 500.000 m) untuk titik
di Utara ekuator, dan (10.000.000 m, 500.000 m) untuk titik di Selatan
ekuator,
d. faktor skala meridian sentral = 0.9996.
2. Sedangkan untuk sistem TM-3, spesifikasi dasar yang harus digunakan :
a. lebar zone = 3ᵒ
b. titik nol adalah perpotongan meridian sentral dengan ekuator,
c. koordinat semu dari titik nol (N,E) adalah (1.500.000 m, 200.000 m),
d. faktor skala meridian sentral = 0.9999.
2. Kerangka referensi koordinat
Dalam pengadaan suatu jaring titik kontrol, jaring tersebut harus diikatkan ke
beberapa titik dari suatu jaring referensi yang ordenya lebih tinggi yang berada di
sekitar wilayah cakupan jaring tersebut.

3. Metode dan strategi pengamatan


Untuk pengadaan jaring titik kontrol orde-00 sampai dengan orde-4 (GPS)
yang berbasiskan pada pengamatan satelit GPS, maka spesifikasi teknis untuk
metode dan strategi pengamatan yang sebaiknya digunakan diberikan pada Tabel 11
berikut. Untuk pengadaan jaring titik kontrol orde-4 (poligon) yang berbasiskan pada
pengukuran polygon. Berkaitan dengan pengamatan satelit untuk pengadaan jaring
titik kontrol geodetik orde-1 sampai dengan orde-3 dan orde-4 (GPS).
a. Pengamatan satelit GPS minimal melibatkan penggunaan 3 (tiga) penerima
(receiver) GPS secara bersamaan
b. Setiap penerima GPS yang digunakan sebaiknya dapat menyimpan data
minimum untuk satu hari pengamatan
c. Sada setiap titik, ketinggian dari antena harus diukur sebelum dan sesudah
pengamatan satelit, minimal tiga kali pembacaan untuk setiap pengukurannya.
perbedaan antara data-data ukuran tinggi antena tersebut tidak boleh melebihi
2 mm
d. Minimal ada satu titik sekutu yang menghubungkan dua sesi pengamatan, dan
akan lebih baik jika terdapat baseline sekutu
e. Di akhir suatu hari pengamatan, seluruh data yang diamati pada hari tersebut
harus diungguhkan (download) ke komputer dan disimpan sebagai cadangan
(backup) dalam disket ataupun CD ROM
f. Pada suatu sesi pengamatan, pengukuran data meteorologi dilaksanakan
minimal tiga kali, yaitu pada awal, tengah, dan akhir pengamatan
g. Setiap kejadian selama pengamatan berlangsung yang diperkirakan dapat
mempengaruhi kualitas data pengamatan yang harus dicatat. Data dan
informasi dari pengamatan satelit GPS di lapangan di atas harus dicatat dalam
formulir catatan lapangan (lihat lampiran D).
DAFTAR PUSTAKA

Adha, Mega Yasma. 2017. Makalah Geodesi Geometri II Jaring Kontrol Geodesi.
Palembang: ITP. Anonim, COLUMBUS Network Adjustment Software Version 3.6.
https://www.pobonline.com/articles/89994-columbus-network-adjustment-software-
version-3-6 Standar Nasional Indonesia. Jaring Kontrol Horizontal. SNI 19-6724-2002
Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). 1996. Klasifikasi, Standar
Survei dan Spesifikasi Survei Kontrol Geodesi, Cibinong, Pusat Pemetaan, Bakosurtanal,
Versi 1, Februari 1996.
BPN (Badan Pertanahan Nasional). 1997. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN
No. 3/1997, tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang
Pendaftaran Tanah.

Anda mungkin juga menyukai