Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI CORS DI INDONESIA DAN


HUBUNGANNYA DENGAN DEFORMASI DAN TSUNAMI

Dosen :

Denis Suhari, Ir., M.T.

Dibuat oleh :

Lifia Anggun Savitri

4122.3.18.13.0013

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI

FAKULTAS TEKNIK PERENCANAAN DAN ARSITEKTUR

UNIVERSITAS WINAYA MUKTI

BANDUNG

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
KATA PENGANTAR................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................4
Latar Belakang.......................................................................................................................4
Rumusan Masalah..................................................................................................................5
Tujuan....................................................................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................6
Definisi Bencana....................................................................................................................6
GPS (Global Positioning System)..........................................................................................6
CORS Di Indonesia................................................................................................................7
Mengenal Sistem InaCORS....................................................................................................9
Mengenal Sistem InaCORS..................................................................................................10
Mengenal Sistem InaCORS..................................................................................................14
Sebaran InaCORS................................................................................................................15
Deformasi.............................................................................................................................15
Hubungan Deformasi dengan CORS....................................................................................16
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................................18
Kesimpulan..........................................................................................................................18
Saran....................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia


nikmatnya sehingga makalah yang berjudul “PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
CORS DI INDONESIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN DEFORMASI DAN
TSUNAMI” ini dapat diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan yang
berarti. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mingguan yang diberikan oleh
dosen mata kuliah Pengetahuan Kebencanaan , Bapak Denis Suhari, Ir., M.T.

Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Untuk itu
penulis pribadi mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini,
baik dari segi EYD, kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karenanya penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak sebagai penilai
agar dapat saya jadikan sebagai bahan evaluasi.

Demikian, semoga makalah ini dapat diterima dan mendapatkan nilai yang sesuai.

Bandung, 2 Agustus 2021

Lifia Anggun Savitri


BAB I
PENDAHUUAN
Latar Belakang

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan daerah rawan bencana.


Posisinya yang terletak di garis Katulistiwa dan berbentuk Kepulauan menimbulkan
potensi tinggi untuk berbagai jenis bencana terkait hidrometeorologi, seperti banjir,
banjir bandang, kekeringan, cuaca ekstrim (angin puting beliung), gelobang ekstrim
dan abrasi serta kebakaran lahan dan hutan. Fenomena perubahan iklim juga semakin
meningkatkan ancaman bencana hidrometeorologi.

Pulau-pulau di Indonesia terletak pada tiga lempeng tektonik dunia yaitu lempeng
Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia yang menyebabkan potensi tinggi
terhadap terjadinya bencana gempabumi, tsunami, letusan gunungapi dan gerakan
tanah (tanah longsor). Lempeng Eurasia dan Australia bertumbukan di lepas pantai
barat Pulau Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas pantai Selatan kepulauan
Nusa Tenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan Maluku sebelah selatan.
Antara lempeng Australia dan Pasifik terjadi tumbukan di sekitar Pulau Papua.
Sementara pertemuan antara ketiga lempeng itu terjadi di sekitar Sulawesi. Hal
tersebut menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang rawan terjadi gempabumi
terutama di daerah dekat pertemuan lempeng-lempeng tersebut yang frekuensinya
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada zona deformasi kerak bumi akibat
interaksi pergerakan lempeng tektonik dan aktivitas seismic mengakibatkan posisi
suatu titik dapat berubah secara dinamis. CORS (Continuously Operating Reference
Stations) adalah suatu teknologi berbasis GNSS yang berwujud sebagai suatu jaring
kerangka geodetik yang pada setiap titiknya dilengkapi dengan receiver yang mampu
menangkap sinyal dari satelitsatelit GNSS yang beroperasi secara kontinyu 24 jam
per hari, 7 hari per minggu dengan mengumpulkan, merekam, mengirim data, dan
memungkinkan para pengguna memanfaatkan data untuk penentuan posisi, baik
secara postprocessing maupun real-time.
Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi pada Perkembangan Teknologi


CORS Di Indonesia Dan Hubungannya Dengan Deformasi dan manfaatnya.

Tujuan

Suatu teknologi berbasis GNSS yang berwujud sebagai suatu jaring kerangka
geodetik yang pada setiap titiknya dilengkapi dengan receiver yang mampu
menangkap sinyal dari satelitsatelit GNSS yang beroperasi secara kontinyu 24 jam
per hari, 7 hari per minggu dengan mengumpulkan, merekam, mengirim data, dan
memungkinkan para pengguna memanfaatkan data untuk penentuan posisi, baik
secara postprocessing maupun real-time.
BAB 2
PEMBAHASAN

Definisi Bencana

Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda dan dampak psikologis (UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana).

Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda
[Kuang,1996]. Berdasarkan definisi tersebut deformasi dapat diartikan sebagai
perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada suatu benda secara absolut
maupun relatif. Dikatakan titik bergerak absolut apabila dikaji dari perilaku gerakan
titik itu sendiri dan dikatakan relatif apabila gerakan itu dikaji dari titik yang lain.
Perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada umumnya mengacu kepada
suatu sitem kerangka referensi (absolut atau relatif). deformasi, dan banyak hal
turunan lainnya. Jaring Kontrol Geodesi yang selanjutnya disingkat JKG adalah
sebaran titik control geodesi yang terintegrasi dalam satu kerangka referensi.

GPS (Global Positioning System)

GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan pada
pengamatan satelit-satelit Global Positioning System [Abidin, 2000; Hofmann
Wellenhof et al., 1997]. Prinsip pemantauan ground deformation dengan survey GPS
yaitu dengan cara menempatkan beberapa titik di beberapa lokasi yang dipilih,
ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS.
Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat dari titik-titik tersebut
dari survei yang satu ke survei berikutnya, maka karakteristik ground deformation
pada tubuh gunungapi akan dapat dihitung dan dipelajari lebih lanjut.
Pemantauan ground deformationi dengan menggunakan GPS pada prinsipnya dapat
dilakukan secara episodik atau kontinyu. Dalam pengamatan secara episodik,
koordinat dari beberapa titik GPS yang dipasang pada gunung api, ditentukan secara
teliti menggunakan metode survey GPS. Koordinat titik-titik ini ditentukan dalam
selang periode tertentu secara berkala dalam selang waktu tertentu, dan dengan
menganalisa perbedaan koordinat yang dihasilkan untuk setiap periode, maka
karakteristik deformasi dari gunung api dapat ditentukan dan dianalisa.

Pemantauan deformasi secara kontinyu secara prinsip sama dengan pemantauan


deformasi secara episodik, yang membedakannya hanya aspek operasional dari
pemantauan. Dalam pemantauan deformasi secara kontinyu koordinat dari titik-titik
GPS pada daerah yang di tentukan secara realtime dan terus menerus dengan sistem
yang disusun secara otomatis. Agar metode ini dapat dilakukan maka diperlukan
komunikasi data antara titik-titik GPS pada daerah yang ditentukan dan stasiun
pengamat.

Data yang dikumpulkan tiap survey selanjutnya diproses dan digabungkan dengan
hasil pengolahan data survey sebelumnya untuk di analisis karakteristik deformasi
yang terjadi pada gunungapi yang diamati. Strategi pengamatan dan pengolahan data
yang optimal merupakan salah satu sasaran utama penelitian, untuk memperoleh hasil
yang paling baik.

Data GPS yang diambil untuk keperluan deformasi ini yaitu data phase dan data code
GPS dari tipe Geodetik receiver GPS dual frekuensi (L1/L2), dengan lama
pengamatan sekitar 10 sampai 24 jam. Desain jaring pengamatan yang digunakan
yaitu desain jaring radial, dengan mengikatkan titik-titik pantau terhadap satu titik
ikat (referensi) yang telah ditentukan di luar asumsi daerah yang kemungkinan
mengalami deformasi.

CORS Di Indonesia

InaCORS adalah Continuously Operating Reference Station (CORS) yang dikelola


oleh Badan Informasi Geospasial sebagai stasiun pengamatan geodetic tetap/kontinu.
Berkembangnya CORS di Indonesia tidak lepas dari usaha Badan Informasi
Geospasial (dahulu bernama Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional atau
BAKOSURTANAL) untuk mendefinisikan dan memelihara referensi geospasial
yang menjadi acuan dalam kegiatan survei, pemetaan, serta penyelenggaraan IG
lainnya.

Penentuan datum geodetik atau referensi geospasial pertama kali dilakukan dengan
metode jaring utama triangulasi menggunakan alat optik pada tahun 1862 yang
menghasilkan beberapa sistem datum yang tidak dapat disatukan danmemiliki
ketelitian yang berbeda-beda. Pada tahun 1970-an, pendefinisian datum geodetic
berkembang dengan memanfaatkan teknologi TRANSIT Navy Navigation Satellite
System atau lebih dikenal dengan satelit Doppler untuk mengukur sejumlah jarring
kontrol geodesi (JKG).

Pemanfaatan satelit Doppler menghasilkan koordinat JKG dalam satu sistem datum
Indonesian Datum 1974 (ID74) yang mampu memenuhi kebutuhan pemetaan
rupabumi skala 1:50.000 meskipun belum homogen dalam hal ketelitian.

Untuk menjaga tingkat akurasi dan presisi dari kerangka dasar geodetik di seluruh
wilayah Indonesia, maka digunakan teknologi Global Positioning System (GPS)
dalam pengukuran JKG untuk mendefinisikan datum baru bernama Datum Geodetik
Nasional 1995 (DGN95) yang menggantikan ID74. Pengamatan JKG secara periodik
kemudian berkembang menjadi pengamatan secara terus menerus di beberapa titik
sehingga terdapat stasiun pengamatan geodetik tetap/kontinu atau dikenal sebagai
stasiun InaCORS. Stasiun InaCORS dimulai pada tahun 1996 dengan dibangunnya
tiga CORS di Cibinong (BAKO), Sampali (SAMP), dan Parepare (PARE). Selain
membantu pemeliharaan referensi pemetaan di Indonesia, CORS juga membantu
berbagai kegiatan ilmiah maupun praktis di lapangan seperti survei geodinamika dan
deformasi, studi ionosfer dan meteorologi, dan juga survey dan pemetaan berbasis
real time.
Kejadian tsunami Aceh pada tahun 2004 ikut mendorong CORS di Indonesia
berkembang pesat melalui pembangunan Indonesian Tsunami Early Warning System
(InaTEWS). Jaringan CORS diperluas sehingga pada tahun 2007 terdapat 16 stasiun
CORS yang dikelola BIG. Pada tahun 2010 jaringan CORS yang dikelola BIG
menjadi 106 stasiun yang terdiri atas 94 stasiun dibangun BIG secara mandiri dan 12
stasiun dibangun melalui kerjasama dengan pihak lain.

Dengan semakin bertambahnya CORS di Indonesia, maka penentuan referensi


geospasial menjadi semakin presisi, terintegrasi dengan sistem referensi global, serta
mampu memberikan ketelitian yang memadai untuk memantau pergerakan lempeng
tektonik dan deformasi kerak bumi yang berpengaruh terhadap nilai-nilai koordinat.
Untuk mengakomodasi adanya perubahan nilai koordinat terhadap waktu karena
adanya pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi, maka pada tahun
2013 BIG meresmikan datum baru yaitu Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013
(SRGI2013) yang bersifat semi dinamik yang menggantikan DGN95. Sampai dengan
pertengahan tahun 2018, datum SRGI2013 didukung oleh 7.153 titik JKG yang
diukur secara periodik serta 137 stasiun CORS yang tersebar di seluruh Indonesia,
yang kemudian bertambah menjadi 187 stasiun pada akhir tahun 2018.

Mengenal Sistem InaCORS

InaCORS BIG merupakan sebuah sistem yang terdiri atas beberapa komponen yaitu
perangkat stasiun di lapangan, server, jaringan komunikasi, dan pengguna. Dari
seluruh stasiun InaCORS yang tersebar di seluruh Indonesia, semua data mengalir ke
server BIG melalui komunikasi internet. Setelah data masuk ke server BIG, maka
proses pengelolaan data dilaksanakan. Termasuk dalam pengelolaan data adalah
proses pemantauan kondisi stasiun InaCORS untuk memastikan seluruhnya berfungsi
optimal. Stasiun yang mengalami kendala akan segera diperbaiki agar kembali
berfungsi. Data yang dihasilkan di server BIG kemudian digunakan oleh pengguna,
baik untuk layanan pengolahan secara post processing atau layanan koreksi ketika
pengukuran menggunakan metode RTK.

Stasiun InaCORS di lapangan terdiri atas perangkat outdoor dan perangkat indoor.
Perangkat outdoor terdiri atas antena GNSS dan sensor meteorologi. Antena GNSS
terpasang di atas pilar sedangkan sensor meteorologi berada di dekat lokasi pilar
antena. Perangkat indoor terletak dalam box perangkat yang terdiri atas sistem power,
receiver GNSS, dan perangkat telekomunikasi.

Mengenal Sistem InaCORS

InaCORS dikelola oleh Badan Informasi Geospasial, tepatnya di Bidang


Geodinamika Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika, yang berlokasi di Jl
Raya Jakarta – Bogor km 46, Cibinong. Setelah dibangun, stasiun InaCORS dikelola
agar beroperasi dengan baik selama 24jam/7 hari dan mampu melayani pengguna
dengan standar pelayanan ketersediaan data 95% untuk stasiun yang online.
Pengelolaan tersebut dilaksanakan melalui sejumlah kegiatan, antara lain:

1. Monitoring stasiun

Monitoring stasiun merupakan kegiatan pemantauan untuk memastikan seluruh


perangkat stasiun InaCORS berada dalam kondisi baik dan berfungsi normal,
dengan melihat status ketersediaan data stasiun setiap hari.
Gambar 2. Pemantauan satelit yang diterima oleh salah satu stasiun InaCors.

Gambar 3. Pemantauan aliran streaming stasiun secara realtime.

2. Perawatan rutin dan perbaikan

Agar dapat beroperasi secara terus-menerus dengan baik, stasiun InaCORSperlu


dirawat secara berkala. Apabila terjadi kerusakan maka stasiun harus segera
diperbaiki agar dapat berfungsi kembali, dengan jenis perbaikan yang sesuai
terhadap kerusakan yang terjadi.
3. Manajemen data

Setiap hari, stasiun InaCORS menghasilkan data raw 30 detik yang dikonversi
menjadi data RINEX. Data RINEX diolah untuk memelihara sistem referensi
geospasial serta digunakan untuk pelayanan apabila ada pengguna yang
membutuhkan. Selain itu, stasiun InaCORS dengan kemampuan untuk melayani
koreksi RTCM (Radio Technical Commission for Maritime Services) untuk
layanan RTK (Real Time Kinematic) juga menghasilkan data streaming setiap
jamnya. Seluruh data CORS tersebut sejak pertama kali tersedia dikelola melalui
suatu sistem manajemen data GNSS dalam server data InaCORS. Termasuk
dalam kegiatan manajemen data adalah pengelolaan informasi metadata.

Metadata InaCORS yang berisi informasi mendetail tentang setiap perangkat


yang terpasang di seluruh stasiun InaCORS diperbarui secara berkala ketika
terjadi perubahan status stasiun InaCORS.
4. Pengolahan data InaCORS

Data InaCORS berupa data GNSS diolah menggunakan perangkat lunak ilmiah
GAMIT/GLOBK bersama dengan data GNSS dari stasiun IGS (International
GNSS Service). Proses pengolahan melibatkan beberapa jenis data untuk
memastikan hasil yang diperoleh memenuhi standar ketelitian yang ditetapkan.
Hasil dari kegiatan pengolahan data GNSS tersebut berupa koordinat definitif
serta vektor kecepatan perubahan dalam datum yang digunakan. Indonesia telah
melakukan perubahan datum nasional mulai dari ID74 menjadi DGN95 dan
terakhir, yang saat ini digunakan, adalah SRGI2013.

Gambar 6. Koordinat harian salah satu stasiun InaCORS di Labuan Bajo,NTT mulai
Oktober 2015 sampai Oktober 2018.

5. Pemutakhiran informasi

Seluruh stasiun InaCORS baik yang memiliki komunikasi data online maupun
offline disebarluaskan informasinya melalui http://srgi.big.go.id/srgi2/jkg (web
SRGI), sedangkan stasiun yang memiliki komunikasi data online untuk layanan
RTK disajikan informasi status realtime-nya melalui http://nrtk.big.go.id/.
Deskripsi stasiun InaCORS dapat diunduh melalui web SRGI. Perubahan
perangkat yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan stasiun InaCORS
dimutakhirkan informasinya di kedua web tersebut.
Gambar 7. Sebaran InaCORS di Web SRGI

6. Pelayanan data dan informasi InaCORS

InaCORS menghasilkan data dan informasi yang digunakan untuk berbagai


macam kebutuhan terkait survei dan pemetaan. Produk layanan tersebut meliputi
data RINEX, deskripsi stasiun InaCORS, layanan RTK, dan layanan post
processing data GNSS yang dapat diakses melalui website.

Mengenal Sistem InaCORS

InaCORS bermanfaat sebagai referensi untuk berbagai macam aplikasi penentuan


posisi dari kegiatan survei dan pemetaan. Penentuan posisi menggunakan prinsip
diferensial GPS seperti pemetaan topografi, survei kelautan, fotogrametri, eksplorasi
minyak dan gas, survei kadaster dan survei konstruksi akan menjadi lebih mudah
dengan adanya jaringan InaCORS. Beberapa pemanfaatan stasiun geodetic
tetap/kontinu (CORS) antara lain :

1. Memelihara referensi pemetaan nasional


2. Mendukung percepatan survey dan pemetaan akurat
3. Layananan survey pemetaan secara realtime
4. Percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta
5. Percepatan reformasi agraria nasional
6. Dukungan penegasan batas wilayah untuk batas daerah dan batas Negara
7. Dukungan penyusunan rencana tata ruang wilayah
8. Dukungan kegiatan mitigasi kebencanaan (tsunami,gempa bumi,gerakan
tanah,erupsi)
9. Pemantauan deformasi kerak bumi
10. Dukungan system navigasi.

Sebaran InaCORS

Gambar 8. Sebaran InaCORS Di Indonesia

Sebanyak 137 stasiun InaCORS tersebar dari Sabang sampai Merauke. Jumlah
tersebut akan bertambah menjadi 187 stasiun pada akhir tahun 2018. Lima puluh
stasiun InaCORS baru yang dibangun tahun 2018 siap digunakan untuk mendukung
pemeliharaan sistem referensi geospasial serta berbagai kegiatan survey dan
pemetaan pada tahun 2019. Dari 50 stasiun tersebut, 33 stasiun telah selesai dibangun
pada Oktober 2018 dan 17 stasiun sedang dalam proses pembangunan sampai akhir
tahun.

Deformasi

Deformasi didefinisikan sebagai perubahan bentuk, posisi dan dimensi dari suatu
materi atau perubahan kedudukan (pergerakan) suatu materi baik secara absolut
maupun relatif dalam suatu kerangka referensi tertentu akibat suatu gaya yang bekerja
pada materi tersebut (Kuang, 1996 dalam Andriyani, 2013). Dikatakan titik bergerak
absolut apabila dikaji dari perilaku gerakan titik itu sendiri dan dikatakan relatif
apabila gerakan itu dikaji dari titik yang lain. Perubahan kedudukan atau pergerakan
suatu titik pada umumnya mengacu kepada suatu sistem kerangka referensi (absolut
atau relatif).

Bumi merupakan benda yang dapat dikatakan dinamis terutama dibagian


permukaannya karena dapat mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Banyak
hal yang menjadi sumber gaya-gaya bekerja pada bagian bumi sehingga
menyebabkan deformasi terjadi seperti adanya gempa, aktivitas gunung berapi
maupun landslide (Saputra, 2015).

Untuk mengetahui sifat deformasi yang terjadi dibutuhkan informasi mengenai status
geometrik dari materi berupa posisi, bentuk, dan dimensi yang dapat diperoleh
melalui analisis geometrik menggunakan data hasil pengamatan geodetik terhadap
gaya respon suatu benda terhadap gaya deformasi. Sifat deformasi dapat juga
diperoleh dari interpretasi status fisik yang diturunkan dari sifat materi yang
terdeformasi, internal stress (tegangan yang terjadi pada materi), hubungan fungsional
antara beban dengan deformasi yang terjadi. Melalui penelitian pemantauan
deformasi, pengetahuan mengenai sifat benda yang mengalami deformasi akan dapat
diketahui.

Status Geometrik deformasi dapat diperoleh dengan Analisis Geometrik yang


menggunakan data hasil pengamatan geodetik terhadap efek-efek respon suatu materi
terhadap gaya deformasi. Dengan menguraikan hasil pengamatan geodetik menjadi
parameter-parameter deformasi, maka disusun model matematika yang mewakili
jenis deformasi suatu materi (Chrzanowski et al., 1986 dalam Andriyani, 2013).

Hubungan Deformasi dengan CORS

CORS merupakan stasiun yang mampu menangkap sinyal-sinyal yang diberikan oleh
GNSS (Global Navigation Sattelite Sistem). CORS melakukan pengamatan dengan
durasi 24 jam tiap harinya secara statik. Penempatan dan pemasangan CORS
dilakukan dengan memperhatikan kebebasan terhadap obstruksi di sekitarnya (di
ruang terbuka) sehingga efek multipath dari hasil pengamatan yang dilakukan relative
kecil. Umumnya, CORS dijadikan sebagai referensi dalam mengontrol jaring jaring
kerangka geodesi yang tersebar di seluruh pulau Indonesia. CORS memiliki ketelitan
yang tinggi sehingga sering dijadikan base dalam pengikatan dan pemrosesan
baseline. Posisi titik yang telah diikatkan dengan CORS, dapat ketahui apakah terjadi
perubahan atau tidak dan besar atau tidaknya perubahan posisi yang terjadi. CORS
mampu mengakomodir adanya pergerakan lempeng dalam skala lokal maupun
global, dan ditentukan dengan mengolah data dari stasiun-stasiun CORS lain yang
merupakan bagian dari jaringan CORS global yang sudah ada, dengan metode double
difference untuk mengeliminir kesalahan jam atom pada satelit GPS. Jadi dengan
CORS kita dapat mengetahui pergerakan/Deformasi yang terjadi disuatu wilayah.
Dan sebaliknya jika adanya suatu pergerakan atau Deformasi Titik Koordinat atau
posisi dari Cors juga berubah.
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan

CORS (Continuously Operating Reference Stations) adalah suatu teknologi berbasis


GNSS yang berwujud sebagai suatu jaring kerangka geodetik yang pada setiap
titiknya dilengkapi dengan receiver yang mampu menangkap sinyal dari satelit-satelit
GNSS yang beroperasi secara kontinyu 24 jam per hari, 7 hari per minggu dengan
mengumpulkan, merekam, mengirim data, dan memungkinkan para pengguna
memanfaatkan data untuk penentuan posisi, baik secara postprocessing maupun real
time. Manfaat CORS di Indonesia Yaitu :

1. Memelihara referensi pemetaan nasional


2. Mendukung percepatan survey dan pemetaan akurat
3. Layananan survey pemetaan secara realtime
4. Percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta
5. Percepatan reformasi agraria nasional
6. Dukungan penegasan batas wilayah untuk batas daerah dan batas Negara
7. Dukungan penyusunan rencana tata ruang wilayah
8. Dukungan kegiatan mitigasi kebencanaan (tsunami,gempa bumi,gerakan
tanah,erupsi)
9. Pemantauan deformasi kerak bumi
10. Dukungan system navigasi.

Sebaran CORS di Indonesia 187 Stasiun Setiap Stasiun Cors memiliki kode
penamaan yang berbeda satu dengan yang lain. CORS adalah sebuah Jaring Kerangka
Geodetik Nasional.
Saran

CORS mampu mengakomodir adanya pergerakan lempeng dalam skala lokal


maupun global, dan ditentukan dengan mengolah data dari stasiun stasiun CORS lain
yang merupakan bagian dari jaringan CORS global yang sudah ada, dengan metode
double-difference untuk mengeliminir kesalahan jam atom pada satelit GPS. Jadi
dengan CORS kita dapat mengetahui pergerakan/Deformasi yang terjadi disuatu
wilayah. Dan sebaliknya jika adanya suatu pergerakan atau Deformasi Titik
Koordinat atau posisi dari Cors juga berubah.
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia Indonesia

Buku InaCors BIG Satu Referensi Pemetaan Indonesia,Pusat Jaring Kontrol Geodesi
dan Geomatika,BIG. 2. Abidin, H.Z. (2000). Penentuan Posisi
Dengan GPS dan Aplikasinya. P.T. Pradnya Paramita, Jakarta.
Edisi ke 2. ISBN 979-408- 377-1. 268 pp

Anda mungkin juga menyukai