Anda di halaman 1dari 5

DATUM GEODETIK

Pengertian Datum geodetik merupakan data awal yang didefinisikan untuk membangun suatu sistem koordinat geodetik yang meliputi parameter elipsoid acuan, origin sistem koordinat, dan orientasi sumbu-sumbu koordinat. Ditinjau dari kedudukan elipsoid acuan terhadap bumi fisik atau geoid, datum geodetik dapat bersifat lokal atau global. Datum geodetik lokal (relatif) ialah datum geodetik yang elipsoid acuannya fit dengan geoid pada wilayah terbatas (lokal) sedangkan datum geodetik global (absolut) ialah datum geodetik yang elipsoid acuannya fit dengan geoid untuk seluruh wilayah permukaan bumi. Kondisi untuk datum geodetik global ialah NN minimum.

http://www.google.co.id/imgres?q=datum+geodetik&hl Koordinat elipsoidal (Lintang , Bujur , Tinggi h) Z


Meridian nol Meridian P

P h

O
Ekuator

Undulasi geoid: N

http://principles.ou.edu/earth_figure_gravity/geoid/index.htm

Defleksi Vertikal: ( , )

http://www.search-results.com/fr?q=deflection+of+the+vertical&desturi

P GEOID

ELIPSOID

Pendefinisian datum geodetik lokal (secara astro-geodetik) Pendefinisian datum geodetik lokal (pada masa lalu) umumnya dilaksanakan dengan metode astronomi-geodetik dengan langkah-langkah: 1. Pendefinisian dimensi elipsoid acuan: a, e 2. Pendifinisian origin dan orientasi sumbu-sumbu koordinat serta skala melalui Pendefinisian titik datum (Po) yang meliputi: koordinat geodetik (o, o, ho), undulasi geoid No, dan defleksi vertikal (o, o); Koordinat geodetik tersebut diturunkan dari data pengamatan koordinat astronomik (o, o) dan tinggi ortometrik (Ho) dengan rumus:

o = o o o = o o sec o ho = Ho + No

(apabila didefinisikan No = o = o = 0 maka elipsoid acuan didefinisikan berimpit dengan geoid di titik datum) Di titik datum juga dilakukan pengukuran azimut awal Ao (jaring triangulasi) secara astronomik yang kemudian dikoreksi dengan efek defleksi vertikal untuk menuhi kondisi azimut Laplace sehingga diperoleh azimut geodetik:

o = Ao (o o) sin o = Ao o tan o

Untuk jaring triangulasi, skala direalisasikan melalui pengukuran jarak basis (sisi triangulasi).

Datum Geodetik di Indonesia Datum geodetik yang pernah digunakan di Indonesia, terutama untuk tujuan pemetaan, ialah Datum Genuk (1862), Datum Bukit Serindung (1886), Datum Bukit Rimpah (1917), Datum Gunung Segara (1937), Datum Montjong Lowe (1911), dan Datum T21 Sorong. Keenam datum geodetik tersebut merupakan datum geodetik relatif dengan elipsoid acuan dianggap berimpit dengan geoid di titik datum. Selanjutnya, setelah Indonesia merdeka, didefinisikan dua datum relatif yaitu Datum Indonesia 1974 dan Datum Pulau Pisang. Datum Pulau Pisang hanya digunakan untuk penentuan perbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Datum geodetik yang bersifat global didefinisikan ketika teknologi Satelit GPS telah diterapkan di Indonesia. Pada tahun 1996 Indonesia menetapkan Datum Geodetik Nasional 1995 (DGN 1995) sebagai datum geodetik resmi untuk keperluan pemetaan di Indonesia. DGN 1995 merupakan datum global yang didefinisikan dengan mengadopsi WGS 1984 dan direalisasikan melalui Jaring Kontrol Honsontal Nasional Orde Nol yang dikembangkan dengan teknologi GPS.
Datum G.Genuk B. Serindung B. Rimpah G. Segara Montjong Lowe T21 Sorong ID74 Wilayah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara Kalimantan Barat Bangka, Blitung Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Papua Lintang 06 26 52,957 S 01 06 10,60 N 02 00 40,16 S 00 32 12,83 S 05 08 41,413 S 00 50 35,029 S 00 56 38,414 S o 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Bujur 106 55 05,978 E 105 00 59,82 E 105 51 39,76 E 117 08 48,87 E 119 34 56,440 E 131 16 32,371 E 100 22 08,804 o 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 No (m) 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 -10,088 Elipsoid Bessel Bessel Bessel Bessel Bessel Hayford GRS67

Pengembangan Jaring Kontrol Horizontal (JKH) Melalui pedefinisian datum geodetik maka kedudukan elipsoid acuan dan salib sumbu koordinat geodetik telah tertentu (terikat) terhadap bumi fisik, yang berarti bahwa tiap titik di permukaan bumi memiliki koordinat yang unik dalam sistem koordinat tersebut. Pendefinisian datum geodetik ini diperlukan untuk pengembangan Jaring Kontrol Geodetik atau Jaring Kontrol Horizontal (JKH). Disebut JKH karena dalam sistem geodetik ini komponen koordinat lintang () dan bujur () memiliki aspek aplikasi yang lebih utama daripada komponen tinggi h, sebagaimana dalam praktek surveying bahwa besaran tinggi yang digunakan bukan besaran h yang mengacu pada elipsoid, tetapi tinggi ortometrik H yang mengacu pada geoid atau MSL. Dalam pemetaan permukaan bumi, komponen koordinat (, ) ini ditransformasikan ke besaran koordinat (X, Y) pada sistem koordinat peta. Metode yang umum diterapkan dalam pengembangan JKH ialah triangulasi, trilaterasi, dan traverse (poligon). Pengembangan JKH umumnya dilaksanakan dengan standar dan spesifikasi tertentu, meliputi desain jaring, klasifikasi, ketelitian, metode dan peralatan pengukuran, perhitungan, dan sebagainya. Struktur atau sebaran JKH umumnya dalam sistem penjenjangan menurut klasifikasi (tingkat ketelitian dan kerapatan titik-titik kontrol): orde-0, orde-1, dan orde-3. Dengan data koordinat geodetiknya, JKH merupakan realisasi dari sistem (datum) geodetik sesuai dengan pendefinisiannya.
4

Dengan perkataan lain, JKH merupakan kerangka acuan (reference frame) sebagai realisasi dari sistem (datum) geodetik acuan (reference system) yang telah didefinisikan. P1

Po

P1

Po

Jaring Triangulasi Desain jaring : sesuai klasifikasi dan spesifikasi yang distandarkan, meliputi bentuk segitiga (strength of figure) dan panjang sisi-sisi segitiga. Pengukuran : basis (jarak awal), sudut-sudut segitiga, azimut astronomis Perhitungan : titik awal o , o , ho , o reduksi data ukuran (jarak, sudu, azimut) ke permukaan elipsoid acuan perataan sudut perhitungan koordinat geodetik ( , ) perhitungan tinggi elipsoidal h

Anda mungkin juga menyukai