Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PRAKTIKUM

GNSS TERAPAN
Minggu ke-3

Topik: Pengolahan Jaring GNSS Statik Orde 3

Disusun oleh:
Arga Ibnu Kurniawan
19/439641/TK/48371

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK GEODESI


DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
A. Mata Acara
Pengolahan Jaring GNSS Statik Orde 3 dengan Metode Minimal Constraint dan Full
Constraint.

B. Tujuan Praktikum
- Mahasiswa mampu melakukan pengolahan jaring GNSS Statik Orde 3 dengan metode
minimal Constraint.
- Mahasiswa mampu melakukan pengolahan jaring GNSS Statik Orde 3 dengan metode
full Constraint.

C. Landasan Teori
GNSS (Global Navigation Satellite System) adalah suatu sistem satelit yang terdiri
dari konstelasi satelit yang menyediakan informasi waktu dan lokasi, memancarkan
macam-macam sinar dalam berbagai frekuensi secara terus-menerus, yang tersedia di
semua lokasi diatas permukaan bumi. GNSS yang paling dikenal saat ini adalah GPS
(Global Positioning System). Sistem ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan
tiga dimensi serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa
bergantung waktu dan cuaca, kepada banyak orang secara simultan.
Seiring dengan penrkembangan Satelit GPS, GLONASS yang merupakan sistem
GNSS yang dimiliki oleh Russia mempunyai cakupan seluruh dunia dengan 18 satelit yang
tersedia sejak Desember 2009, dan satelit GALILEO milik Eropa juga COMPASS milik
China sedang dikembangkan. GLONASS (GLObal'naya NAvigatsionnaya Sputnikovaya
Sistema, atau Global Navigation Satellite System) merupakan sistem navigasi ruang
angkasa milik Russia yang bisa disamakan dengan sistem GNSS milik Rusia. Satelit
berjumlah 21 pada 3 bidang orbit datar.
Penentuan posisi GNSS dapat dilakukan dengan metode static. Metode ini
merupakan metode dengan penentuan posisi dari titik-titik yang diam. Penentuan posisi
tersebut dapat dilakukan secara absolut maupun diferensial, dengan menggunakan data
pseudorange dan/atau fase (Kurniawan dkk, 2019). Pengukuran metode static dilakukan
lebih lama, sehingga menghasilkan data yang lebih banyak pula. Pengamatan satelit
umumnya dilakukan baseline per baseline selama selang waktu tertentu (beberapa puluh
menit sampai beberapa jam tergantung tingkat ketelitian yang diinginkan) dalam suatu
jaringan dari titik-titik yang akan ditentukan posisinya. Oleh karena itu, ketilitian posisi
yang diperoleh biasanya sangat tinggi.

D. Alat dan Bahan


1. 1 set Receiver GPS tipe Geodetik merk JAVAD
2. 1 buah statif
3. Laptop (hardware)
4. TBC (software)
5. Ms. Word Office 2019 (software)
6. Data GPS Rinex

E. Langkah Kerja
a. Minimal Constrain
a. Buka Software trimble

Gambar E.1 Trimble


b. Buat project baru. Caranya yaitu klik menu file → klik new → pada bagian kotak
dialog new project, klik metric → centang read only dan default → klik OK

Gambar E.2. Sub Menu New


c. Atur koordinat sistem. Caranya yaitu, Pada kolom di kiri yaitu project explorer,
klik kanan pada file project user → klik project settings → pilih coordinate
system → klik change
Gambar E.3. Project Settings
Pilih koordinat sistem UTM 49S. caranya pilih opsi “coordinate system and zone”
→ pada bagian “coordinate system group” pilih “world wide/UTM” → pada
datum transformation pilih 49 South → klik Next

Gambar E.4. select coordinate system zone


Pilih horizontal datum, yaitu WGS 1984 → next

Gambar E.5. select horizontal datum


Pilih Geoid Model. Caranya yaitu pilih opsi “predefined geoid model” → pilih
EGM96 (global) → finish
Gambar E.6. select geoid model
Hasil akhirnya adalah sebagai berikut

Gambar E.7. project settings yang telah di atur


d. Atur nilai elevation mask. Caranya yaitu pilih baseline processing → satellites →
pada kolom elevation mask, isi nilainya dengan “15.0 deg”

Gambar E.8. elevation mask


e. Masukkan/import dan atur data pengukuran kedalam project. Caranya yaitu klik
menu home → klik import

Gambar E.9. perintah import


Pada kotak dialog import folder, klik titik 3 di bagian paling kanan → pilih folder
yang berisi data pengukuran
Gambar E.10. browse for folder
Pada kolom “Select field” pilih data yang ber-ekstensi .n / .N dan .o / .O → klik
import

Gambar E.11. memilih data yang akan di import


Atur nama data yang diinport. Caranya yaitu pada kolom point ID, klik 2 kali
pada titik yang akan diubah namanya → lalu ubah nama titik tersebut >>lalu Atur
ketinggian titik pengukuran. caranya yaitu buka tab antenna → pada kolom
height, klik 2 kali pada titik yang akan diubah tingginya
Gambar E.12. mengatur nama dan tinggi titik
Jika sudah, maka tekan OK

Gambar E.13. hasil import titik


f. Merge/gabungkan titik fix yang dilakukan 2 sesi. Pada kolom project explorer di
sebalah kiri → pilih point → pilih 2 point yang akan di merge/gabung

Gambar E.14. pilih 2 titik yang akan di merge


Klik menu survei → pilih perintah merge point → pada kolom selected points,
klik simbol + → lalu pada kolom “fin”, pilih salah satu dari titik yang akan
dijadikan sebagai dasar penggabungan titik

Gambar E.15. merge points


jika sudah klik “apply” → lalu klik “ok”

Gambar E.16. hasil merge point


g. Tentukan titik fix. Klik kanan pada titik yang akan dijadikan sebagai titik fix →
pilih perintah “add coordinates” → pada kolom “coordinate type” pilih “global”
→ masukkan nilai latitude, longitude, dan height berdasarkan data dari web SRGI
Gambar E.17. Nilai koordinat titik fix berdasarkan SRGI

Gambar E.18. Add coordinates titik fix


Atur agar latitude, longitude, dan height sebagai control quality. caranya klik pada
simbol disebelah kolom latitude, longitude, dan height → pilih control quality
Gambar E.19. Menetapkan opsi Control quality
Jika sudah, tekan ok

Gambar E.20. titik fix telah ditetapkan


h. Scan baseline dan seleksi data yang kurang bagus. Klik kanan baseline yang akan
di scan → pilih perintah session editor → seleksi data yang berlubang, memiliki
cycle slip, dsb. Dengan cara men-drag menggunakan mouse → jika sudah tekan
OK

Gambar E.21. Session editor


i. Process baselines. Caranya yaitu pada kolom session di sebelah kiri, pilih seluruh
baseline yang akan di prosess → klik kanan → pilih perintah process baselines

Gambar E.22. Perintah Process Baseline


Kemudian dilakukan proses “process baseline”

Gambar E.23. proses process baseline

berikut adalah hasil dari process baseline


Gambar E.24. hasil Process baseline
j. Adjust network. Caranya yaitu pada kolom session di sebelah kiri, pilih seluruh
baseline yang akan di adjust network → klik menu survei → pilih perintah adjust
network

Gambar E.25. perintah adjust network


Pada kolom fixed coordinate, centang pada kolom 2D dan h untuk seluruh titik
fix

Gambar E.26. proses adjust network


Klik ok → dan hasil dari adjust networknya adalah sebagai berikut
Gambar E.27. baseline hasil adjust network
Untuk result singkatnya, dapat dilihat pada kotak dialog adjust network dibagian
kanan

Gambar E.28. Result singkat Adjust network


Untuk melihat hasil secara menyeluruh, caranya klik perintah “network
adjustment report”

Gambar E.29. Network Adjustment Report


Berikut adalah hasil secara menyeluruhnya
Gambar E.30. Hasil Adjust network minimal Constrain
Uji Kelas dan Orde Jaring Minimal Constraint
a. Dapatkan koordinat easting, northing, elevation setiap titik. caranya yaitu, buka
hasil adjust network → koordinat easting, northing, elevation setiap titik terletak
pada bagian Adjusted Grid Coordinates

Gambar E.31. koordinat easting, northing, elevation setiap titik


b. Dapatkan nilai kesalahan ½ sumbu panjang ellips. caranya yaitu, buka hasil adjust
network → nilai kesalahan ½ sumbu panjang ellips terletak pada bagian Error
Ellipse Components di “semi major axis” → nilai kesalahan ½ sumbu panjang
ellips yang dihasilkan, diubah dalam satuan “mm”

Gambar E.32. nilai kesalahan ½ sumbu panjang ellips


c. Hitung nilai d, yaitu jarak titik pengukuran terhadap titik fix. Caranya yaitu
menggunakan rumus berikut → jarak yang dihasilkan, diubah dalam satuan “km”
Nilai X dan Y diperoleh dari easting dan northing hasil adjust network pada
bagian Adjusted Grid Coordinates

Gambar E.33. nilai d


d. Cari nilai r untuk setiap titik. caranya yaitu menggunakan rumus berikut → nilai r
yang dihasilkan, diubah dalam satuan “mm”
𝒓=𝑐 ∗(𝑑+0.2)
Keterangan :
⮚ d = jarak titik pengukuran terhadap titik fix
⮚ c = Untuk kelas 30, maka c = 30

Gambar E.34. nilai r


e. lakukan uji kelas C terhadap jaring. Caranya yaitu memakai syarat berikut
r > a ; maka uji kelas C dinyatakan memenuhi syarat
r < a ; maka uji kelas C dinyatakan tidak memenuhi syarat

Gambar E.35. uji kelas C

b. Maximal Constraint
a. Buka Software trimble
Gambar E.36. Trimble
b. Buat project baru. Caranya yaitu klik menu file → klik new → pada bagian kotak
dialog new project, klik metric → centang read only dan default → klik OK

Gambar E.37. Sub Menu New


c. Atur koordinat sistem. Caranya yaitu, Pada kolom di kiri yaitu project explorer, klik
kanan pada file project user → klik project settings → pilih coordinate system →
klik change

Gambar E.38. Project Settings


Pilih koordinat sistem UTM 49S. caranya pilih opsi “coordinate system and zone”
→ pada bagian “coordinate system group” pilih “world wide/UTM” → pada datum
transformation pilih 49 South → klik Next
Gambar E.39. select coordinate system zone
Pilih horizontal datum, yaitu WGS 1984 → next

Gambar E.40. select horizontal datum


Pilih Geoid Model. Caranya yaitu pilih opsi “predefined geoid model” → pilih
EGM96 (global) → finish

Gambar E.41. select geoid model


Hasil akhirnya adalah sebagai berikut

Gambar E.42. project settings yang telah di atur


d. Atur nilai elevation mask. Caranya yaitu pilih baseline processing → satellites →
pada kolom elevation mask, isi nilainya dengan “15.0 deg”
Gambar E.43. elevation mask
e. Masukkan/import dan atur data pengukuran kedalam project. Caranya yaitu klik
menu home → klik import

Gambar E.44. perintah import


Pada kotak dialog import folder, klik titik 3 di bagian paling kanan → pilih folder
yang berisi data pengukuran

Gambar E.45. browse for folder


Pada kolom “Select field” pilih data yang ber-ekstensi .n / .N dan .o / .O → klik
Gambar E.46. memilih data yang akan di import
Atur nama data yang diinport. Caranya yaitu pada kolom point ID, klik 2 kali pada
titik yang akan diubah namanya → lalu ubah nama titik tersebut → lalu Atur
ketinggian titik pengukuran. caranya yaitu buka tab antenna → pada kolom height,
klik 2 kali pada titik yang akan diubah tingginya

Gambar E.47. mengatur nama dan tinggi titik


Jika sudah, maka tekan OK
Gambar E.48. hasil import titik
f. Merge/gabungkan titik fix yang dilakukan 2 sesi. Pada kolom project explorer di
sebalah kiri → pilih point → pilih 2 point yang akan di merge/gabung

Gambar E.49. pilih 2 titik yang akan di merge


Klik menu survei → pilih perintah merge point → pada kolom selected points, klik
simbol + → lalu pada kolom “fin”, pilih salah satu dari titik yang akan dijadikan
sebagai dasar penggabungan titik
Gambar E.50. merge points
jika sudah klik “apply” → lalu klik “ok”

Gambar E.51. hasil merge point


lakukan hal yang sama untuk titik fix lainya, memakai cara yang sama seperti di
atas → hasilnya adalah sebagai berikut
Gambar E.52. hasil merge point semua titik fix
g. Tentukan titik fix. Klik kanan pada titik yang akan dijadikan sebagai titik fix →
pilih perintah “add coordinates” → pada kolom “coordinate type” pilih “global” →
masukkan nilai latitude, longitude, dan height berdasarkan data dari web SRGI

Gambar E.53. Nilai koordinat titik fix berdasarkan SRGI


Gambar E.54. Add coordinates titik fix
Atur agar latitude, longitude, dan height sebagai control quality. caranya klik pada
simbol disebelah kolom latitude, longitude, dan height → pilih control quality

Gambar E.55. Menetapkan opsi Control quality


Jika sudah, tekan ok >> lakukan hal yang sama untuk titik fix lainya, memakai cara
yang sama seperti di atas → hasilnya adalah sebagai berikut
Gambar E.56. titik fix telah ditetapkan
h. Scan baseline dan seleksi data yang kurang bagus. Klik kanan baseline yang akan
di scan → pilih perintah session editor → seleksi data yang berlubang, memiliki
cycle slip, dsb. Dengan cara men-drag menggunakan mouse → jika sudah tekan
OK

Gambar E.57. Session editor


i. Process baselines. Caranya yaitu pada kolom session di sebelah kiri, pilih seluruh
baseline yang akan di prosess → klik kanan → pilih perintah process baselines
Gambar E.58. Perintah Process Baseline
Kemudian akan dilakukan proses “process baseline”

Gambar E.59. proses process baseline


berikut adalah hasil dari process baseline

Gambar E.60. hasil Process baseline


j. Adjust network. Caranya yaitu pada kolom session di sebelah kiri, pilih seluruh
baseline yang akan di adjust network → klik menu survei → pilih perintah adjust
network

Gambar E.61. perintah adjust network


Pada kolom fixed coordinate, centang pada kolom 2D dan h untuk seluruh titik fix

Gambar E.62. proses adjust network


Klik ok → dan hasil dari adjust networknya adalah sebagai berikut
Gambar E.63. baseline hasil adjust network
Untuk result singkatnya, dapat dilihat pada kotak dialog adjust network dibagian
kanan >> Dan untuk melihat hasil secara menyeluruh, caranya klik perintah
“network adjustment report”

Gambar E.64. Network Adjustment Report


Berikut adalah hasil secara menyeluruh nya

Gambar E.65. Hasil Adjust network minimal Constrain


Uji Orde dan Kelas Jaring Full Constraint
a. Dapatkan koordinat easting, northing, elevation setiap titik. caranya yaitu, buka
hasil adjust network → koordinat easting, northing, elevation setiap titik terletak
pada bagian Adjusted Grid Coordinates

Gambar E.66. koordinat easting, northing, elevation setiap titik


b. Dapatkan nilai kesalahan ½ sumbu panjang ellips. caranya yaitu, buka hasil adjust
network → nilai kesalahan ½ sumbu panjang ellips terletak pada bagian Error
Ellipse Components di “semi major axis” → nilai kesalahan ½ sumbu panjang
ellips yang dihasilkan, diubah dalam satuan “mm”

Gambar E.67. nilai kesalahan ½ sumbu panjang ellips


c. Hitung nilai d, yaitu jarak titik pengukuran terhadap titik fix. Caranya yaitu
menggunakan rumus berikut → jarak yang dihasilkan, diubah dalam satuan “km”

Nilai X dan Y diperoleh dari easting dan northing hasil adjust network pada
bagian Adjusted Grid Coordinates

Gambar E.68. nilai d


d. Cari nilai r untuk setiap titik. caranya yaitu menggunakan rumus berikut → nilai r
yang dihasilkan, diubah dalam satuan “mm”
𝒓=𝑐 ∗(𝑑+0.2)
Keterangan :
⮚ d = jarak titik pengukuran terhadap titik fix
⮚ c = Untuk orde 3, maka c = 30

Gambar E.69. nilai r


e. lakukan uji kelas C terhadap jaring. Caranya yaitu memakai syarat berikut
r > a ; maka uji orde 3 dinyatakan memenuhi syarat
r < a ; maka uji orde 3 dinyatakan tidak memenuhi syarat

Gambar E.70. uji orde 3 terhadap titik N0005

Gambar E.71. uji orde 3 terhadap titik TTG0832

Gambar E.72. uji orde 3 terhadap titik CBTL

Gambar E.73. uji orde 3 terhadap titik JOGS


F. Hasil dan Pembahasan
Pada praktikum Survei GNSS Terapan minggu ke-2, dilakukan pengukuran jaring
GNSS menggunakan receiver yang terdiri dari 9 titik kontrol, diantaranya yaitu N0005,
TTG0832, TTG0849, BM01, BM02, BM03, BM07, BM08, dan BM09 yang tesebar di
daerah Kabupaten Sleman.
Metode yang digunakan dalam pengamatan adalah metode statik dengan 3 titik fix,
yaitu N0005, TTG0832, dan TTG0849, dengan jumlah pengamatan dilakukan sebanyak 2
sesi dengan durasi per sesinya adalah 90 menit. Namun, pada saat pengolahan jaring di
minggu ke-3, diketahui bahwa terdapat kesalahan pengukuran pada TTG0849, baik pada
sesi 1 maupun sesi 2-nya. Sehingga TTG0849 diganti menjadi CORS yaitu titik CBTL
dan JOGS sebagai titik fix-nya. Titik-titik fix ini telah diketahui koordinatnya dan dapat
diperoleh melalui website SRGI.

Gambar F.1 Persebaran Titik Kontrol


Raw data hasil pengamatan perlu dikonversi menjadi file RINEX dengan logging rate
sebesar 30”, kemudian diolah menggunakan software Geogenius atau Trimble Business
Center (TBC). Data yang telah dimasukkan akan membentuk jaring GNSS yang mana titik-
titiknya saling terikat satu sama lain.
Pada pengolahan kali ini, dilakukan pengolahan dengan minimum Constraint dan
maximum Constraint. Pada pengolahan secara minimum Constraint digunakan 1 titik
sebagai titik fix, yaitu N0005 yang merupakan Jaring Kontrol Horizontal Nasional yang
terletak di depan lapangan GSP UGM yang telah diketahui koordinatnya. Sedangkan, pada
pengolahan secara maximum Constraint digunakan 4 titik sebagai titik fix, yaitu N0005,
TTG0832, CBTL, dan JOGS yang telah diketahui koordinatnya.

Berikut adalah proses dan hasil pengolahan jaring GNSS pada software Trimble
Business Center (TBC).
1. Session Editor
Proses session editor atau dapat juga disebut scanning baseline adalah hal
yang pertama kali perlu dilakukan dengan memilih data hasil perekaman pada
tiap baseline. Pada scan akan terlihat data hasil pengukuran tiap baseline, dimana
terdapat data yang kosong ataupun bagian yang tidak penuh (perekamannya
sangat sedikit). Untuk data yang kosong dapat dibuang dan untuk data yang tidak
penuh (perekamannya sangat sedikit) dapat di un-check dan tidak diikutsertakan
dalam processing data. Berikut adalah contoh hasil scan dari beberapa baseline.
a. Minimum Constraint
BM01 – N0005

Gambar F.2 Scan Baseline BM01-N0005


N0005 – BM02

Gambar F.3 Scan Baseline N0005-BM02

BM03 – BM02

Gambar F.4 Scan Baseline BM03-BM02

b. Maximum Constraint

CBTL – N0005

Gambar F.5 Scan Baseline CBTL-N0005


JOGS – N0005

Gambar F.6 Scan Baseline JOGS – N0005

BM01 - TTG0832

Gambar F.7 Scan Baseline BM01-TTG0832

2. Processing Baselines
Processing baselines dilakukan setelah melakukan proses scanning untuk
melihat karakteristik dari hasil pengukuran pada setiap baseline. Proses ini
dilakukan agar dapat diketahui data yang dalam keadaan baik ataupun buruk pada
setiap baseline, sehingga dapat mempermudah dalam menganalisis data.
Baseline yang bisa dikatakan baik adalah baseline yang memiliki solution
type ‘Fixed’. Sedangkan, baseline yang masih perlu proses scanning dan belum
dapat dikatakan baik adalah baseline yang memiliki solution type ‘Failed. Berikut
adalah hasil dari processing baselines :
a. Minimum Constraint

Gambar F.8 Jendela Hasil Process Baselines

Gambar F.9 Hasil Process Baselines

Pada hasil processing baseline dengan minimum Constraint di atas,


dapat dilihat bahwa semua baseline memiliki solution type ‘Fixed’, yang
dapat diartikan bahwa semua baseline tersebut sudah dalam keadaan baik
dan statistical test dapat diterima. Dengan horizontal precision di kisaran
6 mm hingga 1 cm, serta vertikal precision di kisaran 5 mm hingga 9 cm.
Horizontal dan vertikal precision ini dapat menghasilkan nilai yang lebih
kecil lagi jika dilakukan scanning baseline yang lebih teliti dan baik.

b. Maximum Constraint

Gambar F.10 Jendela Hasil Process Baselines

Gambar F.11 Hasil Process Baselines


Pada hasil processing baselines dengan maximum Constrain di
atas, dapat dilihat bahwa semua baseline memiliki solution type ‘Fixed’,
yang dapat diartikan bahwa semua baseline tersebut sudah dalam
keadaan baik dan statistical test dapat diterima. Dengan horizontal
precision di kisaran 1 cm, serta vertikal precision di kisaran 2 cm hingga
9 cm. Horizontal dan vertikal precision ini dapat menghasilkan nilai yang
lebih kecil lagi jika dilakukan scanning baseline yang lebih teliti dan
baik.
Jika terdapat baseline dengan solution type ‘Failed’, maka perlu
dilakukan scanning ulang agar baseline yang dihasilkan dapat lebih baik
lagi dan statistical test dapat diterima.

3. Network Adjustment
Setelah melakukan processing baselines, selanjutnya dilakukan proses
network adjustment dengan data yang digunakan untuk perataan telah diyakini
benar-benar baik. Pada proses ini titik fix, yaitu N0005 pada minimum Constraint
dan N005, TTG0832, CBTL, serta JOGS pada maximum Constraint dianggap
tidak memiliki kesalahan. Berikut adalah hasil dari network adjustment.
a. Minimum Constraint

Gambar F.12 Keterangan Adjustment Statistics


Gambar F.13 Hasil Adjustment Network
Dari proses network adjustment minimum Constraint dapat dilihat
terlebih dahulu report-nya untuk mengetahui apakah hasil dari
adjustment sudah baik apa tidak. Dan dapat dilihat pada adjustment
statistics bahwa Chi Square Test (95%) memiliki keterangan ‘Passed’,
yang artinya hasil dari adjustment network telah memenuhi uji chi square
(95%) sehingga dapat dikatakan baik dan diterima dengan Network
Reference Factor sebesar 0,98.
b. Maximum Constraint

Gambar. F.14 Hasil Adjustment Network


Pada bagian Result dari hasil network adjustment maximum Constraint,
dapat dilihat bahwa Chi Square Test (95%) memiliki keterangan ‘Passed’, yang
artinya hasil dari network adjustment telah memenuhi uji chi square (95%)
sehingga dapat dikatakan baik dan diterima dengan Network Reference Factor
sebesar 1,00.
Selain itu, ketelitian hasil network adjustment direpresentasikan dengan
ellips kesalahan, Dimana semakin bundar dan kecil ukuran dari ellips kesalahan,
maka ketelitian yang dihasilkan akan semakin baik dan kecil, begitupun
sebaliknya.
Walaupun baseline hasil network adjustment di atas telah memenuhi uji Chi
Square Test (95%). Namun, dapat dilihat pada beberapa titik kontrol terdapat
ukuran ellips kesalahan yang masih besar.
Terdapat banyak faktor yang dapat memengaruhi besar atau kecilnya nilai
ketelitian yang diperoleh, seperti kualitas data hasil pengukuran, ketelitian atau
ketepatan proses scanning baseline (session editor), ketepatan proses
pengukuran, dan sebagainya.

4. Report
Pada bagian network adjustment report, akan ditampilkan berbagai
informasi mengenai data GNSS yang telah diolah menggunakan software Trimble
Business Center (TBC). Informasi yang penting dan dibutuhkan untuk uji kelas
dan orde adalah adjusted ECEF coordinates, yang berisi informasi koordinat X,
Y, Z, beserta kesalahannya dalam meter, serta error ellipse components, yang
berisi komponen kesalahan ellips dengan informasi setengah sumbu panjang
(semi-major axis), setengah sumbu pendek (semi-minor axis), dan azimuth.
a. Minimum Constraint

Gambar F.15 Adjusted ECEF Coordinates

Gambar F.16 Error Ellips Components

Berdasarkan hasil report pengolahan minimum Constraint di atas,


hasil pengolahan baselines dapat dikatakan baik karena besaran pada
komponen ellips kesalahan, yaitu pada setengah sumbu panjang (semi-
major axis) dan setengah sumbu pendek (semi-minor axis) memiliki nilai
di kisaran mm atau di bawah 1 cm. Sehingga hasil pengolahan minimum
Constraint ini sudah dapat dikatakan baik.

b. Maximum Constraint

Gambar F.17 Adjusted ECEF Coordinates

Gambar F.18 Error Ellips Components


Berdasarkan hasil report pengolahan maximum Constraint, hasil
pengolahan baselines sudah dapat dikatakan baik, terlebih untuk metode
maximum Constraint yang mana memiliki jarak yang sangat besar antara
titik kontrol dan titik fix-nya, seperti jarak antara titik kontrol ke CBTL
dan JOGS yang rata-rata melebihi 10 km. Hal ini dapat menimbulkan
kesalahan karena panjang baseline yang terlalu besar.
Walaupun begitu, besaran pada komponen ellips kesalahan hasil
pengolahan ini sudah baik, yaitu pada komponen setengah sumbu
panjang (semi-major axis) dan setengah sumbu pendek (semi-minor axis)
memiliki rata-rata nilai lebih kecil daripada 5 cm. Sehingga hasil
pengolahan maximum Constraint yang telah dilakukan sudah dapat
dikatakan baik.

Namun, walaupun hasil yang diperoleh sudah dapat dikatakan baik, terdapat
pula beberapa faktor yang dapat mempengaruhi baik dan buruknya hasil
pengolahan baseline, yaitu :
● Kurang teliti saat melakukan scanning data (session editor).
● Tidak didefinisikannya titik fix yang dapat digunakan sebagai
basis pengolahan data, yang meliputi input koordinat dan waktu.
● Tidak melakukan time setting atau input waktu saat pengambilan
data ataupun saat konversi data ke RINEX.
● Perbedaan waktu pengukuran dari alat atau stasiun yang satu
dengan lainnya. Jika waktu mulai dan selesai pada setiap alat
berbeda, maka akan berpengaruh pada besarnya error. Sehingga
penjadwalan saat RAB perlu dikaitkan dengan jumlah alat dan
lama waktu pengukuran
● Geometri jaring pengukuran. Ketika jaring terlalu tumpul dan
terlalu lancip (kurang ideal) akan berpengaruh terhadap besarnya
error, dimana jarak titik ikat dan titik yang dicari mempengaruhi
hasil dari pengolahan data.
Setelah dilakukan pengolahan baseline sehingga didapatkan jaring GNSS yang
memenuhi uji Chi Square Test (95%), selanjutnya adalah melakukan pengujian kelas dan
orde jaringan. Kelas jaringan adalah suatu atribut yang mengkarakteristikan tingkat presisi
dari jaringan. Nilai kelas jaringan bergantung pada 3 faktor : kualitas data, geometri
jaringan, serta metode pengolahan data. Kelas suatu jaring ditentukan berdasarkan hitungan
perataan kuadrat terkecil terkendala minimal (minimal Constrained) (SNI JKH 19-6724-
2002).

Sedangkan, orde jaringan adalah atribut yang mengkarakterisasi tingkat ketelitian


(akurasi) jaring. Nilai orde jaringan bergantung pada 3 faktor : kelas jaring, tingkat presisi
titik terhadap titik ikat, dan tingkat presisi transformasi koordinat menuju datum lainnya.
Dalam penentuan orde jaring, hitung perataan yang dilakukan adalah hitung perataan
berkendala penuh (full Constrained) (SNI JKH 19-6724-2002).

Kelas dan orde jaringan diuji pada 6 titik kontrol dengan rumus yang digunakan
adalah:

r = c * (d+0.2)

Dengan,

d = jarak dari titik kontrol ke titik fix (km), dan

untuk kelas C, maka c = 30

Tabel F.1 Uji Kelas Jaringan Minimal Constraint

Tabel F.2 Uji Orde Jaringan Maximum Constraint


Titik kontrol akan dianggap memenuhi atau diterima uji kelas jaringan jika nilai r
lebih besar daripada nilai a (semi-major axis) atau r > a. Berdasarkan hasil uji kelas
jaringan minimum Constraint, diketahui bahwa 6 titik kontrol memiliki nilai “r” yang lebih
besar dibandingkan nilai 1/2 sumbu panjang ellipsnya. Sehingga berdasarkan hasil uji kelas
jaringan minimum Constraint yang telah dilakukan, semua titik kontrol telah memenuhi
syarat uji kelas C terhadap titik fix N0005.
Sedangkan, dari hasil uji orde jaringan maximal Constraint, diketahui pula bahwa 6
titik kontrol memiliki nilai “r” yang lebih besar dibandingkan nilai 1/2 sumbu panjang
ellipsnya, baik itu terhadap titik fix N0005, TTG0832, CBTL, dan JOGS. Sehingga
berdasarkan hasil uji orde jaringan maximum Constraint yang telah dilakukan, semua titik
kontrol telah memenuhi syarat uji orde 3, baik terhadap N0005, TTG0832, CBTL, dan
JOGS.

G. Kesimpulan dan Saran


a. Kesimpulan
Pada praktikum mata kuliah Survei GNSS Terapan minggu ke 3 dilakukan
pengolahan jaring kontrol orde 3 dari hasil pengukuran GNSS metode static yang telah
dilakukan sebelumnya. Pengolahan jaring kontrol ini dilakukan dengan 2 metode perataan
yaitu metode full Constraint dan metode minimum Constraint. Tahapan yang perlu
dilakukan dalam pengolahan jaring kontrol GNSS meliputi proses, input data,
pendefinisian titik kontrol, scanning baseline untuk mereduksi data yang kurang baik,
baseline processing untuk mengolah baseline agar didapatkan besaran vektor baseline, dan
network adjustment untuk perataan terhadap baseline yang telah diproses. Berdasarkan
hasil pengolahan jaring yang telah dilakukan, diperoleh hasil perataan jaring yang
memenuhi uji signifikansi chi-square test dengan confident level 95% serta nilai ketelitian
horizontal dan vertikal cukup baik. Dengan hasil tersebut, maka jaring kontrol GNSS ini
telah memenuhi syarat sebagai jaring Kelas C dan Jaring Orde 3.
b. Saran
- Dalam proses scanning baseline harus dilakukan dengan teliti agar dapat mereduksi
data pengamatan yang berkualitas buruk.
- Pendefinisian nilai koordinat sebagai titik acuan harus menggunakan koordinat yang
benar-benar tepat agar ketelitian yang didapat juga baik
DAFTAR PUSTAKA

Wahyono, E. B., & Nugroho, T. (2014). Kerangka Dasar Pemetaan. 158.

Kurniawan, I.N., Yuwono, B.D., dan Sabri, L.M. (2019). Analisis Pengaruh Multipath dari
Topografi terhadap Presisi Pengukuran GNSS dengan Metode Statik. Jurnal Geodesi UNDIP
Vol. 8(1), 10-19.

Arafah, M. Ichsan Fadhil. Tugas Survei GNSS A. Diakses pada tanggal 10 Maret 2022 dari
https://id.scribd.com/embeds/365995688/content?start_page=1&view_mode=scroll&access_key
=key-fFexxf7r1bzEfWu3HKwf
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Report Pengolahan


Hasil Koordinat Terkoreksi dan Parameter Koreksi Pengolahan Minimum Constraint (Dengan N0005
sebagai Titik Fix)

Besaran Komponen Ellips Kesalahan Pengolahan Minimum Constraint (Dengan N0005 sebagai Titik Fix)

Hasil Koordinat Terkoreksi dan Parameter Koreksi Pengolahan Maximum Constraint (Dengan N0005,
TTG0832, CBTL, dan JOGS sebagai Titik Fix)
Besaran Komponen Ellips Kesalahan Pengolahan Maximum Constraint (Dengan N0005, TTG0832,
CBTL, dan JOGS sebagai Titik Fix)

Lampiran 2. Hasil Uji Kelas dan Orde

Hasil Uji Kelas Jaringan Minimum Constraint (Dengan N0005 sebagai Titik Fix)

Hasil Uji Orde Jaringan Maximum Constraint (Dengan N0005, TTG0832, CBTL, dan JOGS sebagai Titik
Fix)

Anda mungkin juga menyukai