FOTOGRAMETRI I
Akuisisi Data
Disusun Oleh :
Nama : Aisyah Haza N.S
NIM : 23117079
Kelompok 9A
1
Daftar isi
2
BAB I PENDAHULUAN
Pada era pembangunan dewasa ini, kebutuhan akan informasi mengenai posisi suatu
obyek di muka bumi semakin diperlukan. Posisi suatu obyek terkait langsung dengan kualitas
penyajian informasi spasial yang umumnya dipresentasikan dalam bentuk peta. Sebagaimana
kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang semakin pesat, teknologi pemetaan pun sudah
sedemikian berkembang, baik dalam teknik akuisisi data maupun proses pengolahan dan
penyajiannya. Alat serta metode akuisisi data dapat dipilih dengan mempertimbangkan berbagai
aspek, salah satunya terkait dengan obyek atau daerah yang akan dipetakan.
Fotogrametri merupakan salah satu metode akuisisi data untuk mendapatkan informasi
ukuran dan bentuk obyek melalui analisis terhadap rekaman gambar pada film atau media
elektronik. Metode fotogrametri telah diaplikasikan dan dikembangkan setelah ditemukannya
fotografi pada abad ke-18. (bab I pendahuluan-ETD UGM,
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86651/potongan/D3-2015-332069-introduction.pdf).
Fotogrametri semakin berkembang pesat sejak foto udara mulai digunakan dalam
pemetaan topografi pada tahun 1849 oleh Colonel Aime Laussedat yang merupakan Bapak
Fotogrametri. Balon udara dan layang-layang merupakan wahana paling modern yang digunakan
pada saat itu hingga ditemukannya pesawat terbang oleh Wright bersaudara pada tahun 1902.
Sejak saat itu, pesawat terbang mulai digunakan untuk melakukan pemotretan udara yang
kemudian diimbangi dengan berkembangnya kamera metrik sebagai sensor pemotretan. Selain
mampu merekam daerah cakupan yang luas. Penerapan kamera metrik pada wahana pesawat
terbang mampu menghasilkan kualitas foto udara yang baik, tetapi biaya pemotretan yang harus
dikeluarkan menjadi sangat mahal.
Sejak dekade terakhir, fotogrametri dengan pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial
Vehicle (UAV) telah menjadi perhatian sebagai teknologi baru untuk pemetaan topografi.
Munculnya UAV dapat menjawab mahalnya biaya pemotretan udara dengan pesawat terbang.
Menurut Saadatseresht et al. (2015), alasan utama penggunaan fotogrametri dengan UAV adalah
biaya yang lebih murah, lebih aman, lebih berkualitas, lebih populer dan lebih mudah
3
diadaptasikan untuk pemetaan daerah yang relatif kecil. Keunggulan pada fotogrametri
dengan UAV tersebut dapat dicapai menurut Saadatseresht et al. (2015), jika beberapa
tantangan dapat dipecahkan seperti: merancang desain UAV karena ruang yang terbatas,
berat dan penempatan komponen dalam tubuh UAV, aspek operasional pada saat take-off,
terbang dan pendaratan, uji penerbangan, pengalaman pilot terampil, lisensi penerbangan dan
pemotretan, masalah pengolahan data yang besar dan komplek, keterbatasan penerbangan
karena kondisi di udara dan di darat pada saat penerbangan, topografi, angin, cahaya, kondisi
lokasi pemoteretan, batas telekomunikasi, tinggi terbang dan durasi penerbangan.
Ditinjau dari efisiensi biaya pada pemetaan menggunakan metode foto udara sangat
dipengaruhi oleh jenis kamera dan wahana yang digunakan. Penggunaan jenis kamera
standar non-metrik berformat kecil sebagai instrumen pemotretan udara dikenal dengan
istilah Foto Udara Format Kecil (FUFK). Penggunaan kamera dijital non metrik untuk
aplikasi fotogrametri makin berkembang, dengan didukung oleh perkembangan perangkat
lunak yang tersedia dan harga kamera dijital non metrik yang relatif murah dengan
spesifikasi yang bagus .
4
BAB II TEORI DASAR
2.1 Definisi
Fotogrametri atau aerial surveying adalah teknik pemetaan melalui foto
udara. Hasil pemetaan secara fotogrametrik berupa peta foto dan tidak dapat
langsung dijadikan dasar atau lampiran penerbitan peta. Pemetaan secara
fotogrametrik tidak dapat lepas dari referensi pengukuran secara terestris, mulai dari
penetapan ground controls (titik dasar kontrol) hingga kepada pengukuran batas
tanah. Batas-batas tanah yang diidentifikasi pada peta foto harus diukur di lapangan.
Fotogrametri berasal dari kata Yunani yakni dari kata “photos” yang berarti
sinar, “gramma” yang berarti sesuatu yang tergambar atau ditulis, dan “metron”
yang berarti mengukur. Oleh karena itu “fotogrametri” berarti pengukuran scara
grafik dengan menggunakan sinar. (Thompson, 1980 dan Sutanto, 1983). Dalam
manual fotografi edisi lama, fotogrametri didefinisikan sebagi ilmu atau seni untuk
memperoleh ukuran terpercaya dengan mengguanakan foto.
2.2 Drone
Drone merupakan pesawat tanpa pilot. Pesawat ini dikendalikan secara
otomatis melalui program komputer yang dirancang, atau melalui kendali jarak jauh
dari pilot yang terdapat di dataran atau di kendaraan lainnya. Awalnya UAV
merupakan pesawat yang dikendalikan jarak jauh, namun sistem otomatis kini mulai
banyak diterapkan.
6
BAB III METODE PELAKSANAAN
1. Drone phantom 4
2. GCP (itr-0)
7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
8
4.2 Pembahasan
Praktikum Fotogrametri I yaitu Akuisisi Data menggunakan drone bermerk phantom 4
dan menggunakan 1 GCP/premark. GCP/Premark yang dipakai sudah diketahui koordinatnya
terlebih dahulu, jika belum diketahui koordinatnya diukur terlebih dahulu dapat menggunakan
GPS atau Mobile Topographer. Dalam praktikum ini kami mempersiapkan pengukuran titik
kontrol tanah, pemotretan foto yang dimana masing- masing itu disebut Triangulasi, serta
interprestasi foto, restitusi foto, penyempurnaan foto,kartografi, dan peta garis.
Pada dasarnya, penggunaan GCP bersifat opsional. GCP membantu meningkatkan
akurasi peta yang dihasilkan (hingga ± 10 cm), sehingga konsekuensi tidak digunakannya GCP
hanyalah akurasi peta yang dihasilkan menjadi rendah (antara ± 6 – 12 m). Penggunaan GCP pun
diatur sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu jarak antar GCP maksimal 2,5 kilometer.
Setiap GCP harus memiliki premark atau tanda agar dapat terlihat pada foto udara.
Premark dapat berupa lingkaran atau tanda silang ( + ) yang memiliki 4 sayap dan memotong
titik kontrol. Premark yang akan dipasang sendiri merupakan marka berbahan kain berwarna
oranye dengan ukuran minimum premark di foto udara adalah panjang 10 piksel dan lebar 3
piksel untuk masing – masing sayap premark. Ukuran premark sebenarnya di lapangan
menyesuaikan nilai resolusi tanah pemotretan udara atau sekitar 100 x 40 cm . Kain tersebut
dipasang sesuai arah mata angin (8 September 2016. “Apa itu GCP?”
http://aerogeosurvey.com/2016/09/08/apa-itu-ground-control-point-gcp/). Setelah semua pre-mark pada
GCPs dan ICPs tersebut terpasang, pemotret-an udara dapat dilaksanakan dengan
memperhatikan cuaca.
9
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pembuatan GCP dilakukan untuk membantu meningkatkan akurasi peta yang
dihasikan, untuk mengetahui koordinat dari GCP dapat menggunakan GPS
handheld atau Mobile Topographer. Setiap GCP harus memiliki premark, dalam
praktikum ini premark berbentuk + dengan warna orange agar terlihat dalam foto
udara.
2. Dalam praktikum ini menggunakan aplikasi Ctrl+DJI/ Pix4D untuk
mengoperasikan drone
3. Tahapan-tahapan dalam pengambilan data menggunakan Drone diawali dengan
pembuatan GCP(Premark), perencanaan jalur terbang, pengambilan data
menggunakan drone
4. Drone yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Drone DJI Phantom 4
5.2 Saran
1. Dalam melakukan praktikum sebaiknya dilakukan dengan hati-hati agar tidak
terjadi hal yang tidak diinginkan
2. Sebelum melakukan praktikum hendaknya dipersiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan
3. Pembuatan dan pemasangan premark untuk praktikum Fotogrametri
hendaknya dilakukan sebelum praktikum dimulai agar tidak mengganggu
proses praktikum
4. Sebelum praktikum sebaiknya mengecek alat yang akan digunakan, seperti
baterai drone
Daftar Pustaka
bab I pendahuluan-ETD
UGM,(http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/86651/potongan/D3-2015-332069-
introduction.pdf)
11
LAMPIRAN
12
7.2 LAMPIRAN LANGKAH-LANGKAH KERJA MODUL 1
13
7.3 LAMPIRAN HASIL FOTO UDARA
14
5
15