Anda di halaman 1dari 14

PERENCANAAN JALUR TERBANG TANPA PILOT (AUTOPILOT FLIGHT

PLANNING) MENGGUNAKAN WAHANA UNMANNED AERIAL VEHICLE (UAV)


PADA PEMBUATAN PETA MOZAIC ORTHOFOTO

Hesti Pramudyasti, S.Si


Bidang IPDS BPS Provinsi Jawa Tengah
hesti_p@bps.go.id

ABSTRAK
Salah satu perkembangan teknologi yang sangat pesat di bidang pemetaan adalah
penggunaan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau yang lebih sering disebut dengan
pesawat tanpa awak (drone). Pesawat tanpa awak ini merupakan teknologi yang sedang
banyak digunakan untuk pekerjaan pemetaan fotogrametri. Ketersediaan sensor dan
perangkat lunak yang semakin sederhana serta drone yang telah dilengkapi kamera dan GPS
telah memungkinkan untuk mengkombinasikan gadget dan drone yang memudahkan
proses pengambilan data pemetaan secara autopilot. Pengambilan foto pada penelitian ini
menggunakan wahana DJI Phantom dengan model kamera FC330. Perangkat lunak untuk
flight planning (perencanaan jalur terbang) menggunakan aplikasi berbasis android
DroneDeploy. Proses pengolahan data hasil foto udara untuk menghasilkan mozaik ortofoto
menggunakan perangkat lunak Agisoft Metashape Professional.

Kata kunci : Pemetaan, drone, autopilot, flight planning, mozaic ortofoto.

I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sampai saat ini, drone sebagian besar dikembangkan dan digunakan untuk
aplikasi militer. Drone dikendalikan dari jarak jauh dengan menggunakan
gelombang radio. Microcomputer ditanamkan pada drone sebagai navigasi
autopilot sehingga penerbangan tidak banyak melibatkan pilot secara manual.
Biaya sensor yang murah memungkinkan penggunaan drone di bidang non
militer, terutama drone yang lebih kecil sangat memungkinkan untuk digunakan
pada kegiatan pemetaan.
Dalam rangka mendukung kegiatan pemetaan skala besar maupun skala kecil,
saat ini banyak dilakukan proses pengambilan foto udara dengan menggunakan
wahana unmanned aerial vehicle (UAV) atau yang lebih dikenal dengan nama
drone atau pesawat tanpa awak. Pemanfaatan drone dalam pemetaan dengan
metode fotogrametri merupakan metode survei pemetaan yang sangat efektif
karena dapat memotret cakupan wilayah yang luas dari jarak dekat dan memiliki
ketelitian yang cukup tinggi hanya dalam waktu yang singkat.
Dalam melakukan pemotretan foto udara menggunakan drone, dibutuhkan
berbagai macam rencana yang harus dilakukan sebelum melakukan pemetaan.
Rencana yang harus dilakukan sebelum melakukan pemetaan dengan drone
antara lain adalah perencanaan jalur terbang yang meliputi pengaturan side
overlap, front overlap, dan pengaturan tinggi terbang. Penggunaan Global
Positioning System (GPS) memungkinkan untuk mempertahankan posisi terbang
drone dengan global reference system hampir di semua lokasi di dunia secara real
time. GPS dapat memudahkan pengambilan data pemetaan dengan aman melalui
perencanaan jalur terbang (flight planning) dengan menggunakan perangkat
lunak yang compatible dengan drone pada gadget yang dipilih.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana membuat perencanaan jalur terbang yang aman.
2. Bagaimana mengidentifikasi data untuk pemetaan setelah perencanaan jalur
terbang selesai.
3. Bagaimana hasil peta mozaic orthofoto yang diperoleh.
1.3. Batasan Masalah
Batasan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan drone komersial DJI Phantom 4.
2. Menggunakan perangkat lunak perencanaan jalur terbang DroneDeploy.
3. Pemetaan dilakukan pada ketinggian 125 meter.
4. Posisi kamera pada saat pengambilan data adalah vertical 90° ke bawah.
5. Hasil pengolahan data berupa peta mozaik ortofoto.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan kemudahan bagi pengguna drone untuk memilih aplikasi
perencanaan jalur terbang pada gadget yang praktis, mudah, dan aman.
2. Pembuatan mozaik ortofoto untuk meningkatkan ketelitian geometrik.
Manfaat Penelitian adalah :
1. Memanfaatkan drone DJI Phantom 4 sebagai alat untuk pengambilan data
pemetaan.
2. Memanfaatkan perangkat lunak DroneDeploy dalam membuat perencanaan
jalur terbang (flight planning).
3. Mengoptimalkan teknologi drone yang sedang berkembang di masyarakat
dalam rangka penelitian di bidang pemetaan.
4. Memanfaatkan perangkat lunak Agisoft Metashape Professional dalam
membuat peta mozaik ortofoto.
1.5. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam implementasi sistem ini adalah
sebagai berikut :
1. Studi Literatur
Dilakukan dengan mempelajari buku dan media internet tentang perencanaan
jalur terbang pada drone dan peta mozaik ortofoto.
2. Perancangan
Melakukan perancangan jalur terbang menggunakan aplikasi dan konfigurasi
serta integrasi antara data dengan sistem.
3. Uji Coba
Melakukan uji coba untuk menguji apakah sistem integrase benar-benar
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
4. Evaluasi
Hasil uji coba akan dievaluasi untuk pengembangan pemetaan selanjutnya.
II. Tinjauan Pustaka
2.1. Fotogrametri
Menurut Wolf (1989) dalam Bambang Syaeful Hadi (2007), fotogrametri
adalah suatu seni, pengetahuan, dan teknologi untuk memperoleh informasi yang
dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan di sekitarnya melalui
proses perekaman, pengamatan, atau pengukuran dan interpretasi citra fotografis
atau rekaman gambar gelombang elektromagnetik. Berdasarkan pengertian
tersebut, terdapat 2 (dua) aspek penting fotogrametri, yaitu : aspek fotogrametri
metrik dan fotogrametri interpretatif. Fotogrametri metrik adalah proses
pengukuran yang cermat berdasarkan foto dan sumber informasi lainnya yang
pada umumnya digunakan untuk menentukan lokasi titik-titik pengukuran secara
relatif sehingga dimungkinkan untuk memperoleh ukuran jarak, sudut, luas,
volume, elevasi, ukuran, dan bentuk obyek. Sedangkan fotogrametri interpretatif
adalah pengenalan dan identifikasi obyek serta menilai arti pentingnya obyek
tersebut melalui suatu analisis sistematik dan cermat.
Menurut Arry Prasetya (2010), fotogrametri adalah suatu metode pemetaan
objek-objek di permukaan bumi yang menggunakan foto udara sebagai media,
dimana dilakukan penafsiran objek dan pengukuran geometri untuk selanjutnya
dihasilkan peta garis, peta digital maupun peta foto. Secara umum fotogrametri
merupakan teknologi geo-informasi dengan memanfaatkan data geospasial yang
diperoleh melalui pemotretan udara. Gambaran umum alur pembuatan geo-
informasi menggunakan metode fotogrametrik dapat dilihat pada gambar di
bawah ini :
Pemotretan Udara Foto Udara Restitusi Foto
Titik
Kontrol
Geo-Informasi Plottin Foto Udara Terorientasi Tanah
g
Gambar 1. Alur pembuatan geo-informasi dengan metode fotogametri
2.2. Foto Udara
Foto Udara adalah citra fotografi hasil perekaman dari sebagian permukaan
bumi yang diliput dari pesawat udara pada ketinggian tertentu menggunakan
kamera tertentu. Foto udara memiliki ciri-ciri : skala pada foto udara sama untuk
satu lembar foto, sistem proyeksi perspektif, semua aspek terlihat, dan tidak ada
legenda atau simbol. Foto udara berdasarkan jenis kamera ada dua macam, yaitu
foto udara metrik dan foto udara non metrik. Foto udara metrik, yaitu foto udara
yang diambil dengan kamera udara metrik (biasanya berukuran 23 x 23 cm). Foto
udara jenis ini sangat tinggi ketelitiannya karena kamera foto dibuat khusus untuk
keperluan pemetaan dengan ketelitian tinggi dan resolusi citra foto yang sangat
baik dan dilengkapi dengan titik-titik bantu yang diketahui koordinatnya (fiducial
mark). Sedangkan foto udara non metrik adalah foto udara yang diperoleh dengan
menggunakan kamera yang umum digunakan untuk pemotretan.
Berdasarkan sudut kamera (sudut pengambilan gambar), foto udara dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu foto udara tegak (vertical), foto udara miring
(oblique), dan foto udara sangat miring (high oblique). Foto udara tegak (vertical)
merupakan foto udara yang pada saat pengambilan foto sumbu kamera tegak lurus
dengan permukaan bumi. Foto udara miring (oblique) adalah foto udara yang
pada saat pengambilan foto sumbu kamera berada pada posisi miring atau
membentuk sudut tertentu. Sedangkan foto udara sangat miring (high oblique)
adalah foto udara yang dihasilkan pada saat proses pengambilan foto sumbu
kamera berada pada posisi sangat miring. Jenis foto udara berdasarkan sudut
kamera dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2. Jenis foto udara berdasarkan sudut kamera (Wolf (1993) dalam Dany
Laksono (2019))
2.3. Penerbangan Tanpa Awak
Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau pesawat tanpa awak, adalah sebuah
mesin terbang dengan kendali jarak jauh oleh pilot atau tanpa pilot (autopilot) dan
mampu membawa muatan tertentu. Pesawat tanpa awak atau yang lebih dikenal
dengan sebutan drone banyak digunakan untuk keperluan militer maupun
keperluan non militer (sipil). Dalam kegiatan pemetaan, drone harus memiliki
kriteria sebagai berikut :
1. Kamera
Kamera pada drone berfungsi sebagai mata, yaitu membantu navigasi pilot
saat menerbangkan drone dan pada saat mengambil data yang dibutuhkan.
2. Remote Control
Membantu pilot dalam mengendalikan pergerakan drone selama terbang.
3. Ground Station
Gadget yang berfungsi untuk melihat secara actual obyek yang ditangkap oleh
kamera. Gadget dapat berupa tablet, pad, atau smartphone yang mampu
menjalankan aplikasi perencanaan jalur terbang.
4. Autopilot System
Fitur yang ada pada perangkat lunak perencanaan jalur terbang. Sistem
autopilot ini sangat membantu saat kegiatan pemetaan menggunakan drone.
5. Perangkat Lunak Pemetaan
Perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah hasil pemotretan dengan
drone sehingga menjadi peta mozaik ortofoto.
6. GPS
Sensor GPS berfungsi untuk mengetahui posisi drone pada saat terbang baik
secara autopilot maupun kendali secara manual.
2.4. Orthofoto
Ortofoto berbeda dengan foto udara. Pada foto udara masih mengandung
distorsi yang disebabkan oleh sistem proyeksi foto udara yang masih perspektif
sehingga foto udara belum dapat digunakan untuk pengukuran karena tidak
mempunyai skala yang seragam. Sedangkan ortofoto secara planimetrik sudah
ada koreksi terhadap distorsi yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh sistem proyeksi
pada ortofoto adalah orthogonal dan dapat dijadikan untuk pengukuran karena
ortofoto memiliki skala yang seragam.
Ortofoto dapat didefinisikan sebagai foto yang menyajikan gambaran obyek
pada posisi ortografik yang benar. Perbedaan utama antara ortofoto dengan peta
adalah bahwa ortofoto terbentuk gambar kenampakan sedangkan peta
menggunakan garis dan simbol yang digambarkan sesuai dengan skala untuk
mencerminkan kenampakan (Randy Alihusni Wardana, 2016). Ortofoto dapat
digunakan sebagai peta untuk melakukan pengukuran langsung atas jarak, sudut,
posisi, dan daerah tanpa melakukan koreksi bagi pergeseran letak gambar.
2.5. Mosaik Ortofoto
Pembuatan model ortofoto dimaksudkan untuk dapat melihat daerah yang
direkam secara keseluruhan, baik dari foto asli maupun foto yang telah
mengalami rektifikasi. Mosaik ortofoto adalah gabungan dari dua atau lebih foto
udara yang saling bertampalan sehingga terbentuk paduan citra (image) yang
berkesinambungan dan menampilkan daerah yang luas.
III. Pembahasan
3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian
Bahan atau data yang digunakan adalah foto udara format kecil yang sudah
memiliki sistem referensi sebagai hasil integrasi dengan GPS yang terpasang di
wahana UAV. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah drone DJI
Phantom 4 untuk melakukan pemotretan, GPS yang sudah terpasang pada wahana
UAV untuk menentukan posisi obyek penelitian, software DroneDeploy untuk
membuat perencanaan jalur terbang dan pengambilan data di lapangan, software
Agisoft Metashape Professional untuk melakukan pengolahan data hasil foto
udara.
3.2. Perencanaan Jalur Terbang dan Implementasinya
Perencanaan jalur terbang sangat penting dalam kegiatan pemetaan
menggunakan pesawat tanpa awak (drone). Perencanaan jalur terbang diperlukan
untuk memastikan bahwa drone dapat menangkap gambar yang dibutuhkan pada
waktu yang tepat dan posisi yang tepat. Selain itu, perencanaan jalur terbang juga
penting karena drone tidak dapat terlihat setiap saat pada waktu terbang sehingga
perlu adanya pengendalian terhadap drone agar dapat selalu terlihat posisinya
terutama di daerah yang luas cakupannya. Perencanaan jalur terbang selain dapat
mengendalikan drone juga dapat digunakan untuk menjaga keamanan drone.
Semakin tinggi penerbangan drone, maka akan semakin luas wilayah yang
dapat dijangkau. Namun, semakin tinggi penerbangan drone, tingkat akurasi dan
kedetilan obyek yang difoto akan semakin kecil. Gambaran tentang penerbangan
wahana pesawat tanpa awak (drone) dapat dilihat pada gambar berikut ini :

The higher the drone flies, the larger the


But higher flight also means
area it covers
less details
Gambar 3. Penerbangan drone (Dany Laksono, 2019)
Dalam membuat perencanaan jalur terbang, untuk penelitian ini menggunakan
jalur terbang dengan ketinggian 125 m. Overlap antara 60% sampai dengan 80%.
Overlap yang disarankan adalah 75% sampai dengan 80% karena semakin besar
pertampalan, maka akan semakin baik kualitas foto udara yang dihasilkan.
Namun apabila semakin besar petampalan yang digunakan, maka akan semakin
banyak foto udara yang dibutuhkan.
Langkah-langkah dalam pembuatan rencana jalur terbang dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Konfigurasi drone
Konfigurasi dasar drone menggunakan software DroneDeploy.
Pembuatan rencana jalur terbang menggunakan DroneDeploy dapat dilakukan
menggunakan laptop, PC, atau gadget (smartphone dan atau tablet). Dalam
melakukan konfigurasi drone ada konfigurasi dasar dan konfigurasi lanjutan
(advanced). Pada konfigurasi dasar terdapat pengaturan tinggi terbang dari
drone, tampilan waktu yang dibutuhkan oleh drone dalam melakukan
pemotretan, luas area yang difoto/dipetakan, jumlah gambar yang dihasilkan
oleh drone, dan jumlah baterai yang dibutuhkan oleh drone untuk melakukan
pemotretan. Sedangkan konfigurasi lanjutan (advanced) merupakan
pengaturan jalur terbang drone yang meliputi pengaturan besarnya overlap
(front overlap dan side overlap), pengaturan besarnya sudut kamera, kecepatan
penerbangan, pengaturan besarnya sudut jalur terbang drone, menentukan
batas luasan area penerbangan drone, pengendalian drone untuk dapat kembali
ke tempat awal drone lepas landas. Setelah rencana jalur terbang selesai
dibuat, kemudian gadget yang digunakan untuk membuat rencana jalur
terbang dihubungkan dengan drone yang akan digunakan untuk pengambilan
data. Ketika gadget sudah terhubung dengan drone, maka yang perlu
dilakukan adalah melakukan pengaturan terhadap besaran front overlap
(pertampalan depan), side overlap (pertampalan samping), besaran sudut jalur
drone, batas luasan area penerbangan drone, sudut kamera, dan aksi misi akhir
penerbangan.

Gambar 4. Konfigurasi Dasar

2. Implementasi Perencanaan Jalur Terbang


Penelitian ini menggunakan rencana jalur terbang dengan ketinggian
125 meter, pertampalan depan sebesar 80%, pertampalan samping sebesar
75%, waypoint 1, sudut kamera arah vertikal ke bawah, sudut jalur drone
sebesar 0°, resolusi gambar yang dihasilkan sekitar 4 Mb.
Front overlap merupakan besaran overlap gambar secara berurutan yang
difoto sepanjang jalur utama drone. Secara umum front overlap akan
terkonfigurasi sebesar 90%. Namun front overlap dapat diatur mulai dari 10%
sampai dengan 90%. Besaran front overlap akan mempengaruhi jumlah foto
yang diambil. Dalam penelitian ini, front overlap diatur sebesar 80%.
Side overlap mengatur besaran rasio jalur drone dengan merapatkan foto
yang diambil secara paralel. Secara umum, konfigurasi side overlap sebesar
90%. Namun masih dapat diatur mulai dari 10% sampai dengan 90%.
Besarnya side overlap juga akan mempengaruhi banyaknya foto yang diambil.
Dalam penelitian ini, side overlap yang digunakan sebesar 75%.
Course angle merupakan pengaturan besaran sudut jalur drone. Nilai
positif adalah berlawanan arah jarum jam dan nilai negatif adalah searah jarum
jam. Arah timur bernilai 0°. Rentang sudut jalur drone ini dapat disesuaikan
mulai dari 0° hingga 360°. Dalam penelitian ini, course angle yang digunakan
sebesar 0°
Pitch angle merupakan sudut kamera sesuai dengan waypoint yang telah
dibuat. Pitch angle mulai dari - 90° sampai dengan 0°. Arah vertikal ke bawah
ditunjukkan oleh sudut - 90° dan arah kamera ke depan ditunjukkan dengan
sudut 0°. Penelitian ini menggunakan arah vertikal ke bawah, yaitu - 90°.
End mission action merupakan salah satu menu untuk mengatur agar
drone dapat kembali ke tempat awal drone lepas landas. Salah satu fungsi yang
ada pada menu ini adalah pengaturan Return To Home (RTH). Setelah diatur
RTH, maka drone akan secara otomatis kembali ke tempat lepas landas setelah
menyelesaikan pengambilan data. Apabila ketinggian drone lebih tinggi dan
lebih rendah dari nilai yang ditentukan saat konfigurasi (sebelum mulai
pengambilan data), maka secara otomatis drone akan menyesuaikan tinggi
terbang yang telah ditentukan.

Gambar 5. Konfigurasi Lanjutan


Setelah konfigurasi dasar selesai dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan
pembuatan rencana jalur terbang. Selanjutnya dilakukan konfigurasi lanjutan
dengan menghubungkan gadget dengan drone. Setelah itu, barulah dilanjutkan
dengan penerbangan drone.
3.3. Pengolahan Data
Setelah pembuatan rencana jalur terbang dan drone telah berhasil melakukan
pengambilan data foto udara, Langkah selanjutnya adalah mengolah foto udara
menjadi peta mosaik ortofoto. Sebelum melakukan pengolahan data, foto udara
yang dihasilkan oleh drone diseleksi berdasarkan pada posisi kamera pada jalur
terbang yang terbaik. Berdasarkan pada hasil pemotretan oleh drone, hasil seleksi
foto udara yang dapat diolah menjadi peta mosaik ortofoto sebanyak 74 foto.
Berikut ini adalah tahapan pengolahan foto udara menjadi peta mosaik ortofoto :

Studi Literatur Perencanaan Jalur Terbang Pemotretan Foto Udara

Pengolahan Data
Seleksi Foto Udara Foto Udara Format Kecil
Foto Udara

Align Photo Build Dense Cloud Build Mesh dan Build


Texture

Pembentukan mosaik dan ortofoto

Gambar 6. Tahapan Pengolahan Data Foto Udara


1. Align Photo
Align foto adalah tahap awal pada pengolahan foto udara dengan
menggunakan perangkat lunak Agisoft Metashape Professional. Pada tahap
ini dilakukan identifikasi tie point (titik kontrol minor) secara otomatis
dengan menggunakan logika yang akan mengenali titik-titik yang
mempunyai kesamaan pixel dan membentuknya menjadi point cloud.

Gambar 7. Align Foto


2. Build Dense Cloud
Tahap build dense cloud berfungsi untuk memperoleh point cloud yang
lebih padat berdasarkan pada posisi kamera yang telah diperhitungkan oleh
algoritma program secara otomatis. Kualitas buil dense cloud dapat diatur
mulai dari sangat rendah sampai dengan sangat tinggi. Dalam penelitian ini
menggunakan kualitas yang medium dan depth filtering Mild.. Nilai yang
dianjurkan untuk parameter dalam dialog build dense cloud adalah kualitas
medium (kualitas yang lebih tinggi membutuhkan waktu yang cukup lama
dan menuntut lebih banyak sumber daya komputasi, kualitas yang lebih
rendah dapat digunakan untuk pengolahan cepat) dan depth filtering :
aggressive (jika geometri scene yang akan direkonstruksi kompleks dengan
banyak detail-detail kecil atau permukaan untextured, seperti atap,
dianjurkan untuk mengatur depth filtering Mild, agar fitur penting tidak
disortir keluar). Hasil proses build dense cloud dan hasilnya dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :

Gambar 8. Build Dense Cloud


3. Build Mesh dan Build Texture
Langkah berikutnya setelah dense point cloud direkonstruksi, maka
dimungkinkan untuk menghasilkan mesh model poligonal berdasarkan data
dense cloud. Nilai yang dianjurkan untuk parameter dalam dialog Build
Mesh adalah surface type menggunakan Height Field, source data adalah
Dense Cloud, polygon count diatur menjadi Medium (didasarkan jumlah
dense cloud), dan Interpolation diatur menjadi Enabled. Pada penelitian ini
face count (polygon count) diatur menjadi low untuk mempercepat proses
pengolahan data.
Selanjutnya adalah membentuk tekstur. Namun langkah build
texture ini tidak harus dilakukan dalam proses pembuatan peta mosaik
ortofoto. Meskipun tidak harus dilakukan, tapi mungkin perlu untuk
memeriksa model bertekstur sebelum mengekspor atau seringkali
dibutuhkan untuk mempermudah penempatan marker.
Gambar 9. Build Mesh Gambar 10. Build Texture
4. Pembentukan Mosaik Ortofoto
Dalam membuat peta mosaik ortofoto, nilai yang dianjurkan adalah
Projection type menggunakan tipe Geographic. Projection tergantung pada
proyeksi dari Ground Control Settings yang digunakan. Blending mode
dipilih Mosaic, kemudian Enable color correction dibuat disabled (Fitur ini
berguna untuk pengolahan data set dengan variasi brightness yang ekstrim,
tapi untuk kasus umum dapat dibiarkan untuk mempersingkat waktu
pemrosesan). Pixel size adalah resolusi efektif maksimum ditunjukkan
secara default. Split in blocks dibuat 10.000 x 10.000 (jika area yang
diekspor besar, disarankan mengaktifkan fitur ini untuk menghindari
pemakaian memori besar dalam tahap eksport). Region digunakan untuk
mengatur batas-batas bagian model yang harus diproyeksikan dan disajikan
sebagai ortofoto.

Gambar 11. Hasil Proses Tiled Models

Gambar 12. Hasil Akhir Peta Mosaik Ortofoto


5. Pembuatan Digital Elevation Models (DEM)
Dalam pembuatan DEM, nilai yang disarankan dalam parameter dialog
Export DEM adalah Projection type dipilih Geographic. Projection
tergantung pada proyeksi dari Ground Control Settings yang digunakan.
Crop invalid DEM adalah memeriksa opsi untuk memotong daerah yang
tidak dapat dipercaya karena hanya nampak pada kurang dari dua foto.
Pixel size adalah tingkat resolusi efektif dibandingkan dengan nilai default.
Split in blocks dibuat 10.000 x 10.000 (jika area yang diekspor besar
disarankan mengaktifkan fitur ini untuk menghindari pemakaian memori
besar dalam tahap eksport). Region digunakan untuk mengatur batas-batas
bagian model yang harus diproyeksikan dan disajikan sebagai DEM.

Gambar 13. Hasil Akhir Peta DEM


IV. Kesimpulan dan Saran
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil uji coba perencanaan jalur terbang dan hasil
pengolahan foto menjadi peta mosaik ortofoto, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pembuatan rencana jalur terbang dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk
pengambilan keputusan yang tepat dan akurat dalam penerbangan drone.
2. Perencanaan jalur terbang dapat membantu pengguna drone sebelum
melakukan pengambilan data foto udara.
3. Produk akhir berupa peta mosaik ortofoto belum menunjukkan kualitas yang
baik pada beberapa obyek yang memiliki tekstur kasar.
4. Peta ortofoto yang dihasilkan dinilai dari aspek geometrik sudah memadai
untuk digunakan sebagai sumber data spasial.
5. Efektivitas waktu dan biaya dalam pembuatan peta ortofoto lebih efektif
karena jumlah foto yang dihasilkan lebih sedikit dan waktu yang diperlukan
lebih singkat.

4.2. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan setelah penelitian selesai dilaksanakan dan
memungkinkan berguna untuk penelitian selanjutnya, antara lain :
1. Pada perencanaan jalur terbang dan pemotretan udara menggunakan wahana
pesawat tanpa awak sebaiknya menggunakan titik kontrol yang banyak dan
menyebar untuk meminimalisir kesalahan geometrik.
2. Sistem yang telah ada dapat digunakan untuk menganalisa faktor-faktor lain
yang mempengaruhi perencanaan jalur terbang drone.
3. Pemotretan udara sebaiknya dilaksanakan pada pagi hari atau sore hari.
4. Setelah pengambilan data foto udara sebaiknya langsung diolah agar dapat
langsung diketahui apabila terjadi kekurangan data.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syauqani, Sawitri Subiyanto, dan Andri Suprayogi. 2017. Pengaruh Variasi Tinggi
Terbang Menggunakan Wahana Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Quadcopter DJI
Phantom 3 Pro Pada Pembuatan Peta Orthofoto (Studi Kasus Kampus Universitas
Diponegoro). Jurnal Geodesi Undip Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 ISSN : 2337-
845X. Universitas Diponegoro, Semarang.
Hadi, B.S. 2007. Dasar-dasar Fotogrametri. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.
Laksono, Dany. 2019. Drone Flight Planning. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Laksono, Dany. 2019. Drone Flight Data Processing. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Laksono, Dany. 2019. Konsep Dasar Fotogrametri dengan UAV. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada.
Prasetya, A. 2010. Konsep Dasar Pemetaan Fotogrametri.
http://arryprasetya.blogspot.com/2010/03/konsep-dasar-pemetaan-fotogrametri.html,
diakses pada 15 Maret 2019.
Wardana, Alihusni, Randy. 2016. Tutorial Agisoft Photoscan : Orthomosaic Foto Udara.
https://id.scribd.com/document/345929725/Tutorial-Agisoft-Photoscan, diakses pada
19 Maret 2019.
Wikipedia. 2018. Fotogrametri.
https://id.wikipedia.org/wiki/Fotogrametri, diakses pada 15 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai