Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIKUM SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ACARA II

Overlay
Dwi Prasetya Adhi (20405244009)/B1

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum sistem informasi geografi acara dua ini yaitu menghitung luas
perubahan penggunaan lahan dengan metode tumpangsusun ( overlay) peta penggunaan lahan
pada tahun yang berbeda.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan praktikum acara dua dengan judul acara overlay adalah sebagai
berikut.
a. Seperangkat komputer dengan spesifikasi yang memadai
b. ArcGIS 10.6.1.
2. Bahan
Bahan yang digunakan praktikum acara dua dengan judul acara Overlay Peta adalah
sebagai berikut.
a. Data shapefile penggunaan lahan Kabupaten Sampang tahun pertama

Gambar 2.1 Penggunaan Lahan Kabupaten Sampang Tahun Pertama


b. Data shapefile penggunaan lahan Kabupaten Sampang tahun kedua
Gambar 2.2 Penggunaan Lahan Kabupaten Sampang Tahun Kedua

C. Dasar Teori
Analisis spasial adalah sekumpulan teknik yang dapat digunakan dalam pengolahan data
Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis spasial dapat juga diartikan sebagai teknik-teknik yang
digunakan untuk meneliti dan mengeksplorasi data dari perspektif keruangan. Salah satu
tekniknya yaitu overlay. Overlay merupakan penggabungan beberapa unsur spasial menjadi
unsur spasial yang baru. Dengan kata lain, overlay dapat didefinisikan sebagai operasi spasial
yang menggabungkan layer geografik yang berbeda untuk mendapatkan informasi baru. Overlay
dapat dilakukan pada data vektor maupun raster (Larasati et al., 2017). Pada proses overlay
terdapat syarat yaitu terdapat lokasi dan koordinat yang harus sama supaya data yang dihasilkan
memiliki kualitas yang baik.
Pada software ArcGIS terdapat proses Geoprocessing yang terdapat bermacam-macam di
dalamnya. Pertama, ada dissolve yang menjadi salah satu macam teknik overlay. Dissolve yaitu
proses menghilangkan batas antara poligon yang mempunyai data atribut yang identik atau
sama dalam poligon yang berbeda (Hidayat, 2013). Dengan kata lain tujuan dissolve yaitu
menggabungkan objek-objek dalam sebuah layer yang memiliki value/nilai pada field data
tertentu yang sama (Ambica dan Ilayaraja, 2012). Oleh karena itu, menghasilkan satu atribut baru
yang mewakili dari beberapa part sebelumnya. Penggunaan dissolve dapat dilakukan sebelum
dan sesudah intersect ataupun union.
Lalu pada overlay terdapat union yang menggabungkan fitur dari sebuah tema input
dengan poligon dari tema overlay untuk menghasilkan yang mengandung tingkatan atau kelas
atribut (Hidayat, 2013). Dengan kata lain, apabila batas luar data grafis yang akan dilakukan
tumpang susun tidak sama maka batas luar yang baru adalah gabungan antara kedua data
tersebut (Sugandi, 2009). Union bertujuan untuk membuat overlay kedua theme. Output dari
teknik ini adalah theme yang merupakan gabungan dari kedua features, berikut atribut dan
datanya. Prasyarat untuk melakukan teknik pemrosesan ini adalah kedua theme baik input theme
maupun overlay theme harus merupakan theme dengan tipe polygon/area (Kristiyanto et al.,
2017). Dalam Union, layer baru yang dihasilkan akan berisi atribut yang berasal dari kedua tabel
atribut masukannya.
Selain Union terdapat macam overlay lain yaitu intersect. Intersect merupakan overlay
antara dua data spasial yang apabila batas luar kedua data tidak sama maka akan dilakukan
proses hanya pada daerah yang bertampalan (Sugandi, 2009). Secara singkat merupakan
penggabungan fitur yang berpotongan dan hanya fitur yang saling tumpang tindih dari data
gabungan. Dengan kata lain, layer 2 akan memotong layer 1 untuk menghasilkanoutput yang
berisi data atribut dari tabel layer 1 dan tabel atribut milik layer 2. Fungsi teknik analisis spasial ini
akan menghasilkan unsur spasial baru berupa irisan dari unsur-unsur spasial masukannya.
Kraak dan Ormeling (2007) menyebut kaidah kartografis dengan istilah cartographic grammar
atau cartographic rule dan bermanfaat untuk memperbaiki transfer informasi dengan
menggunakan karakteristik murni berbagai karakteristik simbol grafis. Dalam kaidah kartografis
terdapat simbol kartografis yang di dalamnya terdapat Semiologi kartografis, yaitu pemikiran
teoretis tentang simbol kartografis, yaitu hubungan simbol dengan fenomena yang disajikan dan
keefektifannya dalam mengkomunikasikan informasi kepada pengguna peta (Boss, 1977 dalam
Handoyo, 2009). Agar perbedaan simbol dipersepsi hanya sebagai perbedaan kualitatif, maka
harus dipersepsi sebagai memiliki nilai sama. Jika satu warna akan dipersepsi jauh lebih gelap
dari yang lain, maka perbedaan dalam tingkatan akan dialami juga, di mana warna yang lebih
gelap yang menjelaskan wilayah yang berbeda dan lebih penting daripada wilayah yang lebih
terang. Dalam prakteknya, warna yang lebih gelap hanya bisa digunakan untuk
merepresentasikan informasi kualitatif untuk wilayah yang kecil, jika tidak demikian maka akan
terlalu banyak mendominasi gambar (Kraak dan Ormeling, 2007). Layout peta merupakan proses
akhir dalam pembuatan suatu peta yang akan menampilkan isi peta secara keseluruhan yang
dibuat. Dalam penyajian layout peta dapat dibuat bervariasi, tetapi dalam penyajian tampilannya
layout harus sesuai dengan kaidah kartografi agar peta bersifat informatif (Kertanegara et al.,
2013).
Penggunaan lahan adalah aktivitas manusia pada dan kaitannya dengan lahan, yang
biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa
sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang
meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi di mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi
potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada
masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan
akibatakibat merugikan seperti erosi dan akumulasi garam (Hardjowigeno dan Widiatmaka,
2001).
Alih fungsi lahan dalam arti perubahan penggunaan lahan, pada dasarnya tidak dapat
dihindarkan dalam pelaksanaan pembangunan (Lisdiyono, 2004). Pertumbuhan penduduk yang
pesat serta bertambahnya tuntutan kebutuhan masyarakat akan lahan, seringkali mengakibatkan
benturan kepentingan atas penggunaan lahan serta terjadinya ketidaksesuaian antara
penggunaan lahan dengan rencana peruntukannya (Khadiyanto, 2005). Sedangkan lahan itu
sendiri bersifat terbatas dan tidak bisa ditambah kecuali dengan kegiatan reklamasi (Sujarto,
1985 dalam Untoro, 2006). Keterbatasan lahan di perkotaan juga menyebabkan kota berkembang
secara fisik ke arah pinggiran kota. Terkait dengan penggunaan lahannya, daerah pinggiran
merupakan wilayah yang banyak mengalami perubahan penggunaan lahan terutama perubahan
penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian yang disebabkan adanya pengaruh
perkembangan kota di dekatnya (Rahayu, 2009). Penurunan luas lahan pertanian di wilayah ini
perlu mendapat perhatian khusus mengingat hal ini akan membawa dampak negatif terhadap
kehidupan kekotaan maupun kehidupan kedesaan. Mengingat wilayah ini merupakan wilayah
yang akan berubah menjadi kota sepenuhnya di masa mendatang maka perlu komitmen dari
penentu kebijakan untuk mengelola dan menata WPU agar menjadi kota yang ideal sesuai
dengan konsep kota yang berkelanjutan (Yunus, 2008).

D. Langkah Kerja
1. Dissolve
1) Masukkan data vektor berupa shapefile penggunaan lahan Kabupaten Sampang t1 dan
t2 dengan memilih Add Data dan cari di folder tempat penyimpanan
2) Setelah data tersebut muncul, pilih Geoprocessing pada bagian toolbars
3) Lalu pilih Dissolve
4) Pada bagian Input Features masukkan data t1
5) Bagian Output Features pilih lokasi penyimpanan dan beri nama filenya Dissolve_t1
6) Bagian Dissolve_Field(s) pilih Landuse dan Hektar
7) Lalu pilih OK
8) Lakukan proses Dissolve pada data t2 dengan memilih Landuse_2 dan Hektar_t2 pada
bagian Dissoslve_Field(s) dan beri nama file Dissolve_t2
2. Union
1) Masukkan data vektor berupa shapefile penggunaan lahan Kabupaten Sampang t1 dan
t2 dengan memilih Add Data dan cari di folder tempat penyimpanan
2) Pastikan kedua data tersebut memiliki sistem proyeksi koordinat sama
3) Lakukan proses Dissolve pada data t1 dan t2 untuk menggabungkan data atribut
4) Pilih Geoprocessing pada bagian toolbars lalu pilih Union
5) Lanjut inputkan data t1_dissolve dan t2_dissolve dan pilih lokasi penyimpanan serta beri
nama file Union klik OK
6) Lalu klik kanan pada data Union pilih Open Attribute Table
7) Pilih Add Field pada bagian Table Option beri nama kolom Perubahan dan bagian
Type pilih Text
8) Lalu pada bagian Editors pilih Start Editing
9) Klik kanan pada kolom Perubahan pilih Field Calculator masukkan rumus [Landuse]
&”-“& [Landuse-t2]
10)Lalu pilih Add Field lagi untuk membuat kolom Area Perubahan dan bagian Type pilih
Double
11)Masih dalam keadaan editing klik kanan pada kolom Area Perubahan dan pilih
Calculate Geometry
12)Lanjut pada bagian Property berupa Area
13)Tentukan koordinat seistemnya dengan WGS 1984 UTM Zone 49S
14)Untuk Units pilih Square meters ataupun bisa Hektare lalu klik Ok
15)Lalu hasil Union akan di dissolve ulang
16)Pilih Geoprocessing pilih Dissolve pada bagian Input Features pilih data hasil Union
tadi
17)Lalu pada bagian Dissolve Field(s) pilih Perubahan dan Area Perubahan
18)Pilih lokasi penyimpanan dan beri nama Dissolve_Union
3. Intersect
1) Pilih Geoprocessing pada bagian toolbars dan pilih Intersect
2) Lalu bagian Input Features pilih data t1_dissolve dan t2_dissolve
3) Lalu buka Open Attribute Table lalu pilih Table Option dan klik Add Field
4) Beri nama perubahan pada kolom baru dan bagian Type pilih Text
5) Lalu bagian Editor pilih Start Editing
6) Pada bagian kolom Perubahan klik kanan dan pilih Field Calculator
7) Masukkan rumus [Landuse} &”-“& [Landuse_t2]
8) Lalu tambahkan lagi kolom dengan Add Field dan beri nama kolom Area Perubahan
9) Lalu masih keadaan editing klik kanan pada kolom Area Perubahan pilih Calculate
Geometry
10)Bagian Property pilih Area lalu tentukan sistem koordinat menjadi WGS 1984 UTM
Zone 49S
11)Untuk bagian Units pilih Square meters ataupun Hektare lalu klik Ok
12)Hasil Intersect di dissolve ulang dengan memilih Geoprocessing dan pilih Dissolve
13)Pada bagian Input Features pilih data Intersect
14)Pada bagian Dissolve Field(s) pilih Perubahan dan Area Perubahan
15) Pilih lokasi penyimpanan dan beri nama file Dissolve_Intersect
4. Simbolisasi
1) Untuk melakukan simbolisasi klik kanan pada data yang akan diberi simbolisasi
(Dissolve_Union dan Dissolve_Intersect) pilih properties
2) Lalu pilih Symbology
3) Pada bagian Show pilih Categories
4) Lalu klik Unique Values dan bagian Value Field pilih Perubahan lanjut klik Add All
Values
5) Lalu simbol area berupa penggunaan lahan akan muncul
6) Untuk pemilihan warna tiap penggunaan lahan bisa diedit melalui double klik pada
symbol/value dan bisa pilih pewarnaan
7) Atau jika ingin otomatis bisa pilih pada bagian Color Ramp dan disesuaikan dengan
penggunaan lahannya
5. Layouting
1) Pada bagian toolbars View pilih Layout View
2) Untuk menambahkan grid klik kanan pada layout pilih Properties dan Grids
3) Untuk menambahkan komponen peta lainnya bisa pilih melalui bagian toolbars Insert
4) Pada bagian toolbars Insert terdapat beberapa pilihan untuk menampilkan Legend,
Tittle, Text, North Arrow, Scale Bar,dan Scale Text
5) Untuk menampilkan Legenda bisa pilih melalui Insert
6) Lalu buat Default dan klik Next sampai selesai kemudian klik Finish
7) Untuk melakukan perubahan teks pada legenda maka klik kanan pada legenda lalu pilih
Convert to Graphics
8) Lalu klik kanan pilih Ungroup dan klik pada teks yang ingin diubah
9) Untuk menambahkan Inset dengan memilih Insert pada bagian toolbars dan klik Data
Frame dan Add Data shapefile batas provinsi Indonesia
10) Lalu bisa tambahkan grid pada bagian Inset dengan klik kanan pilih Poperties dan pilih
Grids
11) Lalu ekspor hasil layouting dengan pilih File pada bagian toolbars dan pilih Export Map
12) Pilih format JPG/PNG dengan resolusi 300 dpi lalu beri nama dan klik Ok
E. Hasil dan Pembahasan Praktikum
Hasil

Gambar 2.3 Hasil Overlay dengan Teknik Intersect


Gambar 2.4 Hasil Overlay dengan Teknik Union

Tabel 2.1 Area Perubahan Lahan Menggunakan Metode Intersect


N Perubahan Area Perubahan
o (hektare)
1 Sawah irigasi-Sawah tadah
3728.31231
hujan
2 Sawah irigasi-Ladang 2592.335408
3 Sawah tadah hujan-Ladang 1666.882476
4 Ladang-Sawah tadah hujan 829.9519654
5 Padang rumput-Hutan 504.3823254
6 Ladang-Hutan 350.8136233
7 Padang rumput-Ladang 162.1714337
8 Padang rumput-Sawah irigasi 143.8488892
9 Permukiman-Sawah tadah
102.5542821
hujan
10 Ladang garam-Ladang 96.16777813
11 Padang rumput-Tambang
66.59811861
terbuka
12 Ladang-Padang rumput 50.80548011
13 Sawah irigasi-Padang rumput 46.60780311
14 Sawah tadah hujan-Sawah
46.5805735
irigasi
15 Ladang-Permukiman 42.12441077
16 Hutan bakau-Ladang garam 39.19139279
17 Padang rumput-Sawah tadah
38.58414255
hujan
18 Sawah irigasi-Permukiman 33.71992468
19 Ladang-Tambang terbuka 28.76315634
20 Sawah tadah hujan-
21.95812078
Permukiman
21 Permukiman-Padang rumput 21.63646806
22 Permukiman-Ladang 8.748602239
23 Permukiman-Hutan 5.340348733
24 Sawah irigasi-Tambang terbuka 4.636121878
25 Sawah tadah hujan-Padang
2.176388654
rumput
26 Padang rumput-Permukiman 0.020302467
27 KPH-Padang rumput 0.018548486
28 KPH-Sawah tadah hujan 0.017847298
29 Ladang-Sungai 0.01305
30 Ladang- 0.010525
31 Sungai-Ladang 0.009377187
32 Sawah tadah hujan-Sungai 0.00746875
33 Sungai-Permukiman 0.001499607
34 Sungai-Sawah tadah hujan 0.00109423
35 Permukiman-Sawah irigasi 0.000718542
36 Sawah irigasi- 0.000390625
37 Permukiman-Sungai 0.00013046
38 KPH-Permukiman 0.000023
Total 10634.99252

Tabel 2.2 Area Perubahan Lahan Menggunakan Metode Union


N Area Perubahan
Perubahan
o (hektare)
1 Sawah irigasi-Sawah tadah hujan 3728,31231
2 Sawah irigasi-Ladang 2592,335408
3 Sawah tadah hujan-Ladang 1666,882476
4 Ladang-Sawah tadah hujan 829,951965
5 Padang rumput-Hutan 504,382325
6 Ladang-Hutan 350,813623
7 Padang rumput-Ladang 162,171434
8 Padang rumput-Sawah irigasi 143,848889
9 Permukiman-Sawah tadah hujan 102,554282
10 Ladang garam-Ladang 96,167778
Padang rumput-Tambang
66,598119
11 terbuka
12 Ladang-Padang rumput 50,80548
13 Sawah irigasi-Padang rumput 46,607803
14 Sawah tadah hujan-Sawah irigasi 46,580573
15 Ladang-Permukiman 42,124411
16 Hutan bakau-Ladang garam 39,191393
Padang rumput-Sawah tadah
38,584143
17 hujan
18 Sawah irigasi-Permukiman 33,719925
19 Ladang-Tambang terbuka 28,763156
20 Sawah tadah hujan-Permukiman 21,958121
21 Permukiman-Padang rumput 21,636468
22 Permukiman-Ladang 8,748602
23 Permukiman-Hutan 5,340349
24 Sawah irigasi-Tambang terbuka 4,636122
Sawah tadah hujan-Padang
2,176389
25 rumput
26 Ladang- 0,052437
27 Padang rumput-Permukiman 0,020302
28 KPH-Padang rumput 0,018548
29 KPH-Sawah tadah hujan 0,017847
30 Ladang-Sungai 0,01305
31 Ladang- 0,010525
32 Sungai-Ladang 0,009377
33 Sawah tadah hujan-Sungai 0,007469
34 Permukiman 0,006919
35 Ladang 0,005241
36 Sungai-Permukiman 0,0015
37 Sungai-Sawah tadah hujan 0,001094
38 Permukiman-Sawah irigasi 0,000719
39 Sawah irigasi- 0,000391
40 Ladang garam- 0,000302
41 Hutan 0,000262
42 Sawah tadah hujan 0,000144
43 Permukiman-Sungai 0,00013
44 Hutan bakau- 0,000126
45 Permukiman- 0,000031
46 KPH-Permukiman 0,000023
Total 10635,05798

Pembahasan
Pada praktikum acara 2 ini mempraktikan teknik analisis SIG overlay melalui dissolve,
union, dan intersect. Data yang digunakan berupa data vektor penggunaan lahan Kabupaten
Sampang tahun pertama dan tahun kedua. Proses overlay menggunakan software ArcMap 10.8
yang diproduksi oleh ESRI. Proses overlay di sini bertujuan untuk menggabungkan layer
geografik yang berbeda untuk mendapatkan informasi baru (Larasati et al., 2017). Proses overlay
di mulai dengan melakukan dissolve pada data penggunaan lahan tahun pertama dan kedua.
Proses dissolve berfungsi menggabungkan objek-objek dalam sebuah layer yang memiliki nilai
pada field data tertentu yang sama (Ambica dan Ilayaraja, 2012). Setelah proses dissolve
dilakukan analisis overlay melalui intersect. Pada proses intersect ini menggabungkan dua data
spasial yaitu hasil dissolve data penggunaan lahan tahun pertama dan hasil dissolve penggunaan
lahan tahun kedua. Proses intersect memadukan dua data yang apabila batas luar kedua data
tidak sama maka akan dilakukan proses hanya pada daerah yang bertampalan (Sugandi, 2009).
Secara singkat penggabungan fitur yang berpotongan dan hanya fitur yang saling tumpang
tindih dari data gabungan. Fungsi teknik overlay intersect ini untuk menghasilkan unsur spasial
baru berupa irisan dari data penggunaan lahan tahun pertama dan tahun kedua.
Selain mempraktikkan analisis overlay menggunakan intersect juga mempraktikkan overlay
melalui union. Pada proses ini seperti halnya pada intersect yaitu menggabungkan dua data
spasial hasil dissolve data penggunaan lahan tahun pertama dan kedua. Hanya saja proses
overlay menggunakan teknik union apabila batas luar data grafis yang akan dilakukan tumpang
susun tidak sama maka batas luar yang baru adalah gabungan antara kedua data tersebut
(Sugandi, 2009). Teknik union ini bertujuan untuk membuat overlay kedua data spasial dengan
output dari data yang merupakan gabungan dari kedua features, berikut atribut dan datanya.
Prasyarat untuk melakukan teknik pemrosesan ini adalah kedua theme baik input theme maupun
overlay theme harus merupakan theme dengan tipe polygon/area (Kristiyanto et al.., 2017). Pada
hasil Union ini layer baru yang dihasilkan akan berisi atribut yang berasal dari kedua tabel atribut
masukannya. Lalu setelah dilakukan overlay dengan metode union dan intersect dilakukan
penghitungan area perubahan lahan di Kabupaten Sampang yang dapat dilihat pada Tabel 2.1
dan Tabel 2.2.
Dari hasil praktik menggunakan union dan intersect dapat diketahui persamaan dan
perbedaannya. Persamaan kedua metode yaitu sama-sama menggabungkan dua data spasial
(data vektor) yang terdapat lokasi dan koordinat sama supaya data yang dihasilkan memiliki
kualitas yang baik. Akan tetapi, terdapat perbedaan yang mendasar antara metode union dan
intersect. Pada union yaitu apabila batas luar data grafis yang akan dilakukan tumpang susun
tidak sama maka batas luar yang baru adalah gabungan antara kedua data tersebut (Sugandi,
2009). Sedangkan pada intersect dapat dianalogikan irisan dari dua data spasial yang
digabungkan, apabila batas luar kedua data tidak sama maka akan dilakukan proses hanya pada
daerah yang bertampalan (Sugandi, 2009).

Gambar 2.5 Penggambaran Metode Overlay Intersect

Gambar 2.6 Penggambaran Metode Overlay Union


Selain itu, terdapat perbedaan pada jumlah data atribut tabel yang dihasilkan dari kedua
proses overlay union dan intersect. Pada hasil intersect terdapat 413 jumlah data atribut
perubahan penggunaan lahan dari tahun pertama dan kedua. Sedangkan pada metode union
terdapat jumlah data atribut yang lebih banyak, yaitu sebesar 425. Hal tersebut sesuai yang
dikatakan Sugandi (2019) bahwa perbedaan antara intersect apabila batas luar kedua data tidak
sama maka akan dilakukan proses penggabungan daerah yang bertampalan. Dapat dilihat
visualisasi perbedaan antara intersect dan union pada Gambar 2.3 serta Gambar 2.4.
Dapat dilihat juga bahwa perubahan penggunaan lahan terlihat pada hasil overlay
menggunakan intersect ataupun union. Pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 diketahui total keseluruhan
area perubahan lahan pada metode intersect sebesar 10634.99252 Ha. Sedangakn area
perubahan lahan pada metode union sebesar 10635.05798 Ha. Dari hasil tersebut terlihat
perbedaan total area perubahan dari kedua metode, tetapi hasil tidak menunjukkan selisih yang
signifikan antara kedua metode overlay yang digunakan. Selain itu, terdapat perbedaan pada
jumlah area perubahan lahan menggunakan metode intersect dan union. Pada metode overlay
intersect terdapat perubahan lahan sebanyak 38 tempat dengan area perubahan terbesar yaitu
sawah irigasi yang menjadi sawah tadah hujan dengan luas area lahan mencapai 3728.31231 Ha
dan area perubahan terkecil yaitu KPH berubah menjadi permukiman dengan total area
perubahan 0.000023 Ha. Kemudian pada metode union terdapat perubahan lahan sebanyak 46
dengan area perubahan lahan terbesar yaitu sawah irigasi menjadi sawah tadah hujan dengan
luas area 3728.31231 Ha dan area perubahan lahan terkecil yaitu KPH berubah menjadi
permukiman dengan luas area sebesar 0.000023 Ha.
Dari kedua tabel hasil perubahan lahan di Kabupaten Sampang diketahui bahwa area
perubahan lahan terbesar dan terkecil antara metode intersect dengan union memperoleh hasil
yang sama yaitu area perubahan lahan terbesar adalah sawah irigasi berubah menjadi sawah
tadah hujan dengan total area perubahan sebesar 3728.31231 Ha dan area perubahan terkecil
adalah KPH menjadi area permukiman dengan luas area sebesar 0.000023 Ha. Perbedaan
tersebut mengindikasikan bahwa metode union melakukan penggabungan tanpa
memperhatikan batas terluar antara data 1 dengan data 2 tidak seperti metode intersect yang
melakukan penggabungan dengan memperhatikan batas terluar sehingga membentuk irisan
(Sugandi, 2019).
Alih fungsi lahan yang terjadi pada Kabupaten Sampang tidak dapat dihindarkan, karena
perubahan lahan yang terjadi termasuk ke dalam pelaksanaan pembangunan (Lisdiyono, 2004).
Faktor pertumbuhan penduduk yang pesat serta bertambahnya kebutuhan masyarakat terhadap
lahan, seringkali mengakibatkan benturan kepentingan atas penggunaan lahan serta terjadinya
ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dengan rencana peruntukannya (Khadiyanto, 2005).
Sedangkan lahan bersifat terbatas dan tidak bisa ditambah kecuali dengan kegiatan reklamasi
(Sujarto, 1985 dalam Untoro, 2006). Keterbatasan lahan di perkotaan juga menyebabkan kota
berkembang secara fisik ke arah pinggiran kota. Terkait dengan penggunaan lahannya, daerah
pinggiran merupakan wilayah yang banyak mengalami perubahan penggunaan lahan terutama
perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian yang disebabkan adanya
pengaruh perkembangan kota di dekatnya (Rahayu, 2009). Mengingat Kabupaten Sampang ini
merupakan wilayah yang akan mengalami perkembangan menjadi kota sepenuhnya di masa
mendatang maka perlu komitmen dari penentu kebijakan untuk mengelola dan menata WPU
agar menjadi kota yang ideal sesuai dengan konsep kota yang berkelanjutan (Yunus, 2008).

F. Kesimpulan
1. Proses pengolahan data spasial yang digunakan yaitu teknik overlay intersect dan union
2. Geoprocessing dissolve berfungsi untuk menggabungkan objek dengan nilai yang sama
3. Intersect berfungsi untuk menggabungkan dua data spasial dengan menghilangkan batas
terluar atau disebut irisan
4. Union berfungsi untuk menggabungkan dua data spasial tanpa menghilangkan batas terluar
5. Perubahan lahan yang terbesar antara metode union dan intersect terjadi pada area sawah
irigasi menjadi sawah tadah hujan
6. Perubahan lahan terkecil antara metode union dan intersect terjadi pada area KPH menjadi
permukiman
7. Total area perubahan lahan pada Kabupaten Sampang terdapat perbedaan yang tidak
menonjol antara metode intersect dan union
8. Alih fungsi lahan pada Kabupaten Sampang cukup siginifikan karena termasuk ke dalam
program pembangunan
9. Terdapat beberapa tempat di Kabupaten Sampang mengalami perubahan penggunaan lahan
terutama dari pertanian menjadi non-pertanian yang disebabkan adanya pengaruh
perkembangan kota di dekatnya.

Daftar Pustaka
A. Ambica and K. Ilayaraja. (2012). Identication of Coastal Water quality Using Quantum GIS-A case
Study between Injambakkam-Thiruvanmyiur areas , South East coast of India , Int. J. Comput.

Organ. Trends, vol. 2, no. 6. pp. 31-41.


Demers, Michael N. (2003). Fundamentals of Geographic Information System , 2nd ed.. English: J. Wiley,

Hoboken, NJ.
Handoyo, S. (2009). Kaidah Kartografis; Sebuah kontemplasi Profesi . Jakarta. Forum Teknik Atlas Badan

Informasi Geospasial.
Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. (2001). Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah . Bogor

: Fakultas Pertanian, IPB.


Hidayat, R.T. (2013). Pemetaan Lahan Investasi di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Timur dan

Lampung Selatan. Lampung : Universitas Lampung


Kertanegara, U., Laila ST, A. N., & Bambang Sudarsono, I. (2013). Peninjauan Secara Kartografis Dalam

Pembuatan Peta Kampus Universitas Diponegoro. Jurnal Geodesi Undip, 2(4).


Khadiyanto, Parfi. (2005). Tata Ruang Berbasis pada Kesesuaian Lahan . Semarang: Badan Penerbit

Universitas Diponegoro.
Kraak, M. dan Ormeling, F. (2007). Kartografi Visualisasi Data Geospasial. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta.
Kristiyanto, D. Y., Widiastuti, S., & Aryotejo, G. (2017). Pendekatan Geoprosessing pada GIS untuk

Menentukan Pembangunan Infrastruktur Bisnis di Kota Semarang. Jurnal Ilmiah KOMPUTASI,


16(1), 1–10.
Larasati, N. M., Subiyanto, S., & Sukmono, A. (2017). Analisis Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah
(P2T) Menggunakan Sistem Informasi Geografis Kecamatan Banyumanik Tahun 2016. Jurnal

Geodesi Undip, 6(4), 89–97.


Lisdiyono. (2004). Penyimpangan Kebijakan Alih Fungsi Lahan Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup.

Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat Edisi Oktober 2004 . Semarang: Fakultas Hukum
Untag.

Prahasta, Eddy. (2009). Sistem Informasi Geografis: Konsep-konsep Dasar (Perspektif Geodesi &
Geomatika). Bandung: Informatika.
Rahayu, Sri. (2009). “Kajian Konversi Lahan Pertanian di Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta Bagian
Selatan (Studi Kasus di Sebagian Daerah Kecamatan Umbulharjo)”. Jurnal Pembangunan

Wilayah dan Kota, Vol 5. 365‐372.


Sugandi, S. & Somantri, L. & Sugito, N.T. (2009). Sistem Informasi Geografi (SIG). Bandung: UPI.

Untoro, Hari H. (2006). “Perubahan Fungsi Lahan Pertanian menjadi Non Pertanian di Kecamatan
Godean.” Tesis.  Magister Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro, Semarang.

Yunus, Hadi Sabari. (2008). Dinamika Wilayah Peri‐Urban: Deterninan Masa Depan Kota . Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 

Anda mungkin juga menyukai