Anda di halaman 1dari 27

(daring)

(cetak)
JURNAL ILMU KEHUTANAN JOURNAL OF FOREST SCIENCE
Volume 11 No. 2, Juli - September 2017 Volume 11 No. 2, July - September 2017
ISSN 2477-3751 (Daring)
ISSN 0126-4451 (Cetak)

PENANGGUNG JAWAB ADVISOR


Dekan Fakultas Kehutanan UGM Dean, Faculty of Forestry, UGM

PEMIMPIN REDAKSI EDITOR-IN-CHIEF


Ganis Lukmandaru - Fakultas Kehutanan UGM

ANGGOTA REDAKSI ASSOCIATE EDITORS


Sri Rahayu - Fakultas Kehutanan UGM
Muhammad Ali Imron - Fakultas Kehutanan UGM
Ahmad Maryudi - Fakultas Kehutanan UGM
Tomy Listyanto - Fakultas Kehutanan UGM
Budi Leksono - Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
Sukadaryati - Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

DEWAN REDAKSI INTERNASIONAL INTERNATIONAL EDITORIAL BOARDS


Lukas Giessen - University of Gottingen
Nobuaki Hattori - Tokyo University of Agriculture and Technology
Digby Race - Australian National University
Jolanda Roux - University of Pretoria
Sven Herzog - University of Dresden

STAF ADMINISTRASI ADMINISTRATIVE STAFF

Dani Listyowati

ALAMAT REDAKSI EDITORIAL ADDRESS


Jurnal Ilmu Kehutanan Journal of Forest Science
Fakultas Kehutanan UGM Faculty of Forestry UGM
Bulaksumur, Sleman 55281, INDONESIA
Telp. +62-274-512102, Fax. +62-274-550541;
E-mail: jik@ugm.ac.id
Website: http://jurnal.ugm.ac.id/index.php/jikfkt/index

JURNAL ILMU KEHUTANAN JOURNAL OF FOREST SCIENCE


diterbitkan dua kali setahun (Januari dan is published biannually a year by the
Juli) oleh Fakultas Kehutanan UGM, Faculty of Forestry University of
Yogyakarta. Dimaksudkan sebagai Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
media komunikasi sekaligus motivator The Journal, intended as a medium for
kegiatan penelitian. Jurnal ini terbuka communicating and motivating research
untuk tulisan hasil penelitian, catatan activities, publishes research articles,
penelitian dan ulasan dari berbagai short communications and reviews in
aspek yang terkait dengan bidang various aspects of forestry. Scientific
kehutanan. Tulisan dalam jurnal papers published in the Journal are the
merupakan kontribusi dari para peneliti contribution of researchers and those
dan pemerhati di bidang kehutanan dan concerned of forestry and environments.
lingkungan. Artikel dengan topik khusus Articles with certain topics can also be
dimungkinkan pula untuk diterbitkan published in the Journal in special
atas persetujuan dewan redaksi. editions.

Untuk berlangganan, harap hubungi For subscription, please contact


Bagian Administrasi (attn. Dani) pada: Administration Officer (attn. Dani) at:
E-mail: jik@ugm.ac.id
Telp. +62-274-512102, Fax. +62-274-550541
ISSN 2477-3751 (daring)
ISSN 0126-4451 (cetak)

Jurnal Ilmu Kehutanan


Vol. 11 No. 2 Tahun 2017

DAFTAR ISI

1. Tigers and Their Prey in Bukit Rimbang Bukit Baling:


Abundance Baseline for Effective Wildlife Reserve Management Hal. 118-129
Febri Anggriawan Widodo, Stephanus Hanny, Eko Hery Satriyo Utomo, Zulfahmi,
Kusdianto, Eka Septayuda, Tugio, Effendy Panjaitan, Leonardo Subali, Agung Suprianto,
Karmila Parakkasi, Nurchalis Fadhli, Wishnu Sukmantoro, Ika Budianti, & Sunarto
2. Penggunaan Citra Satelit untuk Mengetahui Persebaran Dacrycarpus
imbricatus (Blume) De Laub. di Bukit Tapak, Cagar Alam Batukahu Bali Hal. 130-141
Rajif Iryadi, Arief Priyadi, & I Dewa Putu Darma
3. Tipologi dan Kerawanan Korupsi Sektor Kehutanan di Indonesia Hal. 142-155
Eko N. Setiawan, Ahmad Maryudi, Ris Hadi Purwanto, & Gabriel Lele
4. Model Pengelolaan Ternak di Sekitar Hutan Gunung Mutis
dan Dampaknya Terhadap Kelestarian Hutan Hal. 156-172
Rahman Kurniadi, Herry Purnomo, Nurheni Wijayanto, & Asnath Maria Fuah
5. Variasi Karakter Pembungaan Antar Varian dan Ras Lahan Cendana
Sepanjang Gradien Geografis di Gunung Sewu Hal. 173-195
Yeni W N Ratnaningrum, Sapto Indrioko, Eny Faridah, & Atus Syahbudin
6. Keragaman Fenotipik Buah dan Daya Perkecambahan Benih
Swietenia macrophylla King. dari Beberapa Populasi di Indonesia Hal. 196-204
Mashudi, Hamdan Adma Adinugraha, Dedi Setiadi, & Mudji Susanto
7. Karyomorfologi dan Jumlah Kromosom Empat Grup
Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke. di Lombok Hal. 205-211
Widya Iswantari, Tri Mulyaningsih, & Aida Muspiah
8. Dekomposisi Serasah dan Keanekaragaman Makrofauna Tanah
pada Hutan Tanaman Industri Nyawai (Ficus variegate. Blume) Hal. 212-223
Pranatasari Dyah Susanti & Wawan Halwany
9. Keanekaragaman Potensi Regenerasi Vegetasi pada Hutan Rawa Gambut:
Studi Kasus di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
(KHDTK) Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah Hal. 224-238
Dony Rachmanadi, Eny Faridah, Sumardi, & Peter J. Van Der Meer
10. Kemelimpahan dan Struktur Tingkat Trofik Serangga pada Tingkat
Perkembangan Agroforestri Jati yang Berbeda di Nglanggeran,
Gunungkidul Yogyakarta Hal. 239-248
Ananto Triyogo, Priyono Suryanto, Siti Muslimah Widyastuti,
Aldino Dwi Baresi, & Isnaini Fauziah Zughro

Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi Nomor 36a/E/KPT/2016 tanggal 23 Mei 2016 tentang Hasil Akreditasi Terbitan Berkala
Ilmiah Cetak Periode I Tahun 2016, Jurnal Ilmu Kehutanan diakui sebagai terbitan berkala ilmiah terakreditasi,
berlaku sejak tanggal 23 Mei 2016 s.d. 22 Mei 2021.

i
Jurnal Ilmu Kehutanan
Journal of Forest Science
https://jurnal.ugm.ac.id/jikfkt

Dekomposisi Serasah dan Keanekaragaman Makrofauna Tanah pada


Hutan Tanaman Industri Nyawai (Ficus variegate. Blume)
Litter Decomposition and Diversity of Soil Macrofauna on Industrial Plantation Forest of
Nyawai

1* 2
Pranatasari Dyah Susanti & Wawan Halwany

1
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS. Jl. A. Yani – Pabelan, Kartasuro PO BOX 295 Surakarta
57102
*E-mail : pranatasari_santi@yahoo.com
2
Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru. Jl. A Yani Km 28.7 Guntung Manggis Landasan Ulin Kotak Pos
1065, Banjarbaru

HASIL PENELITIAN ABSTRACT


Riwayat naskah: The use of fast-growing tree species is necessary to meet the demand of
Naskah masuk (received): 11 November 2016 timber. However, the information with regard the fertility of the soil for
Diterima (accepted): 8 Maret 2017 planting of these species is still limited. This study aimed to obtain data and
information on the litter production and its rate of decomposition as well as
soil macrofauna diversity on Industrial Plantation Forest of nyawai (Ficus
KEYWORDS
decomposition variegate. Blume) with three different age classes. This study used a
macrofauna quantitative method. Sample plots were determined purposively with
nyawai consideration of the representation of age. The observed variables included
litter the amount of production of litter, decomposition rate of litter, and soil
soil fertility macrofauna using two methods, i.e. monolith or soil sampling (PCT) for soil
macrofauna underground the soil and trap wells (PSM) for macrofauna on
soil surface. The results showed in the 6-year-old stands showed the best
litter decomposition rates, since 48.31% of litter was decomposed at a rate of
11%. At this age class, diversity of macrofauna also has the highest score as
1.08, although that value was still in the low category.

INTISARI
KATA KUNCI Penggunaan jenis-jenis tanaman cepat tumbuh diperlukan untuk
dekomposisi memenuhi kebutuhan kayu. Meski demikian, informasi mengenai
makrofauna kesuburan tanah kerena penanaman jenis tersebut masih terbatas.
nyawai Penelitian ini bertujuan mendapatkan data dan informasi mengenai
serasah
produksi, laju dekomposisi serasah serta keragaman makrofauna tanah
kesuburan tanah
pada Hutan Tanaman Industri nyawai (Ficus variegate Blume) dengan tiga
kelas umur yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Penentuan plot sampel dilakukan secara purposive dengan pertimbangan
keterwakilan umur. Variabel yang diamati meliputi jumlah produksi
serasah, laju dekomposisi serasah, serta makrofauna tanah menggunakan
dua cara yaitu monolith atau pengambilan contoh tanah (PCT) untuk

212
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

makrofauna tanah yang berada di dalam tanah, serta penggunaan


perangkap sumuran (PSM) untuk makrofauna yang berada di permukaan
tanah. Hasil penelitian menunjukkan pada tegakan umur 6 tahun
memiliki laju dekomposisi serasah terbaik karena sebanyak 48,31% serasah
terdekomposisi dengan laju 11%. Pada kelas umur ini keragaman
makrofauna juga memiliki nilai tertinggi yaitu 1,08 meskipun masih berada
dalam kategori rendah.

© Jurnal Ilmu Kehutanan-All rights reserved

Pendahuluan baik bakteri, fungi, dan hewan tanah lainnya.


Peristiwa ini sering juga disebut mineralisasi yaitu
Hutan tanaman pada awalnya dirancang untuk proses penghancuran bahan organik yang berasal dari
meningkatkan produktivitas hutan, sekaligus untuk hewan dan tanaman yang berubah menjadi senyawa-
merehabilitasi dan memperbaiki kualitas lingkungan senyawa anorganik sederhana. Proses dekomposisi ini
serta menciptakan lapangan pekerjaan (Purnomo penting dalam siklus ekologi dalam hutan sebagai
2004). Pembangunan hutan tanaman secara mono- salah satu asupan unsur hara ke dalam tanah seperti
kultur berdampak negatif terhadap tanah dan air disampaikan oleh Vos et al. (2013) bahwa proses
sehingga dapat mengakibatkan penurunan kualitas dekomposisi serasah ini berperan penting dalam
lahan (Aruan 2004). Penambahan bahan organik siklus karbon dan nutrisi lain.
bermanfaat terhadap peningkatan kualitas lahan PT ITCIKU Balikpapan Kalimantan Timur telah
karena sangat berperan dalam memperbaiki struktur melakukan penanaman tanaman nyawai sejak tahun
tanah, sebagai sumber unsur hara, menambah 2003 dengan luas yang terus bertambah dan mencapai
kemampuan menahan air, meningkatkan Kapasitas 508,2 ha pada tahun 2008 (Effendi & Mindawati 2015).
Tukar Kation (KTK) tanah serta sebagai energi bagi Nyawai atau Ficus variegata. Blume merupakan salah
mikroorganisme untuk melakukan proses dekompo- satu jenis tanaman alternatif yang dikembangkan di
sisi (Hardjowigeno 2010). HTI. Hal ini disebabkan karena nyawai merupakan
Salah satu bahan organik yang secara alami salah satu jenis kayu pertukangan cepat tumbuh, dan
dihasilkan oleh tanaman adalah serasah. Peristiwa pada usia 10 tahun tanaman ini sudah dapat dipanen.
jatuhnya serasah merupakan suatu kejadian yang Tanaman nyawai dengan umur yang relatif pendek,
terjadi di luar organ tumbuh-tumbuhan, yaitu diharapkan dapat menunjang kebutuhan kayu
lepasnya organ tumbuhan berupa daun, bunga, buah, pertukangan yang sudah tidak mampu lagi dipenuhi
dan bagian lain sebagai input bahan material organik oleh kayu hutan alam (Badan Litbang Kehutanan
pada tanah dan siklus hara serta aliran energi (Chairul 2010). Penanaman nyawai secara monokultur pada
2010). Serasah adalah bahan-bahan yang telah mati, HTI, dikhawatirkan dapat mempengaruhi kondisi
terletak di atas permukaan tanah yang nantinya akan kesuburan tanah. Meskipun demikian, tanaman
mengalami dekomposisi dan mineralisasi (Aprianis nyawai diharapkan dapat memberikan sumbangan
2011). Menurut (Bargali et al. 2015), serasah merupa- unsur hara terhadap tanah tempat tumbuhnya
kan bahan organik yang dihasilkan oleh tanaman yang melalui produksi dan proses dekomposisi dengan
akan dikembalikan ke dalam tanah. Serasah tanaman peran makrofauna tanah. Fauna tanah diketahui
dapat berupa daun, batang, ranting, bahkan akar. memegang peranan yang sangat penting karena dapat
Menurut Sutedjo et al. (1991) dekomposisi serasah mendekomposisi sisa tanaman dan melepaskan
merupakan peristiwa perubahan secara fisik maupun unsur-unsur hara ke dalam tanah menjadi bentuk
kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah yang tersedia bagi tanaman. Mengingat hal tersebut

213
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

maka kondisi unsur hara tanah, produksi, dan Rancangan Penelitian

dekomposisi serasah serta keragaman makrofauna Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif,
tanah pada tegakan tanaman nyawai perlu diketahui, dimana penentuan plot sampel dilakukan secara
karena selama ini informasi mengenai kondisi purposive (pertimbangan keterwakilan umur).
kesuburan tanah akibat penanaman jenis nyawai pada Parameter yang diamati meliputi kandungan unsur
HTI masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan hara tanah, produksi, dan laju dekomposisi serasah
mengetahui kandungan unsur hara tanah, produksi, serta keragaman makrofauna tanah. Pengamatan
dan laju dekomposisi serasah daun serta keragaman suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya juga
makrofauna tanah pada HTI nyawai di tiga kelas umur dilakukan pada setiap kelas umur. Serasah yang
yang berbeda yaitu 3, 4, dan 6 tahun. diamati dalam penelitian ini adalah serasah daun
dengan pertimbangan bentuk dan ukuran yang relatif
Bahan dan Metode Penelitian
seragam dibandingkan dengan serasah ranting atau
Lokasi Penelitian dahan yang jatuh. Serasah daun yang diambil adalah
serasah kering segar, yaitu serasah daun yang jatuh
Lokasi penelitian ini berada di Hutan Tananaman
dari pohon dengan kondisi bentuk yang masih utuh
Industri (HTI) milik PT ITCI Kartika Utama Balik-
dengan ukuran rata-rata lebar 5 cm, panjang 10 cm
papan, Kalimantan Timur. Pada penelitian ini diamati
dengan ketebalan 0,1 mm.
3 plot penelitian yang disesuaikan dengan ketersedia-
an tegakan pada HTI tersebut, yaitu umur 3, 4, dan 6 Pengamatan unsur hara tanah dilakukan pada 3
tahun, dengan luas masing-masing plot 50 x 100 m. kelas umur yang berbeda. Masing-masing kelas umur
Jarak tanam di lokasi penelitian adalah 3 x 5 m. Plot diambil 3 ulangan, sehingga diperoleh 9 sampel tanah.
pertama umur 3 tahun berada pada ketinggian 455 m Sampel tanah akan diambil dari kedalaman top soil
o o
dpl dan terletak pada 00 46’44,3” LS dan 116 27’54,9” tanah yaitu 0-30 cm. Analisa sifat kimia tanah
BT, plot yang kedua umur 4 tahun berada pada meliputi kapasitas tukar kation (KTK), pH, Corganik,
o
ketinggian 419 m dpl, terletak pada 00 48’09,7” LS dan Ntotal, Ptotal, P tersedia, C/N, K, Ca, Mg, dan Na. Luas
o
116 29’22,4” BT serta plot tanaman umur 6 tahun bidang dasar nyawai umur 3 tahun sebesar 8,02 ± 5,38
berada pada ketinggian 455 m dpl, terletak pada m2, umur 4 tahun 8,80 ± 3,30 m2, dan umur 6 tahun
00o52’11,9” LS dan 116o31’0,39” BT. 13,81 ± 5,51 m2. Kerapatan masing-masing tipe tegakan
adalah pada kelas umur 3 tahun adalah 759,3 ± 78,5
Bahan dan Alat Penelitian
pohon/ha, umur 4 tahun sebesar 730,± 95,2 pohon/ha,
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dan kelas umur 6 tahun sebesar 487,5 ± 49,2 pohon/ha
adalah serasah daun nyawai pada 3 kelas umur, (Qirom & Supriadi 2012).
alkohol 70%, formalin 4%, dan air. Alat yang
Pengukuran produksi serasah dilakukan dengan
digunakan diantaranya: kain strimin, sharlon, parang,
menempatkan alat penampung serasah pada tiap
kantong plastik besar, tali nylon, box plastik, palu,
petak percobaan, dengan membuat frame dari jaring
timbangan, patok 3/5, kertas label, amplop sampel,
dengan ukuran 1 m x 1 m sebanyak 9 buah (3 jaring x 3
meteran 30 m dan 1 m, hagameter, cetok, nampan,
kelas umur). Serasah yang jatuh akan dioven pada
pinset, kaca pembesar, toples, pitfall trap, termometer
suhu 60°C sampai mencapai berat kering mutlak.
tanah, talley sheet, botol plastik, seng dengan ukuran
Pengamatan dilakukan setiap 1 bulan sekali selama 6
25 x 25 cm, bambu, kantung plastik, alat tulis dan
bulan pengamatan (Sulistyanto et al. 2005; Prasetyo
dokumentasi.
2013; Iskandar 2014).

214
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

Pengukuran laju dekomposisi serasah dilakukan dipisahkan dari tanahnya dan dimasukkan dalam
dengan mengambil serasah daun dan dimasukkan ke botol spesimen dan diawetkan dengan alkohol 90%.
dalam kantong serasah berukuran 10 x 50 x 50 cm, Identifikasi fauna tanah dilakukan dengan menggu-
kemudian ditempatkan di lantai hutan sebanyak 54 nakan buku “An introduction to the study of insect”
kantong (6 kantong x 3 ulangan x 3 kelas umur) (Borror et al. 1992), “Pictorial pictorial keys to soil
dengan berat 50 gr/kantong. Pengambilan kantong animals of China” ((Wenying et al. 2000) dan “Ekologi
yang berisi serasah daun tersebut, dilakukan setiap 1 hewan tanah” (Suin 1997).
bulan sekali selama 6 bulan dan dihitung berat
Pada saat pengumpulan hasil tangkapan,
keringnya dengan memasukkannya ke dalam oven
dilakukan pengukuran intensitas cahaya (%), suhu
pada suhu 60°C sampai mencapai berat kering
udara, suhu tanah, kelembaban udara, kelembaban
mutlak.
tanah, pH tanah di lokasi, ketebalan serasah, dan
Keragaman makrofauna tanah diamati 2 kali pengamatan tumbuhan bawah. Pengukuran suhu
yaitu pada bulan April dan Oktober. Dasar udara dilakukan dengan menggunakan termometer
pertimbangan pada kedua bulan tersebut adalah pada permukaan tanah. Untuk mengukur suhu tanah,
masih dipengaruhi oleh curah hujan, karena dimasukkan termometer ke dalam tanah dengan cara
kelimpahan makrofauna tanah pada suatu tempat membuat lubang dan termometer dimasukkan ke
dipengaruhi oleh kondisi hujan. Pada pengamatan ini dalam lubang tersebut sampai kedalaman yang telah
dilakukan di setiap kelas umur dengan 5 kali ulangan. ditentukan (15 cm dan 30 cm). Pengukuran dilakukan
Metode pengambilan sampel keragaman makrofauna pada selang jam tertentu (jam 10.00-12.00). Pengukur-
menggunakan perangkap sumuran (PSM) dan an iklim mikro pada setiap plot meliputi pengukuran
pengambilan contoh tanah (PCT). Perangkap suhu udara, suhu tanah, pH tanah, kelembaban udara,
sumuran digunakan untuk mendapatkan makrofauna dan intensitas cahaya. Pengukuran parameter
permukaan tanah dibuat dengan cara menggunakan lingkungan tersebut dilakukan bersamaan dengan
lubang perangkap yang dipasang pada setiap titik pengamatan makrofauna tanah.
yang sudah ditentukan dalam jalur yang dibuat.
Analisis data
Perangkap sumuran dari gelas mineral berukuran
diameter 7 cm dan tinggi 10 cm ditanam dengan Data yang telah diperoleh dievaluasi secara
permukaan gelas sejajar permukaan tanah dan diisi diskriptif dan terperinci sesuai keluaran yang diharap-
dengan air sabun ditambah dengan formalin secukup- kan, sedangkan hasil perhitungan bobot kering
nya sampai tinggi air sepertiga dari volume gelas. digunakan untuk menghitung dan menganalisis
Bagian atasnya ditutupi dengan seng untuk produksi serta laju dekomposisi. Penghitungan laju
menghindari hujan dan dibiarkan selama 2 x 24 jam. dekomposisi serasah menggunakan rumus Olson
Makrofauna yang terjebak di dalam gelas dimasukkan (1963) dalam Gultom (2009) sebagai berikut :
ke dalam kantung plastik dan diberi label. Setelah itu
Xt = Xoe(-kt) ............................................................. (1)
sampel dibawa ke laboratorium dan dipilah-pilah,
Dimana :
kemudian dimasukkan ke dalam botol dan diberi Xt = Jumlah serasah pada waktu t
alkohol 90%. Xo = Jumlah serasah awal pada waktu t = 0
k = Tingkat dekomposisi serasah
Pengamatan makrofauna dengan pengambilan t = Waktu (bulan)
contoh tanah dengan ukuran 25 x 25 cm dengan
Nilai keanekaragaman fauna tanah dihitung
kedalaman 25 cm pada setiap sampel. Fauna yang
dengan rumus indeks Shannon-Wiener (H’)
terdapat pada setiap kedalaman diambil dan
berdasarkan (Ludwig & Reynolds 1988) adalah:

215
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

s
H = å i = 1 (Pi ln Pi) ................................................... (2) unsur N sebesar 0,2%; P sebesar 6,28 mg/100 gr; C

Dimana: organik 1,3%; Kdd 0,21 Cmol/kg; Cadd 5,2 Cmol/kg


Pi=ni/N dan Mgdd sebesar 1,8 Cmol/kg. Berdasarkan hasil
Ni = jumlah individu suku ke-i anova (Tabel 2) dapat diketahui bahwa kandungan
N = total jumlah individu
unsur hara N dan P berbeda nyata antara umur 3
S = total jumlah suku dalam sampel
tahun dan 6 tahun. Hal ini disebabkan karena kedua
Nilai H’ berkisar antara 1,5-3,5. Nilai 1,5 unsur tersebut merupakan unsur hara makro yang
menunjukkan keanakeragaman yang rendah. Nilai diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berkembang,
1,5-3,5 menunjukkan keanekaragaman sedang, dan sehingga pada umur 6 tahun kandungannya akan
nilai 3,5 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi lebih rendah dan berbeda nyata apabila dibandingkan
(Magurran 1988). dengan tanaman umur 3 tahun. Unsur N digunakan
untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, sedangkan
Hasil pengamatan terhadap makrofauna tanah,
unsur P digunakan untuk memperkuat batang dan
unsur hara tanah, dan produksi serasah daun, akan
akar tanaman (Hardjowigeno 2010).
dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova).
Apabila berpengaruh nyata maka akan dilanjutkan Penambahan unsur hara dalam tanah, selain oleh
dengan uji beda nilai tengah Duncan untuk proses pemupukan dapat bersumber dari proses
mengetahui pengaruh umur tanaman terhadap dekomposisi serasah. Namun dalam penelitian ini,
makrofauna tanah, unsur hara tanah, dan produksi dapat diamati bahwa proses dekomposisi serasah
serasah daun. belum mencukupi sebagai asupan unsur hara tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan pada makrofauna
Hasil dan Pembahasan
tanah, diketahui pula bahwa kondisi keragaman
Unsur Hara Tanah makrofauna tergolong rendah pada ketiga kelas umur,
sehingga unsur hara yang diharapkan dapat
Tanaman nyawai yang diamati dalam penelitian
bersumber dari proses dekomposisi belum sepenuh-
ini adalah tanaman dengan umur 3, 4, dan 6 tahun.
nya tersedia. Selain hal tersebut, kondisi lahan HTI
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan
juga mempengaruhi rendahnya unsur hara tanah
analisis status hara dapat diketahui bahwa unsur hara
pada penelitian ini. Hardiatmi (2008) menyampaikan
tanah: pH, N, P, C organik, Kadar air, Kdd, Cadd,
bahwa pembangunan HTI berada pada lahan kritis,
Mgdd, dan Nadd memiliki kandungan yang berbeda
padang alang-alang, semak belukar serta lahan hutan
pada tiap kelas umurnya. Nilai rata-rata dari
yang kurang produktif dengan kondisi lahan yang
kandungan unsur hara tersebut memiliki kecende-
tidak subur, unsur hara tergolong rendah, tanah
rungan menurun seiring dengan bertambahnya umur
masam, serta bahan organik yang rendah dengan
tanaman (Tabel 1). Penurunan tersebut terjadi pada
pemilihan jenis tanaman cepat tumbuh.

Tabel 1. Rata-rata nilai kandungan unsur hara tanah


Table 1. Average values of soil nutrient content
Unsur hara
Umur
(tahun) pH N Tot P tot C Orgk Kdd Cadd Mgdd
Nadd (Cmol/kg)
H2O (%) (mg/100g) (%) (Cmol/kg) (Cmol/kg) (Cmol/kg)
3 5,94a 0,32a 10,63a 2,03a 0,46a 12,03a 2,67a 0,05a
4 5,99a 0,24ab 6,83ab 2,16a 0,15a 9,04a 2,22a 0,06a
6 5,60a 0,12b 4,35c 0,65a 0,25a 6,83a 0,87a 0,07a
Keterangan: huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak beda nyata dalam uji Duncan
Remark: the same letters in the same column indicate not significantly different by Duncan's test

216
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

Tabel 2. Analisis sidik ragam (Anova) dari umur tanaman dan kandungan unsur hara tanah
Table 2. Analysis of variance (Anova) of plant age and soil nutrient content

Jumlah kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Sig.


pH Perlakuan 0,265 2 0,133 0,095 0,911
Galat 8,415 6 1,403
Total 8,681 8
N_total Perlakuan 0,059 2 0,030 6,171 0,035
Galat 0,029 6 0,005
Total 0,088 8
C_org Perlakuan 4,204 2 2,102 2,308 0,181
Galat 5,466 6 0,911
Total 9,670 8
P_total Perlakuan 59,956 2 29,978 4,911 0,055
Galat 36,628 6 6,105
Total 96,584 8
Kdd Perlakuan 0,153 2 0,076 0,983 0,427
Galat 0,466 6 0,078
Total 0,619 8
Cadd Perlakuan 40,967 2 20,483 0,381 0,698
Galat 322,250 6 53,708
Total 363,217 8
Mgdd Perlakuan 5,273 2 2,637 2,486 0,163
Galat 6,362 6 1,060
Total 11,636 8
Nadd Perlakuan 0,004 2 0,002 0,473 0,644
Galat 0,025 6 0,004
Total 0,029 8

Menurut Mindawati (2008), penanaman jenis Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah

pohoh berdaur pendek dan tergolong jenis cepat Selama 6 bulan pengamatan, dapat diketahui
tumbuh, akan membutuhkan unsur hara lebih jumlah produksi serasah daun yang dihasilkan oleh
banyak. Purwanto dan Adalina (2001) dalam tegakan nyawai pada berbagai kelas umur (Gambar 1).
Wahyuningrum (2008) juga menyampaikan bahwa Terlihat bahwa produksi tertinggi terjadi pada bulan
hilangnya unsur hara akibat pengambilan kayu Mei (1,1 ton/ha) dan terendah pada bulan Agustus
sengon sebagai salah satu tanaman fast growing (0,08 ton/ha). Apabila dilihat dari curah hujan yang
termasuk besar, terutama untuk jenis unsur hara turun dengan jumlah produksi serasah terlihat sekilas
kalium, nitrogen, kalsium, dan fosfor. Hardiatmi bahwa tidak ada hubungan antara jumlah produksi
(2008) juga menyampaikan hal senada bahwa dan curah hujan. Pada bulan Juni, saat curah hujan
tanaman yang memiliki pertumbuhan cepat dengan tinggi (424 mm) terlihat bahwa jumlah produksi
riap yang tinggi memerlukan unsur hara yang tinggi, serasah turun, tetapi pada bulan September, saat
dimana kebutuhan nutrisi tersebut tidak dapat curah hujan juga meningkat, jumlah produksi serasah
dipenuhi oleh lahan HTI. Apabila penanaman mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya
dilakukan pada lahan-lahan yang kurang produktif (Agustus). Menurut Hendromono dan Khomsatun
seperti pada lahan-lahan HTI sebaiknya faktor (2008), tanaman nyawai menggugurkan daun yang
penambahan unsur hara ke dalam tanah melalui waktunya berbeda antara pohon yang satu dengan
pemupukan atau pemanfaatan mikoriza dilakukan yang lain. Berdasarkan hasil anova (Tabel 3) diperoleh
secara intensif. Selain itu diperlukan pula pemilihan informasi bahwa pada bulan Juni jumlah produksi
jenis tanaman yang tepat dan sesuai dengan serasah umur 3 tahun tidak berbeda nyata dengan
habitatnya. umur 4 tahun, tetapi keduanya berbeda nyata dengan
umur 6 tahun, jumlah produksi serasah pada tanaman
umur 6 tahun lebih banyak dibandingkan umur 3 dan

217
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

4 tahun. Meskipun demikian, perbedaan produksi terdekomposisi sebesar 38,25% dengan laju dekom-
serasah tersebut tidak berkorelasi dengan curah hujan posisi sebesar 3,24%. Serasah terdekomposisi sebesar
dimana perhitungan analisis korelasi mendapatkan 99% kurang lebih selama 51 bulan. Berdasarkan hal
hubungan yang tidak berbeda nyata (Sig.= 0,98). tersebut apabila dibandingkan dengan tanaman
nyawai, maka dapat dilihat tanaman nyawai meskipun
Laju dekomposisi serasah selama 6 bulan dapat
dengan laju yang hampir sama akan terdekomposisi
diketahui dengan menggunakan persamaan 1. Hasil
99% lebih lama dibandingkan jenis Eucalyptus
laju dekomposisi dan persentase dekomposisi serasah
grandis, sehingga ketersediaan unsur hara bagi tanah
selama 6 bulan, kemudian digunakan untuk asumsi
melalui proses dekomposisi pada lokasi penelitian,
dekomposisi serasah sampai 99% terdekomposisi.
juga akan lebih lama.
Grafik laju dekomposisi serasah dan estimasinya
tersaji pada Gambar 2. Berdasarkan informasi pada Kelimpahan Makrofauna tanah
Gambar 2 tersebut, dapat diketahui bahwa serasah
Pada Tabel 4 dapat dijelaskan bahwa makrofauna
selama 6 bulan pada tanaman umur 6 tahun
tanah yang diperoleh terdiri dari dua filum yaitu
terdekomposisi 48,31% dengan laju dekomposisi 11%.
Annelida dan Arthropoda, dengan 5 kelas yaitu
Serasah akan habis 99% pada bulan ke-42. Pada
Chaetopoda, Arachnida, Chilapoda, Diplopoda, dan
tanaman umur 4 tahun serasah terdekomposisi
Insecta. Pada tingkat ordo, terdiri dari Olygochaeta,
30,23% dengan laju dekomposisi 5,8%, dan serasah
Araneae, Isoptera, Dermaptera, Diptera, Orthoptera,
akan terdekomposisi 99% pada bulan ke-77. Pada
Hemiptera, Hymenoptera, Coleoptera, Blattaria, dan
tanaman umur 3 tahun selama 6 bulan serasah
Thysanura. Sebagian besar fauna tanah yang ditemu-
terdekomposisi sebesar 31,06% dengan laju 6,2% dan
kan berasal dari kelas Insecta. Pada metode peng-
akan habis 99% pada bulan ke-75.
ambilan contoh tanah (pct) total jumlah makrofauna
Berdasarkan hasil penelitian Wibowo et al. (2007) dalam tanah yang didapatkan sebanyak 68 individu
pada tegakan tanaman Eucalyptus grandis umur 9 terdiri atas 17 famili yang sebagian besar Insecta (69%)
tahun di HTI PT. Toba Pulp Lestari di Aek Nauli, dari keseluruhan takson yang ditemukan, sedangkan
Sumatera Utara, yang dilaksanakan pada tahun 2006, pada metode perangkap sumuran (psm) terdapat 688
selama 16 minggu lama pengamatan, serasah yang individu. Sebaran kelimpahan makrofauna tanah

Gambar 1. Produksi serasah daun pada 3 kelas umur yang berbeda


Figure 1. Leaf litters production in the 3 different age classes

218
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

pada ketiga kelas umur nyawai dapat ditunjukkan makrofauna tanah yang ditemukan. Semut merupa-
pada Tabel 5. kan serangga yang penyebarannya luas dan terdapat
di habitat darat dan jumlah individunya melebihi
Kelimpahan makrofauna tanah pada perangkap
hewan-hewan darat lainnya. Semut pada dasarnya
sumuran (psm) didominasi oleh semut (Formicidae).
adalah serangga-serangga eusosial, artinya satu
Formicidae juga cenderung mendominasi jenis
Tabel 3. Analisis sidik ragam (Anova) dari umur tanaman dan produksi serasah
Table 3. Analysis of variance (Anova) of plant age and litter production

Jumlah kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah F Sig.


April Perlakuan 0,962 2 0,481 3,469 0,962
Galat 0,832 6 0,139 0,832
Total 1,794 8 1,794
Mei Perlakuan 0,336 2 0,168 1,313 0,336
Galat 0,768 6 0,128 0,768
Total 1,104 8 1,104
Juni Perlakuan 0,328 2 0,164 10,093 0,328
Galat 0,097 6 0,016 0,097
Total 0,425 8 0,425
Juli Perlakuan 0,092 2 0,046 0,686 0,092
Galat 0,401 6 0,067 0,401
Total 0,493 8 0,493
Agustus Perlakuan 0,020 2 0,010 1,992 0,020
Galat 0,029 6 0,005 0,029
Total 0,049 8 0,049
September Perlakuan 0,070 2 0,035 3,119 0,070
Galat 0,067 6 0,011 0,067
Total 0,137 8 0,137
Oktober Perlakuan 0,044 2 0,022 2,045 0,044
Galat 0,064 6 0,011 0,064
Total 0,108 8 0,108

(a) (b)

Gambar 2. Estimasi laju dekomposisi serasah pada tanaman nyawai pada umur 6 tahun (a), 4 tahun (b) dan 3 tahun (c)
Figure 2. Estimation of the litter decomposition rate of 6-year-old (a), 4-year-old (b), and 3-year-old of nyawai plant.

219
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

keadaan kehidupan berkelompok yang terdapat yang memiliki populasi stabil sepanjang musim dan
kerjasama di antara anggota-anggotanya dalam tahun. Populasi semut yang berlimpah dan stabil
memelihara yang muda, pembagian reproduktif dari menjadikan serangga semut ini menjadi salah satu
pekerjaan dan tumpang tindih regenerasi (Borror et serangga yang penting dalam ekosistem. Jumlah yang
al. 1992). Semut merupakan salah satu jenis serangga berlimpah, fungsinya yang penting dan interaksi yang

Tabel 4. Jumlah makrofauna tanah


Table 4. The amount of soil macrofauna

Jumlah individu
Filum Kelas Ordo Familia
Dalam tanah Permukaan
Annelida Chaetopoda Olygochaeta Glososcolecidae 8 0
Arthropoda Arachnida Araneae Dictynidae 5 25
Chilapoda Chilapoda 4 2
Diplopoda Diplopoda 4 0
Insecta Isoptera Rhinotermitidae 5 0
Hodotermitidae 1 0
Isoptera1 3 1
Dermaptera Labiduridae 4 1
Diptera Diptera1 0 5
Orthoptera Rhaphidophoridae 1 6
Gryllidae 3 45
Hemiptera Reduvidae 1 0
Miridae 0 1
Hymenoptera Formicidae 22 593
Hymenoptera1 0 1
Coleoptera Scarabaeidae 2 1
Carabidae 0 1
Coleoptera1 1 0
Blattaria Blattidae 2 0
Blattaria1 1 1
milipidae 1 0
Thysanura Nicoletiidae 0 1
Lain-lain Lain-lain 0 4

Jumlah 68 688
Sumber : Data primer
Source : primary data

Tabel 5. Kelimpahan makrofauna tanah pada 3 kelas umur nyawai (Ficus variegata)
Table 5. Abundance of soil macrofauna in 3 classes of age of nyawai (Ficus variegata)

Metode Pengambilan
Takson pct psm
3 tahun 4 tahun 6 tahun 3 tahun 4 tahun 6 tahun
Hymenoptera 4 6 12 211 274 109
Olygochaeta 2 1 5
Diplopoda 2 2
Araneae 2 1 2 8 9 8
Orthoptera 1 2 1 13 8 30
Coleoptera 1 2 1 1
Blattaria 1 3 1
Chilapoda 1 2 1 2
Thysanura 1
Dermaptera 3 1 1
Hemiptera 1 1
Isoptera 7 2 1
Lain-lain 2 2
Diptera 2 2 1
Total 14 27 27 240 294 154

220
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

komplek dengan ekosistem yang ditempatinya sering- tanah. Pada Tabel 6, terlihat bahwa tegakan nyawai
kali semut digunakan sebagai bio-indikator (Wang et umur 6 tahun mempunyai nilai kecenderungan lebih
al. 2000). tinggi dibanding pada kelas umur lainnya, baik pada
pengambilan sampel permukaan (0,71) maupun
Hasil identifikasi makrofauna dalam tanah yang
dalam tanah (0,70).
ditemukan 20 takson termasuk ke dalam filum
Annelida (kelas: Oligochaeta/cacing sebanyak 11,8 %) Berdasarkan hasil anova, keanekaragaman
dan filum Arthopoda (kelas: Arachnida (7%), makrofauna tanah permukaan (psm) pada kelas umur
Diplopoda (5,8%), Chilapoda (5,8%), dan Insecta 6 tahun berbeda pada kelas umur 4 tahun. Hal
(69%). Dari data tersebut terlihat bahwa kebanyakan tersebut menunjukkan bahwa kelimpahan makro-
makrofauna tanah sebagian besar terdiri dari kelas fauna pada umur 6 tahun mempengaruhi proses
Insecta masing-masing termasuk ke dalam ordo dekomposisi serasah, dimana laju dan prosentase
Hemiptera, Dermaptera, Coleoptera, Isoptera, dekomposi pada lokasi tersebut memiliki nilai
Orthoptera, Diptera, Hymenoptera, Lepidoptera, dan tertinggi dibandingkan pada umur 3 dan 4 tahun. Hal
Blattodea. Makrofauna permukaan tanah yang ini sesuai dengan penelitian Sugiyarto dan
ditemukan 20 takson termasuk ke dalam filum Setyaningsih (2007) yang menyatakan bahwa laju
Arthopoda yang terdiri dari kelas Arachnida (3,6%), dekomposisi berkorelasi positif dengan indeks
Chilapoda (0,2%), dan Insecta (96%). Keragaman diversitas makrofauna tanah. Meskipun demikian
makrofauna tanah pada lokasi penelitian disajikan berdasarkan kriteria keragaman, kondisi tersebut
pada Tabel 6. masih tergolong rendah, karena memiliki indeks
keragaman di bawah 1,5. Kondisi ini tidak terlepas dari
Keragaman makrofauna pada tegakan nyawai
adanya keterbatasan faktor pendukung bagi
pada beberapa kelas umur menunjukkan kecende-
keragaman makrofauna tersebut.
rungan yang berbeda baik pada makrofauna permuka-
an maupun makrofauna dalam tanah. Dari dua Kondisi Lingkungan
pengamatan tersebut didapatkan rata-rata keragaman
Keragaman makrofauna tanah dan kemampuan
makrofauna tanah permukaan dan makrofauna dalam
melakukan dekomposisi serasah tidak dapat dipisah-
Tabel 6. Nilai rata-rata indeks keanekaragaman, jumlah jenis, dan jumlah individu
Table 6. Average values of diversity index, the number of spesies, and the number of individuals

Umur Makrofauna permukaan (PSM) Makrofauna dalam tanah (PCT)


Nyawai Indeks Jumlah Jumlah Indeks Jumlah Jumlah
keanekaragaman jenis individu keanekaragaman jenis individu
3 tahun 0,66 ab 3,0 24,0 0,30 1,4 1,4
4 tahun 0,24 b 2,3 29,4 0,41 1,9 2,7
6 tahun 0,71 a* 3,1 15,4 0,70 2,0 2,7
Keterangan: huruf yang sama pada kolom menunjukkan tidak beda nyata dalam uji Duncan
Remark: the same letters in the same column indicate not significantly different by Duncan's test

Tabel 7. Rata-rata pengukuran parameter lingkungan


Table 7. Average of measurements of environmental parameters

Tanaman nyawai umur


Parameter
6 tahun 4 tahun 3 tahun
Suhu udara 33,14 31,49 31,64
Kelembaban udara 55,8 64,4 63,2
Intensitas cahaya 10.480 17.477 19.628
Suhu tanah 25.45 26.8 26.8
Kelembaban tanah 78 76,8 83
Diversitas tumbuhan bawah 2,20 1,92 2,30

221
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan


kan dari kondisi lingkungan yang ada. Pada penelitian pelajaran serangga Edisi ke-6. Partosoedjono S,
ini dilakukan juga pengukuran kondisi lingkungan penerjemah. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Chairul. 2010. Laju dekomposisi serasah daun beberapa jenis
dengan hasil seperti tersaji pada Tabel 7. Peningkatan
pohon pionir di plot permanen Hutan Penelitian dan
keanekaragaman dan kepadatan populasi makrofauna Pendidikan Biologi (HPPB) Universitas Andalas Padang.
Prosiding seminar dan rapat tahunan BKS-PTN Wilayah
tanah pada suatu tempat dipengaruhi oleh faktor 2, 10-11 Mei 2010.
fisika-kimia lingkungan habitatnya dan sifat biologis Effendi R, Mindawati. N. 2015. Budidaya jenis pohon nyawai
(Ficus variegata. Blume). Kementerian Lingkungan
makrofauna tanah tersebut (Suin 1997).
Hidup dan Kehutanan. Badan Penelitian Pengembangan
dan Inovasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Intensitas cahaya berpengaruh terhadap populasi Hutan, Bogor.
berbagai jenis makrofauna tanah, semakin tinggi Gultom IM. 2009. Laju dekomposisi serasah daun
Rhizophora mucronata pada berbagai tingkat salinitas.
intensitas cahaya populasi makrofauna tanah cende- Universitas Sumatera Utara.
rung semakin menurun (Sugiyarto et al. 2007). Pada Hardiatmi JMS. 2008. Pemanfaatan jasad renik mikoriza
untuk memacu pertumbuhan tanaman hutan. Jurnal
Tabel 7, terlihat suhu rata-rata pada tegakan nyawai Inovasi Pertanian 7(1): 1-10.
umur 6 tahun lebih tinggi dibanding pada kelas umur Hardjowigeno S. 2010. Ilmu tanah. Pressindo, Jakarta.
lainnya. Kelembaban udara berbanding terbalik Hendromono, Khomsatun. 2008. Nyawai (Ficus variegata
Blume & Ficus sycomoroides Miq) jenis yang berprospek
terhadap suhu udara. Pada tabel tersebut terlihat pada baik untuk dikembangkan di hutan tanaman. Mitra
lokasi yang mempunyai suhu tertinggi cenderung Hutan Tanaman 3(3):122-130.
Iskandar B. 2014. Dinamika litterfall dan kecepatan
mempunyai kelembaban udara yang rendah. dekomposisi serasah pada agroekosistem perkebunan di
Kabupaten Dharmasraya. Program Studi Agroteknologi,
Universitas Andalas.
Kesimpulan
Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical ecology: A primer
on methods and computing. Wiley-Interscience
Laju dekomposisi serasah pada plot pengamatan Publication, USA.
Magguran AE. 1998. Ecological diversity and its
umur 6 tahun lebih cepat dibandingkan dengan plot
measurement. Hlm. 493 .Croom Helm Limited, London.
umur 3 dan 4 tahun. Kondisi tersebut, juga diikuti Mindawati N, Pratiwi. 2008. Kajian penetapan daur optimal
oleh nilai rata-rata indeks diversitas makrofauna hutan tanaman Acacia mangium ditinjau dari kesuburan
tanah. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 5(2):109-118.
tanah. Sangat disarankan untuk menambah kandung- Aruan A. 2004. Meningkatkan daya tarik investasi dan
an unsur hara tanah pada lahan-lahan HTI agar peluang pasar hutan tanaman di era desentralisasi.
Prosiding seminar ilmiah hasil-hasil penelitian. Balai
kestabilan unsur hara tanah tetap terjaga melalui Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman
pemupukan atau penambahan mikoriza. Indonesia Bagian Timur. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan, Yogyakarta.
Daftar Pustaka Badan Litbang Kehutanan. 2010. Rencana Penelitian
Integratif (RPI) 2010-2014. Jakarta
Aprianis Y. 2011. Produksi dan laju dekomposisi serasah Bargali, Shukla K, Singh L, Ghosh L, Lakhera ML. 2015. Leaf
Acacia crassicarpa A. Cunn. di PT Arara Abadi. Tekno litter decomposition and nutrien dynamics in four tree
Hutan Tanaman 4(1): 41-47. species of dry deciduous forest. Tropical Ecology 56(2):
Aruan A. 2004. Meningkatkan daya tarik investasi dan 191–200.
peluang pasar hutan tanaman di era desentralisasi. Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan
Prosiding seminar ilmiah hasil-hasil penelitian. Balai pelajaran serangga Edisi ke-6. Partosoedjono S,
Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman penerjemah. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Indonesia Bagian Timur. Pusat Penelitian dan Chairul. 2010. Laju dekomposisi serasah daun beberapa jenis
Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman pohon pionir di plot permanen Hutan Penelitian dan
Hutan, Yogyakarta. Pendidikan Biologi (HPPB) Universitas Andalas Padang.
Badan Litbang Kehutanan. 2010. Rencana Penelitian Prosiding seminar dan rapat tahunan BKS-PTN Wilayah
Integratif (RPI) 2010-2014. Jakarta 2, 10-11 Mei 2010.
Bargali, Shukla K, Singh L, Ghosh L, Lakhera ML. 2015. Leaf Effendi R, Mindawati N. 2015. Budidaya jenis pohon nyawai
litter decomposition and nutrien dynamics in four tree (Ficus variegata. Blume). Kementerian Lingkungan
species of dry deciduous forest. Tropical Ecology 56(2): Hidup dan Kehutanan. Badan Penelitian Pengembangan
191–200. dan Inovasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan, Bogor.

222
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

Gultom IM. 2009. Laju dekomposisi serasah daun Wang C, Strazanac J, Butler L. 2000. Abundance, diversity,
Rhizophora mucronata pada berbagai tingkat salinitas. and activity of ants (Hymenoptera: Formicidae) in
Universitas Sumatera Utara. oak-dominated mixed Appalachian forests treated with
Hardiatmi JMS. 2008. Pemanfaatan jasad renik mikoriza microbial pesticides. Environmental Entomology 29(3):
untuk memacu pertumbuhan tanaman hutan. Jurnal 579–586. http://doi.org/10.1603/0046-225X-29.3.579
Inovasi Pertanian 7(1): 1-10. Wenying Y, Yingzhi N, Yan Z, Jianying C, Hongzhu W,
Hardjowigeno S. 2010. Ilmu tanah. Pressindo, Jakarta. Gouqing Z, Ningnian X. 2000. Pictorial keys to soil
animals of China. Science Press, Beijing.
Hendromono, Khomsatun. 2008. Nyawai (Ficus variegata
Blume & Ficus sycomoroides Miq) jenis yang berprospek Wibowo A, et al. 2007. Evaluasi kandungan biomas.
baik untuk dikembangkan di hutan tanaman. Mitra Dekomposisi serasah dan dinamika status hara di lahan
Hutan Tanaman 3(3):122-130. hutan tanaman. Rencana penelitian tim penelitian
tahun anggaran 2006-2010.
Iskandar B. 2014. Dinamika litterfall dan kecepatan
dekomposisi serasah pada agroekosistem perkebunan di
Kabupaten Dharmasraya. Program Studi Agroteknologi,
Universitas Andalas.
Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical ecology: A primer
on methods and computing. Wiley-Interscience
Publication, USA.
Magguran AE. 1998. Ecological diversity and its
measurement. Hlm. 493 .Croom Helm Limited, London.
Mindawati N, Pratiwi. 2008. Kajian penetapan daur optimal
hutan tanaman Acacia mangium ditinjau dari kesuburan
tanah. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 5(2):109-118.
Prasetyo E. 2013. Produktivitas dan dekomposisi serasah
pada hutan alam dengan sistem silvikultur Tebang Pilih
Tanam Indonesia Intensif (TPTII) di PT. Sari Bumi
Kusuma. Program Studi Ilmu Kehutanan, UGM.
Purnomo E. 2004. Kebijakan dan intensif pembangunan
hutan tanaman dan implementasinya di Kalimantan.
Prosiding seminar ilmiah hasil-hasil penelitian. Balai
Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman
Indonesia Bagian Timur. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan, Yogyakarta.
Qirom MA, Supriadi. 2012. Evaluasi dan prediksi
pertumbuhan dan hasil jenis jelutung dan nyawai.
Laporan Hasil dan Penelitian Balai Penelitian
Kehutanan Banjarbaru.
Sugiyarto, Efendi M, Mahajoeno EDWL, Sugito Y,
Handayanto E, Agustina L. 2007. Preferensi berbagai
jenis makrofauna tanah terhadap sisa bahan organik
tanaman pada intensitas cahaya berbeda. Biodiversitas
7(4):96–100.
Sugiyarto, Setyaningsih MP. 2007. Hubungan antara
dekomposisi dan pelepasan nitrogen sisa tanaman
dengan diversitas makrofauna tanah. Buana Sains
7(1):43-50.
Suin MN. 1997. Ekologi hewan tanah. Bumi Aksara, Jakarta.
Sulistyanto, Rieley JO, Limin SH. 2005. Laju dekomposisi
dan pelepasan hara dari serasah pada dua sub-tipe hutan
rawa gambut di Kalimantan Tengah. Jurnal Manajemen
Hutan Tropika 11(2): 1-14.
Sutedjo MM, Kartasapoetra AG, Sastromodjo RS. 1991.
Mikrobiologi tanah. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Vos VCA, Ruijven JV, Berg MP, Peeters THM, Berendse F.
2013. Leaf litter quality drives litter mixing effect through
complementary resource use among detritivores.
Oecologia 173:269–280.
Wahyuningrum N. 2008. Pertumbuhan sengon
(Paraserianthes falcataria) berdasar kondisi fisik lahan.
Hlm. 299-305. Prosiding workshop sintesa hasil
penelitian hutan tanaman. Solo.

223
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

INDEKS PENULIS

Agung Suprianto, 118 Kusdianto, 118


Ahmad Maryudi, 142 Leonardo Subali, 118
Aida Muspiah, 205 Mashudi, 196
Aldino Dwi Baresi, 239 Muchammad Maksum, 4
Ananto Triyogo, 239 Mudji Susanto, 196
Andes Hamuraby Rozak, 85 Muhammad Ali Imron, 4
Arief Priyadi, 130 Ninis Rahmawati, 76
Asnath Maria Fuah, 156 Nurchalis Fadhli, 118
Asrianti Arif, 76 Nurheni Wijayanto, 156
Atus Syahbudin, 97, 173 Peter J. Van Der Meer, 224
Dedi Setiadi, 196 Pranatasari Dyah Susanti, 212
Denny Irawati, 52 Priyono Suryanto, 239
Didik Widyatmoko, 85 Rahman Kurniadi, 156
Djoko Marsono, 29 Rahman, 19
Dony Rachmanadi, 224 Rajif Iryadi, 130
Effendy Panjaitan, 118 Ridla Arifriana, 97
Eka Septayuda, 118 Ris Hadi Purwanto, 43, 142
Eka Widiastuti, 76 Rudy Nur Hidayah, 63
Eko Hery Satriyo Utomo, 118 Sapto Indrioko, 97, 173
Eko N. Setiawan, 142 Satyawan Pudyatmoko, 4
Endah Sulistyawati, 85 Siti Muslimah Widyastuti, 239
Eny Faridah, 173, 224 Slamet Riyanto, 43
Erny Poedjirahajoe, 29 Sri Astutik, 85
Faisal Danu Tuheteru, 76 Stephanus Hanny, 118
Febri Anggriawan Widodo, 118 Sumardi, 224
Frita Kusuma Wardhani, 29 Sunarto, 118
Gabriel Lele, 142 Tri Maria Hasnah, 109
Ganis Lukmandaru, 63 Tri Mulyaningsih, 205
Hamdan Adma Adinugraha, 109, 196 Tugio, 118
Hefni Effendi, 19 Wahyu Andayani, 43
Herry Purnomo, 156 Waris, 109
I Dewa Putu Darma, 130 Wawan Halwany, 212
Ika Budianti, 118 Widya Iswantari, 205
Iman Rusmana, 19 Wishnu Sukmantoro, 118
Isnaini Fauziah Zughro, 239 Yeni W N Ratnaningrum, 173
Karmila Parakkasi, 118 Zaenal Mutaqien, 85
Kayat, 4 Zulfahmi, 118

249
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

INDEKS SUBJEK

Acaulospora tuberculata, 76, 78, 82 fitoekstraksi, 76, 81


accuracy, 130 floral variant, 173
agroforestri, 240-244, 247 flowering, 173, 190
agroforestry, 239 forest grazing, 156
akurasi, 130, 132-137 fruits morphology, 196
anakan alam, 225, 228, 229, 233-235 gaharu, 205
ash content, 63 gradien jarak, 225
biji di lapisan tanah, 225, 226, 234, 235 guguran buah, 225, 226, 228-232
biomass hyperdominance, 85 gula pereduksi, 52, 54-61
bucking policy, 43-45, 48 Gunung Sewu, 173-176, 183, 192, 194
canopy, 130 Gunungkidul, 97, 99
Capture-Mark-Recapture, 118 Gyrinops versteegii, 205
carbon absorption, 19 habitat management, 118
carbon stock, 19 habitat, 29, 31-41
cellulase, 52 hama, 240, 241, 244, 247
cendana, 174-194 hedge garden, 109
chromosome, 205 heritabilitas, 109, 112, 115, 116
closed population, 118 heritability, 109
conservation, 130 hidrolisis, 52, 54-61
corruption potentials, 142 hiperdominasi biomassa, 86
corruption typology, 142 hiperdominasi jenis, 86
corruption, 142 horse, 4
daya berkecambah, 196, 202, 203 hutan rawa gambut, 225, 227-233, 237
decomposition, 212 hydrolysis, 52
deforestasi, 142, 143, 153 Indonesian forestry, 142
deforestation, 142 inorganic naterials, 63
dekomposisi, 212-219, 221, 222 insect, 239
density of mangrove, 19 Interaksi satwa liar dan ternak, 4
Desa Petir, 97, 99, 100, 105 interpretasi, 130, 131-140
distance gradient, 224 interpretation, 130
distribusi spasial, 29, 32, 37 jamur kuping, 52, 54-61
eaglewood, 205 jati, 43, 45, 46, 48-50, 240-247
ear mushroom, 52 kadar abu, 64-68, 71-74
ekosistem mangrove, 19, 23, 25, 26 kanopi, 130, 133, 136, 139, 140
enzim selulase, 52, 54-59 karyotipe, 205, 208, 210
filogeni, 97 kebun pangkas, 109-116
financial feasibility, 156 kehutanan Indonesia, 142, 143

250
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

kelayakan finansial, 156, 158, 160 pest, 239


keragaman fenotipik, 196, 198, 199 Petir village, 97
kerapatan mangrove, 19, 21-24, 26, 27 pH value, 63
kerawanan korupsi, 142, 144, 150-154 phenotipic variation, 196
kesintasan populasi, 119 phylogeny, 97
kesuburan tanah, 212-214 phytoextraction, 76
konservasi, 130, 140 pleaides, 130, 132, 133, 135-140
korupsi, 142-154 pohon besar, 86, 87, 90, 92-94
kromosom, 205, 207-210 pohon kecil, 86, 90, 91, 93, 94
kuda, 4, 6-13, 16, 17 populasi tertutup, 119
land-race, 173 population viability, 118
large trees, 85 ras lahan, 174, 176-194
litter, 212 reducing sugar, 52
Lombok, 205 revenue increase, 43
lonkida, 76-82 rhizophyltration, 76
macrofauna, 212 rizofiltrasi, 76, 81,83
makrofauna, 212, 214-219, 221, 222 rusa timor, 4, 6-13, 16, 17
mangrove ecosystem, 19 sandalwood, 173
mangrove, 29, 31-41 Santalum album, 97, 98
media residue, 52 seed rain, 224
model silvopasture, 156 seed soil bank, 224
morfologi buah, 196, 198, 199, 203 seedling bank, 224
morphological variation, 97 seeds germination, 196
mount gede pangrango national park, 85 serangga, 240-247
mutis, 156-170 serapan karbon, 19, 22, 26, 27
nilai pH, 64, 66, 70, 71, 73, 74 serasah, 212-218, 221, 222
nyawai, 212-214, 216-219, 221, 222 serpentine soil, 76
optimization theory, 43 shoot cuttings,109
PCA, 29, 32, 34, 39, 40 shoot growth, 109
peat swamp forest, 224 silica, 63
Pemalang, 29, 31, 41 silika, 64-74
pembagian batang, 43, 45-50 silvopasture model, 156
pembungaan, 173-180, 184, 186-194 sisa media, 52, 54, 56
pemulihan harimau, 119 small trees, 85
pengelolaan habitat, 119 soil fertility, 212
penggembalaan ternak hutan, 156 Spatial distribution, 29
peningkatan pendapatan, 43, 48 species hyperdominance, 85
Perhutani, 43, 49, 50 stek pucuk, 109
pertumbuhan tunas, 109, 111-116 stok karbon, 19, 22, 26

251
Jurnal Ilmu Kehutanan
Volume 10 No. 2 - Juli-September 2016

Sungai Tallo, 19, 21, 23-27


Swietenia macrophylla, 196, 197
Tallo river, 19
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 85, 86, 94
tanah serpentine, 76, 79, 82
Tanjung torong padang, 4, 6-9, 11, 13, 16, 17
teak, 43, 239
Tectona grandis, 63, 64, 109
teori optimalisasi, 43
tiger recovery, 118
Timor deer, 4
Timor, 156-161, 168, 169
tipologi korupsi, 142, 144, 145, 146, 150, 154
trofik, 240, 243, 247
trophic, 239
varian bunga, 174, 176, 178-181, 183, 186, 190, 192-194
variasi morfologi, 97-100, 103
wildlife interaction, 4
zat anorganik, 64-66, 68, 69, 71-74

252
DAFTAR NAMA MITRA BESTARI
JIK Vol. 11 Tahun 2017

Dewan redaksi Jurnal Ilmu Kehutanan (JIK) mengucapkan penghargaan dan terimakasih
kepada para Penyunting Ahli/Mitra Bestari berikut ini:

1. Agus Setyarso (Dewan Kehutanan Nasional)


2. Budi Leksono (Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan)
3. Cahyono Agus DK (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
4. Dewi Wulandari (SEAMEO BIOTROP)
5. Didik Suharjito (Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor)
6. Eko Bhakti Hardiyanto (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
7. Erny Poedjirahajoe (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
8. E.K.S. Harini Muntasib (Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor)
9. Euis Hermiati (Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia)
10. Fanny Hidayati (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
11. Hesti Lestari Tata (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan)
12. Hero Marhaento (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
13. Maman Turjaman (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan)
14. M. Ali Imron (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
15. M. Alif K. Sahide (Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin)
16. Mohammad Basyuni (Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatra Utara)
17. Musyafa (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
18. Michael Padmanaba (Center for International Forestry Research)
19. Muktasam Abdurrahman (Fakultas Pertanian, Universitas Mataram)
20. Nina Mindawati (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan)
21. Ragil Widyorini (Fakultas Kehutanan, Univeristas Gadjah Mada)
22. Rina Sri Kamsiandari (Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada)
23. Ronggo Sadono (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
24. Sapto Indrioko (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
25. Silvi Nur Oktalina (Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada)
26. Sri Rahayu (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
27. Susilo Hadi (Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada)
28. Supriyadi (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
29. Tatang Tiryana (Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor)
30. Tuty Arisuryanti (Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada)
31. T. Yoyok Wahyu Subroto (Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada)
32. Y. Andi Trisyono (Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada)
33. Wawan Sujarwo (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
34. Widiyatno (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
35. Widyanto Dwi Nugroho (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada)
INSTRUCTION TO AUTHORS

Journal of Forest Science (JFS) only publishes articles brief description of the main results and
have not been published and not in the process to conclusions.
publish in other scientific periodicals. The publication 6. Keywords in English (5 words) : It contain of 5
in JFS of articles already printed in other journals is keywords representing the main content of the
entirely the responsibility of the author(s). article. Avoid general and plural terms and
multiple concepts (avoid, for example, ‘and’, ‘of’).
MANUSCRIPT SUBMISSION Be sparing with abbreviations: only abbreviations
Journal of Forest Science accepts research papers, firmly established in the field may be eligible.
short communications, and reviews written in either 7. Introduction : It should briefly place the study in a
Bahasa Indonesia or English. Authors should refer to broad context and highlight why it is important. It
the instructions below when preparing their should define the purpose of the work and its
manuscripts. significance. The current state of the research field
Research papers should be concise, focused on new should be reviewed carefully and key publications
results and data. It should be no longer than about 20 should be cited. It should be written in a way that is
printed pages. They should contain 10 - 30 references accessible to researchers without specialist
(approx.). Short Communications should be short knowledge in that area. Avoid a detailed literature
reports of original studies of limited scope and no survey or a summary of the results.
longer than about 8 printed pages. Reviews should be 8. Materials and Methods : This section should be
overview articles of recent advances in the research of divided by subheadings. It should include the
selected topics. The structure of review papers should design of the study, the type of materials and tools
follow the instructions below, except that there is no involved, and the type of analysis used. It should be
need to have “Material and methods”, “Results” and described with sufficient details to allow others to
discussion” sections. The length of review papers may replicate and build on published results. Methods
vary according to the importance of the material. They already published should be indicated by a
should contain more than 20 references (approx.). reference: only relevant modifications should be
described.
Manuscript is submitted to: 9. Result and Discussion : It may also be broken into
Editors of Journal of Forest Science subsections with short, informative headings. It
Faculty of Forestry, Gadjah Mada University should provide a concise and precise description of
Agro Street, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 the experimental results, their interpretation as
Telp. +62-274-512102, Fax. +62-274-550541; E-mail: well as the experimental conclusions that can be
jik@ugm.ac.id drawn. Discussion should explore the significance
of the results work to the current conditions or
MANUSCRIPT FORMAT other research result, but not repeating the result.
The findings and their implications should be
1. Manuscript is written in 10 point Constantia font discussed in the broadest context possible. Future
1.5 space in A4 paper. research directions may also be highlighted.
2. Margins of all four sides are 2.5 cm 10. Conclusion : It contains the main points of the
3. Page numbers are located at the right bottom article. It should not replicate the abstract, but
4. Total page number is between 5 - 20 might elaborate the significant results, possible
5. Tables and Figures are put together at the end of applications and extensions of the work.
manuscripts, in separated sheets. 11. Acknowledgement : This section is not mandatory.
Manuscript is written in the following orders: If required, state the names of funding bodies and
1. Title (20 words maximum): It should be concise, grant numbers in this section. Authors may also
specific and relevant. It is written in Indonesian for wish to acknowledge individuals who have
manuscript written in Bahasa Indonesia, and title contributed materials, expertise or time to the
in English for that written in English. Avoid study who are not named as authors.
abbreviations and formulae where possible. 12. References : They should be listed in alphabetic
2. Full name of authors (no abbreviation) order by author name, and contain mainly primary
3. Name, full address of authors’ institution reference sources (minimum of 10 primary
4. Name, telp. and fax numbers, and email address references) as well as the last ten year issues
for corresponding author (minimum of 50% of total references).
5. Abstract written in English (300 words maximum) 13. Figures (in JPEG and Excel format) and Tables with
: It should be a single paragraph. It should provide the titles and other explanations.
a clear view of the content of the manuscript with a
FIGURE - If there are more than 10 authors, use et al.
(Singarimbun M, et al.) instead of listing the names
Illustration; can be in the form of figures arranged
of all authors.
professionally, manually or digitally. All figures
- Papers in review and personal communications
should be in the form of JPEG.
should not be included in Literature Cited.
Graph; maximum of 8.5 cm wide made using
- Proceedings and abstracts from conferencesmay
Microsoft Excel program. Numbers and characters for
be cited only if they have a “publisher” and the
figure explanation written in Constantia font 9 point
location of the publisher (or the organization from
size.
which the document may be obtained) can be
TABLE provided.
- Written with name-year system and arranged
Numbers and characters in title and explanation alphabetically refer to Conservation Biology format
written in Constantia font 9 point size. Abbreviation as the examples below:
and any note necessary are written in the below of the
table. Journal

PHOTOGRAPHS Apse MP, Aharon GS, Snedden WA, & Blumwald E.


1999. Salt tolerance conferred by over-expression
Authors are advised to supply photograph with good of a vacuolar Na+/H+ antiport in Arabidopsis.
contrast either in coloured or black and white and Science 285, 1256-1258.
related to the text, must be titled and given clear McMillin, WC. 1970. Mineral content of loblolly pine
remarks in numbered figure. wood as related to specific gravity, growth rate,
and distance from pith. Holzforschung 15:1-5.
CITATION
In-text citation Online Journal

- Ensure that all references cited in text are listed in Hurteau MD. 2017. Quantifying the carbon balance of
Literature Cited and vice versa. The citations forest restoration and wildfire under projected
follow Conservation Biology format. climate in the fire-prone Southwestern US. PLoS
ONE 12(1): e0169275. doi:10.1371/journal.pone.
- In most cases, enclose citations in text in
0169275
parentheses.
“In some trees, grain may spiral in one direction for Book
several years and then reverse direction to spiral
oppositely (Shmulsky & Jones 2011).” is better than Fitter AH & Hay RKM. 2002. Environmental
“According to Shmulsky and Jones (2011), In some Physiology of Plants. Academic Press, San Diego.
367.
trees, grain may spiral.....”
- Use an ampersand (&) between author surnames Edited Book/Chapter in Book
when the citation is parenthetical: (Kozlowsky &
Pallardy 1997). Compton T. 1990. Degenerate primers for DNA
- When a citation is not parenthetical, use and: amplification. Pages. 39-45 in Innis MA, Gelfand
“These findings are consistent with the predictions DH, Sninsky JJ, White TJ, editor. PCR Protocol: A
of Mayer and Koch (2007). guide to methods and applications. Academic
Press, California.
- For citations with more than two authors, use et
al.: (Marsoem et al. 2015). Do not italicize et al. Report
- List parenthetical citations chronologically (from
oldest to most recent) and separate entries with a Quarles SL, Valachovic Y. 2012. Using wood quality
semicolon: (Siddique et al. 2012; Alemaheyu et al. measures to evaluate second-growth redwood.
2014). Pages 553-559. General Technical Report
- Separate the years with commas when citing PSW-GTR-238. 553-559. U.S. Department of
multiple papers by the same author: (Widyorini et Agriculture, Albany, California.
al. 2015, 2016; Umemura et al. 2014). Poedjirahajoe E. 2007. Pengelompokan mangrove
berdasarkan faktor habitat di Pantai Utara Jawa
Literature Cited section Tengah. Laporan DPP Fakultas Kehutanan,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
- Provide the full names of all journal titles. Do not
italicize titles.
Skripsi/Thesis/Disertation
Sumiarsih SR. 2008. Initial Evaluation of Progeny Trial
of Ebony (Diospyros celebica) in South Sulawesi.
Dissertation (Unpublished). Faculty of Forestry,
Gadjah Mada University, Yogyakarta.

Internet sources other than journals:


Include the name of the organization hosting the
website, their geographical location, and access
date (month year).
Belcher BM. 2003. Towards a harmonized definition of
non-wood forest products. FAO, Rome, Italy.
Avalaible from http://www.fao.org/docrep/
x2450e/x2450eod.htm (accessed January 2017).

In press manuscripts:

Officially accepted manuscripts may be cited as in


press in Literature Cited as the examples below :
Andayani W, Purwanto RH, Riyanto S. 2017. Bucking
policy optimization of teak log to increase the
income of KPH Madiun. Jurnal Ilmu Kehutanan 11:
in press.

PROOFREADING
Authors are sent page proofs by email. The purpose of
the proof is to check for typesetting, conversion
errors, and the completeness and accuracy of the text,
tables and figures. Substantial changes in content,
e.g., new results, corrected values, changes in title and
authorship, are not allowed without the approval of
the Editor. After online publication, further changes
can be made only in the form of an Erratum. These
should be checked immediately and corrections, as
well as answers to any queries, returned to the
publishers as an annotated PDF via email or fax within
7 working days (further details are supplied with the
proof). It is the author’s responsibility to check proofs
thoroughly.

FEE
No fees are charged for submitting and processing of
any articles.
INSTRUKSI UNTUK PARA PENULIS

UMUM
Redaksi hanya menerima naskah yang belum pernah 4. Nama, telp., fax, dan e-mail penulis untuk
diterbitkan dan tidak sedang dalam proses penerbitan korespon- densi
di jurnal/terbitan ilmiah yang lain. Pemuatan dalam 5. Abstrak dalam bahasa Inggris (maksimum 300
terbitan JIK untuk artikel yang ternyata telah/sedang kata) : ditulis dalam satu paragraf. Abstrak harus
akan diterbitkan di jurnal/terbitan ilmiah lain memberikan gambaran jelas dari isi keseluruhan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. naskah melalui penjelasan singkat dari tujuan,
metoda, hasil-hasil utama penelitian dan
BENTUK NASKAH kesimpulannya.
6. Kata kunci dalam bahasa Inggris (maksimum 5
Jurnal Ilmu Kehutanan menerima naskah dalam
kata) : mengandung 5 kata kunci yang mewakili isi
bentuk Hasil Penelitian (research papers), Catatan
utama dari naskah. Hindari kata-kata atau
Penelitian (short communication), dan Ulasan
istilah-istilah yang terlalu umum (misalnya,
(review) baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa
hindari kata ‘and’, ‘of'’) dan tidak terlalu banyak
Inggris. Hasil Penelitian harus ringkas, fokus pada
menggunakan dengan singkatan : hanya singkatan
hasil-hasil terbaru dan data. Jumlah tidak tidak lebih
yang sangat umum bisa dipakai.
dari 20 halaman cetak dan dengan jumlah pustaka
7. Abstrak dalam bahasa Indonesia (maksimum 300
antara 10-30. Catatan Penelitian merupakan naskah
kata) : lihat keterangan no. 5
singkat dari penelitian baru pada lingkup terbatas dan
8. Kata kunci dalam bahasa Indonesia (maksimum 5
tidak lebih dari 8 halaman cetak. Ulasan bersifat
kata) : lihat keterangan no. 6.
mengulas penelitian-penelitian terbaru pada topik
khusus. Bagian-bagian dari naskah Ulasan mengikuti 9. Pendahuluan : secara ringkas menjelaskan
tata cara penulisan di bawah, kecuali tidak perlu penelitian yang dilakukan dalam konteks yang luas
bagian “Bahan dan Metode“, dan “Hasil dan dan arti pentingnya. Tujuan penelitian perlu
Pembahasan”. Jumlah halaman Ulasan bisa bervariasi ditegaskan dan bagaimana kemanfaatannya. Tema
menyesuaikan dari pentingnya tema dan berisi lebih yang sedang diteliti harus diulas secara cermat dan
dari 20 pustaka. pustaka-pustaka penting harus disitir. Penulisan
dilakukan agar tetap bisa dibaca oleh peneliti
PENGIRIMAN NASKAH lainnya yang awam terhadap tema yang diteliti.
Tinjauan pustaka dan ringkasan hasil yang terlalu
Naskah dikirim ke: detail agar dihindari.
Redaksi Jurnal Ilmu Kehutanan 10. Bahan dan Metode : bagian ini harus dibagi-bagi
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada menjadi beberapa sub-bab yang mencakup desain
studi, tipe bahan dan alat, dan tipe analisis yang
Jln. Agro, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
digunakan. Penjelasan harus memadai sehingga
Telp. 0274-512102, Fax. +62-274-550541; E-mail: peneliti lainnya bisa mengulang dan melakukan
jik@ugm.ac.id dengan hasil sama dengan yang dipublikasikan.
FORMAT NASKAH Metode yang sudah dipublikasikan bisa diringkas
dengan menyitir pustakanya: bila terdapat
1. Naskah diketik dengan 1 1/2 spasi pada kertas HVS perubahan yang berarti maka harus dijelaskan
kuarto (A4) secara detail.
2. Margin semua sisi 2,5 cm, huruf Constantia, 11. Hasil dan Pembahasan : bagian ini bisa dibagi-bagi
ukuran 10 point lagi menjadi sub-bab dengan judul yang pendek
3. Jumlah halaman minimal 5, maksimal 20 dan informatif. Hasil, penafsiran, dan kesimpulan
4. Nomor halaman diletakkan di ujung kanan bawah penelitian dijelaskan secara ringkas dan cermat.
5. Gambar dan tabel dikelompokkan bersama di Pembahasan harus menyinggung pentingnya hasil
bagian akhir naskah pada lembar yang terpisah. penelitian pada kondisi sekarang atau hasil
penelitian lainnya tetapi tanpa mengulang-ulang
Naskah disusun dengan urutan sebagai berikut: hasilnya. Temuan-temuan dan implikasinya harus
1. Judul (maksimum 20 kata) : harus ringkas, spesifik, dibahas dalam konteks yang lebih luas serta
dan berkaitan. Ditulis dalam bahasa Indonesia dan ditegaskan bagaimana untuk arah penelitian
bahasa Inggris. Singkatan dan rumus agar lanjutannya.
dihindari sebisa mungkin. 12. Kesimpulan : berisi poin-poin penting dari hasil
2. Nama lengkap penulis (jangan disingkat) penelitian. Isi tidak boleh persis dengan yang ada
3. Nama, alamat lengkap, dan kode pos lembaga/ di Abstrak/Intisari, tetapi lebih menjelaskan
institusi
hasil-hasil yang penting, kemungkinan penerapan, Tanda ’&’ digunakan bila menyitir antara nama
serta tindak lanjut penelitian ke depan. belakang penulis dalam tanda kurung : (Mayer &
13. Ucapan Terima Kasih : bagian ini tidak wajib. Koch 2007).
Apabila diperlukan, ditulis institusi yang - Apabila penyitiran tidak dalam tanda kurung,
membiayai beserta skema/nomor hibahnya. maka digunakan kata ‘dan’ untuk memisahkan
Ucapan terima kasih juga berlaku untuk personel penulisnya : “ Nilai yang diperoleh penelitian ini
yang membantu bahan penelitian, keahlian, waktu lebih kecil dari nilai kayu Pinus taeda oleh
selama penelitian tetapi tidak sebagai penulis. Zicherman dan Thomas (1972).”
14. Daftar Pustaka : diurutkan sesuai alfabet dan berisi - Untuk penyitiran lebih dari 2 penulis, maka
sebagian besar pustaka-pustaka primer (minimum digunakan ‘et al.’ yang tidak dimiringkan :
10 pustaka primer) dan terbitan dalam sepuluh (Komiyama et al. 2008).
tahun terakhir (minimum 50% dari jumlah - Urutan penyitiran di dalam adalah dari pustaka
pustaka). yang lama sampai terbaru dan dipisahkan oleh
15. Gambar (dalam format JPEG) dan Tabel serta tanda ‘;’ : (Siddique et al. 2012; Alemaheyu et al.
keterangannya ditulis dalam bahasa Indonesia dan 2014).
bahasa Inggris. Apabila sebuah tabel atau gambar - Urutan penyitiran untuk penulis yang sama
hanya berisi data yang sedikit, maka data tersebut dipisahkan oleh tanda ‘,’ : (Widyorini et al. 2015,
dimasukkan dalam teks. 2016; Umemura et al. 2014).

FORMAT GAMBAR Bagian Daftar Pustaka


Ilustrasi; Dapat berupa gambar yang dibuat secara - Judul ditulis secara lengkap dan huruf tidak
profesional baik dengan cara manual atau komputer. dimiringkan.
Bila ada gambar harus dalam format JPEG. Gambar - Apabila lebih dari 10 penulis, maka menggunakan
grafik; maksimum lebar 8,5 cm dibuat dalam program et al. (mis. Singarimbun M, et al.) sebagai
Microsoft Excel. Angka dan huruf keterangan gambar pengganti semua penulisnya.
menggunakan huruf bertipe Constantia ukuran 9 - Naskah yang masih dalam proses telaah dan
point. komunikasi personal tidak bisa dimasukkan dalam
Daftar Pustaka.
FORMAT TABEL
- Prosidings dan abstrak dari seminar bisa disitir
Angka dan huruf menggunakan huruf bertipe apabila ada penerbit dan lokasinya (atau ada
Constantia ukuran 9 point. Kepanjangan untuk organisasi yang mengeluarkan dokumen tersebut).
singkatan yang ada dalam tabel diberikan di bawah - Daftar pustaka ditulis memakai sistem
tabel. nama-tahun dan disusun secara abjad mengacu
format Conservation Biology seperti contoh
FORMAT FOTO berikut:
Penulis disarankan untuk menyediakan foto dengan Jurnal
kekontrasan yang jelas untuk foto berwarna maupun
hitam-putih. Foto harus berkaitan dengan teks, diberi Apse MP, Aharon GS, Snedden WA, Blumwald E.
judul, dan dinomori. 1999. Salt tolerance conferred by over-expression
of a vacuolar Na+/H+ antiport in Arabidopsis.
PENYITIRAN Science 285:1256-1258.
Penyitiran dalam teks McMillin WC. 1970. Mineral content of loblolly pine
wood as related to specific gravity, growth rate,
- Penulis harus memastikan pustaka yang disitir and distance from pith. Holzforschung 15:1-5.
dalam teks sudah tercantum dalam Daftar
Pustaka, demikian pula sebaliknya. Penyitiran Online Jurnal
mengacu pada format Conservation Biology. Hurteau MD. 2017. Quantifying the carbon balance of
- Penyitiran secara umum dilakukan dengan forest restoration and wildfire under projected
memakai tanda kurung, contoh : climate in the fire-prone Southwestern US. PLoS
Tiap hektar ekosistem mangrove dapat ONE 12(1): e0169275. doi:10.1371/journal.pone.
menyimpan karbon empat kali lebih banyak 0169275
dibanding dengan ekosistem lainnya (Daniel et al.
2011). Penyitiran di atas lebih dianjurkan daripada : Buku
Menurut Daniel et al. (2011), tiap hektar ekosistem Fitter AH, Hay RKM. 2002. Environmental physiology
mangrove dapat menyimpan karbon .................... of plants. Hlm. 367. Academic Press, San Diego.
-
Buku dengan editor/Bab dalam buku penulis tidak diperbolehkan tanpa persetujuan
Compton T. 1990. Degenerate primers for DNA Dewan Redaksi. Setelah dipublikasikan, perubahan
amplification. Hlm. 39-45 dalam Innis MA, hanya bisa dilakukan dalam bentuk Erratum.
Gelfand DH, Sninsky JJ, White TJ, editor. PCR
Protocol: A guide to methods and applications.
Academic Press, California.

Laporan
Quarles SL, Valachovic Y. 2012. Using wood quality
measures to evaluate second-growth redwood.
Pages 553-559. General Technical Report
PSW-GTR-238. 553-559. U.S. Department of
Agriculture, Albany, California.
Poedjirahajoe E. 2007. Pengelompokan mangrove
berdasarkan faktor habitat di Pantai Utara Jawa
Tengah. Laporan DPP Fakultas Kehutanan,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Skripsi/Tesis/Disertasi
Sumiarsih SR. 2008. Evaluasi awal uji keturunan eboni
(Diospyros celebica) di Sulawesi Selatan. Skripsi
(Tidak dipublikasikan). Fakultas Kehutanan,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Informasi dari Internet di luar jurnal


Menyebut nama organisasi induk website, lokasi
geografisnya dan bulan-tahun akses.
Belcher BM. 2003. Towards a harmonized definition of
non-wood forest products. FAO, Roma, Italia.
http://www.fao.org/docrep/x2450e/x2450eod.ht
m (diakses January 2016).

Naskah dalam proses penerbitan (in press)

Naskah yang telah resmi diterima bisa disitir melalui


format ’dalam proses penerbitan’ di Daftar Pustaka,
seperti contoh di bawah :
Andayani W, Purwanto RH, Riyanto S. 2017.
Optimalisasi pembagian batang (Bucking Policy)
kayu bulat jatim dalam rangka meningkatkan
pendapatan KPH Madiun. Jurnal Ilmu Kehutanan
11: dalam proses penerbitan.

PENGECEKAN PROOF
Draft naskah cetak (proof) akan dikirimkan ke penulis
melalui email. Pengecekan proof secara keseluruhan
ini merupakan tanggung jawab penulis yang
mencakup kesalahan penulisan kata-kata, penerje-
mahan, serta kelengkapan dan ketepatan teks, tabel
dan gambar. Proof harus segera dicek dan diperbaiki
oleh penulis serta memberikan jawaban bila terdapat
pertanyaan-pertanyaan dari Dewan Redaksi. Proof
selanjutnya dikembalikan ke Dewan Redaksi dalam Foto sampul depan: Harimau Sumatera di Suaka
kurun waktu 7 hari (detail akan disampaikan beserta Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling
proof). Perubahan secara substansial dari isi, misalnya (Oleh: Febri Anggriawan Widodo, 2016)
hasil baru, koreksi nilai, perubahan judul dan nama

Anda mungkin juga menyukai