Anda di halaman 1dari 54

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN

HABITAT ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)


DI LEUSER BARAT

SKRIPSI

YUSRON WAHYUDI
171201082

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN
HABITAT ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)
DI LEUSER BARAT

SKRIPSI

YUSRON WAHYUDI
171201082

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN
HABITAT ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii)
DI LEUSER BARAT

SKRIPSI

YUSRON WAHYUDI
171201082

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

Judul :Analisis Perubahan Penutupan lahan Habitat Orangutan


Sumatera (Pongo abelii) di Leuser Barat
Nama : Yusron Wahyudi
NIM : 171201082
Peminatan : Konservasi Sumberdaya Hutan
Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh,
Komisi pembimbing

Pindi Patana, S.Hut, M.Sc Dr. Achmad Siddik Thoha, S.Hut., M.Si.
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Mengetahui,

Dr. Ir. Tito Sucipto, S.Hut., M.Si., IPU.


Ketua Program Studi Kehutanan

Dr. Alfan Gunawan Ahmad, S.Hut., M.Si.


Wakil Dekan I Fakultas Kehutanan

Tanggal yudisium: 16 November 2021


i

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Yusron Wahyudi


NIM : 171201082
Judul Skripsi : Analisis Perubahan Penutupan lahan Habitat Orangutan
Sumatera (Pongo abelii) di Leuser Barat

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan


yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain
dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas
sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Medan, Desember 2021

Yusron Wahyudi
171201081

ii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

YUSRON WAHYUDI: Analysis of Land Cover Changes of Sumatran Orangutan


(Pongo abelii) Habitat in West Leuser, supervised by PINDI PATANA and
ACHMAD SIDDIK THOHA

The Leuser Ecosystem Area (LEA) in Aceh Province is a conservation


area that has a high landscape and biodiversity and is home to animals and
plants, especially the habitat for the Sumatran Orangutan (Pongo abelii). Land
cover changes are suspected causing of forest loss and damage, land conversion,
and hunting by humans are one of the causes of the loss of habitat and population
of the Sumatran Orangutan (Pongo abelii) and the cause of ecosystem disruption.
The status of this animal based on the IUCN red list is classified as "Critically
Endangered" (very endangered). This study was conducted to determine the effect
of land cover changes on Orangutan Habitat. The method used is temporal and
spatial analysis, processing data using ArcGIS 10.3 software. The results
obtained from land cover changes that occurred in the Leuser Ecosystem Area,
namely the largest decrease in land cover area from 2000 to 2019 was secondary
dry land forest covering an area of 58,623.91 Ha (31.82%), rice fields covering
an area of 49,805.40 Ha ( 73.85 %), and secondary swamp forest covering an
area of 49,489.19 Ha (38.74 %), beside that the largest increase in land cover
area were Plantations covering an area of 120,278.21 Ha (10249.61%), primary
dryland forest covering an area of 43,265,593 Ha (33.70%), and dry land
agriculture mixed with shrubs covering an area of 28,870.02 Ha (536,37%). The
impact of land cover changes on the habitat of the Sumatran Orangutan (Pongo
abelii) is occurrence of habitat suppression becoming smaller or isolated, decreasing
population levels, habitat fragmentation, species leaving their habitats, conflict, and even
species extinction. This happen because a several factor like forest fire, conversion
of forest land to non-forest (plantation, settlements, infrastructure), hunting,
trading, and conflicts with humans . The distribution of Orangutans is mostly
spread over land cover of secondary dry land forest, primary dry land forest, and
secondary swamp forest.

Keywords: Aceh, Habitat, Land cover, Leuser Ecosystem Area, Sumatran


Orangutan.

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

YUSRON WAHYUDI: Analisis Perubahan Penutupan lahan Habitat Orangutan


Sumatera (Pongo abelii) di Leuser Barat, dibimbing oleh PINDI PATANA dan
ACHMAD SIDDIK THOHA.

Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Provinsi Aceh merupakan kawasan


konservasi yang memiliki bentang alam dan keanekaragaman hayati yang tinggi
serta rumah bagi para satwa dan tumbuhan, terutama habitat bagi Orangutan
Sumatera (Pongo abelii). Perubahan penutupan lahan diduga sebagai penyebab
hilangnya dan terjadinya kerusakan hutan, alih fungsi lahan, dan perburuan yang
dilakukan oleh manusia menjadi salah satu penyebab hilangnya habitat dan
populasi Orangutan sumatera (Pongo abelii) serta penyebab terganggunya
ekosistem. Status satwa ini berdasarkan daftar merah IUCN sudah tergolong
“Critically Endangered” (sangat terancam punah). Studi ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap habitat Orangutan.
Metode yang dilakukan adalah analisis temporal dan spasial, mengolah data
dengan software ArcGIS 10.3. Hasil yang didapat dari perubahan penutupan lahan
yang terjadi di Leuser Barat yaitu penurunan luas penutupan lahan terbesar dari
rentang tahun 2000 hingga 2019 adalah hutan lahan kering sekunder seluas
58.623,91 Ha (31,82 %), sawah seluas 49.805,40 Ha (73,85 %), dan hutan rawa
sekunder seluas 49.489,19 Ha (38,74 %), sedangkan yang mengalami
penambahan luas penutupan lahan terbesar adalah perkebunan seluas 120.278,21
Ha (10249,61 %), hutan lahan kering primer seluas 43.265,593 Ha (33,70 %), dan
pertanian lahan kering bercampur semak seluas 28.870,02 Ha (536,37 %).
Dampak dari perubahan penutupan lahan terhadap habitat Orangutan Sumatera
(Pongo abelii) antara lain terjadinya penekan habitat menjadi lebih kecil atau
terisolir, menurunnya tingkat populasi, terjadinya fragmentasi habitat, spesies
keluar dari habitatnya, konflik, dan bahkan kepunahan spesies. Hal ini disebabkan
karena kebakaran hutan, konversi lahan hutan menjadi non hutan (perkebunan,
pemukiman, jalan raya), perburuan, perdagangan, deforestasi, kebutuhan
infrastruktur, dan konflik dengan manusia. Distribusi Orangutan terbanyak
tersebar pada penutupan lahan hutan lahan kering sekunder, hutan lahan kering
primer, dan hutan rawa sekunder.

Kata kunci: Aceh, Habitat, Kawasan Ekosistem Leuser, Orangutan Sumatera,


Penutupan lahan.

iv

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal


9 Maret 1999 dari pasangan Bapak Darsal dan Ibu Sri Ersa.
Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara.
Pada tahun 2011 Penulis lulus dari SD Negeri 1
Padangsidimpuan, Tahun 2014 lulus dari SMP Negeri 1
Padangsidimpuan, dan Tahun 2017 lulus dari SMA Negeri 1
Padangsidimpuan. Tahun 2017 Penulis melanjutkan kuliah
di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan sebagai Mahasiswa di Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan melalui jalur Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis aktif di berbagai Organisasi baik Intra kampus maupun Ekstra
kampus seperti menjadi pengurus di BKM Baytul Asyjaar di Fakultas Kehutanan,
anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi (HIMAKOVI), anggota Ecopreneur
Forester, anggota Ecotourism Droner, serta Duta USU Green Campus.
Selama mengikuti perkuliahan penulis mendapatkan beberapa prestasi
seperti menjadi penerima Beasiswa Orangutan Information Centre (OIC) tahun
2020, Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-32 di Udayana Bali, Short
Film Festival Taman Nasional dan Taman Wisata Alam 2019, peserta Lokakarya
Fotografi (KEMENDAG) Jakarta 2019, peserta Pelatihan Keanekaragaman
Hayati (KEHATI) OIC 2021, relawan Ekowisata Lingkungan Taman Wisata
Alam Sibolangit (EKOLING TWA), peserta Singapore International Invention
Show 2020. Penulis juga melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan
(P2EH) pada tahun 2019 di Mangrove Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan,
Serdang Bedagai dan di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK)
Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera
Utara. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di UPT KPH
Wilayah X Padangsidimpuan pada tahun 2020.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini
berjudul Analisis Perubahan Tutupan Lahan Habitat Orangutan Sumatera (Pongo
abelii) di Leuser Barat.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku pembimbing utama dan Bapak
Dr. Achmad Siddik Thoha, S.Hut., M.Si. selaku pembimbing pendamping penulis
atas kesediannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan hasil
penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Yayasan
Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL – OIC)
yang bersedia memberikan dukungan materi dan moral untuk pelaksanaan dan
penyusunan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk hasil penelitian yang lebih baik lagi. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2021

Penulis

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ ii
ABSTRACT ................................................................................................. iii
ABSTRAK ................................................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Lokasi dan Kondisi Umum.................................................................... 4
Suaka Margasatwa Rawa Singkil .......................................................... 4
Taksonomi dan Karakteristik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) ...... 5
Habitat Orangutan ................................................................................. 6
Ekologi Lanskap .................................................................................... 7
Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan lahan ..................... 8
Penginderaan Jarak Jauh ....................................................................... 9
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 11
Alat dan Bahan ...................................................................................... 11
Prosedur Penelitian ................................................................................ 12
Pengumpulan Data .................................................................. 12
Pengolahan Data ...................................................................... 12
Pemotongan Citra .................................................................... 12
Analisis Penutupan lahan ........................................................ 13
Validasi Data Groundcheck .................................................... 13
Uji Akurasi .............................................................................. 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan lahan Leuser Barat ............................................................... 15
Pembuatan Peta Penutupan lahan .......................................................... 18
Penutupan lahan di Leuser Barat Tahun 2000, 2011, dan 2019 ............ 21
Dampak Perubahan Penutupan lahan terhadap Habitat Orangutan....... 24
Pentingnya Kawasan Ekosistem Leuser bagi para Satwa ..................... 27
Perhitungan Uji Akurasi Hasil Klasifikasi ............................................ 29

vii

Universitas Sumatera Utara


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................................ 30
Saran ...................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 32
LAMPIRAN ............................................................................................... 35

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No Teks Halaman
1. Data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ............... 12
2. Luas dan Persentase Penutupan lahan Leuser Barat .............................. 16
3. Perubahan Penutupan lahan Leuser Barat .............................................. 18
4. Luas dan Persentase penutupan lahan di Leuser Barat .......................... 23
5. Perubahan penutupan lahan hutan di Leuser Barat ................................ 23
6. Data luasan penutupan lahan distribusi Orangutan di Leuser barat ....... 28

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian ............................................................................ 11
2. Peta Penutupan lahan tahun 2000 .......................................................... 20
3. Peta Penutupan lahan tahun 2011 .......................................................... 21
4. Peta Penutupan lahan tahun 2019 .......................................................... 22
5. Lintas perubahan penutupan lahan hutan dan area perubahan penutupan lahan
hutan di Kawasan Ekosistem Leuser ..................................................... 25
6. Peta distribusi Orangutan ....................................................................... 28

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman
1. Uji Akurasi Hasil Klasifikasi ................................................................. 12
2. Penutupan lahan Tahun 2000 ................................................................. 16
3. Penutupan lahan Tahun 2011 ................................................................. 18
4. Penutupan lahan Tahun 2019 ................................................................. 23
5. Dokumentasi di Lapangan...................................................................... 23

xi

Universitas Sumatera Utara


1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Leuser Barat merupakan salah satu bagian dari Taman Nasional Gunung
Leuser yang terletak di Sebelah Barat yang mencakup beberapa Kabupaten Aceh
yaitu antara lain Aceh Singkil, Subulussalam, dan Aceh Selatan. Leuser Barat
termasuk juga kedalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang membentang luas
di Provinsi Aceh terutamanya pada Kabupaten Aceh Selatan, merupakan kawasan
konservasi yang memiliki bentang alam dan keanekaragaman hayati yang tinggi
serta rumah bagi para satwa dan tumbuhan. Terletak di dua provinsi paling utara
Sumatera (Aceh dan Sumatera Utara), dengan luas 2,6 juta hektar yang sangat
berperan penting bagi habitat dan populasi flora dan fauna. Kawasan Ekosistem
Leuser di wilayah Aceh adalah seluruh kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian sumber daya lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan yang terdiri dari Kawasan Ekosistem
Leuser sebagai kawasan suaka alam dan atau kawasan pelestarian alam.
Pentingnya Kawasan Ekosistem Leuser tidak saja diukur dari fungsi
ekologi, tetapi juga ekonomi dan nilai- nilai estetika yang tidak dapat dinilai.
Dengan topografi yang dramatis membuat fungsi ekosistemnya sebagai sistem
pendukung kehidupan lebih dari empat juta orang yang tinggal di daerah
sekitarnya. Ekosistem ini merupakan tempat perlindungan terbesar dari hutan
hujan Malesian yang belum terganggu di dunia. Leuser juga merupakan hutan
hujan yang memiliki beragam satwa dan sangat dikenal di dunia ilmu
pengetahuan, seperti spesies mamalia, burung, reptil, ikan, invertebrata lainnya,
tanaman dan organisme lain.
Penutupan lahan didefinisikan sebagai penyebutan kenampakan biofisik di
permukaan bumi yang terdiri dari areal vegetasi. lahan terbuka, lahan terbangun.
tubuh air dan lahan basah. Melalui peta penutupan lahan dapat diketahui informasi
jenis-jenis penutupan lahan, luas dari setiap jenis penutupan lahan serta pola atau
sebaran pemanfaatan ruang pada suatu wilayah. Informasi yang disajikan dalam
peta penutupan lahan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti
penelitian maupun berbagai kegiatan lainnya. Penelitian yang dapat dilakukan

Universitas Sumatera Utara


2

diantaranya melihat perubahan penutupan lahan yang menyajikan informasi


perbandingan luas penutupan lahan pada dua peridoe waktu yang berbeda,
dampak penutupan lahan terhadap kondisi lingkungan. kesesuaian pemanfaatan
ruang terhadap kondisi lingkungan maupun rencana tata ruang maupun beberapa
kegiatan penelitian lainnya (Achsan, 2017).
Perubahan penutupan lahan diduga sebagai penyebab hilangnya dan
terjadinya kerusakan hutan, yang mana Indonesia menempati posisi kelima terkait
negara-negara dengan kehilangan penutupan lahan terbesar. Sejak tahun 2001
hingga 2014, Global Forest Watch mencatat Indonesia telah kehilangan 18,91 juta
Ha hutan. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
meskipun periode 2009-2011 hingga 2013-2014 tingkat deforestasi di Indonesia
menurun, namun pada periode 2014-2015 Indonesia memiliki 120,3 juta Ha
hutan. Seluas 20,5 juta Ha hutan mengalami kerusakan dikarenakan deforestasi
yang mencapai seluas 901.300 Ha. Berdasarkan hasil analisa data penutupan lahan
tahun 2017 (periode Juli 2016-Juni 2017), deforestasi (netto) nasional adalah
497.000 Ha, dengan rincian didalam kawasan hutan seluas 308.000 Ha, dan di
Areal Penggunaan Lain (APL) adalah 171.000 Ha.
Alih fungsi lahan, perburuan satwa liar, dan konflik antara satwa dengan
manusia di Kawasan Ekosistem Leuser sudah pada tahap mengkhawatirkan
karena mengganggu keseimbangan ekosistem, yang mana pada kawasan ini sering
terjadi konflik antara manusia. Kawasan hutan telah berubah menjadi areal
perkebunan kclapa sawit dan pemukiman. Menurut Gunawan dan Prasetyo
(2013), pemukiman manusia dan kegiatan terkait lainnya, seperti hutan tanaman
dan pertanian telah mengubah lanskap alami menghasilkan suatu mosaik dari
habitat yang terfragmentasi. Fragmentasi dapat memberikan pengaruh merugikan
pada flora dan fauna yang sebelumnya masih utuh dan berkesinambungan serta
dapat menyebabkan konflik antara satwa dan manusia. Sumatera Barat, Riau dan
Aceh merupakan wilayah dengan intensitas konflik tertinggi (Wibisono dan
Pusparini, 2010). Deforestasi sendiri menyebabkan pengaruh yang dapat
mengurangi total luas dari habitat asal dan menciptakan wilayah tepi (edge area)
di antara habitat asal dengan lanskap yang terganggu olch manusia, yang dikenal
sebagai efek tepi (edge effects).

Universitas Sumatera Utara


3

Remote sensing yang sudah diketahui di Amerika Serikat dekat tahun


1950- an merupakan sebutan dari penginderaan jarak jauh. Penginderaan jarak
jauh ialah hasil seni serta pengukuran untuk memperoleh data sesuatu objek
ataupun fenomena memakai sesuatu perlengkapan perekaman dari satu kejauhan,
dimana pengukuran dicoba tanpa melaksanakan kontak langsung secara raga
dengan objek ataupun fenomena yang diamati. Penginderaan jarak jauh mencakup
pengolahan data secara otomatis (komputerisasi) dan manual (interpretasi),
analisis citra dan penyajian data yang diperoleh ada dua (Jaya, 2010).
Fragmentasi menyebabkan penekanan luas hutan menjadi semakin sempit
dan membuat terganggunya keseimbangan ekosistem sehingga fungsi hutan
terganggu. Fragmentasi menjadi ancaman bagi hilangnya habitat alami beberapa
spesies satwa dan tumbuhan. Hilangnya habitat dan terjadinya alih fungsi lahan
adalah beberapa faktor yang membuat rusaknya hutan, disamping itu pula ada
faktor cuaca dan perubahan iklim serta kualitas lingkungan yang menurun dan
bencana alam seperti banjir, gempa bumi, dan tanah longsor sebagai landasan dari
rusaknya ekosistem hutan. Penanggulangan deforestasi harus diupayakan hingga
kegiatan deforestasi berhenti sebelum habisnya sumber daya hutan dimana
terdapat kawasan tetapi tidak ada pohon-pohon didalamnya (Eleanora, 2012).

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis perubahan penutupan lahan yang terjadi di Leuser Barat.
2. Menganalisis dampak perubahan penutupan lahan terhadap habitat
Orangutan (Pongo abelii) yang terdapat Leuser Barat.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat:
1. Sebagai data base bagi peneliti mengenai perubahan penutupan lahan
habitat Orangutan Sumatera di Leuser Barat.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan atau
Stakeholder tentang pentingnya pelestarian Orangutan Sumatera (Pongo
abelii).

Universitas Sumatera Utara


4

TINJAUAN PUSTAKA

Lokasi dan Kondisi Umum


Kota Subulussalam terletak pada 020 27ꞌ 30” – 030 00ꞌ 00” LU 0970 45ꞌ
00” – 980 10ꞌ 00” BT dan sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh
Tenggara : sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil : sebelah
Barat berbatasan dengan Kecamatan Trumon Kab Aceh Selatan dan sebelah
Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara.
Kota Subulussalam terdiri dari 5 kecamatan yaitu, Kecamatan Longkib,
Kecamatan Penanggalan, Kecamatan Rundeng, Kecamatan Simpang Kiri, dan
Kecamatan Sultan Daulat, dengan total luas wilayah 1.391 km2 dengan luas
kecamatan yang terbesar adalah Kecamatan Sultan Daulat (±43,3%), sedangkan
kecamatan dengan luasan terkecil adalah Kecamatan Penanggalan (±6,7%).
Kabupaten Aceh Selatan terletak antara 2º 23'- 3º 36' LU dan 96º 54' -97º
51' BTr. Kawasan ini terbagi atas hutan lindung seluas 152.274,3 Ha, 135. 768,4
suaka alam dan pelestarian alam dan 20. 717, 6 Ha hutan produksi. Kondisi
topografi Kabupaten Aceh Selatan bervariasi, terdiri dari dataran rendah,
bergelombang, berbukit, hingga pegunungan. Tinggi wilayah Aceh Selatan diatas
permukaan laut berkisar 2-74 mdpl. Wilayah administrasi Kabupaten Aceh
Selatan terdiri dari 18 kecamatan, 260 desa, 43 Mukim. Jumlah penduduk
Kabupaten Aceh Selatan sebanyak 224.897 jiwa. Mayoritas penduduk Kabupaten
Aceh Selatan emiliki mata pencaharian sebagai petani dan penyedia jasa dengann
persentase 46,94 dan 19,28 persen. Padi dan Pala merupakan sektor sawah dan
perkebunan yang paling banyak ditanam oleh masyarakat di Kabupaten
Aceh Selatan (BPS, 2017)

Suaka Margasatwa Rawa Singkil


Rawa Singkil menurut Menteri Kehutanan (1998) memiliki luas 102.500
hektar sebagai hutan produksi, namun pada tahun 2016 luasan tersebut mengalami
penurunan, selanjutnya menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(2016), bahwa status Rawa Singkil berubah menjadi Suaka Margasatwa seluas
81.802.22 hektar.

Universitas Sumatera Utara


5

Suaka Margasatwa (SM) Rawa singkil memiliki keanekaragaman hayati


yang sangat tinggi, dimana pada kawasan ini terdapat jenis satwa endemik
Indonesia yang keberadaannya semakin sedikit atau hampir punah, salah satunya
yaitu Orangutan Sumatera, yang mana populasi Orangutan Sumatera sangat tinggi
di Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Suaka Margasatwa Rawa singkil merupakan
perwakilan ekosistem lahan basah di hutan hujan tropis dataran rendah dan bagian
dari ekosistem Leuser serta menjadi habitat utama bagi keanekaragaman hayati.
Hutan Rawa singkil meemiliki keanekaragaman jenis flora dan fauna yang sangat
banyak.
Keanekaragaman tingkat jenis menggambarkan keragaman jenis-jenis
mahluk hidup yang ada didalamnya. Keanekaragaman hayati tingkat ini dapat
ditunjukkan dengan adanya beranekaragam jenis mahluk hidup baik hewan
maupun tumbuhan serta mikroba. Hal ini menjelaskan bahwa keanekaragaman
maupun kenakaragaman spesies organisme menempati suatu ekosistem baik itu di
darat maupun perairan yang berperan penting dalam mempertahankan kelestarian
lingkungan dan ekosistemnya.

Taksonomi dan Karakteristik Orangutan Sumatera (Pongo abelii)


Orangutan berasal dari bahasa melayu yaitu “orang hutan”. Orangutan
Pongo pygmaeus di Borneo dan Orangutan Pongo abelii di Sumatera merupakan
satu-satunya kera besar yang hidup di Asia. Jenis kera besar lainnya di temukan di
Afrika, yaitu Bonobo (Pan panicus), Simpanse (Pan troglodytes) dan Gorilla
(Gorilla gorilla). Semua kera besar digolongkan ke dalam suku pongidae yang
merupakan bagian dari bangsa primata (Yuwono, 2007).
Menurut Groves (2001), klasifikasi Orangutan Sumatera termasuk dalam
ordo Primata dan family Hominidae dengan urutan klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata
Famili : Hominidae
Genus : Pongo
Spesies : Pongo abelii (Groves 2001)

Universitas Sumatera Utara


6

Orangutan termasuk kedalam spesies yang dilindungi oleh Undang-


Undang No 5 Tahun 1990. Kajian PHVA (2016), populasi Orangutan berada
dalam kategori terancam punah (Critically Endangered) yang ditetapkan IUCN,
keberadaan Orangutan di alam bebas semakin menurun akibat beberapa faktor
seperti peralihan hutan menjadi pemukiman maupun perkebunan, maraknya
perburuan satwa dikarenakan harga jual yang cukup tinggi, rusaknya hutan dan
hilangnya fungsi hutan, perdagangan, deforestasi dan konflik dengan manusia.
Lain dari pada itu CITES (Conservation on International Trade in Endangered
Species) memasukkan Orangutan dalam Appendix I yang artinya dilarang
diperdagangkan dalam bentuk apapun untuk menjaga populasi Orangutan di
Indonesia.
Perbedaan morfologis Orangutan dapat dikenali dari perawakannya,
khususnya struktur rambut. Jenis dari Sumatera berambut lebih tipis, membulat,
mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di bagian
tengahnya, biasanya jelas di dekat ujungnya dan kadang berujung hitam di bagian
luarnya. Ciri yang kedua, Orangutan Kalimantan lebih tegap dan mempunyai kulit
dan warna rambut lebih gelap dari pada Orangutan yang ada di
Sumatera (Meijaard et al., 2001).

Habitat Orangutan
Indonesia merupakan salah satu negara terkaya dengan keanekaragaman
spesies primata. Dari seluruh spesies primata di dunia, 20% diantaranya dapat
ditemukan di Indonesia, salah satu dari spesies primata tersebut adalah Orangutan.
Orangutan merupakan satu-satunya spesies kera besar yang dapat ditemukan di
Asia. Sebanyak 32 jenis primata dari 40 jenis yang ada di Indonesia telah tercatat
dalam Red Data Book IUCN. Terdapat 3 jenis Orangutan yang terdapat di
Indonesia 2 diantaranya berasal dari Pulau Sumatera dan 1 lagi dari Kalimantan,
yaitu Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Orangutan Kalimantan
(Pongo pygmaeus) dan Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Hal ini
menunjukkan tingginya tingkat ancaman terhadap satwa primata di
Indonesia (Supriatna dan Wahyono 2000).
Menurut IUCN (2017) Orangutan Sumatera merupakan satwa yang
tersebar di daerah hutan pegunungan, hutan rawa gambut, dan hutan dataran

Universitas Sumatera Utara


7

rendah yang lembab. Julizar et. al. (2018) menyatakan bahwa Orangutan dapat
ditemukan tidak lebih dari ketinggian 1000 mdpl (meter diatas permukaan laut)
dengan luas habitat 20.533,76 km2 (KKPL Batang Toru, 2019). Akan tetapi, saat
ini jenis kera besar ini hanya ditemukan di Sumatera dan Kalimantan, dimana
90% berada di Indonesia. Penyebab utama terjadi penyempitan daerah sebaran
adalah karena manusia dan Orangutan menyukai tempat hidup yang sama,
terutama dataran alluvial disekitar daerah aliran sungai dan hutan rawa gambut.
Pemanfaatan lahan tersebut untuk aktivitas sosial, ekonomi, budaya dan
infrastruktur manusia umumnya dapat berakibat fatal bagi habitat dan populasi
Orangutan, yang mana populasi Orangutan menurun secara drastis beberapa
decade belakangan ini akibat hilangnya hutan dataran rendah. Prediksi para ahli,
jika kondisi ini tidak membaik, maka dalam 10 tahun terakhir kita akan
kehilangan hampir 50% dari jumlah populasi yang ada saat ini (Dephut, 2007).
Hasil survey Singleton et. al. (2014) menyatakan di dalam ekosistem
Leuser terdapat 1.025 km2 Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang lebih kecil dan
Taman Nasional Gunung Leuser sepanjang 7.972 Km2 yang menjadi tempat
persebaran dari Orangutan Sumatera. Taman Nasional yang lebih kecil sebagian
besar adalah pengunungan tinggi, karena Orangutan Sumatera jarang ditemukan
di ketinggian 1500 mdpl membuat sebagian Orangutan menempati ekosistem
Leuser di luar taman nasional dengan ketinggian dibawah 500 mdpl.
Kelangsungan hidup Orangutan sangat bergantung kepada habitatnya
dihutan hujan tropis mulai dari hutan dataran rendah, rawa, kerangas hingga hutan
pegunungan diketinggian 1.800 mdpl (Rijksen, 1978). Batas ketinggian itu
mencerminkan ketersediaan sumber pakan yang disukai dari pada faktor iklim.
Pada habitat alaminya, Orangutan merupakan satwa liar tipe pengumpul atau
pencari makanan yang oportunis (memakan apa saja yang dapat diperolehnya).
Distribusi jumlah dan kualitas makanan, terutama buah-buahan sebagai makanan
pokok Orangutan, sangat memengaruhi perilaku pergerakan, kepadatan populasi
dan organisasi sosialnya (Meijaard et al, 2001).

Ekologi Lanskap
Ekologi lanskap merupakan suatu bagian dari ilmu ekologi yang
mempelajari bagaimana struktur lanskap mempengaruh kelimpahan dan distribusi

Universitas Sumatera Utara


8

organisme. Ekologi lanskap juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari


pengaruh pola (pattern) dan proses, dimana pola di sini khususnya mengacu pada
struktur lanskap. Dengan demikian secara lengkap ekologi lanskap dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana struktur lanskap
mempengaruhi (memproses dan membentuk) kelimpahan dan distribusi
organisme. Definisi lain menyebutkan, ekologi lanskap merupakan sub disiplin
ekologi dan geografi yang khusus mempelajari variasi spasial dalam lanskap yang
mempengaruhi proses-proses ekologi seperti distribusi, aliran energi, materi dan
individu dalam lingkungannya (yang pada gilirannya mungkin mempengaruhi
ditribusi elemen-elemen lanskap itu sendiri) (Forman, 1995).
Terminologi penggunaan lahan (landuse) dan penutupan lahan (landcover)
biasanya digunakan secara bersamaan, sedangkan kedua terminologi tersebut
berbeda.. Menurut penjelesan Townshend dan Justice (1981) dikutip dalam
Hutagaol (2019) mengatakan bahwa penutupan lahan merupakan bentuk secara
fisik (visual) dari vegetasi, benda alam dan sensor budaya yang ada di permukaan
bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap objek tersebut.
Penggunaan lahan mencerminkan sejauh mana usaha atau campur tangan manusia
dalam memanfaatkan dan mengelola lingkungannya.

Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan lahan


Kerusakan hutan di seluruh dunia merupakan faktor utama perubahan
struktur lanskap. Kedua komponen lanskap dipengaruhi oleh penggundulan hutan.
Komposisi lanskap berubah seiring hutan ditebang dan digantikan oleh tanaman
pertanian atau untuk penggunaan lain. Keterpisahan hutan menghambat aliran
material dan pergerakan hidupan liar di dalamnya, sehingga memicu penurunan
biodiversitas. Pengurangan deforestasi dan peningkatan konektivitas dapat
mencegah kehilangan keanekaragaman hayati. Perubahan penggunaan lahan
merupakan penyebab dan akibat dari perubahan lingkungan
global (Tang et al., 2020), karena perubahan penggunaan lahan tidak hanya
berkontribusi pada perubahan iklim tetapi juga sangat berpengaruh terhadap unsur
permukaan tanah. dan penyediaan jasa ekosistem (Alkama dan Cescatti, 2016).
Haryani (2011) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab
proses perubahan penggunaan lahan antara lain : (1) Besarnya tingkat urbanisasi

Universitas Sumatera Utara


9

dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan, (2) Meningkatnya jumlah


kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas di wilayah perkotaan
yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek
perumahan), (3) Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang
pada gilirannya akan menggeser kegiatan pertanian/lahan hijau khususnya di
perkotaan, (4) Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan
usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.
Analisis perubahan penutupan lahan digunakan sebagai media
perbandingan penutupan lahan, yang mana dalam proses analisis perubahan
penutupan lahan kita akan mendapatkan data dari penutupan lahan wilayah Leuser
barat, sehingga dapat membandingkan bagaimana data setelah terjadinya
deforestasi dan sebelum terjadinya deforestasi. Analisis perubahan penutupan
lahan juga merupakan sebuah hasil dimana prosesnya mengubah atribut-atribut
habitat dan karakteristik suatu lanskap yang ada. Pada penelitian ini, analisis
perubahan penutupan lahan digunakan untuk melihat proses terjadinya perubahan
penutupan lahan yang terjadi di wilayah Leuser barat, Kawasan Ekosistem Leuser,
yang mana hal ini digunakan untuk melihat betapa pentingnya dampak suatu
habitat bagi ekosistem dan lingkungan, bagaimana peran suatu kawasan
konservasi untuk menjaga dan melestarikan habitat dan populasi flora dan fauna.

Penginderaan Jarak Jauh


Penginderaan jarak jauh merupakan cara untuk memperoleh informasi atau
mengidentifikasi objek dipermukaan bumi dengan tanpa melakukan kontak
langsung dengan objek yang bersangkutan (Wibgana, 2012). Penginderaan jauh
didasarkan pada prinsip pemanfaatan gelombang elektromagnetik yang
dipantulkan dan dipancarkan oleh objek. Alat penginderaan jauh ditempatkan
pada suatu objekyang dipantulkandan dipancarkan oleh objek. Alat penginderaan
jauh ditempatkan pada ketinggian tertentu yang disebut sebagi platform.
Ketinggian platform tersebut dapat berupa ketinggian pesawat terbang, balon
udara, atau satelit.
Penginderaan jarak jauh bertujuan untuk mengumpulkan data sumber daya
alam dan lingkungan. Informasi tentang objek disampaikan pengamat melalui
energi elektromagnetik yang merupakan pembawa informasi dan sebagai

Universitas Sumatera Utara


10

penghubung komunikasi. Oleh karena itu menganggap bahwa data penginderaan


jauh pada dasaranya merupakan informasi intensitas panjang gelombang yang
perlu diberikan kodenya sebelum informasi tersebut dapat dipahami secara
penuh (Wolf, 1993).
Sistem Informasi Geografis (SIG) ialah sistem yang terdiri atas perangkat
lunak (software), perangkat keras (hardware) serta operator (brainware) yang bisa
membuat, menggambar, serta menganalisis informasi geospasial. Informasi
geospasial bisa dibedakan menjadi informasi grafis (informasi geometris) serta
informasi atribut (datatematik). Informasi grafis terdiri atas 3 elemen ialah: titik
(node), garis (arc) serta luasan ataupun bidang (polygon) dalam wujud vektor
maupun raster yang mewakili geometri topologi, dimensi, wujud, posisi informasi
spasial ialah peta, gambar hawa, citra satelit, informasi survei lapangan, serta
sebagainya
SIG dapat mengintegrasikan data informasi dari bermacam sumber
sehingga bisa membagikan analisis yang komprehensif. Informasi yang bisa
dianalisis dari SIG merupakan informasi yang mempunyai georeferensi disebut
sebagai informasi geospasial. Analisis informasi penginderaan jarak jauh menjadi
salah satu input untuk analisis SIG. Hasil akhir dari analisis SIG dipersentasikan
dalam wujud peta serta informasi tabular yang menjadi dasar analisis suatu
fenomena ataupun permasalahan yang dikaji (Latifah et al, 2018).
Seiring dengan berkembangnya teknologi penginderaan jauh, semakin
banyak aplikasi-aplikasi yang menyediakan berbagai metode analisis untuk
pengolahan lanskap dan sangat membantu pekerjan manusia karena dapat
digunakan untuk berbagai tujuan kegiatan, misalnya untuk mengidentifikasi
perubahan garis pantai dari tahun ketahun di wilayah pesisir pantai. Tekonologi
penginderaan jauh memiliki beberapa kelebihan, seperti harganya yang relatif
murah, mudah didapatkan, adanyaresolusi temporal (perulangan) sehingga dapat
dihunakan untuk monitoring. Menurut Purwadhi (2010). Sistem penginderaan
jauh memiliki kelebihan yang mana dapat menjangkau daerah dengan cakupan
yang luas dan dapat menjangkau daerah-daerah terpencil atau terpelosok
sekalipun.

Universitas Sumatera Utara


11

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November 2020 – Juli 2021.
Penelitian ini dilakukan di Leuser Barat yang termasuk di dalam Kawasan
Ekosistem Leuser (KEL) meliputi wilayah Kabupaten Aceh Selatan, Kota
Subulussalam, dan Kabupaten Aceh Singkil. Analisis data dilakukan di
Laboratorium Konservasi Sumberdaya Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas
Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

Alat dan Bahan


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung ke lapangan melalui
objek data, dan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen atau
instansi terkait.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat pengambilan data
dan alat analisis data. Alat pengambilan data yang digunakan adalah GPS (Global
Positioning System) untuk groundcheck lapangan, kamera, alat tulis, perangkat

Universitas Sumatera Utara


12

keras (personal computer/netbook) dan perangkat lunak (Microsoft Excel dan


Microsoft Word) sebagai alat pengolah data, serta ArcGis (ArcMap) 10.3 untuk
melihat peta perubahan penutupan lahannya.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta penutupan lahan
tahun 2000, 2011 dan 2019 serta beberapa data spasial lainnya seperti peta
administrasi dan peta batas kawasan hutan.
Tabel 1. Data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian
No Nama Data Jenis Data Sumber Tahun
1. Data lapangan Data Primer GPS dan kamera digital 2021
(ground check)
2. Peta Penutupan Data apgis.menlhk.go.id 2000,
lahan Leuser Barat Sekunder 2011,
(Aceh Singkil, Kota dan
Subulussalam, dan 2019
Aceh Selatan.
3. Data Distribusi Data OIC 2016
Habitat Orangutan Sekunder
4. Peta Administrasi Data www.tanahair.indonesia.go.id
Kabupaten Sekunder
5. Peta Batas wilayah Data www.tanahair.indonesia.go.id
Sekunder

Prosedur Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengambilan data primer dilakukan secara langsung di lapangan dengan
berupa titik lokasi yang terjadinya perubahan penutupan lahan yang didapat dari
citra. Data sekunder yang digunakan berupa peta penutupan lahan Leuser Barat
(Aceh Singkil, Kota Subulussalam, dan Aceh Selatan pada tahun 2000, 2011, dan
2019 didapat dari apgis.menlhk.go.id dan data distribusi habitat Orangutan
didapat dari OIC. Peta Administrasi Kabupaten dan peta batas wilayah didapat
dari situs www.tanahair.indonesia.go.id.

2. Metode Pengolahan Data


Pemotongan Citra
Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan gambar yang lebih
spesifik pada lokasi tertentu yang ingin diamati didalam citra. Tujuan pemotongan
citra adalah untuk mendapatkan batasan wilayah/kawasan yang hendak dikaji

Universitas Sumatera Utara


13

serta mempermudah menganalisa citra. Pemotongan citra dilakukan dengan


menggunakan software ArcGis 10.3.

Analisis Penutupan lahan


Pemeriksaan penutupan lahan atau analisis penutupan lahan dilakukan
untuk pembagian beberapa kelas wilayah berdasarkan studi lapangan
(pemeriksaan kelapangan). Strategi penutupan lahan dilakukan dengan cara
digitasi langsung pada citra sateli google earth dan diolah dengan bantuan
program ArcGIS 10.3 Setelah pemotongan citra pada tiap tahun, Setelah itu
dilakukan pembuatan matriks perubahan penutupan lahan pada tahun 2000-2011,
2011-2019, 2000-2019. Hal yang sama juga dilakukan pada kawasan yang di
identifikasi sebagai distribusi persebarang Orangutan (data didapatkan dari LSM
yang bergerak di bidang konservasi). Kemudian matriks perubahan penutupan
lahan dianalisis, setelah itu dilakukan ground check lapangan untuk memastikan
akurasi atau ketepatan data yang didapatdan dilakukan analisis secara lebih
mendalam.
Analisis Perubahan penutupan lahan dari hutan ke non hutan untuk melihat
dampak dari perubahan penutupan lahan terhadap habitat Orangutan dan satwa
liar lainnya serta lingkungan dan keseimbangan ekosistem yang ada didalamnya.

Validasi data ground check


Uji lapangan dilakukan dengan cara ground check pada satu sampel lokasi
penelitian untuk membuktikan bahwa hasil pendefinisian antara daratan dan
lautan yang telah dilakukan dalam penelitian untuk mendapatkan garis pantai
dapat diterima. Ground Check merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang
unuk mengetahui kondisi antara di peta/citra/foto udara dengan kondisi
sebenarnya di lapangan.

Uji Akurasi
Uji akurasi digunakan untuk melihat tingkat kesalahan yang dilakukan
pada proses klasifikasi area contoh yaitu dengan cara membandingkan hasil
klasifikasi citra dengan data yang diperoleh dilapangan, sehingga dapat ditentukan
besar persentase ketelitiannya. Akurasi biasanya dianalisis dalam suatu matriks
kontingensi, yaitu matriks bujur sangkar yang memuat jumlah pixel dalam

Universitas Sumatera Utara


14

klasifikasi yang sering disebut dengan error matrix atau confussion matrix
(Affan et al., 2010).
Overall accuracy (akurasi umum) adalah suatu persentase jumlah piksel
yang dikelaskan secara benar dibagi dengan jumlah total piksel yang digunakan
(jumlah piksel yang terdapat di dalam diagonal matrik dengan jumlah seluruh
piksel yang digunakan. Berdasarkan pendapat Rini (2018) menyatakan bahwa
ketelitian suatu hasil interpretasi dapat digunakan sebagai keperluan analisis jika
memiliki tingkat ketelitian mencapai minimal 80 – 85%.

Universitas Sumatera Utara


15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penutupan lahan Leuser Barat


Leuser Barat memiliki penutupan lahan seluas 709.339,29 Ha, wilayah ini
disebut juga sebagai Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang mencakup 3
Kabupaten, yaitu; Kabupaten Aceh Selatan, Kota Subulussalam, dan Kabupaten
Aceh Singkil wilayah ini menjadi fokus penelitian kali ini. Leuser Barat tercatat
sebagai salah satu pendukung keanekaragaman hayati dan ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian sumberdaya lingkungan hidup yang
mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya alam buatan serta menjadi kawasan
pelestarian yang sebagaimana merupakan habitat dari Orangutan yang tersebar
luas pada daerah Siranggas, Trumon Singkil, Batu Ardan, dan Leuser Barat.
Taman Nasional Gunung Leuser memiliki 2 status dengan skala global
antara lain sebagai Cagar Biosfer pada tahun 1981 dan sebagai Warisan Dunia
pada tahun 2004. Status tersebut diberikan oleh UNESCO dan World Heritage
Committee berdasarkan masukan dari Pemerintah Indonesia setelah melewati
proses rangkaian seleksi yang panjang. Disamping itu, Taman Nasional Gunung
Leuser juga menjadi laboratorium alam yang kaya keanekaragaman hayati yang
juga merupakan ekosistem yang kaya, serta sebagai sistem penyangga kehidupan
(life support system) (BBTNL, 2012). Leuser Barat sebagai kawasan penyangga
diperuntukkan dengan berbagai macam tujuan, antara lain; a. perlindungan dan
pelestarian flora dan fauna terhadap tipe-tipe ekosistem dan keanekaragaman
jenis, b. pemanfaatan secara terkendali dari ekosistem dan keanekaragaman jenis
sumberdaya alam bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari.
Klasifikasi kelas penutupan lahan di Leuser Barat menggunakan peta
penutupan lahan yang diperoleh dari website Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) yaitu peta penutupan lahan tahun 2000, 2011, dan 2019. Data
jenis luas penutupan lahan di Leuser Barat bisa dilihat pada Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara


16

Tabel 2. Luas dan Persentase Penutupan lahan Leuser Barat


Penutupan Tahun 2000 Tahun 2011 Tahun 2019
No
lahan Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %
Hutan Lahan
18,4
1 Kering 128.383,46 128.383,43 18,43 171.649,05 24,19
3
Primer
Hutan Lahan
26,4
2 Kering 184.217,96 160.074,31 22,98 125.594,04 17,70
5
Sekunder
Hutan
3 Mangrove 2.930,80 0,42 2.892,69 0,41 2.697,75 0,38
Sekunder
Hutan Rawa
4 8.543,38 1,22 8.543,39 1,22 10.746,07 1,51
Primer
Hutan Rawa 18,3
5 127.728,82 105.739,67 15,18 78.239,63 11,03
Sekunder 3
Semak
6 46.042,91 6,61 63.775,41 9,15 62.394,29 8,79
Belukar
Semak
7 Belukar 41.881,22 6,01 49.616,39 7,12 41.486,14 5,84
Rawa
8 Sawah 67.433,09 9,68 67.420,38 9,68 17.627,69 2,48
9 Pemukiman 30.396,03 4,36 37.458,60 5,37 9.848,77 1,38
10 Perkebunan 1.173,49 0,16 1.190,75 0,17 121.451,70 17,12
Pertanian
11 Lahan 32.953,56 4,73 38.446,40 5,52 23.483,12 3,31
Kering
Pertanian
Lahan
12 5.382,40 0,77 7.699,26 1,10 34.252,42 4,82
Kering
Campur
0,00
13 Tambak 6,67 6,67 0,001 14,44 0,002
1
14 Tanah Terbuka 4.161,25 0,59 12.877,75 1,84 8.563,56 1,20
15 Awan 9.605,81 1,37 6.677,57 0,95 0,00 0,00
0,00
16 Bandara 6,90 0,00 0,00 32,87 0,005
1
Hutan
17 0,00 0,00 0,00 0,00 64,68 0,009
Tanaman
18 Rawa 366,71 0,05 366,72 0,03 0,00 0,00
Savana/Padan
19 g 0,00 0,00 0,00 0,00 1.193,00 0,16
Rumput
20 Tubuh Air 5.254,73 0,75 5.292,88 0,76 0,00 0,00
TOTAL 696.469,26 100 696.462,33 100 709.339,29 100
Sumber : Diolah dari Data Primer (2021)

Berdasarkan penutupan lahan tahun 2000 hingga 2019 terdapat 20 jenis


penutupan lahan dan 6 jenis penutupan yang tidak terdapat di tiap tahunnya, yang

Universitas Sumatera Utara


17

memiliki luas berbeda-beda setiap tahunnya. Pada hasil klasifikasi penutupan


lahan di tahun 2000 diperoleh luas penutupan lahan yang terbesar adalah hutan
lahan kering sekunder seluas 184.217,96 Ha (26,45 %), sedangkan penutupan
lahan dengan luasan paling sedikit adalah tambak seluas 6,67 Ha (0,001 %).
Penutupan lahan pada tahun 2011 yang memiliki luas paling besar adalah hutan
lahan kering sekunder seluas 160.074,31 Ha (22,98 %), sedangkan luasan
penutupan lahan terkecil adalah tambak seluas 6,67 Ha (0,001 %). Penutupan
lahan pada tahun 2019 yang memiliki luasan terbesar adalah hutan lahan kering
primer seluas 171.649,05 Ha (24,19 %), sedangkan penutupan lahan dengan
luasan terkecil adalah tambak seluas 14,44 Ha (0,002%).
Pada Tabel 2, terdapat 6 jenis penutupan lahan yang tidak terdapat di tiap
tahunnya, antara lain awan yang hanya terdapat pada tahun 2000 dan 2011 saja,
bandara yang terdapat pada tahun 2000 dan 2019, hutan tanaman yang hanya
terdapat pada tahun 2019, rawa yang terdapat pada tahun 2000 dan 2011,
savana/padang rumput hanya terdapat pada tahun 2019, dan tubuh air yang
terdapat pada tahun 2000 dan 2011. Pada 2019 total luasan penutupan lahannya
bertambah seluas 709.339,29 Ha pertambahan sebanyak 12.876,96 Ha, sedangkan
pada tahun-tahun sebelumnya total penutupan lahannya berkisar 696.462,33 Ha,
hal ini disebabkan karena pada tahun 2000 dan 2011 pada wilayah Kabupaten
Aceh Singkil tidak semua wilayahnya masuk kedalaman area penutupan lahan
yang sudah diolah sehingga luas penutupan lahan tahun 2000 dan tahun 2011
berkurang sebanyak 12.876,96 Ha.
Berdasarkan data jenis penutupan lahan, luas, dan persentase perubahan
penutupan lahan pada Tabel 3, maka didapatkan data perubahan penutupan lahan
di wilayah Leuser barat pada tahun 2000-2011, tahun 2011-2019, dan tahun 2000-
2019. Data perubahan penutupan lahan di Leuser Barat dapat dilihat pada Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara


18

Tabel 3. Perubahan Penutupan lahan Leuser Barat


Penutupan Tahun 2000-2011 Tahun 2011-2019 Tahun 2000-2019
No
lahan Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %
Hutan Lahan
1 Kering -0,02 0,00 43.265,62 33,70 43.265,59 33,70
Primer
Hutan Lahan
2 Kering -24.143,65 -13,10 -34.480,26 -21,54 -58.623,91 -31,82
Sekunder
Hutan
3 Mangrove -38,10 -1,30 -194,94 -6,73 -233,05 -7,95
Sekunder
Hutan Rawa
4 0,004 0,00 2.202,68 25,78 2.202,68 25,78
Primer
Hutan Rawa
5 -21.989,14 -17,21 -27.500,05 -26,007 -49.489,19 -38,74
Sekunder
Semak
6 17.732,50 38,51 -1.381,12 -2,16 16.351,38 35,51
Belukar
Semak
7 Belukar 7.735,16 18,46 -8.130,25 -16,38 -395,08 -0,94
Rawa
8 Sawah -12,71 -0,01 -49.792,69 -73,85 -49.805,40 -73,85
9 Pemukiman 7.062,56 23,23 -27.609,82 -73,70 -20.547,25 -67,59
10 Perkebunan 17,26 1,47 120.260,94 10.099,55 120.278,21 10.249,61
Pertanian
11 5.492,83 16,66 -14.963,27 -38,92 -9.470,43 -28,73
Lahan Kering
Pertanian
Lahan Kering
12 2.316,85 43,04 26.553,16 344,87 28.870,02 536,37
Bercampur
Semak
13 Tambak 0,00 -0,002 7,77 116,41 7,77 116,40
Tanah
14 8.716,50 209,46 -4.314,19 -33,50 4.402,31 105,79
Terbuka
Catatan: (-) Terjadi pengurangan luas penutupan lahan
(+) Terjadi penambahan luas penutupan lahan
Sumber : Diolah dari Data Primer (2021)

Berdasarkan Tabel 3, yang mengalami penurunan luas penutupan lahan


terbesar dari rentang tahun 2000 hingga 2019 adalah hutan lahan kering sekunder
seluas 58.623,91 Ha (31,82 %) serta diikuti oleh sawah seluas 49.805,40 Ha
(-73,85 %), dan hutan rawa sekunder seluas 49.489,19 Ha (38,74 %), sedangkan
yang mengalami penambahan luas penutupan lahan terbesar adalah perkebunan
seluas 120.278,21 Ha (10249,61 %) serta diikuti oleh hutan lahan kering primer
seluas 43.265,593 Ha (33,70 %), dan pertanian lahan kering bercampur semak
seluas 28.870,02 Ha (536,37 %).

Universitas Sumatera Utara


19

Pada wilayah Leuser Barat yang mencakup Kabupaten Aceh Singkil, Kota
Subulussalam, dan Kabupaten Aceh Selatan memiliki 4 jenis penutupan lahan
hutan; antara lain hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan
mangrove sekunder, hutan rawa primer, dan hutan rawa sekunder. Penutupan
lahan hutan ini memiliki luas yang berbeda-beda setiap tahunnya dan
keberadaannya sangat berperan penting dan berdampak positif terhadap
keseimbangan ekosistem, lingkungan, masyarakat, serta rumah bagi habitat satwa
liar yang ada di dalamnya, terutama Orangutan. Penutupan lahan hutan pada tahun
2000 memiliki total luasan sebesar 451.804,44 Ha, lalu pada tahun 2011 terjadi
penuruan menjadi 405.633,51 Ha, dan pada tahun 2019 terjadi penuruan lagi
menjadi 388.926,56 Ha. Luasan hutan setiap tahunnya mengalami penurunan
seiring berjalannya waktu, yang mana hal ini bisa terjadi karena populasi
penduduk setiap tahunnya yang semakin meningkat sehingga membutuhkan lahan
lebih untuk keberlangsungan hidupnya ditambah lagi dengan perkembangan
zaman dan pembangunan infrastruktur yang semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan
Vella et al (2014) yang menyatakan pembangunan yang terus meningkat diiringi
dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan hidup menyebabkan
semakin bertambahnya tekanan fisik terhadap kawasan hutan.

Klasifikasi Peta Penutupan lahan


Klasifikasi kelas penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini
menggunakan data peta penutupan lahan tahun 2000, 2011, dan 2019 yang
diperoleh dari website Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
kemudian diolah menggunakan aplikasi pemetaan berupa ArcMap untuk
dikonversi menjadi data vektor dan dihitung luasnya serta ditampalkan dengan
data lainnya.. Hasil pokok pembahasan utamanya yaitu untuk mengamati
perubahan penutupan lahan yang sebelumnya hutan berubah menjadi non-hutan,
sehingga data ini nantinya digunakan untuk melihat perbandingan data pada
rentang tahun 2000 – 2019 dan untuk melihat efek apa saja yang tercipta dari
fenomena ini, baik terhadap lingkungan sekitar, masyarakat, ekologi, dan dampak
terhadap keberadaan satwa-satwa liar yang bergantung hidup pada hutan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


20

Gambar 2. Peta Penutupan lahan tahun 2000

Universitas Sumatera Utara


21

Gambar 3. Peta Penutupan lahan tahun 2011

Universitas Sumatera Utara


22

Gambar 4. Peta Penutupan lahan tahun 2019

Universitas Sumatera Utara


23

Perubahan Penutupan lahan Hutan di Leuser Barat


Klasifikasi kelas penutupan lahan pada Kawasan Ekosistem Leuser
menggunakan data penutupan lahan yang diperoleh dari website Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yaitu tahun 2000, 2011, dan 2019.
Penutupan lahan hutan yang terdapat pada wilayah Leuser barat berjumlah 5
penutupan antara lain hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder,
hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, dan hutan rawa sekunder, lalu pada
penutupan lahan hutan ditahun 2019 bertambah 1 jenis penutupan lahan hutan lagi
yaitu hutan tanaman, sehingga total penutupan lahan hutan berjumlah 6 jenis,
sedangkan penutupan lahan non hutan meliputi area semak belukar, semak
belukar rawa, sawah, pemukiman, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian
lahan kering bercampur semak, tambak, dan tanah terbuka. Hasil klasifikasi luas
dan presentase perubahan penutupan hutan di Leuser barat pada tahun 2000, 2011,
dan 2019 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas dan Persentase penutupan lahan di Leuser Barat


Jenis Luas Tahun 2000 Luas Tahun 2011 Luas Tahun 2019
No Penutupan
lahan Ha % Ha % Ha %
1 Hutan 451.804,44 64,87 405.633,51 58,24 388.991,24 54,83
2 Non Hutan 244.664,81 35,12 290.828,82 41,75 320412,73 45,17
TOTAL 696.469,26 100 696.462,33 100 709.403,97 100,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (2021)

Berdasarkan data jenis penutupan lahan, luas, dan persentase perubahan


penutupan lahan pada Tabel 5, maka didapatkan data perubahan penutupan lahan
hutan di Leuser barat pada tahun 2000-2011, tahun 2011-2019, dan tahun 2000-
2019. Data perubahan penutupan lahan hutan di Leuser barat dapat dilihat pada
Tabel 5.

Tabel 5. Perubahan penutupan lahan hutan di Leuser Barat


Jenis Tahun 2000-2011 Tahun 2011-2019 Tahun 2000-2019
N
Penutupan
o Ha % Ha % Ha %
lahan
1 Hutan -46.170,93 -10,21 -16.706,95 -4,10 -62.877,88 -13,90
2 Non Hutan 49.060,98 18,86 40.630,53 10,17 89.691,51 30,96
Catatan: (-) Terjadi pengurangan luas penutupan lahan

Universitas Sumatera Utara


24

(+) Terjadi penambahan luas penutupan lahan


Sumber : Diolah dari Data Primer (2021)

Luas total penutupan lahan Leuser barat adalah 709.339,29 Ha.


Berdasarkan hasil klasifikasi penutupan lahan Leuser barat pada tahun 2000
diperoleh luas penutupan hutan sebesar 451.804,44 Ha (64,87 %), sedangkan
luasan penutupan lahan non hutan sebesar 244.664,81 Ha (35,12 %). Penutupan
lahan berupa hutan pada tahun 2011 memiliki luas sebesar 405.633,514 Ha (58,24
%), sedangkan penutupan lahan non hutan sebesar 290.828,82 Ha (41,75 %).
Penutupan lahan berupa hutan pada tahun 2019 memiliki luasan sebesar
388.991,24 Ha (54,83%), sedangkan penutupan lahan non hutan sebesar
320.412,73 Ha (45,17 %).
Berdasarkan Tabel 5, penutupan lahan yang berupa hutan pada periode
tahun 2000 hingga 2019 mengalami penurunan luas hutan sebesar 62.877,88 Ha
(13,90 %), pada rentang tahun 2000 hingga 2011 penutupan lahan hutan
mengalami penurunan luasan sebesar 46.170,93 Ha (10,21 %), dan di periode
2011 hingga 2019 penutupan lahan hutan mengalami penurunan yang lebih sedikit
dibandingkan periode sebelumnya yaitu sebanyak 16.706,95 Ha (4,10 %).
Sedangkan pada penutupan lahan non hutan mengalami peningkatan luasan secara
signifikan, pada periode tahun 2000 hingga 2019 luasan penutupan lahan non
hutan meningkat sebesar 89.691,51 Ha (30,96 %), lalu pada tahun 2000 hingga
2011 penutupan lahan non hutan meningkat seluas 49.060,98 Ha (18,86 %), dan
pada tahun 2011 hingga 2019 penutupan lahan non hutan mengalami peningkatan
luasan hutan sebesar 40.630,53 Ha (10,17 %). Nilai rata-rata perubahan penutupan
pertiap tahunnya adalah sebesar 3.309,31 Ha.
Perubahan penutupan lahan di Kawasan Ekosistem Leuser mengakibatkan
hilangnya penutupan lahan hutan atau penkonversian lahan hutan menjadi non
hutan, perubahan penutupan lahan hutan menjadi non hutan yang terbesar adalah
perkebunan, pertanian lahan kering campur, dan tanah terbuka selama rentang
tahun 2000 hingga 2019. Berikut adalah gambar perbandingan penutupan lahan
hutan disetiap tahunnya yaitu tahun 2000, 2011, dan 2019, serta gambar area-area
perubahan penutupan lahan hutan menjadi non hutan di Kawasan Ekosistem
Leuser, dapat dilihat pada gambar 5.

Universitas Sumatera Utara


25

a b c

d e f

Gambar 5. Lintas perubahan penutupan lahan hutan menjadi non hutan dan area
perubahan penutupan lahan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser pada tahun (a)
2000 (b) 20111 (c) 2019 (d) 2000-2011 (e) 2011-2019 (f) 2000-2019
Catatan: Warna hijau adalah Penutupan lahan hutan
Warna kuning adalah Penutupan lahan non hutan
Warna merah adalah Area terjadinya perubahan penutupan lahan.

Dampak perubahan penutupan lahan terhadap habitat Orangutan


Leuser Barat tercatat sebagai salah satu pendukung keanekaragaman
hayati dan ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian sumber daya
lingkungan hidup. Kelestarian ini mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
alam buatan serta menjadi kawasan pelestarian yang sebagaimana merupakan
habitat dari Orangutan. Habitat tersebut tersebar luas di daerah Siranggas, Trumon
Singkil, Batu Ardan, dan Leuser Barat.

Universitas Sumatera Utara


26

Taman Nasional Gunung Leuser termasuk salah satu ekosistem terbesar


bagi habitat Orangutan Sumatera dan satwa-satwa liar lainnya yang ada
didalamnya. Pada kawasan Leuser barat habitat Orangutan berbatasan langsung
dengan wilayah manusia, antaralainnya dengan wilayah perkebunan, pertanian,
sawah, semak belukar, dan tanah terbuka, sehingga hal ini bisa menjadi ancaman
bagi habitat Orangutan itu sendiri. Menurut Darmawan (2002), salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya perubahan lahan adalah faktor sosial ekonomi
masyarakat yang berhubungan dengan kebutuhan hidup manusia terutama
masyarakat sekitar kawasan.
Orangutan membuat sarang berdasarkan ketersediaan pakan yang ada,
berdasarkan pendapat Schaik et al. (1995) di Sumatera Utara yang menunjukkan
bahwa kepadatan populasi Orangutan sangat berkorelasi dengan kelimpahan
berbagai sumber pakan seperti buah. Apabila pakan di suatu habitat habis, maka
Orangutan akan berpindah-pindah untuk mencari lokasi yang memenuhi
kebutuhan mereka. Hal ini ada kaitannya dengan koridor Orangutan, yang mana
koridor merupakan akses penghubung antara habitat ke habitat lainnya, yang
digunakan sebagai jembatan penyebrangan satwa untuk mengakses habitat lainnya
yang memiliki potensi terhadap pakan dan keanekaragaman yang beragam.
Dampak dari perubahan penutupan lahan terhadap habitat Orangutan
Sumatera (Pongo abelii) antara lain terjadinya fragmentasi habitat yang membuat
pemecahan habitat atau menurunnya kualitas habitat serta luasnya berubah
menjadi bagian habitat yang lebih kecil dan tidak terhubung satu sama lain.
Menurut dalam Morrison et al. (1992), ada empat cara fragmentasi dapat
menyebabkan kepunahan lokal: (1) spesies mulai keluar dari kantong habitat yang
terlindungi, (2) kantong habitat gagal menyediakan habitat, karena pengurangan
luas atau hilangnya heterogenitas internal, (3) fragmentasi menciptakan populasi
yang lebih kecil dan terisolasi yang memiliki resiko lebih besar terhadap bencana,
variabilitas demografik, kemunduran genetik atau disfungsi sosial, dan (4)
fragmentasi dapat mengganggu hubungan ekologis yang penting, sehingga dapat
menimbulkan sebab sekunder kepunahan dari hilangnya spesies kunci dan
pengaruh merugikan dari lingkungan luar dan efek tepi. Penyebab fragmentasi
habitat antara lain Kebakaran hutan, konversi lahan hutan menjadi non hutan

Universitas Sumatera Utara


27

(perkebunan, pemukiman, jalan raya), perburuan, perdagangan, deforestasi,


kebutuhan infrastruktur, dan konflik dengan manusia. Kehancuran habitat serta
fragmentasi habitat dianggap sebagai ancaman utama bagi keanekaragaman
hayati, serta pendorong kepunahan populasi Orangutan Sumatera.
Berdasarkan data jenis penutupan lahan dan luas perubahan penutupan
lahan pada daerah distribusi Orangutan di Leuser barat, maka didapatkan data
luasan yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data luasan penutupan lahan distribusi Orangutan di Leuser barat.
Luas Tahun Luas Tahun Luas Tahun
No Jenis Penutupan lahan 2000 2011 2019
Ha Ha Ha
1 Hutan Lahan Kering Primer 80.306,46 80.306,44 122.222,28
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 123.507,85 121.828,96 76.187,28
3 Hutan Rawa Primer 8.524,88 8.524,89 10.723,16
4 Hutan Rawa Sekunder 83.779,12 77.785,33 73.750,62
5 Perkebunan 148,22 148,23 673,97
6 Pertanian Lahan Kering 240,16 256,36 1.243,31
7 Pertanian Lahan Kering Campur 112,26 775,99 3.656,59
8 Sawah 1.193,78 1.193,80 304,91
9 Semak Belukar 4.209,48 5.161,68 7.793,68
10 Semak Belukar Rawa 13.027,82 18.917,88 16.722,31
11 Tanah Terbuka 10,26 107,73 1.624,18
12 Tubuh Air 93,11 0,00 0,00
13 Pemukiman 0,00 0,00 4,00
Sumber : Diolah dari Data Primer (2021)

Melalui Tabel diatas dapat diketahui bahwasanya pada daerah distribusi


Orangutan Sumatera yang ada di Leuser Barat pada rentang tahun 2000 hingga
2019 memiliki 12 jenis penutupan lahan yaitu hutan lahan kering primer, hutan
lahan kering sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, perkebunan,
pertanian lahan kerring, pertanian lahan kering bercamapur semak, sawah, semak
belukar, semak belukar rawa, tanah terbuka, dan tubuh air. Adapun jenis
penutupan lahan yang mendominasi adalah hutan lahan kering sekunder dengan
luas 123.507 Ha pada tahun 2000 dan jumlahnya mengalami seidkit penurunan
pada tahun 2011 menjadi 121.828 Ha pada tahun 2011 artinya hutan lahan kering
sekunder mengalami degradasi lahan seluas 1.679 Ha. Untuk hutan lahan kering
primer sendiri luasannya masih serupa antara tahun 2000 sampai dengan tahun
2011 yaitu seluas 80.306 Ha. Kemudian jenis penutupan lahan yang mendominasi

Universitas Sumatera Utara


28

ketiga adalah hutan rawa sekunder dengan luas 83.779 Ha pada tahun 2000 dan
menjadi 77.785 Ha pada tahun 2011 artinya hutan rawa sekunder mengalami
degradasi lahan seluas 5.994 Ha.
Pada rentang tahun 2011 hingga 2019 adapun jenis penutupan lahan yang
mendominasi adalah hutan lahan kering primer dengan luas 122.222 Ha pada
tahun 2019 dan jumlahnya mengalami seidkit penurunan pada tahun 2011 menjadi
80.306 Ha pada tahun 2011 artinya hutan lahan kering sekunder mengalami
degradasi lahan seluas 41.916 Ha. Untuk hutan lahan kering sekunder sendiri
luasannya pada tahun 2011 sebesar 121.828 Ha dan mengalami penurunan pada
tahun 2019 sebesar 76.186 Ha, artinya penutupan lahannya mengalami degradasi
sebesar 45.642 ha. Kemudian jenis penutupan lahan yang mendominasi ketiga
adalah hutan rawa sekunder dengan luas 77.785 ha pada tahun 2011 dan menjadi
73.750 ha pada taun 2019 artinya hutan rawa sekunder mengalami degradasi lahan
seluas 4.035 ha.

Gambar 6. Peta Distribusi Orangutan

Pada gambar diatas dapat diketahui bahwasanya distribusi Orangutan


terbanyak tersebar pada penutupan lahan hutan lahan kering sekunder, hutan lahan
kering primer, dan hutan rawa sekunder. Habitat yang sering disinggahi,

Universitas Sumatera Utara


29

dikunjungi, dan menjadi tempat tinggal bagi satwa liar tertentu dikarenakan
berbagai macam faktor dapat dikatakan sebagai habitat kesukaan (habitat
preference) (Kuswanda dan Setyawati, 2016). Orangutan menyukai kawasan
hutan tropis dengan jenis habitat hutan rawa, hutan dataran rendah sampai hutan
dataran tinggi seperti hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder
dengan ketinggian ±1500 mdpl. Orangutan lebih banyak menghabiskan waktunya
di pepohonan (arboreal) dan dapat dijumpai pada ketinggian 10 sampai 20 meter
pada kanopi pohon. Walau sering di pepohonan, kadang-kadang Orangutan turun
juga ke permukaan tanah untuk memakan tanah, serangga ataupun makanan yang
lainnya (Setia, 2009).

Pentingnya Kawasan Ekosistem Leuser bagi para Satwa


Pentingnya Kawasan Ekosistem Leuser tidak hanya dilihat dari fungsi
Ekologi dan ekonomi saja, tetapi juga dari nilai-nilai keanekaragaman hayati yang
ada didalamnya. Keanekaragaman hayati di Leuser merupakan kekayaan
terbanyak di Indonesia. Leuser menjadi tempat hidup bagi 174 spesies Mamalia
(80% mamalia sumatera, 25% mamalia Indonesia), 382 spesies burung, 191
spesies reptile, 52 spesies amphibian , dan 4500 spesies tumbuhan (Putra, 2015).
Kawasan Ekosistem Leuser menjadi satu-satunya tempat dari empat spesies
endemik Indonesia yaitu Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Gajah Sumatera (Elephas maximus
sumatrensis), dan Orangutan Sumatera (Pongo abelii), yang mana spesies-spesies
termasuk sebagai Critically Endangered (terancam punah) oleh IUCN.
Dalam pernyataan Abdullah dkk (2012) Habitat gajah meliputi seluruh
hutan di pulau Sumatera, mulai dari Lampung hingga Aceh, saat ini terpecah
menjadi beberapa populasi yang keadaannya terus menurun setiap tahunnya.
Gajah sumatera semakin terancam populasinya dikarenakan tingginya tekanan dan
gangguan manusia, terutama dalam konversi lahan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Disamping itu, gajah juga diburu karena gadingnya yang sangat
berharga dan memiliki nilai jual yang sangat tinggi di pasar illegal, sehingga hal
tersebut menjadi salah satu faktor penurunan populasi gajah sumatera.
Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan satwa endemic
Indonesia yang tergolong spesies terancam punah menurut IUCN. Saat ini jumlah

Universitas Sumatera Utara


30

populasi badak sumatera tidak pasti berapa yang tersisa di hutan Sumatera.
Menurut Nicholls (2012), populasi badak sumatera di alam diperkirakan sebanyak
200-300 individu yang tersisa dan terdistribusi pada wilayah Asia Tenggara.
Populasi badak sumatera menurun akibat kehilangan habitat, perburuan liar, alih
fungsi kawasan, perambahan hutan, dan penebangan hutan secara liar.
Harimau sumatera merupakan satwa liar yang termasuk dalam warisan
kekayaan Indonesia yang masih tersisa dan bertahan hidup, selain itu harimau
sumatera juga termasuk dalam klassifikasi kritis dan masuk dalam daftar merah
yang dirilis oleh Lembaga Konservasi dunia IUCN yaitu dimana harimau
sumatera sudah terancam punah. Populasi yang masih liar di alam kemungkinan
ada 450-600 ekor saja, dan terus berkurang seiring dengan meningkatnya
ancaman seperti, hancurnya habitat, perburuan, perdagangan illegal, dan adanya
konflik manusia dengan harimau (Plowden dan Bowles, 1997).
Kawasan Ekosistem Leuser memiliki hutan yang luas dengan tingkat
kerusakan yang relatif rendah dibandingkan hutan-hutan lainnya di Indonesia, dan
merupakan kawasan gabungan ekosistem yang kompleks, dari hutan pesisir, hutan
dataran rendah, hingga hutan dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari
3000mdpl. Hal ini menjadikan Kawasan Ekosistem Leuser memiliki tingkat
keanekaragaman hayati yang cukup tinggi dan menjadi tempat yang strategis bagi
habitat para satwa yang ada didalamnya.

Perhitungan Uji Akurasi Hasil Klasifikasi


Hasil uji akurasi data lapangan melalui groundcheck dengan peta
penutupan lahan tahun 2019 dinyatakan valid karena nilai perhitungan yang
diperoleh sebesar 81,19% yang mana jumlah sampel yang diambil pada saat
groundcheck sebanyak 117 sampel dan jumlah sampe yang sesuai dengan peta
penutupan lahan hasil klasifikasi yaitu sebanyak 95 sampel. Sesuai dengan
pernyataan Rini (2018), mengatakan bahwa ketelitian suatu hasil interpretasi
dapat digunakan sebagai keperluan analisis jika memiliki tingkat ketelitian
mencapai minimal 80-85% sehingga dapat dinyatakan bahwa data hasil
interpretasi pada penelitian ini dapat dipercayai dan dapat digunakan untuk
analisis selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


31

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Perubahan penutupan lahan yang terjadi di Leuser Barat yaitu penurunan
luas penutupan lahan terbesar dari rentang tahun 2000 hingga 2019 adalah
hutan lahan kering sekunder seluas 58.623,91 Ha (31,82 %), sawah seluas
49.805,40 Ha (73,85 %), dan hutan rawa sekunder seluas 49.489,19 Ha
(38,74 %), sedangkan yang mengalami penambahan luas penutupan lahan
terbesar adalah perkebunan seluas 120.278,21 Ha (10249,61 %), hutan
lahan kering primer seluas 43.265,593 Ha (33,70 %), dan pertanian lahan
kering bercampur semak seluas 28.870,02 Ha (536,37 %).
2. Dampak dari perubahan penutupan lahan terhadap habitat Orangutan
Sumatera (Pongo abelii) antara lain terjadinya penekan habitat menjadi
lebih kecil atau terisolir, menurunnya tingkat populasi, terjadinya
fragmentasi habitat, spesies keluar dari habitatnya, konflik, dan bahkan
kepunahan spesies. Hal ini disebabkan karena kebakaran hutan, konversi
lahan hutan menjadi non hutan (perkebunan, pemukiman, jalan raya),
perburuan, perdagangan, deforestasi, kebutuhan infrastruktur, dan konflik
dengan manusia.

Saran
Perlunya dilakukan penelitian lanjutan mengenai perubahan penutupan
lahan di Leuser barat yang menjadi salah satu kawasan habitat Orangutan dan
satwa liar lainnya, untuk mendapatkan solusi dan cara menangani sehingga tidak
mengganggu habitat Orangutan dan satwa liar lainnya, serta bisa menjaga
kelestarian alam.

Universitas Sumatera Utara


32

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik, Kabupaten Aceh Selatan. 2017. Kabupaten Aceh
Selatan Dalam Angka 2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh
Selatan. Tapak Tuan.
Abdullah, Asiah, Tomi J. 2012. Karakteristik Habitat Gajah Sumatera (Elephas
maximus sumatranus) di Kawasan Ekosistem Seulawah Kabupaten Aceh
Besar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi. 4(1): 41-45
Achsan CA. 2017. Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Klasifikasi Penutupan lahan
Lanskap Perkotaan Kota Palu. E-Jurnal Arsitektur Lansekap. 3(1) :58-65

Alkama R, Cescatti A. 2016. Biophysical climate impacts of recent changes in


global forest cover. Science. 351(6273) : 600-604

Darmawan A. 2002. Perubahan Penutupan Lahan di Cagar Alam Rawa Danau.


Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2007. Strategi dan Rencana Aksi
Konservasi Orangutan Indonesia 2007 – 2017. Siaran-pers.
Jakarta/September 2008. www.dephut.go.id/Orangutan/action/Plan 2007 -
2017. [22 Desember 2020]
Eleanora F. 2012. Tindak Pidana Deforestasi Menurut UU Mo 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta :
Universitas Tantular
Forest Watch Indonesia. 2011. Intip Hutan. Jakarta : FWI
Groves C. 2001 Primate Taxonomy. Washington, DC: Smithsonian Institution
Press.
Haryani P. 2011. Perubahan Penutupan/Penggunaan lahan dan Perubahan Garis
Pantai di Das Cipunagara dan Sekitarnya. Jurnal Ilmiah Teknologi
Informasi. Jawa Barat. Bandung. 69: 219-234.

Hutagaol RR, Hidayat R. 2019. Analisis Penutupan lahan Di Wilayah Kerja


Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sintang Utara Menggunakan Sistem
Informasi Geografis. PIPER. 15(23) : 224-233 Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital: Prespektif Penginderaan jarak Jauh Untuk
Pengelolaan Sumber Daya Alam. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Julizar J, Kamal S, Agustina E. 2018. Estimasi Populasi Orangutan
Sumatera (Pongo abelii) Berdasarkan Sarang di Kawasan Hutan Rawa
Tripa Kecamatan Babarot. Proseding. Seminar Nasional Biotik. Banda
Aceh.

Universitas Sumatera Utara


33

Kasim F. 2012. Pendekatan Beberapa Metode dalam Monitoring Perubahan Garis


Pantai Menggunakan Dataset Penginderaan Jauh Landsat dan
SIG. Jurnal Ilmiah Agropolitan, 5(1), 620-635.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Surat Keputusan Nomor
859/MENLHK/SETJEN/PLA.2/11/2016 tentang Kawasan Hutan dan
Konservasi Perairan Provinsi Aceh.
Kuswanda W, Setyawati T. 2016. Preferensi Habitat Trenggiling (Manis
javanica Desmarest, 1822) di sekitar Suaka Margasatwa Singgaras,
Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
13(1) : 43-56
Latifah S, Samsuri, Rahmawaty. 2018. Pengantar Analisis Spasial dengan
ArcGis. USU press. Medan
Meijaard EHD, Rijksen, SN Kartikasari. 2001. Di Ambang
Kepunahan. Kondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Tropenbos,
Gibbon Foundation.
Menteri Kehutanan. 1998. Surat Keputusan Nomor : 166/Kpts-II/1998 tentang
Perubahan Fungsi dan Penunjukan Kawasan Hutan Rawa Singkil yang
Terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Selatan, Provinsi Daerah
Istimewa Aceh Seluas ± 102.500 (Seratus Dua Ribu Lima Ratus) Hektar
Menjadi Kawasan Suaka Alam Dengan Nama Suaka Margasatwa Rawa
Singkil.
Morrison ML, BG Marcot, and RW Mannan. 1992. Wildlife-Habitat
Relationships. The University of Wisconsin, Madison. 343p.
Nicholls H. 2012. Sex and the Singles Rhinoceros. Nature Journal. 485: 566-569.
Plowden C, Davis B. 1997. The Illegal Markets in Tiger Parts in Nothern
Sumatera, Indonesia. Oryx. 31(1).
Purwadhi FSH, Hariyani NS. 2010. Penyusunan Alternatif Pengelolaan Sumber
Daya Air Tawar di Pulau Nunukan Berbasis Data Inderaja dan Sistem
Informasi Geografis. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data
Citra Digital, 4(1).
Putra RH. 2015. Masyarakat Aceh dan Konservasi Kawasan Ekosistem Leuser.
Prosiding Seminar Nasional Biotik.
Rijksen HD. 1978. A field study on Sumatran orang utans (Pongo pygmaeus
abelii Lesson 1827), H. Veenman and zonen B.V Wageningen : iv +
419 hlm.
Rini, Swetika. 2018. Kajian Kemampuan Metode Neural Network untuk
Klasifikasi Penutup Lahan dengan Menggunakan Citra Landsat-8 OLI
(Kasus di Kota Yogyakarta dan Sekitarnya). Jurnal Geomedia, 16(1):1-12.

Universitas Sumatera Utara


34

Schaik CP van, Priatna P, Priatna A. 1995. Population estimates and habitat


preferences of Orangutan based on line transects of nests. Di dalam:
Nadler RD, Galdikas BMF, Sheeran LK, Rosen N, editor. Neglected Ape.
New York: Plenum Press.
Schwitzer C, Mittermeier RA, Rylands AB, Chiozza F, Williamson EA,
Wallis J, Cotton A. (Eds.). 2015. Primates in peril: the world's 25
most endangered primates 2014-2016. IUCN SSC Primate Specialist
Group (PSG), International Primatological Society (IPS), Conservation
International (CI), Bristol Zoological Society (BZS).
Setia T. 2009. Peran Liana Dalam Kehidupan Orangutan. Fakultas Biologi
Universitas Nasional. Jakarta
Supriatna, Jatna, Edy H, Wahyono, 2000. Panduan Lapangan Primata
Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Tang J, Li Y, Cui S, Xu L, Ding P, Nie W. 2020. Linking land-use change.
landscape patterns. and ecosystem services in a coastal watershed of
southeastern China. Global ecology and conservation. 23(2020) : 1-5
Vella E, Lilik. 2014. Analisis Perubahan Penutupan lahan dan Faktor Sosial
Ekonomi Penyebab Deforestasi di Cagar Alam Kamojang. Tesis.
Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wibisono HT, Pusparini W. 2010. Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae): A
review of conservation status. Interative Zoology. 5:313-323.
Yuwono EH. 2007. Guidelines for the Better Management Partices on
Avoidance Mitigation and management of Human - Orangutan Conflict in
and around Oil Palm Plantations. WWF-Indonesia. Medan.

Universitas Sumatera Utara


35

LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Akurasi Hasil Klasifikasi


LAPANGAN DIGITASI X Y NILAI
Pertanian Lahan
1 Bandara 97,95903876 2,27807301 0
Kering
2 Hutan Belukar 97,24019379 3,2368756 0
3 Hutan Belukar 97,26031104 3,22046804 0
4 Hutan Belukar 97,73092714 2,892980572 0
5 Hutan Belukar 97,80011115 2,867967106 0
Hutan Lahan Kering
6 Hutan 97,23564237 3,272692943 1
Primer
Hutan Lahan Kering
7 Hutan 97,99817741 2,717096221 1
Sekunder
Hutan Lahan Kering
8 Hutan 98,05341638 2,575268071 1
Sekunder
9 Hutan Pemukiman 97,10495374 3,37075916 0
10 Pemukiman Pemukiman 97,16175295 3,27791872 1
11 Pemukiman Pemukiman 97,34206049 3,07359564 1
Pertanian Lahan
12 Hutan 97,72567479 2,870177048 0
Kering
Pertanian Lahan
13 Hutan 97,04922425 3,4894096 0
Kering Campur
14 Hutan Sawah 97,0166538 3,52680084 0
Hutan alam Pertanian Lahan
15 98,10158268 2,625881143 0
perbatasan Kering
Hutan
16 Belukar 98,08923234 2,606090229 0
perbatasan
Hutan
17 Belukar 98,09934829 2,606851158 0
perbatasan
Hutan Pertanian Lahan
18 98,10515144 2,613072491 0
perbatasan Kering
19 Jalur 1 Pemukiman 98,02019871 2,628643389 1
20 Jembatan Pemukiman 97,7822175 2,2856506 1
21 Jembatan Perkebunan 97,84682932 2,297809 1
22 Jembatan Sawah 97,05548664 3,484756 1
23 Kebun karet Perkebunan 97,90587676 2,787916499 1
24 Kebun kelapa Sawah 97,51897643 2,90029273 0
25 Pemukiman Pemukiman 97,34182201 3,02678478 1
26 Pemukiman Pemukiman 97,98876677 2,68839483 1
27 Kelapa sawit Perkebunan 97,83948687 2,29391876 1
28 Kelapa sawit Perkebunan 97,98141111 2,421658011 1
Pertanian Lahan
29 Kelapa sawit 97,98775324 2,680993599 1
Kering Campur
Laahan
30 Tanah Terbuka 97,95699087 2,726653477 1
terbuka
31 Ladang Belukar 97,59539277 2,89321457 1
32 Ladang Belukar 97,78874081 2,87147055 1
33 Pemukiman Pemukiman 97,31632495 3,12040244 1
34 Pemukiman Pemukiman 97,3321609 3,085030529 1

Universitas Sumatera Utara


36

35 Pemukiman Pemukiman 97,77674321 2,88500757 1


36 Pemukiman Pemukiman 98,00269633 2,66380661 1
37 Pemukiman Perkebunan 97,94942964 2,378954419 1
38 Ladang Perkebunan 97,95550631 2,741614737 1
39 Ladang Perkebunan 98,04340501 2,53341442 1
40 Ladang Perkebunan 98,04578539 2,58136524 1
Pertanian Lahan
41 Ladang 97,99748386 2,69492191 1
Kering Campur
42 Ladang Sawah 97,01338468 3,53049873 1
43 Ladang Sawah 97,51750176 2,910769724 1
44 Ladang Sawah 97,58907281 2,89648662 1
45 Ladang Sawah 97,79298342 2,861344107 1
46 Ladang Sawah 97,79837797 2,857603703 1
Hutan Mangrove
47 Nipah 97,7791016 2,282993797 1
Sekunder
48 Rawa Hutan Rawa Sekunder 97,8965118 2,269761383 1
49 Rawa Hutan Rawa Sekunder 97,90269499 2,277553342 1
50 Nipah Hutan Rawa Sekunder 97,38745647 2,984915562 1
51 Semak Belukar 97,23981126 3,237800329 1
52 Pemukiman Pemukiman 97,17238134 3,25585761 1
53 Pemukiman Pemukiman 97,57341438 2,89173269 1
54 Pantai Sawah 97,52381889 2,89245668 0
55 Pemukiman Pemukiman 97,00124914 3,54932615 1
56 Pemukiman Pemukiman 97,05714761 3,4764191 1
57 Pemukiman Pemukiman 97,09498374 3,397089489 1
58 Pemukiman Pemukiman 97,18209619 3,258309879 1
59 Pemukiman Pemukiman 97,20821392 3,25170494 1
60 Pemukiman Pemukiman 97,33512207 3,07948314 1
61 Pemukiman Pemukiman 97,51231969 2,90700893 1
62 Pemukiman Pemukiman 97,55219215 2,89488242 1
63 Pemukiman Pemukiman 97,64815522 2,89510534 1
64 Pemukiman Pemukiman 97,75584821 2,85832817 1
65 Pemukiman Pemukiman 97,81125493 2,27113436 1
66 Pemukiman Pemukiman 97,84524833 2,29758537 1
67 Pemukiman Pemukiman 97,86746529 2,27368659 1
68 Pemukiman Pemukiman 97,93026864 2,36564459 1
69 Pemukiman Pemukiman 97,95683354 2,276036638 1
70 Pemukiman Pemukiman 97,96615385 2,389833733 1
71 Pemukiman Pemukiman 98,00660288 2,641911461 1
72 Pemukiman Pemukiman 98,02037755 2,611480269 1
73 Pemukiman Pemukiman 98,02053885 2,62845975 1
74 Pemukiman Pemukiman 98,0425739 2,620373532 1
75 Pemukiman Pemukiman 98,04361271 2,593633132 1
76 Sawit Perkebunan 98,03921833 2,582424613 1
Pertanian Lahan
77 Belukar 98,05381931 2,613788249 1
Kering Campur
78 Pemukiman Sawah 97,30535427 3,14874743 0
Pemukiman
79 kota Pemukiman 98,00239603 2,646784169 1
Subulussalam
Pertanian Lahan
80 Perkebunan 98,01866386 2,610280727 1
Kering Campur

Universitas Sumatera Utara


37

81 Semak Belukar 98,01573365 2,600459287 1


Perkebunan
82 Pemukiman 97,83353151 2,27854567 0
kelapa sawit
Perkebunan
83 Perkebunan 97,97057967 2,407877644 1
kelapa sawit
Perkebunan
84 Perkebunan 97,97850095 2,414167634 1
kelapa sawit
85 Pemukiman Pemukiman 97,32724053 3,09394895 1
86 Sawah Sawah 97,34144956 3,05714819 1
87 Pemukiman Pemukiman 97,29851917 3,164026409 1
88 Pemukiman Pemukiman 97,80896297 2,84901648 1
89 Pemukiman Pemukiman 97,86536207 2,27709642 1
90 Pemukiman Pemukiman 97,93229251 2,36180898 1
91 Sawit Perkebunan 97,90462684 2,78975564 1
92 Sawit Perkebunan 97,90883265 2,345020294 1
93 Sawit Perkebunan 97,92724076 2,362658768 1
94 Sawit Perkebunan 97,95325433 2,75734574 1
95 Sawit Perkebunan 97,98921445 2,44181469 1
96 Sawit Perkebunan 98,02171569 2,601171755 1
97 Sawit Perkebunan 98,0227611 2,610488559 1
98 Sawit Perkebunan 98,02834703 2,593171006 1
99 Sawit Perkebunan 98,04293462 2,524352173 1
Pertanian Lahan
100 Sawit 97,78582623 2,86757358 1
Kering
Pertanian Lahan
101 Sawit 97,94370786 2,765011092 1
Kering Campur
Pertanian Lahan
102 Sawit 97,94683774 2,761763125 1
Kering Campur
Pertanian Lahan
103 Sawit 97,99786911 2,705425121 1
Kering Campur
104 Sawit Sawah 97,33267721 3,04364749 0
105 Sawit Sawah 97,80723065 2,85600488 0
106 Semak Belukar 97,67592982 2,89011258 1
107 Semak Hutan Rawa Sekunder 97,38745647 2,984915562 1
108 Semak Perkebunan 97,93790304 2,76298301 1
Pertanian Lahan
109 Ladang 97,95335692 2,761342559 1
Kering Campur
110 Sawah Sawah 97,50392719 2,91323422 1
111 Sawah Sawah 97,50491307 2,91228999 1
112 Sawah Sawah 97,78890008 2,86435381 0
113 Sawah Sawah 97,80633642 2,854041007 1
114 Pemukiman Pemukiman 97,82599184 2,27238088 1
Pertanian Lahan
115 Tambak 97,33437544 3,03972692 0
Kering
116 Sawah Sawah 97,33296596 3,04178361 1
Tanda tempat Pertanian Lahan
117 97,95900309 2,27799623 0
29 Kering
95
Perhitungan : 95/117*100% = 81,19 %

Universitas Sumatera Utara


38

Lampiran 2. Penutupan lahan tahun 2000


No Penutupan lahan 2000 Shape_Length Shape_Area LUAS
1 Awan 1,11607 0,007814 9605,811172
2 Bandara 0,017806 0,000006 6,900719
3 Hutan Lahan Kering Primer 2,457629 0,10448 128383,4626
Hutan Lahan Kering
4 12,915191 0,149887 184217,9671
Sekunder
5 Hutan Mangrove Sekunder 1,183384 0,002382 2930,80127
6 Hutan Rawa Primer 0,38576 0,006951 8543,387328
7 Hutan Rawa Sekunder 10,01136 0,103894 127728,8257
8 Perkebunan 2,461827 0,024728 30396,0339
9 Permukiman 1,470464 0,000955 1173,490174
10 Pertanian Lahan Kering 7,821425 0,02681 32953,56411
Pertanian Lahan Kering
11 1,286324 0,004379 5382,404427
Bercampur Semak
12 Rawa 0,178853 0,000298 366,713589
13 Sawah 13,571675 0,054862 67433,09127
14 Semak Belukar 10,497965 0,037459 46042,91596
15 Semak Belukar Rawa 7,940811 0,03407 41881,22921
16 Tambak 0,01007 0,000005 6,676854
17 Tanah Terbuka 3,026352 0,003386 4161,253794
18 Tubuh Air 8,890079 0,004275 5254,732548
TOTAL 696469,2617

Lampiran 3. Penutupan lahan Tahun 2011


No Penutupan lahan 2011 Shape_Length Shape_Area LUAS
1 Awan 0,884572 0,005432 6677,570057
2 Hutan Lahan Kering Primer 2,457628 0,10448 128383,4348
3 Hutan Lahan Kering Sekunder 11,729737 0,130243 160074,3145
4 Hutan Mangrove Sekunder 1,151105 0,002352 2892,693636
5 Hutan Rawa Primer 0,38576 0,006951 8543,391815
6 Hutan Rawa Sekunder 8,88396 0,086005 105739,6794
7 Perkebunan 3,183548 0,030473 37458,60202
8 Permukiman 1,486196 0,000969 1190,75488
9 Pertanian Lahan Kering 8,830309 0,031279 38446,401
Pertanian Lahan Kering
10 1,682154 0,006264 7699,262471
Bercampur Semak
11 Rawa 0,178858 0,000298 366,723723
12 Sawah 13,567859 0,054852 67420,38029
13 Semak Belukar 12,474354 0,051886 63775,4165
14 Semak Belukar Rawa 9,924578 0,040364 49616,39441
15 Tambak 0,01007 0,000005 6,676723
16 Tanah Terbuka 5,278307 0,010477 12877,75748
17 Tubuh Air 8,928648 0,004306 5292,881547
TOTAL 696462,3353

Universitas Sumatera Utara


39

Lampiran 4. Penutupan lahan Tahun 2019


No Penutupan lahan 2019 Shape_Length Shape_Area LUAS
1 Bandara / Pelabuhan 0,061213 0,000027 32,875499
2 Semak Belukar 20,227193 0,050764 62394,29578
3 Semak Belukar Rawa 15,356593 0,033748 41486,14423
4 Hutan Lahan Kering Primer 6,014143 0,139683 171649,056
5 Hutan Lahan Kering Sekunder 15,461072 0,102177 125594,0493
6 Hutan Mangrove Sekunder 1,393259 0,002193 2697,75049
7 Hutan Rawa Primer 0,672129 0,008743 10746,07549
8 Hutan Rawa Sekunder 7,600445 0,063644 78239,62983
9 Hutan Tanaman 0,060133 0,000053 64,680666
10 Pemukiman 12,28853 0,008012 9848,777154
11 Perkebunan 17,934165 0,098805 121451,7022
12 Pertanian Lahan Kering 8,887021 0,019106 23483,12478
Pertanian Lahan Kering
13 9,8185 0,027868 34252,4275
Bercampur Semak
14 Savana/Padang rumput 0,2462 0,000971 1193,000785
15 Sawah 8,713843 0,014341 17627,68992
16 Tambak 0,022944 0,000012 14,449235
17 Tanah Terbuka 11,495513 0,006967 8563,566825
TOTAL 709339,2957

Lampiran 5. Dokumentasi di Lapangan

Universitas Sumatera Utara


40

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai