Anda di halaman 1dari 9

REVIEW JURNAL

TUGAS BIOKONSERVASI

Oleh :
Nama : Farah Nuriessa Aputri
Nim : 08041381520062
Dosen Pengampu : Dr. Laila Hanum M,si

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMUPENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWJAYA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

Pada masa kini, kepunahan menjadi sebuah permasalahan lingkungan yang terjadi baik
dalam lingkup negara, regional maupun global. Kepunahan dalam lingkungan dapat dipahami
sebagai hilangnya suatu spesies dalam entitas biologi yang mengakibatkan terancamnya spesies
tersebut serta terganggunya kestabilan sebuah ekosistem. Kepunahan umumnya terjadi disebabkan
oleh perbuatan manusia sehingga menyebabkan eksistensi tumbuhan dan satwa didalam lingkungan
semakin menurun dan menyebabkan berkurangnya kekayaan alam yang dimiliki dunia. Manusia
sebagai subjek utama dalam menjalankan kehidupan memiliki ketergantungan terhadap tumbuhan
dan satwa salam suatu lingkungan. Akan tetapi, ketergantungan tersebut justru dipergunakan secara
berlebihan sehingga menimbulkan ancaman kepunahan bagi tumbuhan dan satwanya
(Rahma, 2018).
Indonesia merupakan negara yang dilimpahi keanekaragaman hayati yang begitu tinggi,
yang mengandung berbagai jenis fauna yang unik dan khas salah satunya jenis primata yaitu
orangutan (Pongo pygmaeus Linnaeus). Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang ada di
Asia dan hanya dapat ditemukan di pedalaman hutan Kalimantan dan Sumatera (Dephut, 2007).
Penyusutan dan kerusakan kawasan hutan dataran rendah yang merupakan habitat orangutan
saat ini telah mencapai titik kritis. Kerusakan hutan akibat perambahan hutan menjadi perkebunan
dan pemukiman, kebakaran hutan, dan maraknya perburuan liar menyebabkan populasi orangutan
semakin menurun. Kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut telah menempatkan orangutan
kedalam kategori kritis/sangat terancam punah (IUCN, 2007 dalam Dephut, 2007).
Penyusunan strategi konservasi orangutan sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian
populasi orangutan. Strategi pelestarian jangka panjang yang terbaik untuk mempertahankan
spesies orangutan adalah perlindungan populasi dan komunitas alami di habitat alami yang dikenal
dengan konservasi in-situ. Adanya aktivitas manusia yang berlebihan seperti perambahan kawasan
hutan dan perburuan liar yang secara langsung mengancam keberadaan orangutan di habitat aslinya
menjadikan upaya konservasi in-situ menjadi kurang efektif. Salah satu upaya untuk mencegah
kepunahan satwa langka adalah dengan memelihara individu-individu alami dalam kondisi
terkendali dan di bawah pengawasan manusia yang dikenal dengan konservasi ex-situ.
Laju deforestasi hutan di Provinsi Sumatera Utara dalam periode tahun 1985-1998 rata-rata
sekitar 70.783 ha/tahun (Perbatakusumah et al., 2006). Laju deforestasi yang tinggi telah
berpengaruh terhadap berkurangnya keanekaragaman jenis di Sumatera Utara, termasuk orang-utan
sumatera (Pongo abelii Lesson). Robertson and van Schaik (2001) menyatakan bahwa orangutan
yang sudah dikategorikan terancam secara global, terus terancam akibat hilangnya habitat alamiah.
Berbagai ancaman serius terhadap penyusutan habitat orangutan di antara-nya adalah penebangan
hutan, perambahan, pemukiman, dan perluasan jalan. Kerusakan habitat alami telah berdampak
terhadap berkurangnya pohon pakan yang membuat orangutan mulai memasuki wilayah sekitar
pemukiman seperti kebun dan ladang masyarakat (Sitaparasti, 2007).
Perbedaan kondisi habitat akan berdampak buruk terhadap kehidupan satwa. Kurang atau
buruknya kualitas sumber makanan, fasilitas dan area yang tidak cukup luas yang diberikan untuk
para satwa mengakibatkan banyaknya kondisi satwa di kebun binatang yang memprihatinkan
termasuk kondisi orangutan. Kondisi seperti ini akan menimbulkan stres bahkan kematian bagi
orangutan, hal inilah yang menyebabkan perlu dilakukan penelitian tentang perilaku harian
orangutan dalam konservasi ex-situ karena perilaku merupakan salah satu cara satwa untuk
beradaptasi dengan perubahan lingkungan (Suhandi, 2015).
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Jurnal “Investigating constraints on the survival of orangutans across Borneo and


Sumatra”
Penelitian yang dilakukan oleh Charlotte Carne.,et al (2015) mengenai “Investigasi kendala
pada kelangsungan hidup orangutan di Kalimantan dan Sumatra” ini membahas mengenai spesies
Orangutan yang terancam punah. Untuk menerapkan strategi konservasi yang efektif untuk spesies
ini, sangat penting untuk memahami sepenuhnya apa yang menghambat distribusi mereka. Di
penelitian ini menggunakan model anggaran waktu yang dikembangkan sebelumnya untuk
menyelidiki faktor-faktor yang menghambat kemampuan orangutan untuk menghuni berbagai
wilayah Kalimantan dan Sumatra, serta ukuran kelompok sosial yang berpotensi mereka adopsi di
habitat mereka. Model ini menggunakan data dari 13 lokasi lapangan, bersama dengan data iklim
dan lingkungan, untuk memprediksi jumlah waktu yang harus dihabiskan oleh individu dalam
masing-masing dari empat kegiatan utama - memberi makan, bergerak, beristirahat, dan
bersosialisasi. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini yakni mereka menemukan bahwa waktu
istirahat, yang terkait dengan kedua kendala diet dan tutupan hutan, adalah batasan perilaku utama
pada distribusi orangutan. Ukuran kelompok maksimum yang diprediksi untuk orangutan adalah
rendah di seluruh rentang, menunjukkan bahwa batasan ekologi membatasi sosialitas orangutan,
dan bahwa bahkan perubahan kecil pada kualitas habitat dapat semakin mengurangi ukuran
kelompok maksimum yang mungkin. Fakta bahwa nilai-nilai sudah mendekati satu di banyak
lokasi dan rendah di seluruh Kalimantan dan Sumatra, menunjukkan bahwa orangutan rentan
terhadap kepunahan di seluruh distribusi mereka saat ini.

2. Jurnal “Habitat use of Bornean Orangutans (Pongo pygmaeus morio) in an Industrial


Forestry Plantation in East Kalimantan, Indonesia”
Penelitian ini dilakukan oleh Spehar dan Yaya R, (2017), Banyak primata sekarang tinggal
di lanskap antropogenik yang didominasi oleh manusia kegiatan seperti pertanian. Melestarikan
primata dalam konteks seperti itu membutuhkan detail informasi tentang penggunaan habitat,
termasuk fitur lanskap yang dapat mempengaruhi populasi kelangsungan hidup. Jurnal ini
membahas mengenai orangutan Kalimantan Timur (Pongo pygmaeus morio) yang tinggal di habitat
perkebunan kehutanan di Kalimantan Timur, Indonesia. Spehar dan Yaya R, (2017), melakukan
perangkap kamera dan survei sarang di 13 lokasi di tiga tipe habitat diperkebunan (tegakan ditanam
akasia, tegakan pohon eukaliptus, dan hutan sekunder tambalan yang tersisa dipotong atau
dibiarkan beregenerasi) dan dihitung empat ukuran kelimpahan orangutan untuk setiap lokasi (foto
independen menangkap / 100 hari jebakan kamera, atau RAI 2 tingkat pertemuan sarang; kepadatan
sarang; dan massa jenis orangutan). Hasil yang didapatkan bahwa Orangutan relatif umum berada
di perkebunan. Sebuah regresi logistik menemukan bahwa kedekatan dengan kawasan hutan alami
diperkirakan paling baik. Kelimpahan orangutan dihitung menggunakan data perangkap kamera
(RAI2) tetapi tipe habitatnya dikombinasikan dengan jarak ke hutan alami terbaik yang
diperkirakan kelimpahan orangutan dihitung menggunakan jumlah sarang. Ini menunjukkan bahwa
orangutan menggunakan area yang ditanam untuk gerakan dan makan, tetapi bergantung pada patch
hutan alam untuk beristirahat dan akses ke sumber daya kunci. Studi kami dan yang lain
menunjukkan bahwa orangutan dapat hidup berdampingan dengan beberapa aktivitas manusia jika
diberikan akses yang cukup ke hutan alam. Namun, kita harus melakukan lebih jauh penelitian
untuk memfasilitasi perencanaan konservasi yang efektif, termasuk pengumpulan tambahan rincian
tentang habitat dan penggunaan sumber daya dan kemungkinan dampak populasi untuk jangka
panjang.

3. Jurnal ”A preliminary assessment of using conservation drones for Sumatran orang-utan


(Pongo abelii) distribution and density”
Penelitian ini dilakukan oleh Wich., et al (2016), Untuk melestarikan keanekaragaman
hayati, para ilmuwan memantau populasi satwa liar dan habitatnya. Metode saat ini memiliki
kendala, seperti biaya survei darat atau udara, terbatas resolusi citra satelit yang tersedia secara
gratis, dan satelit gambar dengan resolusi tinggi yang mahal. Baru-baru ini para peneliti mulai
menggunakan kendaraan udara tak berawak (UAV atau drone) untuk pemantauan satwa liar dan
habitat. Wich., et al (2016) melakukan penelitian dengan menguji apakah mereka dapat mendeteksi
sarang secara kritis Orang-utan Sumatera yang terancam punah pada citra yang diperoleh dari drone
yang dipasang di kamera untuk menentukan distribusi dan kepadatan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan hasilnya menunjukkan bahwa distribusi sarang dengan membandingkan mana yang lebih
baik antara survei udara dan darat dan kepadatan relatif (sarang / km) menunjukkan korelasi yang
signifikan antara kedua tipe survei ini. Hasilnya juga menunjukkan bahwa kedua metode dapat
digunakan untuk mendeteksi perbedaan signifikan dalam kerapatan relatif antara sebelumnya
terdegradasi dan diperkaya daerah. Kami menyimpulkan bahwa survei sarang orangutan dari drone
adalah metode survei yang menjanjikan untuk menentukan distribusi dan (relatif) kepadatan orang
utan Sumatra dan mungkin spesies kera lainnya.
4. Jurnal “Deforestation of Primate Habitat on Sumatra and Adjacent Islands, Indonesia”
Penelitian ini dilakukan oleh Supriatna., et al (2017), mengenai “Deforestasi Habitat
Primata di Pulau Sumatra dan Pulau Bersebelahan Indonesia” berdasarkan penelitian yang
dilakukan bahwa hilangnya habitat primata akan terus berlanjut apabila populasi manusia terus
meningkat dan semakin banyak hutan yang dikonversi untuk perkebunan, lahan pertanian, dan jalan
dibangun di hutan Sumatra. Sebagai konsekuensinya, banyak primata akan dipaksa untuk berbagi
wilayah dengan manusia. Orangutan habitat di Sumatra Utara dan Aceh telah sangat berkurang dan
habitat dari banyak primata lain di provinsi Sumut, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan juga
menurun tajam di daerah. Ini disebabkan oleh tingkat penggundulan hutan yang tinggi terjadi
sebagai akibat dari konversi hutan alam secara legal menjadi perkebunan kelapa sawit, karet dan
akasia, dan penebangan liar hutan, bahkan di kawasan lindung dan taman nasional. Masalahnya
diperparah oleh kenyataan bahwa Indonesia masih ada sebagian besar negara pertanian. Proporsi
signifikan dari populasi bergantung pada pertanian untuk bertahan hidup. Tekanan populasi dan
kurangnya lapangan kerja di luar pertanian mengarah pada tuntutan untuk lahan pertanian lebih
banyak, yang hanya bisa datang dengan biaya hutan. Menurut Supriatna., et al (2017) Penegakan
peraturan yang ada, perpisahan klaim lahan dan batas yang tumpang tindih, berhenti untuk
penebangan di hutan, penghentian pembangunan jalan hutan serta klarifikasi tentang hukum adat
(tradisional) berkaitan dengan kawasan lindung dapat dilaksanakan oleh hukum untuk melindungi
spesies dari perdagangan dan eksploitasi akan semua diperlukan jika Indonesia ingin menegakkan
komitmennya untuk konservasi primata.

5. Jurnal “Effects of human disturbance on vocalizations of the Sumatran Orangutan in


North Sumatra, Indonesia: conservation implications”
Penelitian ini dilakukan oleh Antonio Jose (2017) mengenai “Efek gangguan manusia pada
vokalisasi orang Sumatra Orangutan di Sumatera Utara, Indonesia: konservasi implikasi”
membahas hilangnya hutan, konversi lahan, perburuan dan perdagangan ilegal adalah beberapa
penggerak utama untuk hilangnya keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem. Ketika konflik antara
manusia dan satwa liar meningkat, memahami bagaimana satwa liar menanggapi gangguan
manusia di alam liar menjadi vital bagi keberlanjutan spesies, ekosistem dan pada akhirnya jenis
manusia. Vokalisasi adalah fitur utama untuk memahami dinamika interaksi spesies dengan
pemangsa atau jenis bahaya lainnya, seperti rangsangan gangguan berasal dari kehadiran manusia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Antonio Jose (2017), Panggilan alarm biasanya
merupakan respons pertama terhadap sinyal dan mencegah asal gangguan. Namun, usaha yang
dihabiskan untuk strategi anti pemangsa dapat mengubah waktu spesies dan anggaran energi,
mengurangi alokasi sumber daya dalam kegiatan seperti memberi makan dan perkawinan. Jika
gangguan manusia menyerupai tekanan merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup
spesies. Dengan demikian, kami mempelajari dampak dari gangguan manusia terhadap populasi
orangutan sumatera Pongo abelii, salah satu yang paling terancam punah spesies kera besar di
dunia. Kami mempelajari populasi alami yang berada di hutan sekunder yang ditargetkan untuk
program penebangan dan kegiatan terkait manusia lainnya, di dalam Taman Nasional Gunung
Leuser. Kami fokus untuk merekam vokalisasi orangutan, untuk menganalisis terutama panggilan
alarm terhadap pengamat manusia (sekelompok peneliti dan pemandu). Orangutan sehari-hari lebih
sering menghasilkan vokalisasi, yang sebagian besar adalah, memang, panggilan alarm. Meskipun
ada tingkat habituasi tertentu, kami menemukan bukti bahwa orangutan memanggil upaya serupa
atau bahkan lebih besar dari usaha yang mereka terapkan ketika menghadapi pemangsa alami
mereka, para Harimau sumatera. Temuan ini menunjukkan bahwa selain tekanan manusia pada
habitat orangutan, Kehadiran manusia juga memiliki dampak yang signifikan terhadap kegiatan
sehari-hari spesies, yang merupakan ancaman tambahan kelangsungan hidupnya.
Dari kajian beberapa jurnal tersebut saya membahas beberapa masalah seperti mengenai
Efek gangguan aktivitas manusia terhadap ekosistem Orangutan, Kendala pada kelangsungan hidup
Orangutan, Deforestasi habitat Orangutan, serta metode yang efektif dalam pemantauan spesies dan
habitatnya. Dari kelima jurnal tersebut semua nya sudah cukup baik dalam menjelaskan mengenai
masalah yang dibahas dari masing masing jurnal, namun ada sedikit kekurangan beberapa jurnal
yakni pada penelitian yang dilakukan oleh Charlotte Carne.,et al (2015) mengenai “Investigasi
kendala pada kelangsungan hidup orangutan di Kalimantan dan Sumatra dalam jurnal tersebut
hanya membahas kendala apa saja yang terjadi namun tidak memberikan solusi yang efektif dalam
menangani kendala yang terjadi pada kelangsungan hidup Orangutan di Kalimantan dan Sumatera.
Adapun salah satu kelebihan dari jurnal yang saya bahas yakni penelitian yang dilakukan oleh
Wich., et al (2016), Untuk melestarikan keanekaragaman hayati, para ilmuwan memantau populasi
satwa liar dan habitatnya yang biasanya terdapat beberapa kendala yang sering terjadi namun dalam
penelitian ini mereka membuktikan bahwa survei sarang orangutan dari drone adalah metode survei
yang menjanjikan serta efektif untuk menentukan distribusi dan (relatif) kepadatan orang utan
Sumatra dan mungkin spesies kera lainnya.
BAB 3
KESIMPULAN

Berdasarkan jurnal- jurnal diatas mengenai biokonservasi orang hutan dapat di peroleh
beberapa kesimpulan yakni :

1. Survei sarang Orangutan dari drone merupakan metode survei yang menjanjikan serta efektif
untuk menentukan distribusi dan (relatif) kepadatan orangutan dan spesies kera lainnya.
2. Hilangnya hutan, konversi lahan, perburuan, perdagangan ilegal, tekanan manusia pada habitat
orangutan, serta kehadiran manusia adalah beberapa faktor utama dari hilangnya
keanekaragaman jenis, hilangnya ekosistem yang menngancam kelangsungan hidup dari
Orangutan.
3. Untuk menerapkan strategi konservasi yang efektif pada Orangutan, sangat penting untuk
memahami sepenuhnya apa yang menghambat distribusi mereka.
4. Orangutan menggunakan area yang ditanam untuk gerakan dan makan, tetapi bergantung pada
patch hutan alam untuk beristirahat.

Saran :
Orangutan adalah salah satu kekayaan fauna yang dimiliki oleh negara indonesia,
menurunya populasi dari orangutan tersebut menyebabkan kita hampir mengalami kehilangan
spesies tersebut. Maka dari itu penulis menyarankan agar konservasi untuk spesies orang hutan
harus sangat diperhatikan dan dilindungi dengan hukum yang kuat agar spesies dari orang hutan
tersebut akan tetap ada. Mengingat manusia di era zaman sekarang yang lebih mementingkan
dirinya sendiri dibandingkan dengan lingkungg\an sekitar nya. Sebenarnya Orangutan dapat hidup
berdampingan dengan beberapa aktivitas manusia jika diberikan akses yang cukup ke hutan alam.
Namun, kita harus melakukan lebih jauh penelitian untuk memfasilitasi perencanaan konservasi
yang efektif serta termasuk pengumpulan tambahan rincian tentang habitat dan penggunaan sumber
daya dan kemungkinan dampak populasi yang akan terjadi untuk jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA

Antonio Jose Vargas de Sousa Alexandre .2017.Effects of human disturbance on vocalizations of


the Sumatran Orangutan in North Sumatra, Indonesia: conservation implications”. Master
Dissertation Congress of the Portuguese Society of Ethology.1-43.

Charlotte C, Stuart Semple and Julia Lehmann. 2015. Investigating constraints on the survival of
orangutans across Borneo and Sumatra. Journal Tropical Conservation Science. 8(4) :
940-954.

Dephut. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan.

Rahma. 2018. Upaya Borneo OrangUtan Survival Foundation (BOSF) Dalam Melakukan
Konservasi Orang Hutan Kalimantan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Skripsi.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional. 1-30.

Serge Wich, David Dellatore, Max Houghton, Rio Ardi, and Lian Pin Koh. 2015. A preliminary
assessment of using conservation drones for Sumatran orang-utan (Pongo abelii)
distribution and density. Journal of Press Unmanned Vehicle Systems. 1(4): 43-52.

Sitaparasti, D. 2007. Status Terkini Habitat dan Populasi Orangutan di DAS Ba-tang Toru. Makalah
pada Lokakarya Membangun Kolaborasi Para Pihak dalam Strategi Konservasi Habitat
Orangutan Sumatera dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat Berkelanjutan di Daerah
Aliran Sungai Batang Toru. Kerjasama Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara,
Departemen Kehutan-an, Conservation International Indo-nesia, USAID Indonesia, dan
ICRAF. Medan.

Spehar Stephanie N. dan Yaya Rayadin. 2017. Habitat use of Bornean Orangutans
(Pongo pygmaeus morio) in an Industrial Forestry Plantation in East Kalimantan, Indonesia.
Int J Primatol 1(1) : 1-28.

Suhandi, AP., Defri Yoza, dan Tuti Arlita.2015.Perilaku Harian OrangUtan


(Pongo pygmaeus Linnaeus) dalam Konservasi Ex-Situ di Kebun Binatang Kasang kulim
Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Riau. Jom faperta 2(1): 1-14.

Supriatna Jatna., Asri A. Dwiyahreni, Nurul Winarni, Sri Mariati, and Chris Margules. 2017.
Deforestation of Primate Habitat on Sumatra and Adjacent Islands, Indonesia. Primate
Conservation. 1(31): 71-82.

Anda mungkin juga menyukai