Anda di halaman 1dari 3

Ambang Kepunahan Orangutan Batang Toru

Orangutan adalah satu-satunya primata jenis kera besar Asia yang


penyebarannya hanya tersisa di Indonesia dan terbatas di Pulau Sumatra (Pongo
abelii Lesson) dan Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus). Orangutan
merupakan jenis satwa liar yang menarik sehingga banyak diburu dan dijadikan
satwa peliharaan. Orangutan telah termasuk sebagai jenis satwa liar yang
dilindungi berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa. Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN),
orangutan Sumatra (Pongo abelii) dikategorikan sebagai satwa yang kritis
terancam punah secara global (critically endangered) dalam the IUCN Red List of
Threatened Species sejak tahun 2000 (Singleton et al., 2008).
Populasi orangutan dalam 30 tahun terakhir terus mengalami penyusutan.
Populasi orangutan Sumatra pada tahun 2004 diperkirakan sekitar 7.500 individu
(Population and Habitat Viability Assessment/PHVA, 2004) dan diduga
berkurang menjadi 6.667 individu pada tahun 2007 (Departemen Kehutanan,
2007). Penyusutan populasi ini terjadi karena masih kurang efektif upaya untuk
menghentikan laju kerusakan hutan sebagai habitat orangutan. Selain itu, ancaman
bagi kelangsungan hidup orangutan dan habitatnya masih terjadi akibat perburuan
liar untuk kebutuhan subsisten atau religius, perdagangan satwa liar, dan konversi
hutan untuk kepentingan di luar kegiatan kehutanan, seperti perkebunan,
pertanian,dan industri (Kuswanda, 2007a; Wich et al., 2011a).
Permasalahan konservasi orangutan masih mengalami hambatan dalam
penerapan kebijakan, program dan kegiatan oleh berbagai pihak. Peran serta para
pihak (stakeholders) dalam konservasi orangutan hingga saat ini dianggap kurang
optimal dan belum terintegrasi. Kebijakan dan program yang dilaksanakan
stakeholders masih tumpang tindih sehingga sering mengalami kegagalan dalam
implementasi di lapangan (Kuswanda &Bismark, 2007a). Kesadaran dan
keikutsertaan masyarakat lokal dalam konservasi juga masih sangat terbatas akibat
kurangnya pengetahuan untuk mendukung program pelestarian orangutan.
Pelaksanaan konservasi yang bersifat kolaboratif dan partisipatif belum banyak
diimplementasikan dengan baik. Peraturan dan hukum untuk melindungi
keragaman hayati, termasuk orangutan yang telah dirancang dan disahkan oleh
pemerintah juga belum dilaksanakan secara konsisten karena tidak adanya
koordinasi secara terpadu antar kelembagaan terkait.
Apabila permasalahan terus berlanjut, fenomena ini akan semakin
meningkatkan ambang kepunahan orangutan. Orangutan Sumatra, sebagai kera
terbesar yang masih tersisa di Indonesia, memiliki keeksotisan atau daya tarik
tersendiri dibandingkan jenis primata lainnya. Satwa liar ini sudah dikenal semua
orang dan membuat kagum dunia. Pemerintah Indonesia pun telah menetapkan
orangutan sebagai maskot pelestarian hutan Indonesia untuk menarik perhatian
internasional dalam membantu upaya konservasinya. Sayangnya, walapun satwa
ini bersifat eksotis dan menjadi maskot pelestarian hutan, pada kenyataannya
sedang berada dalam kondisi kritis terancam punah. Oleh sebab itu, strategi
konservasi orangutan harus terus dikembangkan agar cerita dan keeksotisannya
tidak hanya menjadi sejarah belaka. Apalagi, salah satu kelompok populasi
orangutan yang hidup di Hutan Batang Toru (kawasan hutan yang terletak di
sebelah Selatan Danau Toba, Sumatra Utara)–selanjutnya disebut sebagai
”Orangutan Batang Toru” kini juga mulai terancam kelestariannya. Saat ini ini,
kondisinya berada di bawah ukuran populasi yang ideal untuk bisa tetap lestari
dalam jangka panjang yaitu kurang dari 500 individu (PHVA, 2004).
Ancaman yang mengakibatkan degradasi hutan masih sulit untuk
dihentikan. Hal tersebut berdampak pula pada terjadinya kerusakan habitat satwa
liar, termasuk habitat orangutan Batang Toru, yang semakin lama semakin
meluas. Kerusakan habitat secara langsung akan mengurangi daya dukung dan
kemampuan orangutan untuk melakukan reproduksi. Berbagai bentuk ancaman
yang dapat mengakibatkan kerusakan habitat orangutan di dalam dan di sekitar
Hutan Batang Toru, antara lain penebangan hutan secara liar, akibatnya komunitas
orangutan telah terpecah menjadi unit-unit yang lebih kecil dan sulit untuk
bertahan hidup sehingga dapat terjadi kepunahan lokal. Perambahan hutan untuk
lahan perkebunan, aktivitas ini mengakibatkan hilang, rusak, dan terfragmentasi
habitat orangutan. Perluasan infrastruktur seperti membuat jalan ini
mengakibatkan semakin sempitnya jelajah orangutan. Perburuan liar membuat
semakin berkurang populasi orangutan.
Kegiatan konservasi orangutan perlu dilakukan melalui pendekatan bio
ekologi, kelembagaan, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat,
khususnya dikawasan Hutan Batang Toru, Provinsi Sumatra Utara. Evolusi
konsep dalam konservasi orangutan pun mengalami perkembangan yang
sebelumnya hanya memasukkan pendekatan pengelolaan habitat dan populasi,
kini bertambah dengan memasukkan konteks sosial ekonomi dan budaya
masyarakat dalam tataran ekosistem atau lansekap. Hal ini diharapkan akan lebih
menjamin efektivitas konservasi orangutan di habitat alam dalam jangka panjang
yang menghendaki pemeliharaan proses dan dinamika interaksi dalam tingkat
jenis, antar jenis, dan antara jenis dengan lingkungan abiotik mereka
(Perbatakusumaet al., 2006). Kelembagaan pengelolaan kawasan konservasi,
termasuk konservasi orangutan juga telah mengalami pergeseran dengan tipe
pengurusan yang lebih bervariasi. Pengelolaan tidak semata-mata dilakukan oleh
pihak pemerintah pusat tetapi juga melibatkan pemerintah daerah, swasta,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat setempat, atau kelembagaan
kolaboratif yang dikelola bersama-sama para pihak yang berkepentingan.
Kecenderungan global semakin munculbahwa usaha konservasi akan berlanjut
ketika para pihak terkait mengakui adanya manfaat yang besar dari investasi yang
dikeluarkan untuk kegiatan konservasi, termasuk dalam mengembangkan
konservasi satwa liar langka seperti orangutan.

Sumber
Kuswanda, W.,M. Bismark dan S. Iskandar. 2007. Analisis Habitat Lokasi
Pelepasliaran Orangutan (Pongosp.). Proseding Ekspose Hasil-hasil
Penelitian ”Peran Penelitian dalam Pelestarian dan Pemanfaatan Potensi
Sumber dayaHutan di Sumbagut”. Puslitbang Hutan dan Konservasi
Alam. Medan
Perbatakusuma, E.A, J. Supriatna, R.S.E. Siregar, D. Wurjanto, L. Sihombing dan
D. Sitaparasti. 2006. Mengarustamakan Kebijakan Konservasi Biodiver-
sitas dan Sistem Penyangga Kehidupan di Kawasan Hutan Alam Sungai
Batang Toru Provinsi SumatraUtara. Laporan Teknik Program
Konservasi Orangutan Batang Toru. Conservation International
Indonesia-Departemen Kehutanan. Pandan
Population and Habitat Viability Assessment(PHVA). 2004. Orangutan. Laporan
Akhir Workshop tanggal 15–18 Januari 2004. Jakarta.
Singleton, I., S.A. Wich& M.Griffiths.2008.Pongo abelii. The IUCN Red List of
Threatened Species. Version 2014.3. <www.iucnredlist.org>.

Anda mungkin juga menyukai