Anda di halaman 1dari 13

http://nationalgeographic.co.

id/berita/2016/07/saat-ini-orangutan-selangkah-
menuju-kepunahan
Saat Ini, Orangutan Selangkah Menuju Kepunahan
Keberadaan semua spesies orangutan dalam keadan kritis dan berbahaya.
Sejauh mana harapan untuk menyelamatkan mereka dari kepunahan mampu
didapatkan?

Panut Hadidsiswoyo sedang menggendong orangutan muda di Hutan Sumatra, Indonesia (Craig Jones/OIC/National Geographic)

Para pekerja konservasi sudah diperingatkan mengenai hal ini sekian tahun lamanya.
Orangutan --salah satu hewan paling cerdas di dunia -- yang secara resmi di ambang
kepunahan.

Orangutan Kalimantan kini dalam keadaan paling kritis dan membahayakan,


berdasarkan dari penelitian mengenai spesies yang dipublikasikan minggu ini oleh
Persatuan Konservasi Alam Internasional (IUCN). Orangutan Sumatera juga telah masu
dalam daftar spesies yang akan punah, dan hal itu berarti semua orangutan saat ini
tengah dalam "resiko tinggi kepunahan di alam liar," ujar IUCN.

"Ini adalah sebuah kenyataan jelas yang telah lama ada: konservasi orangutan
mengalami kegagalan," kata Andrew Marshall, salah satu penulis penelitian pada
Mongabay minggu ini.
Tahun 2015, pelaku konservasi Richard Zimmerman mengingat kembali cerita
mengenai Kesi, seekor bayi orangutan Kalimantan. Para petugas penyelamat
menemukan Kesi tahun 2006 lalu di sebuah pulau di Kalimantan. Dia berusia 3 bulan,
kecil dan rapuh -- dan kehilangan tangannya.

Zimmerman mempercayai bayi dan sang ibu harus dipisahkan oleh manusia setelah
hutan tempat tinggalnya dihancurkan untuk dijadikan industri minyak kelapa sawit.
Setelah membunuh ibu orangutan, mereka memotong tangan bayi itu.

"Bayi orangutan itu memiliki pegangan yang erat dengan perut ibunya yang diselimuti
rambut panjang. Mereka tidak mampu dilepaskan," jelas Zimmerman yang
organisasinya 'Orangutan Outreach' memfasilitasi penyelamatan dan rehabilitasi
orangutan liar, kepada The Huffington Post tahun lalu."Tangan bayi itu dipotong untuk
memisahakn dirinya dari sang ibu."

Dalam usaha penyelamatan itu, Kesi berhasil direhabilitasi. Ia tumbuh menjadi kuat dan
betina yang dominan yang tidak menghentikan dirinya dalam melakukan apapun meski
kehilangan tangannya, ujar Zimmerman. Suatu hari ia akan segera dibebaskan kembali
ke alam liar.

Namun Kesi merupakan salah satu dari yang beruntung.

Berdasarkan IUCN, populasi orangutan Kalimantan telah berkurang sejak tahun 1970-
an, dan selanjutnya akan menurun menjadi sekitar 47.000 orangutan pada tahun 2025.
Ini akan mewakili penurunan lebih dari 86 persen dalam 75 tahun, jelas organisasi
tersebut.

Orangutan Sumatera juga mengalami penurunan drastis dalam seabad terakhir. Hanya
beberapa dari 73,000 ekor yang kini hidup di alam liar.

Secara khusus, orangutan tinggal di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan yang
terbagi antara Indonesia, Malaysia, dan Brunei.

Para ahli menunjuk pengerusakan hutan hujan di Sumatera dan Kalimantan merupakan
hasil dari kegiatan produksi minyak kelapa sawit sebagai ancaman terbesar bagi
orangutan yang bertahan hidup. Komoditas yang tinggi menjadi penyebab utama dari
rusaknya hutan di Indonesia, terhitung dari hilangnya 75 persen hutan di area
Kalimantan, berdasarkan penelitian Greenpeace tahun 2013.

Hutan-hutan di Indonesia dan Malaysia diprediksi akan benar-benar menghilng dalam


waktu 20 tahun, jika pengerusakan hutan tetap dilakukan.

"Orangutan adalah mahluk yang spesial tinggal di hutan," ujar Robert Shumaker, wakil
presiden konservasi kebun binatang Indianapolis. "Tanpa hutan yang sehat, mereka
tidak akan bertahan hidup. Biasanya, orangutan yang tidak memiliki habitatnya lagi dan
terpaksa harus keluar dari sana karena proses pengerusakan, mereka memiliki masa
depan dan akan mati sebagai hasil dari habitatnya yang rusak."

Perburuan, jelas IUCN, merupakan faktor utama lain yang menjadi ancaman populasi
orangutan.

Diperkirakan 2000 hingga 3000 orangutan Kalimantan telah dibunuh setiap tahun dalam
empat dekade terakhir, untuk diambil dagingnya, seperti laporan Associated Press.

"Jika perburuan tidak dihentikan, maka semua populasi yang diburu akan menurun,
terlepas dari apa yang terjadi pada habitat mereka . Temuan ini mengkonfirmasi bahwa
perlindungan habitat saja tidak akan menjamin kelangsungan hidup orangutan.

Orangutan berkembangbiak sangat lama, dan hal itu mendukung ancamanan


kepunahan yang pasti. "Betina hanya berkembangbiak 7-8 tahun sekali, jika kehilangan
seekor saja, akan menjadi bencana bagi keberadaan populasi tersebut," ujar
Zimmerman.

"Meskipun masa depan orangutan nampak begitu suram, namun kepunahan bukan
menjadi hal yang begitu pasti saat ini," tekan Marshall pada IUCN.

Orangutan mudah beradaptasi,dan usaha pemerintah serta perusahaan untuk


mengurangi pengerusakan hutan akan menjadi faktor yang cukup besar untuk
menghasilkan hutan yang sehat di Sumatera dan Kalimantan.

"Meskipun saya pikir hal yang mungkin lebih buruk sebelum mereka menjadi lebih
baik," kata Marshall pada Mongabay, "belum terlambat untuk menyelamatkan
orangutan."

(Annisa Hardjanti / The Huffington Post)

https://tirto.id/yang-terjadi-bila-orangutan-punah-cAFd

Yang Terjadi Bila Orangutan Punah


Kawanan Orangutan di kawasan konservasi Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF)
berjalan menghindari asap kebakaran hutan. FOTO/REUTERS
3.1k Shares
Reporter: Aulia Adam
26 November, 2017dibaca normal 2:30 menit

 Populasi Orangutan Borneo turun 25 persen 10 tahun terakhir, spesies baru ditemukan tapi sudah
jadi yang paling langka

"Kita mungkin akan melihat kepunahan salah satu jenis kera besar dalam masa hidup kita.”
tirto.id - Kebanyakan orang akan susah membedakan yang mana Simpanse, Orangutan, atau
Gorila—yang mereka tahu, hewan-hewan ini adalah hewan dilindungi. Namun, bagi Michelle
Desilets, kecerdasan ketiganya yang membedakan dengan binatang lainnya.

“Jika kamu memberi seekor Simpanse sebuah obeng, maka dia akan menghancurkannya; jika
kamu memberi Gorila obeng, maka dia akan melemparkannya ke bahunya; Tapi jika kamu
memberi Orangutan obeng, maka dia akan membuka sangkarnya dan pergi. Saya percaya kalau
Orangutan adalah spesies paling cerdas [di antara kera-kera besar lainnya],” kata Desilets dalam
wawancara dengan Laurel Neme dalam podcast-nya seperti dilansir dari Mongabay, 2010 lalu.

Orangutan memang salah satu dari spesies kera besar yang paling mirip manusia. Ia tidak punya
ekor, dan 97 persen DNA mereka serupa manusia. Kecerdasannya dianggap paling unggul dari
kera lain. Ia juga satu-satunya spesies kera besar yang tak berasal dari Afrika, melainkan Asia.
Sejak 1994, Desilets sudah bekerja sebagai aktivis pelindung Orangutan dan jatuh cinta pada
kera yang hanya terdiri dari dua jenis ini: Orangutan Borneo (Pongo pygmaeus) dan Orangutan
Sumatera (Pongo abelii). Membuat Indonesia jadi tempat paling dilihat untuk melestarikan satwa
ini.

Kala Desilets membuka Nyaru Menteng Orangutan Rehabilitation and Reintroduction Center
pada 1999, hanya ada lusinan Orangutan yang ia jaga. Pada 2010, jumlah itu naik jadi sekitar
600-an. Namun, bukan berarti hidup Orangutan makin aman.

Pekan lalu, 13 November, The Nature Conservancy (TNC) sebuah organisasi konservasi alam
yang juga fokus pada keselamatan Orangutan mengeluarkan rilis tentang penurunan jumlah
spesies Orangutan Borneo. Angkanya sangat besar. Dalam kurun 10 tahun terakhir, jumlahnya
turun hingga 25 persen. Penyusutan hutan, konflik, dan perburuan liar serta perubahan iklim jadi
penyebab utama menurunnya populasi Orangutan.

Makin terancamnya eksistensi Orangutan tentu saja akan berdampak besar pada alam, termasuk
hajat hidup manusia. Pada dasarnya, Orangutan hidup di puncak pepohonan, sebab hampir
semua makannya tumbuh di sana. Sekitar 60 persen adalah buah-buahan, 25 persen dedaunan
muda, kulit pohon atau bunga, dan sekitar 10 persen adalah serangga—utamanya semut, dan 5
persennya adalah jangkrik. Tabiat memakan buah ini sangat penting secara ekologis, mereka
membantu penyebaran benih sekaligus membentuk dan melestarikan hutan hujan tropis.

Menyusutnya Orangutan juga berbanding lurus dengan menyusutnya luas hutan. Berdasarkan
hasil Population and Habitat Viability Assessment Orangutan 2016, menurut TNC, saat ini
kepadatan populasi Orangutan Kalimantan cenderung menurun dari 0,45-0,76 individu/Km2
menjadi 0,13-0,47 individu/Km2 yang hidup di habitat seluas 16.013.600 hektare dan tersebar di
42 kelompok populasi (metapopulasi).

Artinya, semakin kecil hutan, semakin menipis pula spesies lain—bukan cuma tumbuhan, tapi
juga hewan-hewan lain yang hidup dalam hutan hujan tropis. Hutan sangat vital kontribusinya
bagi pasokan oksigen buat makhluk hidup tak kecuali manusia di Bumi
infografik

Awal bulan ini, ada kabar baru yang cukup menggembirakan. Untuk pertama kalinya dalam 90
tahun terakhir, spesies kera besar tambah satu. Ia disebut Orangutan Tapanuli (Pongo
tapanuliensis) dalam publikasi jurnal internasional Current Biology, 3 November lalu.

Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB), Puji Rianti menjelaskan ada perbedaan genetik sangat
besar di antara Orangutan Tapanuli, Orangutan Kalimantan, dan Orangutan Sumatera. Menurut
dia, perbedaan genetik ketiganya lebih gamblang ketimbang antara Gorila dataran tinggi dan
dataran rendah maupun Simpanse dengan Bonobo di Afrika.

“Perbedaan lain dari segi morfologi. Ukuran tengkorak dan tulang rahangnya lebih kecil
dibandingkan dengan kedua spesies lainnya. Rambut di seluruh tubuh Orangutan Tapanuli juga
lebih tebal dan keriting,” kata Rianti, dalam siaran pers Kementerian Komunikasi dan
Informatika.

Sayangnya, meski kabar ini termasuk menggembirakan, tapi nyatanya jumlah Orangutan
Tapanuli sangat kecil, sehingga masuk kategori yang akan segera punah juga. Berdasar
pendataan pada 2016, jumlah populasi Orangutan Tapanuli hanya tersisa 800-an individu yang
tersebar di tiga lokasi terfragmentasi dalam Ekosistem Batang Toru. Sebab ia sangat lambat
dalam berkembangbiak, dengan jarak melahirkan 8-9 tahun. Rata-rata memiliki anak pertama di
usia 15 tahun dan mampu hidup sampai usia 50-60 tahun.

Hal ini membuat mereka bahkan langsung jadi spesies kera besar yang paling terancam punah.
“Jika tak ada langkah yang diambil cepat untuk mengurangi ancaman dari masa kini dan masa
depan untuk melestarikan hutan, kita mungkin akan melihat kepunahan salah satu jenis kera
besar dalam masa hidup kita,” kata riset tersebut, seperti dikutip dari Independent.

Penurunan eksistensi Orangutan secara keseluruhan tentu saja perlu dikendalikan. Untuk di
Kalimantan, Direktur Program Kehutanan TNC Indonesia Herlina Hartanto punya rekomendasi.

“Tata ruang provinsi perlu memasukkan kawasan lindung habitat Orangutan secara khusus
dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan dan industri yang bergerak di sektor kehutanan dan
perkebunan secara aktif,” ungkap Herlina.

Sementara itu, untuk nasib Orangutan Tapanuli, Novak, salah seorang penelitinya bilang,
“Sangat penting bahwa semua hutan yang tersisa dilindungi dan bahwa badan pengelola lokal
bekerja untuk memastikan perlindungan ekosistem Batang Toru,” seperti dikutip
dari Independent.

Mereka bahkan menyarankan pemerintah untuk memberhentikan pembangunan pembangkit


listrik tenaga air di sana. Sebab mengurangi sedikit saja fungsi hutan, akan berdampak besar bagi
nasib Orangutan.
Bila terus begini, generasi selanjutnya cuma akan mengenang Orangutan seperti generasi
sekarang mengenang Dinosaurus atau Mamut—sebagai tulang fosil di museum-museum alam.

https://www.kompasiana.com/pit_kanisius/orangutan-sangat-terancam-punah-apa-yang-harus-
dilakukan_5822e879cb23bd1023027133

Orangutan Sangat Terancam


Punah, Apa yang Harus
Dilakukan?
9 November 2016 16:12 Diperbarui: 10 November 2016 03:42 1948 11 0

Orangutan remaja yang mendiami hutan hujan di Gunung Palung. Foto dok. Tim Laman
dan Yayasan Palung
Sangat terancam punah dan saat ini membutuhkan perhatian dari semua. Setidaknya
itu menjadi sebuah pernyataan tentang keberadaan orangutan saat ini di habitatnya di
hutan Kalimantan dan Sumatera. Apa yang bisa dilakukan?.

Sangat terancam punah atau dengan kata lain masuk dalam daftar merah (Red List),
tentu hal ini terkait keberadaan dan status orangutan di alam ini, tempat, rumah dan
hidup mereka serta apakah masih boleh berlanjut dan dengan cara apa yang bisa
dilakukan. Belum lagi terkait keberadaan hutan yang semakin berkurang menjelang
terkikis habis.

Keberadaan populasi orangutan yang mendiami kedua pulau yang menjadi kantong
sebaran dari primata semakin hari sangat terancam punah. Diperkirakan keberadaan
orangutan Kalimantan yang tersisa saat ini, diperkirakan 54.000 individu di seluruh
wilayah Borneo (Kalimantan) dan kurang lebih 6.500-an individu orangutan yang tersisa
di Sumatera,(Sumber data, dari WWF).

Data-data ini setidaknya menjadi gambaran jelas. Mungkin saja jumlah populasi
orangutan hidup di wilayah Kalimantan dan Sumatera saat ini bukannya malah
bertambah tetapi sebaliknya (semakin berkurang).

Status Orangutan Kalimantan masuk Daftar merah atau red list. Foto data dok. IUCN
2016.
Sayangnya saat ini belum ada data terbaru tentang jumlah orangutan. Tetapi, hampir
pasti jumlah populasi orangutan dari hari ke hari kian berkurang. Selain itu, keadaan
hutan yang kian menyusut, praktek perburuan dan perdagangan terhadap satwa
endemik ini masih saja menjadi penambah derita semakin terancamnya orangutan dan
hutan.
Berbagai persoalan terkait yang menyangkut keberadaan orangutan dan hutan kini
semakin lengkap tersaji dalam realita nyata. Nyatanya, Mereka tidak mengusik tetapi
diusik. Mereka menjaga tetapi disiksa.

Pesan Kampanye tentang orangutan dan hutan. Mereka tidak mengusik tetapi diusik.
Mereka menjaga tetapi disiksa. Foto dok. Yayasan Palung
Dalam artian hutan dan orangutan sama dalam keadaan sangat terancam oleh banyak
hal yang mempengaruhi. Tentu ini menjadi sebuah pertanyaan, apakah dengan
statusnya sangat terancam punah lantas orangutan akan menjadi kenangan dan tidak
membutuhkan perhatian?.
Jika boleh dikata satu kesatuan, keutuhan (keharmonisan) semua makhluk akan
terpisah satu dengan yang lainnya kini. Yang terjadi kini seolah manusia dan satwa
tidak lagi menjadi bagian dari alam raya. Mungkin kah kita bisa hidup tanpa alam dan
satwa yang secara nyata memberi berjuta manfaat bagi kehidupan kita manusia?.

Sebagai pengingat, alam menyediakan ruang bebas bagi kehidupan untuk beroleh
nafas secara gratis berupa oksigen. Orangutan sebagai satwa sebagai
penabur/penyemai bibit yang tanpa batas, tanpa disuruh dan tanpa ragu menyemai
saban hari. Tetapi, malah terkadang kita lupa atau sengaja lupa dengan kebaikan alam
raya.

Keutuhan ciptaan sejatinya menjadikan satu kesatuan yang mengharuskan untuk saling
menjaga dan melindungi demi keharmonisan dalam tatanan kehidupan.
Data IUCN tentang 25 primata terancam punah tahun 2014-2016
Kepedulian atas kelestarian orangutan dan hutan sudah sepatutnya menjadi
tanggungjawab semua secara bersama pula. Dapat kah kita hidup tanpa alam, satwa
tanpa alam (hutan) dan hutan tanpa tanpa manusia?. Sejujurnya, kita tanpa alam dan
satwa bukanlah apa-apa. Namun, terkadang setelah kita dimanjakan oleh alam dan
satwa, malah kita lupa jasa mereka (hutan dan satwa).
Bakhan, tidak jarang orangutan dan hutan dikorbankan hanya untuk kepentingan
segelintiran orang yang semakin merajai alam semesta melebihi kuasa Yang Maha
Kuasa. Seperti tersaji, berapa besar hutan yang tergadai dan orangutan seberapa
banyak orangutan yang mati oleh adanya investasi besar pembukaan lahan berskala
besar. Tidak untuk saling menyalahkan, tetapi ini benar-benar terjadi.

Ujung-ujungnya yang menjadi korban ya sudah pasti masyarakat kecil dan lagi-lagi
hutan dan ragam satwa termasuk kita menerima dampak langsung dengan ragam
kejadian. Hilangnya sebagian besar hutan tidak bisa disangkal akan mendatangkan
banjir dan longsor. Tidak berenti disitu, acap kali pula sebutan bencana hilang datang
silih berganti. Ini yang benar-benar terasa dari dampak langsung yang sering kita alami.

Data Deforestasi Kalbar_dok. Provinsi kalbar dalam GCF


Kepunahan orangutan didepan mata, hutan kian terkikis menunggu waktu menjelang
habis. Langkah kepedulian, perhatian, kesadaran, menghormati dan menjalani tata
aturan (regulasi) menjadi sebuah keharusan bila hutan dan orangutan boleh berlanjut.
Tidak hanya itu, saling menghargai satu dengan yang lain (alam, manusia dan satwa)
sudah barang tentu menjadi yang harus dilakukan untuk tetap harmonis.
Sebagai manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Sang Pencipta yang Paling
mulia sudah harus memikirkan cara, ide, tindakan nyata dan bagaimana hal ini penting
untuk keberlanjutan bagi semua dan bersama. Dengan kata lain, Persoalan tentang
ancaman terhadap satwa sejatinya bisa dibendung jika adanya kesadaran, kerjasama
yang baik dari seluruh pemegang kebijakan, pengusaha, penegak hukum dan para
pemerhati lingkungan. Tata kelola, penegakan hukum dan regulasi yang jelas dan tidak
memihak salah satu kepentingan menjadi pilihan yang harus dilakukan.

Memperingati Pekan Peduli Orangutan 2016, setidaknya itu yang akan dilakuan oleh
Tim Pendidikan Yayasan Palung ke Kecamatan-kecamatan di Lingkup wilayah
Ketapang dan KKU. Seperti PPO 2016 yang kegiatan bersamaan dengan Ekspedisi
Pendidikan Lingkungan di Kecamatan Sungai Laur dan Kecamatan Simpang Dua.

Hal ini dilaksanakan sebagai bentuk ajakan, kepedulian bersama melalui kampanye
penyadartahuan dan Pendidikan kepada masyarakat dan pihak sekolah dengan
rangkaian kegiatan yang dilakukan di bulan November ini. Adapun bentuk kegiatan,
Diskusi Masyarakat, Lecture, puppet show di sekolah dan pemutaran film lingkungan
serta kegiatan puncak Pekan Peduli Orangutan 2016 di Kecamatan Sungai Laur pada
tanggal 18 November 2016 pekan depan.

Puppet Show (panggung boneka) tentang orangutan sebagai kampanye


penyadartahuan satwa dilindungi. Foto dok. Yayasan Palung
Selain itu juga, ada cara sederhana yang bisa dilakukan untuk melindungi dan
menyelamatkan orangutan dari kepunahan, antara lain adalah :

1. Tidak memelihara orangutan dan satwa liar,


2. Tidak memakai ataupun membeli souvenir yang terbuat dari bagian tubuh hewan yang
dilindungi,
3. Melaporkan ke pihak yang berwenang jika melihat hewan yang dilindungi dipelihara
ataupun diperjualbelikan oleh masyarakat,
4. Memberikan pendidikan dan penyadartahuan kepada masyarakat tentang pentingnya
melindungi dan menjaga orangutan dan habitatnya,
5. Menjaga dan melestarikan hutan.

Orangutan perlu hutan untuk habitat hidup dan berkembang biak. Manusia perlu hutan
sebagai nafas hidup. Hutan perlu dipelihara, dijaga sebagai keberlanjutan hingga
selamanya. Setidaknya itu yang dapat menjadi solusi dan cara ampuh saat ini.

Jika boleh berujar; Selamatkan orangutan dari ancaman kepunahan dan lestarikan
hutan untuk kehidupan yang lebih baik dan lestari. Apabila bukan kita semua siapa lagi.
Apakah kita masih boleh bijaksana dengan semesta dan satwa?.

Anda mungkin juga menyukai