Anda di halaman 1dari 3

YOGATAMA BAYU SUWARNO NIM:21/482229/KH/11005

KEPUNAHAN SUB SPESIES HARIMAU ASLI INDONESIA

Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati yang melimpah ruah.


Indonesia juga memiliki banyak sekali satwa endemik atau satwa yang hanya dapat dijumpai
di suatu negara saja. Jumlah mamalia endemik Indonesia ada 259 jenis, kemudian burung 384
jenis dan ampibi 173 jenis (IUCN, 2013). Keberadaan dari satwa endemik ini sangat penting
karena jika punah maka artinya keberadaan satwa ini juga akan hilang dari dunia. Bertolak
belakang dengan kekayaan hayati negara Indonesia yang beragam, Indonesia juga memiliki
catatan panjang mengenai daftar satwa liar yang terancam punah. Penyebab terancam
ounahnya satwa liar Indonesia ada dua hal yaitu berkurang dan rusaknya habitan serta
perdagangan satwa liar (Protection of Forest and Fauna, 2020).
Indonesia pernah memiliki tiga dari delapan sub spesies harimau yang ada di dunia,
namun dua diantaranya, yaitu harimau jawa dan harimau bali telah dinyatakan punah pada
tahun 1940-an dan 1980-an (Seidensticker et ol, 1999). Dan yang tersisa hanyalah harimau
sumatera. Seperti namanya, harimau ini hanya ada di Pulau Sumatera. Harimau sumatera
merupakan sub spesies yang memiliki rata-rata ukuran tubuh terkecil diantara sub spesies
harimau yang ada saat ini. Harimau sumatera jantan memiliki rata-rata panjang dari kepala
hingga ekor 240cm dan berat 120kg. Sedangkan betina memiliki rata-rata panjang dari kepala
hingga ekor 220cm dan berat 90kg. Semenjak tahun 1996 harimau sumatera sudah
dimasukkan dalam kategori hewan yang terancam punah oleh IUCN (Cat Specialist Group,
2002). Pada tahun 1992 harimau sumatera hanya tersisa 400 ekor di lima taman nasional
(Gunung Leuser, Kerinci Seblat, Way Kambas, Berbak, dan Sembilang serta Bukit Barisan
Selatan) dan dua suaka margastwa (Kerumutan dan Rimbang), sementara sekitar 100 ekor
lainnya berada di luar ketujuh kawan konservasi tersebut (PHPA, 1994)
Ada berbagai faktor yang menjadi penyebab harimau sumatera terancam punah.
Ancaman utama dari kepunahan harimau ini dikarenakan faktor lingkungan. Habitat alami
harimau sumatera semakin hilang dari waktu ke waktu. Sebagian besar penyebabnya
dilakukan oleh manusia, yaitu pembukaan hutan untuk lahan pertanian, perkebunan kelapa
sawit, pembangunan jalan, dan pembalakan liar. Ada juga faktor lain yang menyebabkan
kepunahan harimau sumatera ini, yaitu perburuan dan perdagangan satwa liar ilegal serta
konflik antara masyarakat yang tinggal di lingkungan yang dekat dengan habitat harimau
sumatera ini. Habitat harimau yang semakin berkurang menjadi sangat sempit membuat
harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan wilayah aktivitas manusia.
Salah satu cara dalam melestarikan dan mencegah kepunahan satwa-satwa endemik
tersebut, dilakukan upaya yaitu membuat penangkaran atau wilayah konservasi bagi satwa
tersebut. Diantaranya adalah konservasi secara ex situ dan in situ. Dalam menjalankan fungsi
dari lembaga konservasi ex situ mapun in situ tersebut, dokter hewan sangat dibutuhkan
dalam pelestarian satwa yang hampir punah terutama dalam hal perawatan dan kesehatan
hewan serta memastikan ketersediaan keturunan satwa tersebut dari generasi ke generasi.
Selain itu peran dokter hewan mutlak diperlukan untuk mengetahui lebih dahulu perilaku
seekor satwa liar di habitatnya. Sebab nantinya seorang dokter hewan yang akan menentukan
dan merekomendasikan sistem penangkaran dan husbandry yang paling tepat untuk satwa liar
di kebun binatang atau di wilayah konservasi.
Salah satu role model yang patut dikagumi dibidang konservasi satwa liar ialah dokter
Erni Suyanti Musabine. Dokter hewan lulusan Universitas Airlangga Surabaya ini bahkan
berani bertaruh nyawa demi menyelamatkan satwa liar yang kian hari terancam punah. Erni
Suyanti Musabine adalah dokter hewan dan aktivis penyelamatan hewan liar. Erni dikenal
karena upaya penanganan konflik antara harimau dan manusia dan upaya pembiakan harimau
di Taman Wisata Alam Seblat di Bengkulu. Dokter Yanti bercerita saat pergi ke hutan dan
melihat kondisi satwa liar, beliau merasa trenyuh tentang minimnya pelayanan kesehatan
terhadap satwa liar yang ada di hutan belantara. Saat hewan mengalami kesakitan karena
berbagai sebab, tidak ada yang memberi pengobatan. Pikiran sederhana itu yang
menginspirasi dokter Yanti untuk meniti karir di bidang konservasi satwa liar.
Hal yang dapat dilakukan sebagai calon dokter hewan ialah melakukan Sosialisasi
Penyadartahuan yang dilakukan kepada masyarakat bertujuan untuk menanamkan kepedulian
serta rasa membutuhkan terhadap keberlangsungan keseimbangan Ekosistem Alam, dimana
Satwa liar memiliki peran penting didalamnya. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk
memperbanyak agen yang menyebarluaskan Informasi pentingnya peran dan fungsi Satwa
liar dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem yang berdampak besar bagi
keberlangsungan sistem penyangga kehidupan kepada masyarakat luas.
Manfaat dari kegiatan Sosialisasi Penyadartahuan adalah diharapkan masyarakat
mentaati ketentuan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 21 ayat 2 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang menekankan tidak
diperbolehkanya memiliki, menangkap, memelihara atau memperdagangkan Satwa liar
dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati serta bagian-bagiannya, dikarenakan
kurangnya pemahaman dan rasa ingin tahu masyarakat. Serta meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya peran dan fungsi Satwa liar dalam mempertahankan
keseimbangan ekosistem yang berdampak besar bagi keberlangsungan sistem penyangga
kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

International Union for Conservation of Nature. 2013. 2013 IUCN Annual Report.
Switzerland
SEIDENSTICKER, J., DINERSTEIN, E., LOUCKS, C., WIKRAMANAYAKE, E.,
, J., SANDERSON, E., FORREST, J., BRYJA, G., HEYDLAUFF
, A., KLENZENDORF, S., LEIMGRUBER, P., MILLS, J., SHRESTHA
, M., SIMONS, R., SONGER, M. 2007. Fate of Wild Tiger. Bioscience
Organism from Molecules to the Environtment. 57(6)

Anda mungkin juga menyukai