Anda di halaman 1dari 14

EKOLOGI DAN KONSERVASI PRIMATA

Disusun oleh :
Agrida Biasukma

140410100050

Ekky Edytya E

140410120035

M Nasrulah Akbar

140410120087

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Primata adalah mamalia yang menjadi anggota ordo biologi Primates. Di dalam
ordo ini termasuk lemur, tarsius, monyet, kera, dan juga manusia. Kata ini berasal
dari kata bahasa Latin primates yang berarti "yang pertama, terbaik, mulia". Colin
Groves mencatat sekitar 350 spesies primata dalam Primate Taxonomy. Ilmu yang
mempelajari primata dinamakan primatologi. Lemur adalah salah satu keluarga
primate. Seluruh primata memilik lima jari (pentadactyly), bentuk gigi yang sama dan
rancangan tubuh primitif (tidak terspesialisasi). Kekhasan lain dari primata adalah
kuku jari. Ibu jari dengan arah yang berbeda juga menjadi salah satu ciri khas
primata, tetapi tidak terbatas dalam primata saja; opossum juga memiliki jempol
berlawanan. Dalam primata, kombinasi dari ibu jari berlawanan, jari kuku pendek
(bukan cakar) dan jari yang panjang dan menutup ke dalam adalah sebuah relik dari
posisi jari (brachiation) moyangnya di masa lalu yang barangkali menghuni pohon.
Semua primata, bahkan yang tidak memiliki sifat yang biasa dari primata lainnya
(seperti loris), memiliki karakteristik arah mata yang bersifat stereoskopik
(memandang ke depan, bukan ke samping) dan postur tubuh tegak.

70% dari 40 spesies primata yang ada di Indonesia dalam status terancam
punah. Pembalakan liar, penangkapan ilegal, konversi lahan hutan,serta perubahan
alam jadi penyebabnya. Total spesies primata di dunia sekitar 200 jenis, 25%-nya atau
40 spesies berada di Indonesia. Sayangnya, menurut Kurator Mamalia Taman
Margasatwa Ragunan Dedi Ruswandi, hampir semua spesies primata di Indonesia
berstatus terancam punah. Dari 40 spesies yang tercatat, belasan di antaranya
merupakan spesies endemik. Seperti Owa Jawa (Hylobates moloch) yang ditemukan
hidup di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lalu, Bekantan Kalimantan juga berstatus
spesies endemik hanya ditemukan di Pulau Kalimantan, 7 spesies endemik hidup di
Sulawesi, 3 spesies hidup di Kepulauan Mentawai. Hingga saat ini belum ada sensus
yang dilakukan secara serius untuk mengetahui berapa jumlah populasi primata
sebenarnya yang ada di Indonesia.Yang jelas, 70% di antaranya sudah berstatus
terancam punah dan jika tidak segera dikonservasi mereka akan benar-benar punah.
Kepunahan itu dipercepat dengan terputusnya habitat sehingga mengakibatkan
keanekaragaman menurun. Selain itu, berbagai kegiatan perburuan liar mendapatkan
bayi primata untuk dijadikan suvenir, kepemilikan ilegal, serta perdagangan primata
mempercepat proses kepunahan. Memang langkah untuk mengonservasi hewan yang
terbagi dalam dua kelompok besar yakni Prosimian (primata primitif) dan
Anthropeida

(primata

dunia

baru)

ini

masih

menemui

banyak

kendala.

Pengelompokan ini berdasarkan daerah penyebaran dan penemuannya. Menurut


Dedi, tidak hanya sensus spesies secara menyeluruh yang belum dilakukan di
Indonesia, namun kepentingan konservasi masih dikalahkan kepentingan industri
ekonomi. Akibatnya, konservasi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit atau
tanaman lain semakin mengancam habitat ini. Sebagai contoh, di Kalimantan yang
dilakukan konservasi lahan hutan secara besar-besaran menjadi kebun sawit. Hutan
yang sebelumnya menjadi lokasi hidup orangutan Kalimantan tak pelak telah
berubah. Jika sudah begini bukan saja, primata menjadi tersingkir namun hewan yang
konon menurut teori Darwin merupakan moyang manusia itu pun dianggap sebagai
musuh manusia. Sebab, orangutan sering turun ke perkebunan dan merusak lahan
kelapa sawit sehingga dia dianggap sebagai hama. Jika sudah begini keadaannya,

tidak jarang orangutan tak berdosa itu akhirnya harus dibunuh secara kejam oleh
ambisi manusia agar lahan sawitnya tidak terganggu. Karena tempat habitatnya
sudah dikonversi,akhirnya seolah terjadi perebutan lahan. Orangutan dan manusia
sama-sama berebut lahan mencari makan.Seharusnya, untuk lahan-lahan tertentu
yang didiami spesies hewan terutama yang bersifat endemik itu memang tidak boleh
dikonversi.Bahkan,masyarakat setempat saja masih memiliki kearifan budaya lokal
dalam memanfaatkan hutan. Tercatat spesies primata yang telah dikonservasi ke
Taman Margasatwa Ragunan total sebanyak 28 jenis spesies jumlah populasi 367
ekor.Sebanyak 22 jenis spesies di antaranya ditempatkan di Pusat Primata Schmutzer,
dengan total populasi sebanyak 125 ekor. Seperti, lemur hitam (3 ekor), malu-malu
(6), tarsius (1), yaki (7), dige (7), boti (7),monyet ekor panjang (12),lutung perak
(12),lutung Jawa (10), surili (2). Kemudian, simpai (3), bekantan (1), siamang (4),
siamang kerdil (2),wau-wau coklat gelap (4),wau-wau hitam alis putih (3),wau-wau
coklat terang (4),owa Jawa (10), kelawat (2), orangutan Kalimantan (14),simpanse
(5),dan gorila dataran rendah (4). Dari jumlah itu, 59 ekor berjenis kelamin jantan dan
61 betina. Sedang 5 ekor lainnya belum diketahui. Meskipun jumlah populasi primata
yang telah dikonservasi di Taman Margasatwa Ragunan sudah berjumlah
ratusan.Namun kenyataannya, jumlah spesiesnya baru sekitar 28 dari total 40 spesies
di Indonesia. Kekhawatirannya,12 spesies yang pernah dilaporkan tersebut sudah
telanjur punah sebelum sempat dikonservasi. Kenyataannya,hingga saat ini di Asia
hanya dua negara yang dipercaya untuk mengonservasi gorila hanyalah Indonesia dan
Jepang. Perawatan spesies primata jenis kera besar ini memang cenderung lebih
ketat.Sebab,habitatnya di alam hewan yang berasal dari Afrika itu memang sudah
terbatas. Memang Indonesia baru dipercaya mengelola salah jenis spesies gorila,yakni
gorila dataran rendah (gorilla gorilla gorilla). Selain itu, karena asal muasal gorila
memang berasal dari daerah tropis, sehingga suhu dan iklim Indonesia memang
cocok untuk gorila. Memang agak sulit dan ketat kriteria untuk mengelola dan
merawat gorila. Sebab, banyak hal yang harus dipenuhi. Di Indonesia sendiri, ada
lima sampel tanah yang harus diambil dan diteliti apakah kondisi tanahnya cocok dan
tidak mengandung virus yang bisa menyebabkan sakit tenggorokan gorila,katanya.

Ternyata memang tidak mudah untuk konservasi spesies hewan. Seperti halnya badak
Jawa yang tidak bisa hidup kecuali hanya di habitat aslinya. Bisa jadi jenis spesies
primata di Indonesia yang endemik juga tidak bisa dikonservasi di luar wilayah
habitatnya. Untuk itu,konservasi sebelum terjadi kepunahan memang sudah mutlak
untuk dilakukan. Memang berdasarkan ciri tubuh, primata yang berasal dari kata
Primus (bahasa latin) yang berarti yang pertama atau hewan tingkat tinggi dari
kelompok mamalia dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar. Yakni primata
primitif (Prosimian) di antaranya tarsius dan kukang. Kemudian kelompok monyet
yang di dalamnya termasuk monyet dan monyet daun. Untuk kelompok monyet ada
monyet ekor panjang dan boti.Sedang untuk kelompok monyet daun ada lutung,
surili,dan bekantan. Kelompok besar ketiga yakni jenis kera (Ape), baik kera besar
dan Owa.Kelompok kera besar di antaranya gorilla, simpanse,bonobo,dan orangutan.
Sedang untuk kelompok Owa ada Siamang, Owa Jawa, dan Kelawat. Menurut
Dedi,manusia juga termasuk golongan primata. Secara keseluruhan jenis primata
sudah mengalami spesialisasi untuk hidup di pepohonan.

BAB II
PEMBAHASAN
Klasifikasi
Kingdom

Animalia

Phylum

Chordata

Subphylum

Vertebrata

Class

Mammalia

Subclass

Theria

Infraclass

Eutheria

Order

Primates

Family

Hominidae

Genus

Pongo

Species

Pongo pygmaeus

Orang utan termasuk dalam primata. Orang utan saat ini merupakan binatang
langka, karena manusia terus-menerus merusak habitat mereka dan seringkali pula
menjual bayi-bayi mereka untuk dijadikan hewan peliharaan. Diperkirakan populasi
orang utan di seluruh dunia baru-baru ini hanya berjumlah 100.000 ekor. Saat ini
telah dikembangkan suaka margasatwa untuk melestarikan populasi mereka di
Indonesia dan Malaysia.
Ada 2 jenis orangutan, yaitu orangutan Kalimantan/Borneo (Pongo
pygmaeus) dan Orangutan Sumatra (Pongo abelii).

Pongo pygmaeus

Pongo abelii

Subspecies
Penelitian genetik telah berhasil mengidentifikasi 3 subspesies Orangutan Borneo :
P.p.pygmaeus, P.p.wurmbii, P.p.morio. Masing-masing subspesies berdiferensiasi
sesuai dengan daerah sebaran geografisnya dan meliputi ukuran tubuh. Orangutan
Kalimantan Tengah (P.p.wurmbii) mendiami daerah Kalimantan Barat dan
Kalimantan Tengah. Mereka merupakan subspesies Borneo yang terbesar. Orangutan
Kalimantan daerah Timur Laut (P.p.morio) mendiami daerah Sabah dan daerah
Kalimantan Timur. Mereka merupakan subspesies yang terkecil. Saat ini tidak ada
subspecies orangutan Kalimantan yang berhasil dikenali.
Lokasi Dan Habitat
Orang utan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di
pulau Borneo dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia. Mereka
biasa tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan
dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan
dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering
di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo orangutan
dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan
kerabatnya di Sumatera dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m
dpl. Orangutan Sumatera (Pongo abelii lesson) merupakan salah satu hewan endemis

yang hanya ada di Sumatera. Orangutan di Sumatera hanya menempati bagian utara
pulau itu, mulai dari Timang Gajah, Aceh Tengah sampai Sitinjak di Tapanuli
Selatan.Keberadaan hewan mamalia ini dilindungi Undang-Undang 5 tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan digolongkan
sebagai 'Critically Endangered' oleh IUCN. Di Sumatera, salah satu populasi
orangutan terdapat di daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru, Sumatera Utara.
Populasi orangutan liar di Sumatera diperkirakan sejumlah 7.300[2]. Di DAS Batang
Toru 380 ekor dengan kepadatan pupulasi sekitar 0,47 sampai 0,82 ekor per kilometer
persegi. Populasi orangutan Sumatera (Pongo abelii lesson) kini diperkirakan 7.500
ekor. Padahal pada era 1990 an, diperkirakan 200.000 ekor. Populasi mereka terdapat
di 13 daerah terpisah secara geografis. Kondisi ini menyebabkan kelangsungan hidup
mereka semakin terancam punah. [1] Saat ini hampir semua orangutan sumatera
hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba
sebagai batas paling selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di
sebelah barat daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat.
Populasi orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat (2.508 individu)
dan Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu). Populasi lain
yang diperkirakan potensial untuk bertahan dalam jangka panjang (viable) terdapat di
Batang Toru,Sumatera Utara, dengan ukuran sekitar 400 individu.
Orangutan di Borneo yang dikategorikan sebagai 'endangered' oleh IUCN
terbagi dalam tiga subspesies: Orangutan di Borneo dikelompokkan ke dalam tiga
anak jenis, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang berada di bagian utara Sungai
Kapuas sampai ke timur laut Sarawak; Pongo pygmaeus wurmbii yang ditemukan
mulai dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat Sungai Barito; dan Pongo
pygmaeus morio, diperkirakan secara total populasi liarnya di alam hanya 45.000
hingga 69.000. Di Borneo, orangutan dapat ditemukan di Sabah, Sarawak, dan
hampir seluruh hutan dataran rendah Kalimantan, kecuali Kalimantan Selatan dan
Brunei Darussalam.
Ciri-Ciri

Tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar,


lengan yang panjang dan kuat, kaki yang pendek dan
tertunduk, dan tidak mempunyai ekor, Orangutan
memiliki tinggi sekitar 1.25-1.5 meter. Tubuh orangutan
diselimuti

rambut

merah

kecoklatan.

Mereka

mempunyai kepala yang besar dengan posisi mulut yang


tinggi. Saat mencapai tingkat kematangan seksual,
orangutan jantan memiliki pelipis yang gemuk pada
kedua sisi, ubun-ubun yang besar, rambut menjadi
panjang dan tumbuh janggut disekitar wajah. Mereka mempunyai indera yang sama
seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, dan peraba.
Berat orangutan jantan sekitar 50-90 kg, sedangkan orangutan betina beratnya sekitar
30-50 kg. Telapak tangan mereka mempunyai 4 jari-jari panjang ditambah 1 ibu jari.
Telapak kaki mereka juga memiliki susunan jari-jemari yang sangat mirip dengan
manusia. Orangutan masih termasuk dalam spesies kera besar seperti gorila dan
simpanse. Golongan kera besar masuk dalam klasifikasi mammalia, memiliki ukuran
otak yang besar, mata yang mengarah kedepan, dan tangan yang dapat melakukan
genggaman.
Orang utan dapat memegang benda dengan tangan atau kakinya. Orang utan
jantan terbesar memiliki rentangan lengan (panjang dari satu ujung tangan ke ujung
tangan yang lain apabila kedua tangan direntangkan) mencapai 2.3 m. Orang utan
jantan dapat membuat panggilan jarak jauh yang dapat didengar dalam radius 1 km.
Digunakan untuk menandai/mengawasi arealnya, memanggil sang betina, mencegah
orang utan jantan lainnya yang mengganggu. Mereka mempunyai kantung
tenggorokan yang besar yang membuat mereka mampu melakukannya. Setiap petang,
mereka membuat sarang di atas pohon
Orangutan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada
cabang-cabang pohon, atau yang biasa dipanggil brachiating. Mereka juga dapat

berjalan dengan kedua kakinya, namun jarang sekali ditemukan. Orang utan tidak
dapat berenang.
Orangutan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada
cabang-cabang pohon, atau yang biasa dipanggil brachiating. Mereka juga dapat
berjalan dengan kedua kakinya, namun jarang sekali ditemukan.
Makanan
Meskipun orangutan termasuk hewan
omnivora, sebagian besar dari mereka hanya
memakan tumbuhan. 90% dari makanannya
berupa buah-buahan. Makanannya antara lain
adalah

kulit

pohon,

dedaunan,

bunga,

beberapa jenis serangga, dan sekitar 300 jenis


buah-buahan.

Selain

itu

mereka

juga

memakan nektar,madu dan jamur. Mereka juga gemar makan durian, walaupun
aromanya tajam. Orangutan tidak perlu meninggalkan pohon mereka jika ingin
minum. Mereka biasanya meminum air yang telah terkumpul di lubang-lubang di
antara cabang pohon.
Biasanya induk orangutan mengajarkan bagaimana cara mendapatkan makanan,
bagaimana cara mendapatkan makanan, dan berbagai jenis pohon pada musim yang
berbeda-beda. Melalui ini, dapat terlihat bahwa orangutan ternyata memiliki peta
lokasi hutan yang kompleks di otak mereka, sehingga mereka tidak menyia-nyiakan
tenaga pada saat mencari makanan. Dan anaknya juga dapat mengetahui beragam
jenis pohon dan tanaman, yang mana yang bisa dimakan dan bagaimana cara
memproses makanan yang terlindungi oleh cangkang dan duri yang tajam.

Cara Hidup
Tidak seperti gorila dan simpanse,
orangutan tidak hidup dalam sekawanan
yang besar. Mereka merupakan hewan
yang semi-soliter. Orangutan jantan
biasanya

ditemukan

sendirian

dan

orangutan betina biasanya ditemani oleh


beberapa anaknya. Walaupun oranutan
sering
tempat

tidur

dipohon,

mereka

pada

memanjat
intinya

dan

membangun

merupakan

hewan

terrestrial(menghabiskan hidup ditanah).


Reproduksi
Orangutan betina biasanya melahirkan pada usia 7-10 tahun dengan lama
kandungan berkisar antara 8,5 hingga 9 bulan; hampir sama dengan manusia. Jumlah
bayi yang dilahirkan seorang betina biasanya hanya satu. Bayi orangutan dapat hidup
mandiri pada usia 6-7 tahun. Kebergantungan orangutan pada induknya merupakan
yang terlama dari semua hewan, karena ada banyak hal yang harus dipelajari untuk
bisa bertahan hidup, mereka biasanya dipelihara hingga berusia 6 tahun. Orangutan
berkembangbiak lebih lama dibandingkan hewan primata lainnya, orangutan betina
hanya melahirkan seekor anak setiap 7-8 tahun sekali. Umur orangutan di alam liar
sekitar 45 tahun, dan sepanjang gidupnya orangutan betina hanya memiliki 3
keturunan seumur hidupnya. Dimana itu berarti reproduksi orangutan sangat lambat.

Populasi
Orangutan saat ini hanya terdapat di Sumatra dan Kalimantan, di wilayah Asia
Tenggara. Karena tempat tinggalnya merupakan hutan yang lebat, maka sulit untuk
memperkirakan jumlah populasi yang tepat. Di Borneo, populasi orangutan

diperkirakan sekitar 55.000 individu. Di Sumatra, jumlahnya diperkirakan sekitar


7.500 individu.
Ancaman
Ancaman terbesar yang tengah dialami oleh orangutan adalah habitat yang
semakin sempit karena kawasan hutan hujan yang menjadi tempat tinggalnya
dijadikan sebagai lahan kelapa sawit, pertambangan dan pepohonan ditebang untuk
diambil kayunya. Orangutan telah kehilangan 80% wilayah habitatnya dalam waktu
kurang dari 20 tahun. Tak jarang mereka juga dilukai dan bahkan dibunuh oleh para
petani dan pemilik lahan karena dianggap sebagai hama. Jika seekor orangutan betina
ditemukan dengan anaknya, maka induknya akan dibunuh dan anaknya kemudian
dijual dalam perdagangan hewan ilegal. Pusat rehabilitasi didirikan untuk merawat
oranutan yang sakit, terluka dan yang telah kehilangan induknya. Mereka dirawat
dengan tujuan untuk dikembalikan ke habitat aslinya.
Penyakit
Orangutan memiliki penyakit zoonosis seperti
primata hominid lainnya. Penyakit zoonosis yang
mungkin saling menularkan dengan manusia antara
lain TBC, polio pneumonia dan cacar. Penyakit lain
yang ada di alam adalah hepatitis A , B, C, D, E ,
kolera, leptospirosis, dan malaria. Pencegahan yang
dapat dilakukan antara lain mengurangi kontak dengan
manusia, sanitasi yang baik pada orangutan dalam
penangkaran, dan kebersihan yang cukup.

BAB III
KESIMPULAN
Orangutan (Pongo pygmaeus) adalah salah satu primata hominid di Indonesia,
persebarannya meliputi Kalimantan dan Sumatra.
Karakteristik umum orangutan
Tubuh gemuk dan besar
Berleher besar
Lengan yang panjang dan kuat
Kaki yang pendek dan tertunduk
Tidak mempunyai ekor
Tinggi sekitar 1.25-1.5 meter
Berat orangutan jantan sekitar 50-90 kg
Orangutan betina beratnya sekitar 30-50 kg
Rambut merah kecoklatan
Lama kandungan 8,5 - 9 bulan
Makanan
90% dari makanannya berupa buah-buahan
kulit pohon, dedaunan, bunga, beberapa jenis serangga
Penyakit
Zoonosis : TBC, polio pneumonia dan cacar
Alami : hepatitis A, B, C, D, E , kolera, leptospirosis, dan malaria

DAFTAR PUSTAKA

ITIS report. 2010. Pongo pygmaeus. Integrated Taxonomy Information System


Cawthon Lang KA. 13 Juni 2005. Primate Factsheets: Orangutan (Pongo)
Conservation .<http://pin.primate.wisc.edu/factsheets/entry/orangutan/cons>.
Diakses pada 26 Oktober 2014
2010, Koran Anak Indonesia Indonesia Network Information Education Network.
All rights reserved.wapedia.mobi/id/Special:Search?search=orang+utan&
skl=Tuju+ke&searchtype

Anda mungkin juga menyukai