PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Rusa timor (Cervus timorensi) termasuk satwa liar yang di lindung
oleh pemerintah dan dapat didomestikasi. Surat keputusan Menteri
Pertanian No 362/KPTS/TN/12/V/1990, yang diperbaharui melalui Surat
Keputusan Pertanian No. 404/KPTS/OT.210/2002, telah pula memasukan
rusa sebagai hewan ternak. Dalam surat keputusan tersebut, usaha
peternakan diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang di lakukan oleh
perorangan atau badan hukum yang melaksanakan kegiatan menghasilkan
ternak
(bibit/potong),
serta
menggemukan
suatu
ternak
termasuk
1.3.
Manfaat Penelitian
Informasi hidup harian rusa timor pada kondisi harian ex-situ dapat
bermanfaat untuk mengembangkan pola penangkara yang lebih baik untuk
mendukung keberhasilan konservasi rusa timor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
: Kordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Artiodactyla
Sub Ordo
: Ruminansia
Famili
: Cervidae
Genus
: Cervus
Spesies
: Cervus timorensis.
Rusa timor merupakan rusa tropis keduan terbesar dari jumlah
berkembang biak. Kondisi habitat harus mencakup luas dan kualitas yang
sesuai dengan tuntutan hidup marga satwa. Habitat yang sesuai untuk satu
jenis belum tentu sesuai dengan jenis yang lain karena setiap satwa
menghendaki kondisi habitat yang berbeda-beda. Rusa adalah satwa liar
yang memerlukan air setiap harinya untuk mandi dan berkubang (Susanto,
1980).
Habitat yang disukai rusa timor adalah hutan yang terbuka, padang
rumput, savana, semak, bahkan sering dijumpai juga pada aliran sungai
(sumber air) dan daerah yang berawa (Garsetiasih 1996). Hoogerwerf
(1970), Semiadi dan Nugraha (2004) serta IUCN (2008) mengatakan,
apabila berada di padang rumput rusa termasuk grasser sedangkan pada
areal semak dan hutan, rusa merupakan browser. Sebagai satwa herbivora,
rusa timor mengkonsumsi berbagai jenis rumput, herba dan buah-buahan
yang jatuh atau berserakan di permukaan tanah. Rusa timor di SM Pulau
Menipo di NTT, memanfaatkan tegakan lontar dan hutan bakau sebagai
tempat beristirahat (Sutrisno 1993). Cover merupakan komponen habitat
yang mampu memberikan perlindungan dari cuaca, predator atau kondisi
yang lebih baik dan menguntungkan. Vegetasi merupakan cover penting
dalam kehidupan satwa, karena bukan hanya pakan saja yang termasuk
didalamnya tetapi perlindungan terhadap cuaca dan predator juga
merupakan bagian dari vegetasi.
2.3
Perilaku Rusa
Tingkah laku hewan adalah ekspresi suatu hewan yang ditimbulkan
oleh semua faktor yang mempengaruhinya, baik faktor dari dalam maupun
dari luar yang berasal dari lingkungannya. Untuk praktisnya, tingkah laku
dapat diartikan sebagai gerak-gerik organisme. Sehingga perilaku
merupakan perubahan gerak termasuk perubahan dari bergerak menjadi
tidak bergerak sama sekali atau membeku, dan perilaku hewan merupakan
gerak-gerik hewan sebagai respon terhadap rangsangan dalam tubuhnya
dengan memanfaatkan kondisi lingkungannya Individu rusa jantan hidup
sendiri (soliter), sedangkan betina berkelompok dengan anggota berjumlah
7
2-3 individu, biasanya kelompok tersebut merupakan anakan rusa dari hasil
kelahiran sebelumnya (Jacoeb dan Wiryosuhanto, 1994). Dalam tingkat
penangkaran, rusa timor jantan mampu hidup berdampingan dengan
individu jantan lain atau individu betina. Hal ini mengubah perilaku asli nya
yang bersifat soliter (Semiadi dan Nugraha, 2004).
Rusa timor dapat hidup selama 15 20 tahun di alam maupun di
penangkaran, dengan rerata masa hidup 17,5 tahun. Rusa memiliki
kelebihan dibandingkan dengan hewan ruminansia lain. Rusa mampu
beradaptasi dengan berbagai habitat dan efisien dalam penggunaan pakan.
Penggunaan pakan oleh rusa lebih efisien dibandingkan dengan domba dan
sapi pedaging, yakni mencapai 4-5 kali lipat (Agnes, 2006).
Tingkah laku hewan adalah ekspresi suatu hewan yang ditimbulkan
oleh semua faktor yang mempengaruhinya, baik faktor dari dalam maupun
dari luar yang berasal dari lingkungannya (Suratmo, 1976). Tingkah laku
reproduksi sangat penting diketahui agar dapat mengembang serta
meningkatkan produktifitas populasi rusa timor. Rusa timor memiliki
tingkah laku memilih shelter (tempat berlindung) yang memiliki
ketersediaan sumber pakan dan minum,serta tersedianya naungan yang
jauh dari gangguan manusia. Rusa timor memiliki kebiasaan hidup
berkelompok. Kebiasaan lain dari rusa timor ini adalah membuang kotoran
(feses) bersamaan dengan mengkonsumsi pakan.Untuk tingkah laku
reproduksi rusa timor dimulai dari mating ratio, jumlah rusa timor pejantan
tiap kelompok berjumlah 1 : 5 dan memiliki sifat superior pejantan yang
menjadi pemimpin dalam kelompok (Daud Samsudewa, Siti Susanti,2006).
Tingkah laku reproduksi pada betina diawali dengan tingkah laku berahi.
Saat rusa timor betina berahi lebih sering menyendiri, nafsu makan
menurun, dan relatif diam saat didekati pejantan. Berahi rusa timor
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Musim hujan dengan pakan yang
melimpah akan meningkatkan kuantitas dan kualitas berahi betina
2.3. Status Konservasi Rusa
Penangkaran Rusa
Penangkaran adalah suatu kegiatan untuk pengembangbiakan satwa
liar yang bertujuan untuk meningkatkan atau memperbanyak
populasi
dengan 23 rusa timor yang terdiri dari 12 individu jantan dewasa, 9 individu
betina dewasa, 1 individu jantan anakan dan 1 individu betina anakan yang
berada pada kandag peraga seluas 190 m2 (Lembah Hijau, 2015).
Oleh karena itu usaha penangkaran rusa perlu dilakukan untuk
antisipasi kepunahan rusa (Afzalani, Muthalif dan Musnandar, 2008).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di areal penangkaran rusa timor
yang ada
Materi Penelitian
10
Materi yang di gunakan dalam penelitian adalah dua ekor trnak rusa
dewasa yang terdiri dari satu ekor jantan dan satu betina. Peralatan yang di
gunakan dalam penelitian berupa alat tulis menulis, stopwacth dan alat
dokumentasi (Camera).
3.3.
Metode Penelitan
Peneltian di awali dengan observasi pada lokasi penelitian untuk
melakukan proses habituasi pada populasi sebelum diamati tingkah laku
spesifiknya, dengan tujuan agar objek penelitian bisa beradaptasi dengan
peneliti. Selanjutkan data mengenai tingkah laku diperoleh dari pengamatan
langsung dengan menggunaka metode focal animal sampling berdasarkan
ketentuan Martin dan Bateson (1993). Metode focal animal samling
merupakan bentuk sederhana dari instantaneous sampling yang di dalamnya
berada individu diamati dengan poin yang telah di tentukan dan perilaku
ditetapkan untuk diamati. Salah satu kegunaan focal sampling adalah untuk
mengestimasi persen waktu yang digunakan individu dalam berbagai
aktivitas. Hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode ini
adalah dalam penentuan rating waktu dan frekuensi dalam sifat yang
diamati pada saat mulai dan mengakhiri.
3.4
1.
2.
3.
3.3.
Analisis Data
1.
2.
Harianto, S.P. dan Dewi, B.S. 2011. Laporan Pengabdian Perilaku Harian Rusa
Sambar (Cervus unicolor) Pada Siswa SD N 1 Sukarame Bandar
Lampung. Universitas Lampung.
Hoogerwerf A. 1970. Ujung Kulon: the land of the last Javan Rhinos. Part V. The
Javan Deer. Leiden E. J. Brill.
Ishak M. 1996. Analisis Pola Penggunaan Waktu Populasi Rusa Jawa (Cervus
timorensis) Menurut Jenis Kelamin dan Kelas Umur di Pulau Rinca
Taman Nasional Komodo. Skripsi Bogor, Jurusan Konservasi Sumber
Daya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Reserves.
2008. The Redlist of Threathened Species.
Jacoeb, T.N., Wiryosuhanto, S.D. 1994. Prospek Budidaya Ternak Rusa. Penerbit
Kanisius, Jakarta. Cetakan pertama.
Lelono.A. 2003. Pola Aktivitas Harian Individual Rusa (Cervus timorensis)
dalam Penangkaran. Jurnal ILMU DASAR, Vol.4 No.1, 2003: 48-53.
Novriyanti. (2011). Kajian manajemen penangkaran, tingkat konsumsi,
palatabilitas pakan, dan aktivitas harian trenggiling (Manis javanica) di
penangkaran UD. Multi Jaya Abadi (Skripsi). Depatemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Santoso, S I. 2011. Rusa Timorensis (Cervus timorensis). Graha Ilmu.Indonesia:
1-3.
Semiadi G, RTP Nugraha. 2004. Panduan pemeliharaan rusa tropis. Pusat
Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.
Susanto, M. 1980. Habitat dan Tingkah Laku Satwa Liar. Kerjasama antara
Training School for Animal Management (ATA, 1980) dan Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Schroder T.O. 1976. Deer in Indonesia. Nature Conservation Department.
Wageningen
Schmidt, G.H. 1974. Biology of Lactation. W.H. Feeman and Co., San Fransisco.
13
Semiadi. G. 2006. Biologi Rusa Tropis. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Cibinong.
Semiadi, G., R. T. P. Nugraha. 2004. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Pusat
Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong.
Suratmo, F. G. (1976). Prinsip dasar tingkah laku satwa liar . Bogor: Institut
Pertanaian
Bogor Press
14
15