Anda di halaman 1dari 5

Fauna tipe Peralihan (Wilayah Indonesia bagian tengah)

Fauna tipe peralihan memiliki ciri-ciri fauna asiatis dan ciri-ciri fauna australis. Fauna ini
banyak terdapat di wilayah Indonesia bagian tengah seperti Sulawesi, Nusa Tenggara,
Maluku Tengah, Maluku Tenggara dan beberapa pulau kecil di perairan laut dalam. Dari segi
jenis dan jumlah, boleh jadi fauna tipe ini tidak sebanyak fauna tipe Asia maupun Australia.
Namun, di kawasan ini terdapat beberapa fauna tipe Asia dan Australia, serta terdapat pula
fauna yang tidak terdapat di kawasan lain di dunia.

Beberapa jenis fauna peralihan antara lain:


1. Komodo

Komodo, atau juga disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah


spesies biawak besar yang terdapat di Pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang,
dan Gili Dasami di Provinsi Nusa Tenggara Timur,Indonesia. Biawak ini oleh penduduk
asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.
Komodo merupakan spesies terbesar dari familia Varanidae, sekaligus kadal
terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 meter dan beratnya bisa mencapai 100 kg.
Komodo merupakan pemangsa puncak di habitatnya karena sejauh ini tidak diketahui
adanya hewan karnivora besar lain selain biawak ini di sebarang geografisnya.
Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka
menjadi salah satu hewan paling terkenal di dunia. Sekarang, habitat komodo yang
sesungguhnya telah menyusut akibat aktivitas manusia, sehingga lembaga IUCN
memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak komodo
telah ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan habitanya
dijadikantaman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, yang tujuannya didirikan
untuk melindungi mereka.
2. Anoa

Anoa (Bubalus sp.) adalah mamalia terbesar dan endemik yang hidup di daratan
Pulau Sulawesi dan Pulau Buton. Banyak yang menyebut anoa sebagai kerbau kerdil.
Anoa merupakan hewan yang tergolong fauna peralihan. Anoa merupakan mamalia
tergolong dalam famili bovidae yang tersebar hampir di seluruh pulau Sulawesi.
Kawasan Wallacea yang terdiri atas pulau Sulawesi, Maluku, Halmahera, Kepulauan
Flores, dan pulaupulau kecil di Nusa Tenggara. Wilayah ini unik karena banyak memiliki
flora dan fauna yang endemik dan merupakan kawasan peralihan antara benua Asia dan
Australia. Salah satu kawasan yang memiliki flora dan fauna endemik Sulawesi antara
lain Kawasan Poso. Anoa (Bubalus sp.) merupakan salah satu satwa endemik yang
dilindungi yang menjadi ciri khas Pulau Sulawesi yang turut mendiami Kawasan Hutan
Lindung Desa Sangginora Kabupaten Poso. Anoa tergolong satwa liar yang langka dan
dilindungi Undang-Undang di Indonesia sejak tahun 1931 dan dipertegas dengan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999.
Ada dua spesies anoa, yaitu: Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa
dataran rendah (Bubalus depressicornis). Kedua spesies ini awalnya banyak perdebatan
mengenai status taksonominya. Namun, penelitian terbaru menggunakan teknik DNA
barcode telah mengungkapkan bahwa kedua jenis anoa adalah spesies yang berbeda.
Kedua jenis ini tinggal dalam hutan yang tidak dijamah manusia. Keduanya juga
termasuk jenis yang agresif dan sulit dijinakkan untuk dijadikan hewan ternak
(domestikasi). Kedua jenis ini dibedakan berdasarkan bentuk tanduk dan ukuran tubuh.
Anoa gunung relatif lebih kecil, ekor lebih pendek dan lembut, serta memiliki tanduk
melingkar. Sementara anoa dataran rendah lebih besar, ekor panjang, berkaki putih, dan
memiliki tanduk kasar dengan penampang segitiga.

3. Soa-soa
Soa-soa atau kadal air adalah biawak yang mempunyai panjang tubuh ±
34,5 cm. Panjang keseluruhan termasuk bagian ekor 75 cm. Soa-soa berasal dari
Indonesia Timur daerah Sulawesi (Latimojong, Tempe, Pampama, Palopo, Makasar,
Poso, dan Manado), juga terdapat di Kepulauan Togian, Buton, Ambon, Seram, Bacan,
Ternate, Halmahera, Waigeo, Papua, dan Pilipina. Soa-soa juga disebut Amboina sail-
finned lizard atau Amboina sailfin lizard (Hydrosaurus amboinensis) merupakan
kadal agamid terbesar di dunia, bahkan bisa mencapai panjang 1 meter. Soa-soa adalah
binatang yang pandai berenang.

4. Kuskus beruang sulawesi

Kuskus beruang sulawesi (Ailurops ursinus) adalah spesies marsupialia dari


family Phalangeridae. Satwa ini hidup di hutan tropis dataran rendah yang lembap,
endemik di Pulau Sulawesi dan pulau-pulau disekitarnya seperti Kepulauan Butung,
Kepulauan Peleng, Kepulauan Togian, dan kemungkinan juga dapat ditemukan di Pulau
Muna.

5. Tarsius tarsier (Binatang Hantu/Kera Hantu/Monyet Hantu)

Tarsius adalah makhluk nokturnal yang melakukan aktivitas pada malam hari dan
tidur pada siang hari. Oleh sebab itu Tarsius berburu pada malam hari. Mangsa mereka
yang paling utama adalah serangga seperti kecoa, jangkrik, dan kadang-kadang reptil
kecil, burung, dan kelelawar. Habitatnya adalah di hutan-hutan Sulawesi Utara hingga
Sulawesi Selatan, juga di pulau-pulau sekitar Sulawesi seperti Suwu, Selayar, dan
Peleng. Tarsius juga dapat ditemukan di Filipina. Di Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung, Sulawesi Selatan, Tarsius lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan
sebutan "balao cengke" atau "tikus jongkok" jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia.
Tarsius tarsier ditemukan di hutan hujan primer dan sekunder, meskipun mereka
lebih memilih hutan pertumbuhan sekunder. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kelimpahan makanan yang melimpah di hutan pertumbuhan sekunder. Habitat mereka
berkisar dari hutan hujan evergreen dataran rendah di dekat permukaan laut ke hutan
hujan pegunungan rendah sampai 1500 m. Tarsius spektral juga ditemukan di hutan
mangrove dan semak belukar.
Sebagai makhluk nokturnal yang melakukan aktivitas pada malam hari dan tidur
pada siang hari, Tarsius tidak seperti kebanyakan binatang nokturnal lain, tarsius tidak
memiliki daerah pemantul cahaya (tapetum lucidum) di matanya. Mereka juga memiliki
fovea, suatu hal yang tidak biasa pada binatang nokturnal.
Tarsius menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pohon. Hewan ini
menandai pohon daerah teritori mereka dengan urine. Tarsius berpindah tempat dengan
cara melompat dari pohon ke pohon. Hewan ini bahkan tidur dan melahirkan dengan
terus bergantung pada batang pohon. Tarsius tidak dapat berjalan di atas tanah, mereka
melompat ketika berada di tanah.

6. Maleo senkawor

Maleo Senkawor atau Maleo, yang dalam nama ilmiahnya Macrocephalon


maleo adalah sejenis burung gosong berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55cm,
dan merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal Macrocephalon. Yang unik
dari maleo adalah, saat baru menetas anak burung maleo sudah bisa terbang. Ukuran
telur burung maleo beratnya 240 gram hingga 270 gram per butirnya, ukuran rata-rata 11
cm, dan perbandingannya sekitar 5 hingga 8 kali lipat dari ukuran telur ayam. Namun
saat ini mulai terancam punah karena habitat yang semakin sempit dan telur-telurnya
yang diambil oleh manusia. Diperkirakan jumlahnya kurang dari 10.000 ekor saat ini.
Tidak semua tempat di Sulawesi bisa ditemukan maleo. Sejauh ini, ladang
peneluran hanya ditemukan di daerah yang memliki sejarah geologi yang berhubungan
dengan lempeng pasifik atau Australasia. Populasi burung endemik Indonesiaini hanya
ditemukan di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi seperti di Gorontalo (Bone
Bolango dan Pohuwato) danSulawesi Tengah (Sigi dan Banggai). Populasi maleo
di Sulawesi mengalami penurunan sebesar 90% semenjak tahun 1950-an. Berdasarkan
pantauan di Cagar Alam Panua, Gorontalo dan juga pengamatan di Tanjung
Matop, Tolitoli,Sulawesi Tengah, jumlah populasi dari maleo terus berkurang dari tahun
ke tahun karena dikonsumsi dan juga telur-telur yang terus diburu oleh warga.

7. Babi rusa

Babi rusa atau babirusa (Babyrousa) adalah marga binatang yang termasuk
kerabat babi liar, bertaring panjang yang mencuat dan melengkung di atas moncongnya,
hidup berkelompok di sekitar daerah rawa-rawa dan semak-semak, mencari makan pada
malam hari, pada siang hari tidur, makanannya terdiri atas umbi, akar, binatang tanah,
buah-buahan, dan kelapa yang jatuh. Habitat babi rusa banyak ditemukan di hutan hujan
tropis. Hewan ini gemar melahapbuah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan
dedaunan. Mereka hanya berburu makanan pada malam hari untuk menghindari
beberapa binatang buas yang sering menyerang.
Sejak tahun 1996 hewan ini telah masuk dalam kategori langka dan dilindungi
oleh IUCN dan CITES. Namun masih sering dijumpai perdagangan daging babi rusa di
daerah Sulawesi Utara. Karena itu, pusat penelitian dan pengembangan biologi LIPI
bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat beserta Departemen Kehutanan dan
Universitas Sam Ratulangi mengadakan program perlindungan terhadap hewan langka
ini. Perlindungan tersebut meliputi pengawasan habitat babi rusa dan membuat taman
perlindungan babi rusa di atas tanah seluas 800 hektare.
Babi rusa itu diberikan perlindungan penuh di bawah hukum Indonesia pada
tahun 1931. Spesies telah disertakan pada Appendix I CITES sejak tahun 1982,
meskipun perdagangan internasional spesies ini tidak dianggap telah menjadi isu penting
dalam beberapa kali. Ada dua kawasan lindung di Buru hutan hujan yang tersisa,
Gunung Kelpat Muda (1380 km²) dan Waeapo (50 km²), dan satu di Taliabu, Pulau
Taliabu (700 km²). Gunung Kelpat Muda, ke bagian barat-tengah pulau. memiliki
keuntungan tambahan untuk terus menjadi perlindungan hewan menurut adat setempat.

Anda mungkin juga menyukai