Anda di halaman 1dari 10

Daftar Hewan Langka di Indonesia yang

Terancam Punah
2. Harimau Sumatera

Mungkin saat ini jumlah populasi Harimau Sumatera tak lebih dari 300
ekor saja, sehingga menurut WWF spesies yang merupakan satu dari enam sub-spesies harimau
yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis atau hewan
langka yang terancam punah (critically endangered). Warna kulit harimau Sumatera merupakan
yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua.
Tubuhnya juga relatif paling kecil dibandingkan semua sub-spesies harimau yang hidup saat ini.
Semakin sempitnya luas habitat karena aktivitas pembukaan lahan, membuat mereka semakin
terancam punah.

3. Komodo

Habitat komodo (Varanus komodoensis) di alam bebas telah menyusut


akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan
terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia
dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.
Habitat utama kadal raksasa ini hanya ada di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili
Dasami di Nusa Tenggara. Komodo pertama kali didokumentasikan oleh orang Eropa pada tahun
1910. Nama hewan karnivora ini semakin dikenal dunia setelah tahun 1912 Pieter Antonie
Ouwens, direktur Museum Zoologi di Buitenzorg (kini Bogor), menerbitkan paper tentang
komodo setelah menerima foto dan kulit reptil ini.

4. Burung Jalak Bali

Jalak Bali ditemukan pertama kali pada tahun 1910. Nama ilmiah Jalak
Bali dinamakan menurut pakar hewan berkebangsaan Inggris, Walter Rothschild, sebagai orang
pertama yang mendeskripsikan spesies ini ke dunia pengetahuan pada tahun 1912. Jalak Bali
hanya ditemukan di hutan bagian barat Pulau Bali. Burung ini juga merupakan satu-satunya
spesies endemik Bali dan pada tahun 1991 dinobatkan sebagai lambang fauna Provinsi Bali.
Keberadaan hewan endemik ini dilindungi undang-undang. Untuk mencegah terjadi ancaman
kepunahan yang makin erius, sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia menjalankan
program penangkaran jalak Bali (Leucopsar rothschildi).

5. Badak Jawa dan Sumatera

Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dan Badak Jawa (Rhinoceros


sondaicus) juga menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan para pecinta lingkungan. Badak
sumatera (Sumatran rhino) dan Badak Jawa (Javan rinho) merupakan dua dari 5 spesies badak
yang masih mampu bertahan dari kepunahan, selain badak india, badak hitam afrika, dan badak
putih afrika. Namun, kedua badak ini sudah masuk dalam kategori sangat terancam atau critically
endangered. Status konservasi critically endangered ini disandangkan pada spesies badak di
Indonesia sejak 1996.

6. Gajah Sumatera

Mungkin saat ini jumlah populasi Harimau Sumatera tak lebih dari 300
ekor saja, sehingga menurut WWF spesies yang merupakan satu dari enam sub-spesies harimau
yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis atau hewan
langka yang terancam punah (critically endangered). Warna kulit harimau Sumatera merupakan
yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua.
Tubuhnya juga relatif paling kecil dibandingkan semua sub-spesies harimau yang hidup saat ini.
Semakin sempitnya luas habitat karena aktivitas pembukaan lahan, membuat mereka semakin
terancam punah.

7. Kanguru Pohon Wondiwoi

Rupanya, Kanguru bukan hanya milik Australia saja, karena Indonesia


juga memilikinya. Kanguru Pohon Wondiwoi namanya, merupakan salah satu spesies hewan
langka endemik yang hidup di Pulau Papua. Berdasarkan spesimen yang ditemukan Ernst Mayr,
hewan yang memiliki nama ilmiah Dendrolagus mayri ini diperkirakan mempunyai berat sekitar
9,25 kg. Bulunya berwarna hitam suram dengan beberapa bagian yang berwarna kekuningan.
Daerah pantat dan tungkai berwarna kemerahan dengan ekor keputihan. Populasi pasti Kanguru
Pohon Wondiwoi memang tidak pernah diketahui secara pasti. Namun menurut IUCN Red List,
diperkirkan jumlah populasi kanguru pohon ini sekitar 50 ekor individu saja. Hal inilah yang
membuat pihak IUCN Red List memasukkan Kanguru Pohon Wondiwoi atau Wondiwoi Tree-
kangaroo sebagai spesies Critically Endangered atau spesies yang sangat terancam punah (Kritis).
8. Anoa

Anoa merupakan hewan endemik pulau Sulawesi, tepatnya di provinsi


Sulawesi Tenggara. Hewan ini termasuk fauna peralihan (Asiatic – Australis). Hewan yang
dikategorikan sebagai hewan langka ini sudah diambang kepunahan sejak tahun 1960-an. Bahkan,
selama satu dekade terakhir jumlah populasinya semakin menurun drastis. Diperkirakan saat ini
jumlahnya tidak lebih dari 5.000 ekor di alam bebas. Ancaman kepunahan memang tak lepas dari
perilaku masyarakat yang sering memburunya untuk diambil kulit, tanduk, serta dagingnya. Ada
dua spesies binatang ini, yaitu anoa dataran rendah dan anoa pegunungan. Maskot provinsi
Sulawesi Tenggara ini hidup di dalam hutan yang masih rimbun dan sulit didekati manusia. Itu
sebabnya hewan ini tidak bisa menjadi hewan ternak, karena tidak bisa dijinakkan.

9. Monyet Hitam Sulawesi

Kera Hitam Sulawesi atau dalam bahasa ilmiah disebut Macaca nigra atau
sering juga disebut monyet berjambul merupakan salah satu dari sekian jenis primata yang
keberadaannya mulai langka dan terancam mengalami kepunahan. Kera Hitam Sulawesi
merupakan satwa endemik pulau Sulawesi, tepatnya di daerah provinsi Sulawesi Utara. Ciri utama
yang pada monyet ini adalah jambul di atas kepalanya. Dalam bahasa Inggris primata langka ini
disebut dengan beberapa nama diantaranya Celebes Crested Macaque, Celebes Black ape, Celebes
Black Macaque, Crested Black Macaque, Gorontalo Macaque, dan Sulawesi Macaque. Sementara
itu, kera ini oleh masyarakat setempat biasa dipanggil dengan Yaki, Bolai, Dihe. Dalam bahasa
latin (ilmiah) Kera Hitam Sulawesi dinamai Macaca nigra yang bersinonim dengan Macaca
lembicus (Miller, 1931) Macaca malayanus (Desmoulins, 1824). Kera hitam sulawesi ini semakin
hari keberadaannya semakin langka dan terancam punah. Bahkan oleh IUCN Redlist digolongkan
dalam status konservasi Critically Endangered (Krisis).

10. Pesut Mahakam

Pesut mahakam atau dalam bahasa Latin disebut Orcaella brevirostris


adalah sejenis hewan mamalia yang sering disebut lumba-lumba air tawar yang hampir punah
karena berdasarkan data tahun 2007, populasi hewan tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan
tertinggi satwa Indonesia yang terancam punah. Ilmuwan internasional mengklasifikasikan
populasi Pesut Mahakam di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, dalam kondisi sangat terancam
punah. Banyak faktor yang mempengaruhi populasi pesut. Jumlah pasokan makanan yang makin
berkurang di alam, lalu lalang kapal ponton di kawasan habitatnya, serta penggunaan racun oleh
nelayan setempat menjadi biang kerok berkurangnya populasi ikan pesut.
11. Macan Tutul Jawa

Harimau Jawa telah lama punah, dan spesies sejenis yang masih ada di
tanah Jawa adalah Macan Tutul Jawa atau dalam bahasa Latin disebut Panthera pardus melas.
Hewan langka yang menjadi ikon provinsi Jawa Barat ini merupakan satwa endemik pulau Jawa
dan menjadi bagian dari sembilan subspesies Macan Tutul (Phantera pardus) di dunia. Macan
Tutul Jawa yang telah dikategorikan dalam status konservasi “Critically Endangered” mempunyai
dua jenis variasi, yaitu Macan Tutul berwarna terang dan Macan Tutul berwarna hitam yang biasa
disebut dengan Macan Kumbang. Meskipun berwarna berbeda, kedua kucing besar ini adalah
subspesies yang sama. Menurut laporan dari IUCN, jumlah Macan Tutul Jawa yang masih hidup
tak lebih dari 300 ekor di habitnya.

12. Kura-kura Paruh Betet

Dalam bahasa Inggris kura-kura hutan sulawesi yang endemik pulau


Sulawesi ini disebut sebagai Sulawesi Forest Turtle. Sedangkan resminya, hewan langka ini
mempunyai nama latin yaitu Leucocephalon yuwonoi yang bersinonim dengan Geoemyda
yuwonoi dan Heosemys yuwonoi. Kura-kura hutan Sulawesi ini sering juga dikenal dengan nama
kura-kura paruh betet. Pemberian julukan nama tersebut dikarenakan bentuk mulutnya yang unik
seperti burung betet. Kura-kura hutan Sulawesi (kura-kura paruh betet) ini termasuk dalam salah
satu dari 7 jenis reptil paling langka di Indonesia. Bahkan termasuk dalam daftar The World’s 25
Most Endangered Tortoises and Freshwater Turtles—2011 yang dikeluarkan oleh Turtle
Conservation Coalition. Sebelumnya kura-kura hutan sulawesi digolongkan dalam genus
Heosemys, namun sejak tahun 2000 dimasukkan dalam genus tunggal Leucocephalon. Kata
‘yuwonoi’ dalam nama ilmiahnya merujuk pada Frank Yuwono yang kali pertama memperoleh
spesimen pertama kura-kura hutan sulawesi ini di pasar di Gorontalo Sulawesi.

13. Elang Flores

Elang flores atau Nisaetus floris merupakan jenis elang berukuran besar
sekitar 71 – 82 cm yang turut memperkaya keragaman burung di nusantara. Meskipun namanya
elang flores, burung ini juga dapat dijumpai juga di Pulau Lombok, Sumbawa, serta pulau kecil
Satonda dan Rinca, selain tentu saja di Pulau Flores, Nusa Tenggara. Kecenderungan populasi
elang flores yang terus menurun membuat Badan Konservasi Dunia IUCN menetapkannya
sebagai jenis “satu langkah menuju kepunahan” (Critically Endangered/CR). Jumlah individu
dewasa di seluruh persebarannya diperkirakan sekitar 100 pasang dengan daerah jelajah sekitar
10.000 kilometer persegi. Ciri elang ini adalah tubuh bagian bawahnya berwarna putih, hidup di
kawasan hutan dataran rendah dan submontana hingga ketinggian 1.000 mdpl. Teknik
memangsanya yang mudah terlihat adalah berburu dari tenggeran dan terbang mengangkasa
memanfaatkan aliran udara panas.

14. Ekidna Moncong Panjang Barat

Ekidna Moncong Panjang Barat (Zaglossus bruijnii) atau yang dalam


bahasa Inggris biasa disebut dengan Western Long-beaked Echidna merupakan hewan endemik
yang berasal dari Papua, dan Australia (punah) yang hidup di ketinggian 1300-4000 mdpl.
Habitatnya adalah padang rumput alpin dan hutan yang lembap. Ekidna merupakan hewan
mammalia yang bertelur (ordo Monotremata) yang masih bertahan hidup hingga sekarang di
samping platipus (Ornithorhynchus anatinus). Sebagaimana dengan platipus, Ekidna termasuk
hewan yang aneh. Ekidna menjadi aneh lantaran hewan mammalia selayaknya harimau ataupun
tarsius tetapi ekidna tidak melahirkan anaknya melainkan bertelur.

15. Kodok Pohon Ungaran

Philautus jacobsoni atau biasa disebut Katak Pohon Ungaran. Memiliki


status Critically endangered (hampir punah) dan masuk dalam daftar The IUCN Red List of
Threatened Species tahun 2008. Dalam pernyataannya, Philautus jacobsoni dinyatakan hampir
punah dengan alasan daerah yang menjadi habitatnya kurang dari 10 km2, semua individu dari
jenis katak ini hanya terdapat di Gunung Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.

16. Burung Trulek Jawa

Burung Trulek Jawa (Vanellus macropterus) merupakan salah satu jenis


burung endemik Jawa yang memiliki habitat utama di wilayah rawa yang luas, seperti padang
rumput luas yang banjir saat musim hujan. Menurut data IUCN terbaru tahun 2013, jumlah
populasi Trulek Jawa ini sangat kecil, diasumsikan kurang dari 50 individu saja. Mengerikan
bukan? Jumlah populasi yang dimungkinkan menurun ini, disebabkan oleh gangguan manusia dan
konversi habitat untuk budidaya dan pertanian, serta perburuan. Sejalan dengan itu, menurut data
IUCN, dinyatakan bahwa ancaman kepunahan Trulek Jawa ini adalah masalah lahan dari habitat
asli yang telah dialihfungsikan menjadi wilayah agro-industry farming atau lahan pertanian dan
menjadi daerah budidaya air tawar, yaitu tambak.

17. Kakatua Jambul Kuning


Jenis burung yang semakin terancam kelestariannya adalah burung
Kakatua Jambul Kuning atau dalam nama ilmiahnya disebut Cacatua sulphurea. Daerah sebaran
kakatua-kecil jambul-kuning adalah Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Bali, dan Timor, di tempat
yang masih terdapat hutan-hutan primer dan sekunder. Menurut Kepala Balai Konservasi
Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Nusa Tengara Barat Dr Ir Widada MM, seperti dikutip dari
Republika, mengungkapkan populasi burung Kakatua Jambul Kuning yang hidup di alam liar di
daerah NTB saat ini tersisa 145 ekor. Bahkan, lanjut Widada, burung Kakatua jambul kuning telah
dinyatakan hewan langka yang masuk kategori kritis oleh lembaga konservasi dunia (IUCN),
karena jumlahnya yang semakin sedikit.

18. Simakobu

Simakobu adalah monyet berhidung pesek yang status populasinya paling


mengkawatirkan dan orang jarang bahkan tidak mengenalnya. Simakobu adalah spesies
monoleptik dimana binatang ini tidak memiliki ‘saudara’ dalam marganya. Russel A. Mittermeier,
Presiden Conservation International (CI) juga menambahkan bahwa Simakobu merupakan satu-
satunya monyet pemakan daun yang mempunyai ekor melingkar pendek dan mempunyai hidung
tumpul seperti halnya monyet emas atau monyet berhidung pesek. Simakobu atau yang bernama
ilmiah Simias concolor ini menjadi penting karena statusnya dalam IUCN yang dikategorikan
sebagai spesies yang Critically Endangered atau status konservasi tingkat keterancaman tinggi
(hewan langka) dan dicap sebagai ‘The World’s 25 Most Endangered Primates’. Hal ini terjadi
karena populasi monyet ekor babi selama 10 tahun terakhir mengalami penurunan hingga 80%.

19. Beruk Mentawai

Selain Simakobu, kawasan Mentawai juga dihuni spesies primata lainnya.


Orang lokal menyebutnya Bokoi atau bokkoi (Macaca pagensis). Mereka adalah sejenis monyet
yang menyebar terbatas (endemik) di Kepulauan Mentawai, lepas pantai barat Sumatera. Nama
itu adalah sebutan yang sering digunakan oleh penduduk Kepulauan Mentawai untuk menyebut
hewan tersebut. Nama lainnya adalah beruk mentawai, sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut
dengan nama Pagai Island Macaque. Epitet spesifiknya, yaitu pagensis, berarti “berasal dari
Pagai”; merujuk kepada pulau-pulau Pagai di Kepulauan Mentawai sebagai habitat asal beruk ini
yang kian terancam punah.

20. Tarsius Siau


Tarsius adalah primata dari genus Tarsius, suatu genus monotipe dari
famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang bertahan dari ordo Tarsiiformes. Tarsius mempunyai
tubuh kecil dengan mata yang sangat besar; tiap bola matanya berdiameter sekitar 16 mm dan
keseluruhan berukuran sebesar otaknya. Kaki belakangnya juga sangat panjang. Sampai saat ini
populasi Tarsius cenderung mengalami penurunan (IUCN, 2012). Perkiraan kepadatan populasi
Tarsius di Tangkoko adalah 156/km2 (Gursky, 1997). Hal ini karena dipengaruhi oleh faktor-
faktor baik dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). Faktor luar (eksternal) yang
mempengaruhi Tarsius antara lain adalah lingkungan(habitat,sarang, jenis vegetasi), iklim (suhu,
kelembaban, intensitas cahaya, dan curah hujan), predator (kucing hutan, ular dan manusia), dan
pakan.

21. Gagak Banggai

Burung Gagak Banggai atau Corvus unicolor sempat dinyatakan telah


punah, kemudian tahun 2007 lalu kawanan spesies ini terlihat kembali di alam liar dengan jumlah
terbatas. Hal inilah yang mendasari bahwa kondisi spesies ini termasuk satwa dilindungi dan
terancam punah. Gagak banggai merupakan salah satu jenis burung endemik Sulawesi. Burung
ini sebarannya terbatas hanya pada daerah Kepulauan Banggai. Gagak Banggai berukuran kurang
lebih 39 cm dengan corak tubuh berwarna hitam dengan iris pucat, ekor yang pendek, berkaki
gelap dan leher mungkin menunjukkan kemilau cokelat kusam. Selain itu suara kicauan burung
memberikan 3-4 catatan berderit peluit Kruik, Kruik, Kruik, Kruik, yang berlangsung 2-3 detik.

22. Burung Kacamata Sangihe

Burung Kacamata Sangihe atau Zosterops nehrkorni merupakan salah satu


satwa (aves) yang telah ditetapkan sebagai burung langka, dan berada dalam kategori status
critically endangared oleh IUCN. Hal ini tidak lain disebabkan karena habitat burung kacamata
sangihe yang sangat sempit dan adanya perburuan liar karena burung ini memiliki suara kicauan
yang indah. Bahkan pada tahun 1999 burung ini sempat dinyatakan punah oleh para peneliti
dikarenakan kicauannya tidak terdengar lagi di Gunung Sahendaruman dan Gunung Sahengbalira
di pulau Sangihe. Namun sayangnya, burung yang disebut mata mawiera oleh penduduk setempat
ini belum didaftarkan sebagai burung yang dilindungi oleh pemerinta Republik Indonesia (RI).
Hal ini dibuktikan dengan tidak dicantumkannya nama burung kacamata sangihe pada lampiran
PP No. 7 tahun 1999.

23. Burung Hantu (Celepuk) Siau


Celepuk siau (Otus siaoensis) adalah salah satu burung langka yang masuk
dalam kategori terancam punah di dunia. Burung celepuk siau merupakan burung endemik yang
hanya terdapat di sebuah pulau kecil bernama “Siau” di Kabupaten Sangihe, Propinsi Sulawesi
Utara. Sesuai dengan namanya, Celepuk siau merupakan anggota burung hantu (ordo
Strigiformes) yang dalam bahasa Inggris biasa disebut sebagai Siau Scops-owl. Sedangkan dalam
nama ilmiah (latin) celepuk ini diberi nama Otus siaoensis. Populasi burung endemik ini tidak
diketahui dengan pasti, namun berdasarkan persebarannya yang hanya terbatas di pulau dan
penampakan langsung yang jarang sekali, celepuk siau dikategorikan oleh IUCN Redlist dalam
status konservasi Kritis (Critically Endangered) sejak tahun 2000. CITES juga memasukkan
celepuk ini dalam Apendix II sejak 1998.

24. Katak Merah atau Katak Api

Kodok Merah atau dalam bahasa latinnya Leptophryne cruentata


merupakan jenis kodok endemik yang hanya ditemukan di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Kodok Merah pun menjadi salah satu
hewan langka yang terancam punah. Sehingga tidak berlebihan jika kemudian IUCN Redlist
mencatatnya dengan status Critically Endangered(Kritis). Meskipun di Indonesia sendiri Kodok
ini luput dari daftar satwa yang dilindungi. Kodok Merah sering kali disebut juga sebagai Katak
Darah. Kodok Merah dalam bahasa Inggris disebut sebagai Bleeding Toad atau Fire Toad.
Sedangkan dalam bahasa latin (nama ilmiah) hewan ini disebut Leptophryne cruentata. Nama
latinnya ini mempunyai arti kurang lebih ‘berdarah’.

25. Burung Tokhtor Sumatera

Burung Tokhtor Sumatera memiliki nama latin carpococcyx viridis adalah


burung endemik pulau Sumatera yang termasuk di dalam 18 burung sangat langka di indonesia.
Burung tokhtor sumatera telah terdaftar sebagai salah satu satwa yang langka yaitu status
konservasi dengan keterancaman sangat tinggi. Jumlah populasinya diperkirakan tak sampai
mencapai 300 ekor. Burung tokhtor sumatera dulu sudah dianggap telah punah karena sejak
terdiskripsikan pada tahun 1916 tak pernah ditemukan lagi. Kemudian pada November tahun 1997
seekor tokhtor sumatera sukses difoto untuk pertama kalinya oleh Andjar Rafiastanto.

26. Rusa Bawean


Rusa Bawean yang dalam bahasa Latinnya Axis kuhlii merupakan hewan
endemik yang hidup di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Jenis rusa ini
merupakan rusa yang populasinya semakin langka dan terancam kepunahan. Rusa Bawean
merupakan hewan langka yang hidup nokturnal, lebih sering aktif di sepanjang malam. Menyukai
habitat di semak-semak pada hutan sekunder yang berada pada ketinggian hingga 500 mdpl. Rusa
Bawean memiliki tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan rusa jenis lainnya. Rusa
Bawean mempunyai tinggi tubuh antara 60-70 cm dan panjang tubuh antara 105-115 cm. Rusa
ini mempunyai bobot antara 15-25 kg untuk rusa betina dan 19-30 kg untuk rusa jantan. Selain
itu, ciri lain dari rusa ini adalah memiliki ekor sepanjang 20 cm yang berwarna coklat dan
keputihan pada lipatan ekor bagian dalam. Rusa ini mempunyai kecepatan berlari yang sangat
cepat dan cerdik.

27. Kodok Sumatera

Kodok Sumatera atau nama latinnya Duttaphrynus sumatranus merupakan


satwa amfibi paling langka di Indonesia, bersama dengan Kodok Merah (Leptophryne cruentata)
dan Kodok Pohon Ungaran (Philautus jacobsoni). Kodok-kodok tersebut menyandang status
Critically Endangered dari IUCN Red List. Diketahui kodok endemik ini hanya mendiami daerah
‘Lubuk Selasih’ di sekitar Gunung Talang di perbatasan tiga kabupaten, Padang Pariaman, Solok
dan Pesisir Selatan, provinsi Sumatera Barat. Berbagai ancaman seperti kerusakan habitat dan alih
fungsi lahan menjadi lahan pertanian serta pendangkalan sungai diduga berpengaruh besar pada
tingkat keterancaman kodok endemik Indonesia ini.

28. Merak Hijau

Merak hijau atau bahasa Latinnya Pavo muticus merupakan salah satu
burung dari tiga spesies merak. Seperti burung-burung lainnya yang ditemukan di suku
Phasianidae, merak hijau mempunyai bulu yang indah. Bulu-bulunya berwarna hijau keemasan.
Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya kurang mengkilap,
berwarna hijau keabu-abuan dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Burung jantan dewasa
berukuran sangat besar, panjangnya dapat mencapai 300 cm, dengan penutup ekor yang sangat
panjang. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak. Merak hijau terdapat di kepulauan Jawa dan
statusnya dilindungi oleh undang-undang karena sebagai hewan langka.

29. Hiu Sentani


Hiu Gergaji atau bahasa ilmiahnya Pristis microdon adalah spesies ikan
yang hidup di lautan Indo-Pacific serta dapat juga hidup di sungai untuk melakukan siklus
hidupnya. Pada musim hujan antara bulan Desember-Maret, ikan ini akan hidup di sungai air
tawar. Sedangkan ketika memasuki musim kering (Mei-Oktober), ikan hiu sentani akan lebih suka
tinggal di muara atau teluk yang menyerupai habitat air laut. Selain di Australia, ikan ini juga
menyebar ke Kalimantan, Papua, Vietnam, India, Madagascar dan Afrika timur. Di Indonesia
sendiri ikan hiu gergaji (Pristis microdon) ini menjadi salah satu hewan endemik yang terdapat di
Danau Sentani, Papua. Jumlahnya yang menyusut membuat spesies ini masuk dalam satwa yang
patut dilestarikan.

30. Ikan Arwana Irian

Arowana Irian memiliki bentuk tubuh dengan sisik yang berwarna-warni


yang akan menambah pesonanya sehingga kelihatan cantik dan anggun. Banyak pecinta ikan yang
memburu spesies ini sebagai ikan hias. Populasinya yang terbatas menjadikan ikan ini sebagai
salah satu satwa yang dilindungi. Jadi, tidak sembarang pihak bisa memelihara ikan ini. Bentuk
tubuh arwana irian (Sceloropages leichartidti) comperessed, lebar, dan tebal. Bagian tubuhnya
tterdapat bercak merah atau kuning dan warna sirip dan tubuhnya didominasi dengan warna hiaju
tua. Arwana irian yang berkualitas baik memiliki sirip dan sisiknya yang utuh, sungutnya tidak
patah maupun tertekuk, bola mta bening dan tidak menderita juling.

Anda mungkin juga menyukai