Dalam prasasti ini disebutkan bahwa raja yang bernama Khesari Warmadewa, istananya terletak di
Sanghadwala. Prasasti ini ditulis dengan huruf Nagari
(India) dan sebagian lagi berhuruf Bali Kuno, tetapi
berbahasa Sanskerta. Prasasti ini berangka tahun 914 M
(836 saka), dalam Candrasengkala berbunyi Khecara-
wahni-murti. Raja selanjutnya yang berkuasa adalah
adalah Ugrasena pada tahun 915 M. Ugrasena digantikan
oleh Tabanendra Warmadewa (955-967 M).Tabanendra
kemudian digantikan oleh Jayasingha Warmadewa, ia
membangun dua buah pemandian di desa Manukraya. Pemandian ini merupakan sumber air yang dianggap
suci. Jayasingha kemudian digantikan oleh Jayasadhu Warmadewa yang memerintah dari tahun 975-983 M.
Tidak banyak berita yang menceritakan masa kekuasaannya.
Jayasadhu digantikan oleh adiknya Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, seorang raja perempuan. Ia
kemudian digantikan oleh Dharmodayana yang terkenal dengan nama Udayana yang naik takhta pada tahun
989 M. Dharmodayana memerintah bersama permaisurinya bernama Gunapriyadharmapadmi, anak dari raja
Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Gunapriyadharmapadmi meninggal pada tahun 1001 M dan
dicandikan di Burwan. Udayana memerintah sampai tahun 1011 M. Pada tahun itu, ia meninggal dan
dicandikan di Banu Weka. Pernikahannya dengan Gunapriya menghasilkan tiga orang putra yaitu, Airlangga
yang menikah dengan putri Dharmawangsa (raja Jawa Timur), Marakata, dan Anak Wungsu.
Airlangga tidak memerintah di Bali, ia menjadi raja di Jawa Timur. Anak Udayana yang memerintah di Bali,
yaitu Marakata memerintah dari tahun 1011-1022, ia bergelar Dharmawangsawardhana Marakata
Pangkajasthana Uttuganggadewa. Masa pemerintahan Marakata bersamaan dengan masa pemerintahan
Airlangga di Jawa Timur. Marakata adalah raja yang sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya, sehingga
ia dicintai dan dihormati oleh rakyatnya. Untuk kepentingan peribadatan, ia membangun prasada atau
bangunan suci di Gunung Kawi daerah Tampak Siring, Bali.
Marakata digantikan oleh adiknya Anak Wungsu, yang memerintah dari tahun 1049-1077. Pada masa
pemerintahannya, keadaan negeri sangat aman dan tenteram. Rakyat hidup dengan bercocok tanam, seperti
padi gaga, kelapa, enau, pinang, bambu, dan kemiri. Selain itu, rakyat juga memelihara binatang seperti
kerbau, kambing, lembu, babi, bebek, kuda, ayam, dan anjing. Anak Wungsu tidak memiliki anak dari
permaisurinya. Ia meninggal pada tahun 1077 M dan didharmakan di gunung Kawi dekat Tampak Siring.
Beberapa raja yang memerintah Kerajaan Bali setelah Anak Wungsu, diantaranya Sri Maharaja Sri
1
Walaprahu, Sri Maharaja Sri Sakalendukirana, Sri Suradhipa, Sri Jayasakti, Ragajaya, dan yang lain sampai
pada Paduka Bhatara Sri Asta Asura Ratna sebagai raja terakhir Bali. Sebab pada tahun 1430 M, Bali
ditaklukkan oleh Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit.
Sejak Bali ditaklukkan oleh Majapahit, kerajaan di Bali diperintah oleh raja-raja yang berasal dari keturunan
Jawa (Jawa Timur). Oleh karena itu, raja-raja yang memerintah selanjutnya menganggap dirinya sebagai
Wong Majapahit artinya keturunan Majapahit.
Struktur masyarakat Bali dibagi ke dalam empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Tetapi
pembagian kasta ini tidak seketat seperti di India. Begitu pula dalam pemberian nama awal pada anak-anak
di lingkungan masyarakat Bali memiliki cara yang khas, yaitu:
1. Wayan untuk anak pertama;
2. Made untuk anak kedua;
3. Nyoman untuk anak ketiga;
4. Ketut untuk anak keempat.
Tetapi ada juga nama Putu untuk panggilan anak pertama dari kasta Brahmana dan Ksatria.
Masyarakat Bali banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan India, terutama Hindu. Sampai sekarang,
masyarakat Bali masih banyak yang menganut agama Hindu. Namun demikian, agama Hindu yang mereka
anut telah bercampur dengan budaya masyarakat asli Bali sebelum Hindu. Masyarakat Bali sebelum Hindu
merupakan kelompok masyarakat yang terikat oleh hubungan keluarga dan memuja roh-roh nenek moyang
yang mereka anggap dapat menolong dan melindungi kehidupan keluarga yang masih hidup. Melalui proses
sinkretisme ini, lahirlah agama Hindu Bali yang bernama Hindu Dharma.
2
KERAJAAN BALI
Meskipun tidak banyak yang tahu tentang sejarah kerajaan Bali, yang pasti adalah kerajaan Bedahulu atau
yang biasa juga disebut Bedulu merupakan kerajaan awal yang muncul di Bali. Kerajaan yang terpusat di
Pejeng atau Bedulu, Gianyar. Kerajaan Bali ini berdiri pada sekitar abad ke-8 hingga abad ke-14. Konon,
kerajaan ini diperintah oleh salah satu kelompok bangsawan yang bernama dinasti Warmadewa dengan Sri
Kesari Warmadewa sebagai raja pertamanya.
Setelah pernikahan itu, pengaruh kebudayaan Jawa di Bali makin berkembang. Misalnya, bahasa
Jawa Kuno mulai digunakan untuk penulisan prasasti dan pembentuk dewan penasihat seperti di
pemerintahan kerajaan - kerajaan Jawa mulai lakukan.
Udayana memerintah bersama permaisurinya hingga tahun 1001 M karena pada tahun itu Gunapriya
mangkat dan didharmakan di Burwan. Udayana meneruskan pemerintahannya hingga tahun 1011 M.
Setelah mangkat, ia dicandikan di Banuwka. Hal ini didasarkan pada Prasasti Air Hwang (1011)
yang hanya menyebut nama Udayana sendiri. Menurut Prasasti Ujung (Hyang), Udayana setelah
mangkat dikenal sebagai Batara Lumah di Banuwka. Raja Udayana mempunyai tiga orang putra,
4
yaitu Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Airlangga tidak pernah memerintah di Bali karena
menjadi menantu Dharmawangsa di Jawa Timur.
8. Maraka
Marakata bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttunggadewa. Marakata
memerintah dari tahun 1011 hingga 1022. Masa pemerintahan Marakata sezaman dengan Airlangga.
Karena persamaan unsur nama dan masa pemerintahannya, Stutterheim berpendapat bahwa
Marakata sebenarnya adalah Airlangga. Apalagi jika dilihat dari kepribadian dan cara memimpin
yang memiliki kesamaan. Marakata dipandang sebagai sumber kebenaran hukum yang selalu
melindungi dan memperhatikan rakyat. Oleh karena itu, Marakata disegani dan ditaati oleh
rakyatnya. Selain itu, Marakata juga turut membangun sebuah presada atau candi di Gunung Kawi di
daerah Tampaksiring, Bali.
9. Anak Wungsu
Ia bergelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah i Burwan Bhatara Lumah i Banu
Wka. Anak Wungsu adalah Raja Bali Kuno yang paling banyak meninggalkan prasasti (lebih dari 28
prasasti) yang tersebar di Bali Utara, Bali Tengah, dan Bali Selatan. Anak Wungsu memerintah
selama 28 tahun dari tahun 10491077. Anak Wungsu dianggap sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.
Anak Wungsu tidak memiliki keturunan. Baginda mangkat pada tahun 1077 dan dimakamkan di
Gunung Kawi (dekat Tampaksiring)
10. Jaya Sakti
Jayasakti memerintah dari tahun 11331150 M dan sezaman dengan pemerintahan Jayabaya di
Kediri. Dalam menjalankan pemerintahannya, Jayasakti dibantu oleh penasihat pusat yang terdiri
atas para senapati dan pimpinan keagamaan baik dari Hindu maupun Buddha. Kitab undang-undang
yang digunakan adalah kitab Utara Widdhi Balawan dan kitab Rajawacana.
11. Bedahulu
Memerintah tahun 1343 M adalah Sri Astasura Ratna Bhumi Banten. Raja Bedahulu dibantu oleh
kedua patihnya, Kebo Iwa dan Pasunggrigis. Ia adalah raja terakhir karena pada masa
pemerintahannya Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dan menjadi wilayah taklukan Kerajaan
Majapahit.
5
Candi Mengening
Candi Wasan.
Kehidupan Sosial-Budaya
Struktur masyarakat yang berkembang pada masa Kerajaan Bali Kuno didasarkan pada hal sebagai berikut.
Sistem Kesenian
Kesenian yang berkembang pada masyarakat Bali Kuno dibedakan atas sistem kesenian keraton dan
sistem kesenian rakyat.
Sistem Kasta (Caturwarna)
Sesuai dengan kebudayaan Hindu di India, pada awal perkembangan Hindu di Bali sistem
kemasyarakatannya juga dibedakan dalam beberapa kasta. Namun, untuk masyarakat yang berada di
luar kasta disebut budak atau njaba.
Sistem Hak Waris
Pewarisan harta benda dalam suatu keluarga dibedakan atas anak laki-laki dan anak perempuan.
Anak laki-laki memiliki hak waris lebih besar dibandingkan anak perempuan.
Agama dan Kepercayaan
Masyarakat Bali Kuno meskipun sangat terbuka dalam menerima pengaruh dari luar, mereka tetap
mempertahankan tradisi kepercayaan nenek moyangnya. Dengan demikian, di Bali dikenal ada
penganut agama Hindu, Buddha, dan kepercayaan animisme.
6
Masa Kejayaan Kerajaan Bali
Masa kejayaan Kerajaan Bali terjadi pada saat Dharmodayana naik tahta. Pada masa Dharmodaya, kerajaan
ini mengalami kejayaan dengan sistem pemerintahan yang semakin jelas daripada sebelumnya.
Pada masa Dharmodayana ini, pihak kerajaan memperkuat hubungan tersebut dengan mengawinkan Dharma
Udayana dengan Mahendradata, putri dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Hal ini akhirnya
semakin memperkokoh kedudukan kerajaan di antara Pulau Jawa dan Bali.