Namun, kerajaan Sriwijaya juga menjalani hubungan yang buruk dengan Kerajaan
Cholandala di Asia Selatan. Hal ini bermula sejak kenaikan Rajendra Choladewa I
yang terus menerus melakukan penyerangan ke Kerajaan Sriwijaya.
Masyarakat Sriwijaya juga telah mengenal stratifikasi sosial (pembagian tingkatan
sosial) dan kelompok-kelompok profesi tertentu. Hal ini diketahui dari Prasasti Kota
Kapur yang di dalamnya terdapat istilah yuwaraja (putra mahkota), pratiyuwaraja
(putra raja kedua),rajakuman (putra raja ketiga), puhawan (nahkoda), bupati, dan
senopati.
Kehidupan masyarakat disana juga diperkirakan makmur. Hal ini berdasarkan
tulisan Abu Zaid Hasan, pelaut persia yang menceritakan Zabaq (Sriwijaya) memiliki
tanah yang subur dan wilayah kekuasaan luas. Maka dapat diperkirakan bahwa
keadaan masyarakat disana makmur.
Keadaan Politik Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya dipimpin oleh Dapunta Hyang (Maharaja) yang berkuasa sampai
akhir hayatnya. Apablila Maharaja telah meninggal, maka posisinya diduduki oleh
yuwaraja (Putra Mahkota).
Selain itu, terdapat beberapa profesi di Pemerintahan Kerajaan Sriwijaya :
Pada awalnya, mata pencaharian kerajaan Sriwijaya adalah bertani. Namun, setelah
perluasan wilayah ke daerah-daerah strategis, mata pencahariannya berubah
menjadi perdagangan.