Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kaum minoritas muslim di Bali saat ini mencapai 13% dari jumlah seluruh
penduduk pulai dewata ini. Kaum minoritas ini merupakan wargsa asli Bali
yang tidak menganut agama mayoritas (Hindu) tetapi menganut agama Islam,
dimana agama dan kepercayaan ini sudah dianut secara turun temurun
semenjak mereka lahir. Minoritas Muslim di bali banyak terdapat di Banjar
Lebah, Saren Jawa di desa Budakeling, Kabupaten Karangasem, Kepaon dan
Kelurahan Serangan di wilayah Kota Denpasar, Kampung Pegayaman
di Kabupaten Buleleng dan Kampung Loloan di Kabupaten Jembrana. Mereka
hidup rukun dan damai meski berada di tengah-tengah umat Hindu. Bahkan
mereka tetap menjaga nilai-nilai tradisi Islam secara utuh. Selain itu, keberadan
komunitas muslim di Bali, ditandai adanya mesjid di lingkungan kampung
mereka. Dimana, rumah-rumah warga muslim tidak dilengkapi tempat untuk
sesaji di depan rumah. Beberapa kampung itu hanya contoh kecil bagaimana
dulu, masyarakat Hindu dan Muslim serta agama lain bisa hidup berdampingan
di Pulau Bali. Latar belakang saya mengangkat judul ini adalah untuk
mengetahui sejarah dan perkembangan kaum minoritas muslim yang ada di
Bali dan kehidupannya serta mengetahui korelasi dan dampak dengan adanya
akulturasi kebudayaan ini.

B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana Sejarah Islam di Bali?
b) Bagaimana perkembangan Islam di Bali?
c) Apakah arsitektur budaya Hindu terdapat pada masjid-masjid yang ada di
Bali?

1
2

C. Tujuan Penelitian
a) Untuk menunjang proses belajar mengajar di sekolah
b) Untuk simulasi pembuatan penelitian social untuk jenjang yang lebih
tinggi ke depannya
c) Mengungkap fakta-fakta sejarah tentang sejarah dan perkembangan kaum
minoritas muslim di Bali
d) Mengetahui secara lebih dalam tentang sejarah dan perkembangan kaum
minoritas muslim di Bali
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Islam di Bali


Bali diidentikan dengan agama Hindu, namun sebagaimana telah
diketahui bahwa selain agama Hindu, di Bali juga terdapat agama lainnya
seperti agama Islam yang di Bali sendiri dikenal sebagai “Bali Selam”[1].
Pulau Bali sejak ratusan tahun lalu yaitu sekitar abad XIV XVI menjadi
salah satu tujuan migrasi orang-orang Islam[2].
Sejak zaman kerajaan orang-orang Islam di Bali sudah hidup
berdampingan. Mereka hidup di enclave nyama selam, yang bermukim di
sekitar pelabuhan pantai dan kota;di enclave pegunungan (Pegayaman,
Tegalinggah, Batugambir, Candi Kuning, Batur, Karangasem, Bangli, Kepaon,
Serangan, Loloan, Negara, dll)[3].
Demikian juga masyarakat IslamdiwilayahkabupatenBuleleng, seperti
Islam Pegayaman dan Kampungtinggi. Pesisir utara dari Bali utara banyak
dihuni oleh masyarakat islam beretnik Jawa, Madura dan Bugis[4].
Pada umumnya kebanyakan diantara mereka berasal dari luar Bali dan
bertempat tinggal terutama di beberapa desa di Kabupaten Karangasem,
Buleleng dan Jembrana[5].
Kabupaten Buleleng adalah sebuah kabupaten di propinsi Bali,
Indonesia, Ibukotanya adalah Singaraja. Buleleng berbatasan dengan laut Jawa
disebelah utara, Kabupaten Jembrana di sebelah barat, Kabupaten Karangasem
disebelah timur dan Kabupaten Bangil, Tabanan serta Badung disebelah
selatan[6].
Kabupaten Buleleng yang terletak di belahan utara Pulau Bali
memanjang dari Barat ke Timur mempunyai wilayah terluas diantara 8
kabupaten dan kota lainnya di Bali, yaitu hampir sepertiga luas Pulau Bali (±
1365,88 hektar) dengan batas: sebelah barat Kabupaten Jembrana sebelah
selatan KabupatenTabanan,Badung, dan Bangli, sebelah timur Kabupaten
Karangasem, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Bali.
4

Kelompok yang tergolong minoritas di Bali adalah etnis yang menganut agama
Islam.Sekalipun kelompok minoritas, mereka dapat hidup berdampingan secara
damai dengan kelompok etnis lainnya juga tidak ada pembatas dalam
kehidupan seharihari[7].
Akulturasi dan toleransi di Buleleng sudah lama terjadi seiring dengan
masuknya agama Islam yang di bawa oleh beberapa etnis dari luar Bali. Seperti
Jawa, Bugis, Makasar dan Sasak. Kelompok pendatang tersebut yang
mendominasi adalah etnis Jawa dan etnis Bugis[8].
Masyarakat Islam di Kabupaten Buleleng tetap memelihara dengan baik
simbol-simbol adat Bali seperti subak, seka, banjar. Akulturasi agama dan
tradisi di Bali nampak harmonis, bahkan termasuk pula dalam pemberian
nama-nama anak mereka. Nama-nama seperti Wayan/Putu, Made, Nyoman,
Nengah, Ketut tetap diberikan sebagai nama depan berdasarkan tradisi umat
Hindu di Bali[9].
Berdasarkan versi Babad Bulelengagama Islam masuk ke Buleleng
terjadi pada tahun 1587, saat itu terjadi pertempuran yang hebat antara I Gusti
Ngurah Panji Sakti dengan rakyat Blambangan. Akhirnya pertempuran
dimenangkan oleh I Gusti Ngurah Panji, setelah raja Blambangan mati tertikam
oleh keris I Gusti Ngurah Panji yang terkenal dengan Ki Semang. Oleh karna
itu Dalem Solo menghadiahkan seekor Gajah untuk kendaraan I Gusti Ngurah
Panji. Gajah tersebut dibawa oleh tiga orang Jawa yang menjadi pengantar
gajah. Pusat tertua Islam di Buleleng adalah Banjar Jawayang kemudian
menyebar ke daerahdaerah lainnya[10].
Pengantar gajah yang tiga orang dibagi dua. Dua orang bermukim
disebelah utara Banjar Petak. Banjar tempat mereka bermukim sejak itu
dikenal dengan Banjar Jawa, yang seorang lagi bermukim di Lingga
(Probolinggo) di Jawa. Diantara Banjar Jawa dan Banjar Petak terdapat sebuah
banjar yang dinamakan Banjar Peguyangan, karena ditempat itulah gajah
pemberianDalem Solo itu bebas berguling-guling atau mungkin juga
dimandikan (nguyang=memandikan binatang, bahasa Jawa). Lama kelamaan
orang Jawa yang bermukim di Banjar Jawa makin berkembang. Sebagian
5

diperintahkan oleh raja untuk membuka hutan di desa Pegatepan yang kini
terkenal dengan nama Pegayaman. Penduduk desa Pegatepan mendapat tugas
untuk menjaga keamanan daerah pegunungan[11].
Tersebarnya agama Islam di Buleleng tentu tidak luput dari perjuangan
tokoh Islam“The Kwan Lie” yang bergelar Syekh Abdul QodirMuhammad,
merupakan saudagar Tiongkok yang mendaratkan kapal niaganya di pesisir
pantai kawasan Bali Utara di pertengahan abad XVI. Beliau berlabuh di pantai
Lovina, Singaraja Bali dan mulai menyebarkan agama Islam. Beliau sangat ahli
dalam pengobatan Cinadansambil berdagangbeliau jugamulai menyiarkan
agama Islam di setiap kawasan yang disinggahinya[12].
Tahun 1800an terjadi suatu peristiwa I Gusti Made Celagi rajaBuleleng
masuk Islam. Seorang pengelingsir muslim bernama Haji Yusuf dariBanjar
Bali atau Buleleng memohon kepada Raja Buleleng untuk memperkenankan I
GustiMade Celangi menjadi warga muslim dan mengangkat menjadi pemimpin
dengan tetap mengakui titel kegustiannya itu. I Gusti Made Celagi merupakan
penulis al-Quran yang sekarang masih tersimpan di Masjid Agung atau Jamik
Singaraja, pintugerbangMasjid adalah pemberian dari Anak Agung Made
Rai[13].
Masuknya agama Islam ke Buleleng ternyata mengalami perkembangan
yang baik sebagaimanahalnya dengan tempat-tempat lainnya di Indonesia, di
Bali terdapat pula gerakan-gerakan Islamsebagai organisasi sosial keagamaan
sepertiNUdanMuhammadiyah. Muhammadiyah yang melakukan
kegiatannyadalamlapangan pendidikan, sosial, dan keagamaan.
Muhammadiyah memasuki Bali bersamaan dengan masuknya kelompok
migran yang kebanyakan diantaranya beragama Islam. Seperti halnya di
Negarakabupaten Jembrana, di Buleleng dan bagian lainnya di Bali.
Muhammadiyah yang bergerak dalam lapangan sosial keagamaan memiliki
peran yang signifikan dibandingkan dengan Islam lainnya di Bali. Di
Negara( nama suatu tempat yang ada di daerah Bali) Muhammadiyah didirikan
pada tahun 1934, di Buleleng pada tahun 1939[14].
6

Adanya rasa ingin tahu yang tinggi terhadap perkembangan agama


Islam, menumbuhkan rasa penasaran sehingga penulis merasa sangat tertarik
untuk meneliti perkembangan agama Islam di Kabupeten Buleleng Bali.
Karena agama Islam merupakan agama minoritas di Kabupaten Buleleng Bali
yang dapat berkembang di tengah-tengah agama yang paling kuat yaitu agama
Hindu. Masyarakat Buleleng yang memeluk agama Islam dapat bertahan
dengan ajaran Islam sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan mereka.
Selain itu kehidupan antar umat beragama di Buleleng Bali berjalan dengan
rukun. Toleransi antar umat beragama tergolong tinggi, sangat jarang terdengar
adanya bentrok antar agama di Buleleng. Semua masyarakatnya hidup dengan
damai walaupun memiliki adat yang berbeda-beda.

B. Perkembangan Muslim di Bali


Sebagai minoritas, umat Islam di Bali bisa bertahan hidup dalam
masyarakat mayoritas beragama Hindu. Tengoklah desa-desa muslim yang ada
di Bali, seperti Pegayaman (Buleleng), Palasari, Loloan dan Yeh Sumbul
(Jembrana) dan Nyuling (Karangasem), atau kampung muslim di Kepaon di
Badung. Kehidupan di sana tak ubahnya seperti kehidupan di Bali pada
umumnya. Tempat ibadahlah yang membedakan. Umat Islam tetap
menggunakan simbol-simbol adat Bali, seperti Subak, Seka, dan Banjar.
Bahkan, nama-nama seperti Wayan, Nyoman, Nengah, Ketut yang menjadi ciri
khas Bali tetap dipertahankan.
Sebut saja kampung muslim Kepaon di Badung. Menurut sejarah
penduduk kampung Kepoan berasal dari para prajurit Jawa atau Kawula asal
Sasak dan Bugis beragam Islam yang dibawa para Raja Buleleng, Badung dan
Karangasem pada zaman kerajaan Bali.
Menurut Takmir Masjid Al Muhajirin, Ishak Ibrahim, orang-orang
muslim di Kepaon adalah keturunan para prajurit asal Bugis. Kampung yang
mereka tempati sekarang merupakan hadiah raja Pemecutan. Hubungan warga
muslim Kepaon dengan lingkungan puri (istana) hingga sekarang masih terjalin
baik. Bahkan, masyarakat muslim Kepaon, Pemogan, Denpasar Selatan, setiap
7

hari ke 10 bulan ramadhan, selalu menggelar tradisi adat makan bersama atau
disebut 'megibung' di Masjid Masjid Al Muhajirin.
Tradisi turun temurun ini, merupakan kegiatan rutin untuk memupuk
rasa silahturahmi antar warga, selain untuk meningkatkan nilai ibadah di bulan
suci ini. Aktivitas yang mereka lakukan yakni hanya kumpul-kumpul bareng
sambil menikmati santap makan malam yang sudah dipersiapkan warga secara
bergiliran. Karena bergantian, menu yang disajikan pun tentunya bervariasi.
Tradisi seperti ini sudah turun temurun dari leluhur sejak Islam masuk ke Bali,
sejak zaman kerajaan lebih dari 500 tahun silam. "Ini kami lakukan sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Allah karena sudah berhasil khatam Al Qur’an
dalam kondisi sehat wal afiat," kata Ibrahim.
Sejumlah daerah lainnya yang menjadi pemeluk Islam, seperti di
Pegayaman, lalu di Denpasar, komunitas muslim juga dapat dijumpai di Pulau
Serangan dan Kampung Jawa. Kampung Kepaon dan Serangan dihuni warga
keturunan Bugis. Mereka hidup rukun dan damai meski berada di tengah-
tengah umat Hindu. Bahkan mereka tetap menjaga nilai-nilai tradisi Islam
secara utuh. Selain itu, keberadan komunitas muslim di Bali, ditandai adanya
mesjid di lingkungan kampung mereka. Dimana, rumah-rumah warga muslim
tidak dilengkapi tempat untuk sesaji di depan rumah. Beberapa kampung itu
hanya contoh kecil bagaimana dulu, masyarakat Hindu dan Muslim serta
agama lain bisa hidup berdampingan di Pulau Bali.
Orang Bali sendiri secara umum menyebut warga muslim dengan
istilah selam. Istilah selam ini sudah sangat umum di Bali untuk menjelaskan
tentang umat Islam. Bahkan, ketika Ramadan datang, umat Hindu
menghormati orang Islam yang berpuasa, dan pada saat berbuka puasa umat
Hindu ada yang ngejot (memberikan dengan ikhlas) ketupat. Apalagi saat Idul
Fitri datang. Umat Hindu memberi buah-buahan kepada saudaranya yang
muslim, sementara pada saat Galungan, umat Islam memberikan ketupat
(minimal anyaman ketupat). Ini nih yang namanya kerukunan antar umat
beragama, saling toleransi, tidak ada intimidasi terhadap kaum minoritas, tidak
ada pencampuradukan ajaran agama dalam hal ibadahnya.
8

C. Kawasan Islam di Bali


Kampung Kecicang Islam berada di kawasan Banjar Dinas Kecicang
Islam, Desa Bungayan Kangin, Kecamatan Bebandem, Kabupaten
Karangasem. Kampung ini adalah kampung Islam terbesar di Kabupaten
Karangasem, Bali dengan penduduk mencapai 3.402kepala keluarga.
Kampung ini berbatasan dengan Banjar Kecicang Bali di sebelah barat
daya, Banjar Triwangsa di sebelah barat dan Banjar Subagan di bagian selatan.
Penduduk Kampung Kecicang mempercayai bahwa leluhur mereka
berasal dari penduduk kawasan Tohpati Buda Keling. Setelah raja mereka
meninggal, raja baru memindahkan penduduknya dari Tohpati ke Kecicang
dengan cara membuka hutan.
Nama Kecicang sendiri diambil dari nama bunga berwarna putih yang
biasa dimasak oleh masyarakat setempat. Namun, sebagian penduduk
mengatakan bahwa Kecicang berasal dari kata incang-incangan yang berarti
'saling mencari saat perang pada zaman kerajaan'.
Berbeda dari mayoritas penduduk Bali yang beragama Hindu, seluruh
warga Kampung Kecicang menganut Islam. Nuansa Islami pun begitu kentara
di kampung yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai
pedagang dan petani itu.
Salah satu bukti nyata eksistensi Islam di Kampung Kecicang adalah
keberadaan MasjidBaiturrahman. Masjid yang telah berdiri sejak akhir abad 17
itu tak sekadar menjadi tempat ibadah, tapi juga menjadi ikon dan
identitas Muslim Kecicang.
Masjid Baiturrahman dulunya hanya sebuah masjid sederhana. Namun
kini telah diperbesar dengan bangunan tiga lantai seiring pertumbuhan
penduduk Kecicang yang setiap tahunnya semakin bertambah.
Selain masjid, nuansa Islam di kampung ini dapat dirasakan melalui
beragam tradisi kearifan lokal yang masih dilestarikan oleh masyarakatnya.
Warga Kecicang memiliki tari-tarian khas bernama Tari Rudat yang
merupakan akulturasi budaya Bali dan Timur Tengah. Mereka juga
menjalankan tradisi ritual keagamaan seperti tahlil, ziarah, dan selamatan.
9

Sebagaimana masyarakat Muslim di Bali lainnya, hubungan antara


masyarakat Kecicang Islam dengan mayoritas penganut Hindu di Bali terjalin
harmonis sejak lama.
Keharmonisan ini dibuktikan saat pelaksanaan tradisi tahunan salat Idul
Fitri, di mana sejumlah pecalang (polisi adat) turut serta membantu
mengamankan hari raya umat Islam tersebut. Demikian pula sebaliknya, ketika
umat Hindu merayakan Nyepi, Muslim Kecicang turut pula menjaga keamanan
dan memberi hadiah makanan (Ism, Sumber: bimasislam.kemenag.go.id).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam di Bali merupakan agama minoritas yang dianut oleh 520.244
jiwa atau 13,37% dari 3.890.757 jiwa penduduk Bali. Konsentrasi terbesar
umat Islam di Bali terdapat di Kota Denpasar dengan jumlah 200 ribu jiwa
lebih.
Minoritas Muslim di bali banyak terdapat di Banjar Lebah, Saren Jawa
di desa Budakeling, Kabupaten Karangasem, Kepaon dan Kelurahan Serangan
di wilayah Kota Denpasar, Kampung Pegayaman di Kabupaten Buleleng dan
Kampung Loloan di Kabupaten Jembrana.Mereka hidup rukun dan damai
meski berada di tengah-tengah umat Hindu. Bahkan mereka tetap menjaga
nilai-nilai tradisi Islam secara utuh. Selain itu, keberadan komunitas muslim di
Bali, ditandai adanya mesjid di lingkungan kampung mereka. Dimana, rumah-
rumah warga muslim tidak dilengkapi tempat untuk sesaji di depan rumah.
Beberapa kampung itu hanya contoh kecil bagaimana dulu, masyarakat Hindu
dan Muslim serta agama lain bisa hidup berdampingan di Pulau Bali

B. Saran
Menurut saya, masih banyak hal-hal yang perlu ditingkatkan demi
terciptanya kerukunan beragama di Bali. Bidang-bidang dasar seperti sosial &
budaya, harus selalu dipertahankan kelestariannya dan selalu diperbaharui ke
arah  yang lebih baik sesuai dengan perkembangan zaman.
11

DAFTAR PUSTAKA

http://novalbunglon.blogspot.com/2013/12/makalah-perkembangan-islam-di
pulau.html
http://jebongudik.blogspot.com/2012/03/perkembangan-islam-bali.html
http://kota-islam.blogspot.com › asia › indonesia
http://destriska.blogspot.com/.../sejarah-perkembangan-islam-.html
http://www.timorexpress.com/kupang-metro/jejak-sejarah-perkembangan-
muslim-pribumi-di-1

[1] I Nyoman Darma Putra, Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif (Denpasar:
Pustaka Bali Post, 2004), 39.
[2] Susanti, “Potensi Masjid Nur Singaraja, Bali Sebagai Sumber Belajar Sejarah
Kebudayaan Di Sma”, (Skripsi, Universitas Pendidikan Ganesha Fakultas Ilmu
Sosial, Singaraja, 2014),
[3] 3 I Made Pageh, et al, “Analisis Faktor Integratif Nyama Bali-Nyama Selam,
Untuk Menyusun Buku Panduan Kerukunan Masyarakat di Era Otonomi
Daerah”,Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 2, No. 2, Oktober 2013,
Singaraja,240.
[4] Wayan Supartha, Bali dan Masa Depannya (Denpasar:PT. Offset BP.1999),
47-48.
[5] Putra,Bali Menuju Jagaditha, 39.
[6] Dayat Suryana,Bali dan Sekitarnya (Denpasar: Manikgeni,2012), 91.
[7] I Ketut Ardhana, et al, Masyarakat Multi Kultural Bali: Tinjauan Sejarah,
Migrasi dan Integrasi(Denpasar: Pustaka Lararasan, 2011), 75.
[8] Ibid., 43.
[9] Sigit Yoesni, “Menyambagi Kampung-Kampung Muslim di Bali”, dalam
http:/www.bimasislam.kemenag.go.id(07 September 2015)
[10] M. Sarlan, Islam di Bali (Denpasar: Proyek Peningkatan Sarana dan
Prasarana Kehidupan Beragama, 1997), 31.
12

[11] Ibid ., 32.


[12] Amanda Destianty Poetri Asmara,“Makam Keramat Karang Rupit Syeikh
Abdul Qadir Muhammad (The Kwan Lie) di Desa Temukus Labuan Aji Banjar,
Buleleng Bali (Perspektif Sejarah dan Pengembangannya Sebagai Objek Wisata
Spiritual)”,(Skripsi, Universitas Pendidikan Ganesha Fakultas Ilmu Sosial,
Singaraja, 2014), 69.
[13] I Gusti Ngurah Panji,Sejarah Buleleng (Singaraja: UPTD Gedong Kirtya,
1956), 42.
[14] I Nyoman Darma Putra, Bali Menuju Jagaditha: Aneka Perspektif (Denpasar:
Pustaka Bali Post, 2004), 40-41.
13

PENYEBARAN PERADABAN ISLAM


DI BALI

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

NAMA : ALYA SUAR


PUTRI PHONNA

INSTITUT AGAMA ISLAM


AL MUSLIM
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya
sehingga Makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga Makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi Makalah agar menjadi lebih baik lagi.

    Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam laporan ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan Makalah ini.

MatanggeulumpangDua, 25 Oktober 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Sejarah Islam di Bali .............................................................................. 3
B. Perkembangan Muslim di Bali .............................................................. 6
C. Kawasan Islam di Bali........................................................................... 8
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 10
A. Kesimpulan ............................................................................................ 10
B. Saran ....................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai