Anda di halaman 1dari 7

15 Hewan Langka Indonesia yang

Terancam Punah
Indonesia memiliki beragam fauna yang khas, namun beberapa di antaranya telah langka.
Apa saja hewan langka Nusantara yang terancam punah?

Dengan luas wilayah 735.400 mil persegi dan terletak di antara dua benua besar, Indonesia
menjadi negara yang memiliki beragam jenis flora dan fauna, baik itu yang berkarakter
Asiatic, Australis, maupun peralihan. Namun sayangnya, dari ribuan jenis flora dan fauna
yang hidup di wilayah Indonesia, ada sekitar 294 jenis flora dan fauna Indonesia yang masuk
dalam daftar spesies yang terancam punah (hewan langka) dan patut dilindungi. Hal ini sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang “Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa
yang Dilindungi”.

Daftar Hewan Langka di Indonesia yang


Terancam Punah
Dalam artikel ini akan dipaparkan sekitar 15 spesies hewan langka yang sudah masuk dalam
zona kritis dan harus dilakukan berbagai upaya untuk melestarikannya. Sebenarnya, dalam
dunia konservasi, tidak dikenal istilah hewan langka, namun disebut sebagai “hewan langka
terancam punah”. Istilah ini sudah lazim dipakai oleh berbagai lembaga atau organisasi
konservasi internasional, misalnya IUCN (International Union for the Conservation of Nature
and Natural Resources). Dengan bekerjasama dengan berbagai negara, organisasi dunia ini
bergerak aktif untuk menangani berbagai sumber daya alam (flora & fauna) yang sudah
masuk dalam daftar terancam punah atau Red List of Threatened Species.

1. Badak Jawa dan Sumatera

Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dan Badak Jawa


(Rhinoceros sondaicus) juga menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan para pecinta
lingkungan. Badak sumatera (Sumatran rhino) dan Badak Jawa (Javan rinho) merupakan dua
dari 5 spesies badak yang masih mampu bertahan dari kepunahan, selain badak india, badak
hitam afrika, dan badak putih afrika. Namun, kedua badak ini sudah masuk dalam kategori
sangat terancam atau critically endangered. Status konservasi critically endangered ini
disandangkan pada spesies badak di Indonesia sejak 1996.

2. Gajah Sumatera
Mungkin saat ini jumlah populasi Harimau Sumatera tak lebih dari
300 ekor saja, sehingga menurut WWF spesies yang merupakan satu dari enam sub-spesies
harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa
kritis atau hewan langka yang terancam punah (critically endangered). Warna kulit harimau
Sumatera merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai dari kuning kemerah-
merahan hingga oranye tua. Tubuhnya juga relatif paling kecil dibandingkan semua sub-
spesies harimau yang hidup saat ini. Semakin sempitnya luas habitat karena aktivitas
pembukaan lahan, membuat mereka semakin terancam punah.

3. Kanguru Pohon Wondiwoi

Rupanya, Kanguru bukan hanya milik Australia saja, karena


Indonesia juga memilikinya. Kanguru Pohon Wondiwoi namanya, merupakan salah satu
spesies hewan langka endemik yang hidup di Pulau Papua. Berdasarkan spesimen yang
ditemukan Ernst Mayr, hewan yang memiliki nama ilmiah Dendrolagus mayri ini
diperkirakan mempunyai berat sekitar 9,25 kg. Bulunya berwarna hitam suram dengan
beberapa bagian yang berwarna kekuningan. Daerah pantat dan tungkai berwarna kemerahan
dengan ekor keputihan. Populasi pasti Kanguru Pohon Wondiwoi memang tidak pernah
diketahui secara pasti. Namun menurut IUCN Red List, diperkirakan jumlah populasi
kanguru pohon ini sekitar 50 ekor individu saja. Hal inilah yang membuat pihak IUCN Red
List memasukkan Kanguru Pohon Wondiwoi atau Wondiwoi Tree-kangaroo sebagai spesies
Critically Endangered atau spesies yang sangat terancam punah (Kritis).

4. Anoa

Anoa merupakan hewan endemik pulau Sulawesi, tepatnya di provinsi


Sulawesi Tenggara. Hewan ini termasuk fauna peralihan (Asiatic – Australis). Hewan yang
dikategorikan sebagai hewan langka ini sudah di ambang kepunahan sejak tahun 1960-an.
Bahkan, selama satu dekade terakhir jumlah populasinya semakin menurun drastis.
Diperkirakan saat ini jumlahnya tidak lebih dari 5.000 ekor di alam bebas. Ancaman
kepunahan memang tak lepas dari perilaku masyarakat yang sering memburunya untuk
diambil kulit, tanduk, serta dagingnya. Ada dua spesies binatang ini, yaitu anoa dataran
rendah dan anoa pegunungan. Maskot provinsi Sulawesi Tenggara ini hidup di dalam hutan
yang masih rimbun dan sulit didekati manusia. Itu sebabnya hewan ini tidak bisa menjadi
hewan ternak, karena tidak bisa dijinakkan.

5. Monyet Hitam Sulawesi

Kera Hitam Sulawesi atau dalam bahasa ilmiah disebut Macaca nigra
atau sering juga disebut monyet berjambul merupakan salah satu dari sekian jenis perimata
yang keberadaannya mulai langka dan terancam mengalami kepunahan. Kera Hitam Sulawesi
merupakan satwa endemik pulau Sulawesi, tepatnya di daerah provinsi Sulawesi Utara. Ciri
utama yang pada monyet ini adalah jambul di atas kepalanya. Dalam bahasa Inggris primata
langka ini disebut dengan beberapa nama diantaranya Celebes Crested Macaque, Celebes
Black ape, Celebes Black Macaque, Crested Black Macaque, Gorontalo Macaque, dan
Sulawesi Macaque. Sementara itu, kera ini oleh masyarakat setempat  biasa dipanggil dengan
Yaki, Bolai, Dihe. Dalam bahasa latin (ilmiah) Kera Hitam Sulawesi dinamai Macaca nigra
yang bersinonim dengan Macaca lembicus (Miller, 1931) Macaca malayanus (Desmoulins,
1824). Kera hitam sulawesi ini semakin hari keberadaannya semakin langka dan terancam
punah. Bahkan oleh IUCN Redlist digolongkan dalam status konservasi Critically
Endangered (Krisis).

6. Pesut Mahakam

Pesut mahakam atau dalam bahasa Latin disebut Orcaella brevirostris


adalah sejenis hewan mamalia yang sering disebut lumba-lumba air tawar yang hampir punah
karena berdasarkan data tahun 2007, populasi hewan tinggal 50 ekor saja dan menempati
urutan tertinggi satwa Indonesia yang terancam punah. Ilmuwan internasional
mengklasifikasikan populasi Pesut Mahakam di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, dalam
kondisi sangat terancam punah. Banyak faktor yang mempengaruhi populasi pesut. Jumlah
pasokan makanan yang makin berkurang di alam, lalu lalang kapal ponton di kawasan
habitatnya, serta penggunaan racun oleh nelayan setempat menjadi biang kerok berkurangnya
populasi ikan pesut.

7. Macan Tutul Jawa


Harimau Jawa telah lama punah, dan spesies sejenis yang masih ada
di tanah Jawa adalah Macan Tutul Jawa atau dalam bahasa Latin disebut Panthera pardus
melas. Hewan langka yang menjadi ikon provinsi Jawa Barat ini merupakan satwa endemik
pulau Jawa dan menjadi bagian dari sembilan subspesies Macan Tutul (Phantera pardus) di
dunia. Macan Tutul Jawa yang telah dikategorikan dalam status konservasi “Critically
Endangered” mempunyai dua jenis variasi, yaitu Macan Tutul berwarna terang dan Macan
Tutul berwarna hitam yang biasa disebut dengan Macan Kumbang. Meskipun berwarna
berbeda, kedua kucing besar ini adalah subspesies yang sama. Menurut laporan dari IUCN,
jumlah Macan Tutul Jawa yang masih hidup tak lebih dari 300 ekor di habitatnya.

8. Kura-kura Paruh Betet

Dalam bahasa Inggris kura-kura hutan sulawesi yang endemik pulau


Sulawesi ini disebut sebagai Sulawesi Forest Turtle. Sedangkan resminya, hewan langka ini
mempunyai nama latin yaitu Leucocephalon yuwonoi  yang bersinonim dengan Geoemyda
yuwonoi dan Heosemys yuwonoi. Kura-kura hutan Sulawesi ini sering juga dikenal dengan
nama kura-kura paruh betet. Pemberian julukan nama tersebut dikarenakan bentuk mulutnya
yang unik seperti burung betet. Kura-kura hutan Sulawesi (kura-kura paruh betet) ini
termasuk dalam salah satu dari 7 jenis reptil paling langka di Indonesia. Bahkan termasuk
dalam daftar The World’s 25 Most Endangered Tortoises and Freshwater Turtles—2011 yang
dikeluarkan oleh Turtle Conservation Coalition. Sebelumnya kura-kura hutan sulawesi
digolongkan dalam genus Heosemys, namun sejak tahun 2000 dimasukkan dalam genus
tunggal Leucocephalon. Kata ‘yuwonoi’ dalam nama ilmiahnya merujuk pada Frank Yuwono
yang kali pertama memperoleh spesimen pertama kura-kura hutan sulawesi ini di pasar di
Gorontalo Sulawesi.

9. Elang Flores

Elang flores atau Nisaetus floris merupakan jenis elang berukuran


besar sekitar 71 – 82 cm yang turut memperkaya keragaman burung di nusantara. Meskipun
namanya elang flores, burung ini juga dapat dijumpai juga di Pulau Lombok, Sumbawa, serta
pulau kecil Satonda dan Rinca, selain tentu saja di Pulau Flores, Nusa Tenggara.
Kecenderungan populasi elang flores yang terus menurun membuat Badan Konservasi Dunia
IUCN menetapkannya sebagai jenis “satu langkah menuju kepunahan” (Critically
Endangered/CR). Jumlah individu dewasa di seluruh persebarannya diperkirakan sekitar 100
pasang dengan daerah jelajah sekitar 10.000 kilometer persegi. Ciri elang ini adalah tubuh
bagian bawahnya berwarna putih, hidup di kawasan hutan dataran rendah dan submontana
hingga ketinggian 1.000 mdpl. Teknik memangsanya yang mudah terlihat adalah berburu dari
tenggeran dan terbang mengangkasa memanfaatkan aliran udara panas

10. Burung Trulek Jawa

Burung Trulek Jawa (Vanellus macropterus) merupakan salah satu


jenis burung endemik Jawa yang memiliki habitat utama di wilayah rawa yang luas, seperti
padang rumput luas yang banjir saat musim hujan. Menurut data IUCN terbaru tahun 2013,
jumlah populasi Trulek Jawa ini sangat kecil, diasumsikan kurang dari 50 individu saja.
Mengerikan bukan? Jumlah populasi yang dimungkinkan menurun ini, disebabkan oleh
gangguan manusia dan konversi habitat untuk budidaya dan pertanian, serta perburuan.
Sejalan dengan itu, menurut data IUCN, dinyatakan bahwa ancaman kepunahan Trulek Jawa
ini adalah masalah lahan dari habitat asli yang telah dialihfungsikan menjadi wilayah agro-
industry farming atau lahan pertanian dan menjadi daerah budidaya air tawar, yaitu tambak.

11. Simakobu

Simakobu adalah monyet berhidung pesek yang status populasinya


paling mengkhawatirkan dan orang jarang bahkan tidak mengenalnya. Simakobu adalah
spesies monoleptik dimana binatang ini tidak memiliki ‘saudara’ dalam marganya. Russel A.
Mittermeier, Presiden Conservation International (CI) juga menambahkan bahwa Simakobu
merupakan satu-satunya monyet pemakan daun yang mempunyai ekor melingkar pendek dan
mempunyai hidung tumpul seperti halnya monyet emas atau monyet berhidung pesek.
Simakobu atau yang bernama ilmiah Simias concolor ini menjadi penting karena statusnya
dalam IUCN yang dikategorikan sebagai spesies yang Critically Endangered atau status
konservasi tingkat keterancaman tinggi (hewan langka) dan dicap sebagai  ‘The World’s 25
Most Endangered Primates’. Hal ini terjadi karena populasi monyet ekor babi selama 10
tahun terakhir mengalami penurunan hingga 80%.
12. Beruk Mentawai

Selain Simakobu, kawasan Mentawai juga dihuni spesies primata


lainnya. Orang lokal menyebutnya Bokoi atau bokkoi (Macaca pagensis). Mereka adalah
sejenis monyet yang menyebar terbatas (endemik) di Kepulauan Mentawai, lepas pantai barat
Sumatera. Nama itu adalah sebutan yang sering digunakan oleh penduduk Kepulauan
Mentawai untuk menyebut hewan tersebut. Nama lainnya adalah beruk mentawai, sedangkan
dalam Bahasa Inggris disebut dengan nama Pagai Island Macaque. Epitet spesifiknya, yaitu
pagensis, berarti “berasal dari Pagai”; merujuk kepada pulau-pulau Pagai di Kepulauan
Mentawai sebagai habitat asal beruk ini yang kian terancam punah.

13. Tarsius Siau

Tarsius adalah primata dari genus Tarsius, suatu genus monotipe dari
famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang bertahan dari ordo Tarsiiformes. Tarsius
mempunyai tubuh kecil dengan mata yang sangat besar; tiap bola matanya berdiameter
sekitar 16 mm dan keseluruhan berukuran sebesar otaknya. Kaki belakangnya juga sangat
panjang. Sampai saat ini populasi Tarsius cenderung mengalami penurunan (IUCN, 2012).
Perkiraan kepadatan populasi Tarsius di Tangkoko adalah 156/km2 (Gursky, 1997). Hal ini
karena dipengaruhi oleh faktor-faktor baik dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal).
Faktor luar (eksternal) yang mempengaruhi Tarsius antara lain adalah
lingkungan(habitat,sarang, jenis vegetasi), iklim (suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan
curah hujan), predator (kucing hutan, ular dan manusia), dan pakan.

14. Gagak Banggai

Burung Gagak Banggai atau Corvus unicolor sempat dinyatakan telah


punah, kemudian tahun 2007 lalu kawanan spesies ini terlihat kembali di alam liar dengan
jumlah terbatas. Hal inilah yang mendasari bahwa kondisi spesies ini termasuk satwa
dilindungi dan terancam punah. Gagak banggai merupakan salah satu jenis burung endemik
Sulawesi. Burung ini sebarannya terbatas hanya pada daerah Kepulauan Banggai. Gagak
Banggai berukuran kurang lebih 39 cm dengan corak tubuh berwarna hitam dengan iris pucat,
ekor yang pendek, berkaki gelap dan leher mungkin menunjukkan kemilau cokelat kusam.
Selain itu suara kicauan burung memberikan 3-4 catatan berderit peluit Kruik, Kruik, Kruik,
Kruik, yang berlangsung 2-3 detik.

15. Burung Kacamata Sangihe

Burung Kacamata Sangihe atau Zosterops nehrkorni merupakan salah


satu satwa (aves) yang telah ditetapkan sebagai burung langka, dan berada dalam kategori
status critically endangared oleh IUCN. Hal ini tidak lain disebabkan karena habitat burung
kacamata sangihe yang sangat sempit dan adanya perburuan liar karena burung ini memiliki
suara kicauan yang indah. Bahkan pada tahun 1999 burung ini sempat dinyatakan punah oleh
para peneliti dikarenakan kicauannya tidak terdengar lagi di Gunung Sahendaruman dan
Gunung Sahengbalira di pulau Sangihe. Namun sayangnya, burung yang disebut mata
mawiera oleh penduduk setempat ini belum didaftarkan sebagai burung yang dilindungi oleh
pemerintah Republik Indonesia (RI

Anda mungkin juga menyukai