Anda di halaman 1dari 11

1

MAKALAH PENGELOLAAN SATWA LIAR

‘’ Faktor Penyebab Kepunahan Rusa Timor’’

OLEH

ANDRI A. BULU BANI


1706050071

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2020
2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rusa merupakan salah satu alternatif sebagai hewan yang mempunyai potensi untuk
ditingkatkan statusnya mengingat ketersediaannya yang meluas hampir di setiap
pulau di Indonesia dan rendahnya kandungan lemak dalam venison (dagingnya) serta
keunggulan lain berupa hasil ikutan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Peternakan rusa telah dikenal dan berkembang semenjak lama di luar negeri, terutama
di daerah-daerah sub-tropis seperti Australia, New Zealand, Cina, Amerika dan lain-
lain. Penelitian yang dilakukan di New Zealand menunjukkan bahwa, peternakan rusa
di negara tersebut menjadi penyumbang devisa terbesar dibandingkan dengan
peternakan sapi potong, sapi perah dan domba (Subekti, 1995 dan Aliambar 2000).

Sebenarnya pengembangan rusa di Indonesia sampai saat ini masih menimbul kan
perdebatan. Kelompok pertama menganggap rusa termasuk golongan satwa langka
yang harus dilindungi, sehingga apabila dilakukan pengembangan secara komersial
akan menyebabkan kepunahan. Kelompok kedua, justru menganggap rusa merupakan
hewan dengan nilai ekonomi yang tinggi, sehingga perlu dikembangkan secara
komersial untuk memberikan manfaat bagi masyarakat. Kelompok ini berdalih,
pengembangan secara komersial justru dapat menjaga rusa dari kepunahan.

Untuk memperoleh solusi optimal dalam pengembangan budidaya rusa perlu


dipertimbangkan daya dukung dan tetap memperhatikan pengembangan untuk tujuan
konservasi. Pengembangan komoditas baru tentu harus disesuaikan faktor-faktor
fisiologi, biofisik dan sosial ekonomi yang merupakan sumber keunggulan wilayah 
3

Saat ini keberadaan rusa sambar semakin terancam. Hal tersebut dikarenakan semakin
luasnya pembukaan kawasan hutan menjadi non-hutan yang menyebabkan
habitat rusa sambar semakin terdesak, selain itu perburuan liar yang terus
berlangsung semakin mempercepat penurunan populasi rusa sambar di habitat
alaminya. Dalam upaya untuk mengurangi tekanan-tekanan terhadap kehidupan rusa
sambar di alam, terutama akibat perburuan liar maka perlu ditingkatkan kegiatan-
kegiatan konservasi ex-situ yang salah satu diantaranya melalui kegiatan penangkaran
rusa sambar.

Seperti dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya


Alam Hayati Dan Ekosistemnya menyebutkan bahwa pemanfaatan hidupan liar
dimungkinkan dilakukan baik dalam bentuk pengkajian, penelitian dan
pengembangan, penangkaran, perburuan, perdagangan, peragaan, pertukaran,
budidaya tanaman obat-obatan atau pemeliharaan untuk kesenangan. Penangkaran
Rusa merupakan awal dari usaha pemanfaatan secara menyeluruh, sebelum
berkembang lebih lanjut ke arah peternakan.

Di masyarakat umum sumber daging masih terbatas dari ternak-ternak konvensional


misalnya sapi, kerbau, kambing, domba dan unggas. Padahal Indonesia mempunyai
potensi sumber daging yang sangat besar yang belum dikembangkan secara komersil,
diantaranya adalah Rusa Sambar. Saat ini daging rusa banyak diminati
olehmasyarakat. Sedangkan satu-satunya institusi yang bertugas untuk melaksanakan
penangkaran rusa sambar yaitu UPTD Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur
di Api-api sampai saat ini belum memanfaatkan daging rusa sebagai sumber protein
hewani.Sehingga pasokan daging rusa yang ada di masyarakat berasal dari kegiatan
perburuan liar. Untuk itu perlu adanya informasi tentang prospek pengembangan rusa
sambar dan potensi yang ada di dalamnya, sehingga diaharapkan banyak pihak yang
tergerak untuk menyelamatkan rusa sambar dari kepunahan melalui kegiatan
pemanfaatan secara lestari.
4

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:


1. Mengetahui mengenai budidaya serta manajemen pemeliharaan rusa timor

II. ISI
5

1.        Asal-Usul Ternak Rusa


Jenis rusa yang asli Indonesia ini, bersama anggota genus Muntiacus lainnya,
dipercaya sebagai jenis rusa tertua. Kijang berasal dari Dunia Lama dan telah ada
sejak 15 – 35 juta tahun yang silam.
Rusa jantan mempunyai ranggah (tanduk) yang pendek, tidak melebihi setengah dari
panjang kepala dan bercabang dua serta gigi taring yang keluar. Kijang atau
menjangan (Muntiacus muntjak) merupakan binatang soliter. Kijang jantan menandai
wilayahnya dengan menggosokkan kelenjar frontal preorbital yang terdapat di kepala
mereka di tanah dan pepohonan. Selain itu kijang jantan juga menggoreskan kuku ke
tanah atau menggores kulit pohon dengan gigi sebagai penanda kawasan. Jenis rusa
asli Indonesia ini biasanya aktif di malam hari meskipun sering kali tetap melakukan
aktifitas di siang hari. Makanan utamanya adalah daun-daun muda, rumput, buah, dan
akar tanaman. Kijang merupakan binatang poligami. Jenis rusa ini tidak memiliki
musim kawin tertentu sehingga perkawinan terjadi sepanjang tahun. Kijang betina
dapat melahirkan sepanjang tahun dengan usia kehamilan berkisar 6-7 bulan. Dalam
sekali masa kehamilan, kijang melahirkan 1-2 ekor anak.

Berikut merupakan klasifikasi rusa Sambar

Kerajaan: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Mammalia

Ordo: Artiodactyla

Upaordo: Ruminantia

Famili: Cervidae
6

Upafamili: Cervinae

Genus: Cervus

Spesies: C. unicolor

2.        Jenis-Jenis Ternak Rusa

1.        Rusa sambar
Rusa sambar (disebut juga rusa sambur, sambhur, Tamil: Kadaththi man), adalah
jenis rusa besar yang umum berhabitat di Asia. Spesies yang umum memiliki ciri
khas tubuh yang besar dengan warna bulu kecoklatan. Sambar dapat tumbuh setinggi
102 cm - 160 cm sampai bahu dengan berat sekitar 546 kg. Sambar umumnya
berhabitat di hutan dan bergantung pada tanaman semak atau rerumputan. Mereka
umumnya hidup dalam kelompok dengan anggota 5 - 6 anggota banyak terdapat di
Pulau Sumatera danKalimantan di Indonesia.

2.        Rusa bawean
7

Rusa bawean (Axis kuhlii) adalah sejenis rusa yang saat ini hanya ditemukan di


Pulau Bawean di tengah Laut Jawa, Secara administratif pulau ini termasuk dalam
Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
3.        Cervus timorensis
Jenis Cervus timorensis, memiliki bulu coklat dengan warna bagian bawah perut dan
ekor berwarna putih. Hewan jantan relatif lebih besar dibandingkan dengan
betinanya. Tinggi badannya antara 91-102 cm dengan berat badan 103-155 kg, lebih
kecil bila dibandingkan dengan Sambar (Cervus unicolor). Rusa jantan mempunyai
tanduk yang bercabang. Tanduk akan tumbuh pertama kali pada anak jantan umur 8
bulan. Setelah dewasa, ranggah menjadi sempurna yang ditandai dengan terdapatnya
3 ujung runcing.
4.        Kijang atau muncak
Kijang atau muncak adalah kerabat rusa yang tergabung dalam genus Muntiacus.
Kijang berasal dari Dunia Lama dan dianggap sebagai jenis rusa tertua, telah ada
sejak 15-35 juta tahun yang lalu, dengan sisa-sisa dari masa Miosen ditemukan
di Perancis dan Jerman.
Kijang tidak mengenal musim kawin dan dapat kawin kapan saja, namun perilaku
musim kawin muncul bila kijang dibawa ke daerah beriklim sedang. Jantannya
memiliki tandukpendek yang dapat tumbuh bila patah.

5.        Rusa totol
Rusa totol (Axis axis) merupakan hewan herbivora yang menyukai segala jenis
tumbuhan terutama rumput dan dedaunan. Rusa totol dewasa (pubertas) pada umur
10-15 bulan (rusa betina) dan pada jantan pada umur 12-16 bulan (pada jantan).
Seekor rusa betina akan bunting selama 234 hari, dan mempunyai jarak antar
kelahiran sekitar 275 hari. Usia rusa yang menjadi ikon Istana Bogor ini berkisar
antara 20-30 tahun.

3.        Sistem Perkawinan Ternak Rusa


8

Reproduksi adalah suatu proses biologi yang terjadi antara jantan dan betina
dengan tujuan membentuk satu individu baru di dalam kehidupannya. Perbandingan
yang ideal di dalam suatu penangkaran adalah 1 : 4 atau 5 yaitu 1 individu jantan dan
4 atau 5betina. Berahi menandakan bahwa betina telah mengalami dewasa kelamin
dan bersediamenerima pejantan dalam perkawinan. Tanda-tanda berahi pada betina
adalah nafsumakan berkurang, tidak tenang, berdiri tenang apabila dinaiki pejantan
atau sesamabetina, sering kencing, mencium dan menjilat alat kelamin
jantan, vulva (alat kelaminbetina paling luar) terlihat membengkak, merah, dan
apabila dipegang terasa hangat.Tanda-tanda berahi  pada jantan adalah sering
meraung, berkubang, menancapkan ranggah ke tanah atau pohon, bahkan sering
mencium dan membaui urine yang dikeluarkan rusa betina sambil menjulurkan lidah.
Lama berahi pada rusa diamati mulai dari permulaan timbulnya keinginan untuk
kawin hingga saat terakhir yakni 2,25 hari dengan siklusberahi 20,25 hari.

Pubertas atau dewasa kelamin pada jantan ditandai oleh kesanggupan


berkopulasi(kawin) dan menghasilkan sperma, serta perubahan-perubahan kelamin
sekunder lain.Pubertas pada betina ditandai oleh terjadinya estrus, ovulasi, dapat
bereproduksi ataumenghasilkan keturunan walau belum mencapai ukuran bobot
badan dewasa, pubertaspada rusa jantan 8 bulan dan betina 8,13 bulan. Perkawinan
pertama pada rusa timor betina dara dilakukan beberapa bulan setelah mencapai
dewasa kelamin (pubertas). Apabila perkawinan dilakukan pada saat pubertas, induk
akan sulit melahirkan bahkan anak yang dilahirkan cenderung lemah, kurang sehat,
bobot lahir rendah, dan pertumbuhan induk akan kerdil karena organorgan reproduksi
belum berkembang secara sempurna. Umur yang tepat untuk mengawinkan betina
dara pada rusa timor adalah 15,25 bulan dan jantan 12,67 bulan.

Rata-rata lama kawin 2,33 detik dengan frekuensi kawin 2,14 kali/hari. Permulaan
pembuahan pada rusa sulit diketahui, sehingga yang dijadikan tolok ukur dalam
menentukan kebuntingan adalah perilaku setelah terjadi perkawinan dimana terlihat
rusa betina lebih tenang, perut sebelah kanan membesar, susu (ambing) menurun, dan
selalu menolak atau menghindar apabila didekati pejantan. Rata-rata lama bunting
9

pada rusa timor 8,38 bulan dan umur kebuntingan pertama 17,00 bulan. Aktivitas
kelahiran (partus) pada rusa sama seperti halnya mamalia lainnya, terdiri dari tiga
tahap yakni kontraksiuterus, pengeluaran anak (foetus), dan pengeluaran placenta.
Rusa timor termasuk golongan beranak tunggal dan rata-rata umur beranak pertama
25,50 bulan dengan interval kelahiran pertama dan kedua 13,25 bulan.

4. Faktor yang menyebakan kepunahan


Rusa timor banyak diburuh untuk diambil dagingnnya hal ini menyebabkan habitat
dari rusa timor terancam punah. Oleh karena itu di perlukan sebuah upaya
konservasi/ perlindungan terhadap satwa ini agar tidak mengalami kepunahan

III. KESIMPULAN

Dalam mendukung perlindungan dan pemanfaatan rusa sambar secara lestari maka.
Menteri Pertanian mengeluarkan Surat Keputusan nomor 362/kpts/TN, 120/5/1990
padatanggal 20 Mei 1990 yang isinya diantaranya memasukkan rusa sebagai
kelompok aneka ternak yang dapat dibudidayakan sebagaimana ternak lainnya,
termasuk juga tentang pengaturan ijin usahanya (Jacoeb, 1994). Dalam hal
pemanfaatannya hampir semua bagian dari rusa dapat dimanfaatkan. Sehingga ternak
dapat dikelompokkan dalam salah satu komoditas yang sangat ekonomis. Dengan
adanya perkembangan rusa sebagai komoditas aneka ternak diharapkan dapat
memnuhi kebutuhan masyarakat akan permintaan daging dan dapat menanggulangi
terjadinya kepunahan ternak rusa. Namun penggunaan ternak rusak sebagai
komoditas rusa juga harus memperhatikan konservasinya di habitatnya serta menjaga
animal welfare ternak rusa.
10

DAFTAR PUSTAKA

Dradjat, A.S. 2002. Potensi Biologi dan Reproduksi Rusa Sebagai Hewan
Ternak.Seminar Prospek Penangkaran Rusa di Indonesia. Yogyakarta.           

Jacoeb, T.N., Wiryosuhanto, S.D. 1994. Prospek Budidaya Ternak Rusa. Penerbit
:Kanisius. Yogyakarta.

Ma’ruf, A., Atmoko, T., Syahbani, I. 2006. Teknologi pengakaran rusa sambar
(Cervusunicolor) di Desa Api-api Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan
Timur.

Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi ”Teknologi untuk Kelestarian Hutan


danKesejahteraan Masyarakat”. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam,
BadanLitbang Departemen Kehutanan.
11

Sutedja, IGNN., Taufik, M. 1990. Mengenal Lebih Depkat Satwa yang


Dilindungi.Mamalia. Biro Hubungan Masyarakat, Sekretaris Jenderal
Departemen Kehutanan.

Semiadi, G. 1998. Budidaya Rusa Tropika Sebagai Hewan Ternak. Masyarakat


ZoologiIndonesia. Jakarta

Semiadi, G., Nugraha, R.T.P. 2004. Panduan Pemeliharaan Rusa Tropis. Puslit
BiologiLIPI. Bogor.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi


SumberDaya Alam Hayati D

Anda mungkin juga menyukai