Next
Tempat terjadi
• Gagal berpisah dapat terjadi pada gonosom
(Kromosom kelamin) maupun autosom ( kromosom
tubuh) .
Mengapa demikian??
Genetik ( keturunan )
Diperkirakan terdapat predisposisi genetic terhadap “non disjunction”. Bukti yang mendukung teori ini adalah berdasarkan
hasil penelitian epidemiologi yang menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan
sindrom Down.
Radiasi
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “ non disjunctional” . Uchida 1981 (dikutip Ueschel dkk)
menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan abnormal(sindrom), pernah mengalami radiasi didaerah
perut sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan penelitian lain tidak mendapatkan adanya hubungan antara radiasi dengan
penyimpangan kromsom.
Infeksi
Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya nondisjungsi.
Autoimun
Factor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi nondisjungsi adalah autoimun. Terutama autoimun tiroid atau penyakit
yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian Fialkow 1966 ( dikutip dari Pueschel dkk), secacar konsisten mendapatkan adanya
perbedaan autoantibody tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu control yang umurnya sama
Umur ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “ non disjunction”
pada kromosom. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidropiandrosteron,
menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hosmon, dan peningkatan secara tajam kadar LH (
Luteinizing hormone) dan FSH (follicular Stimulating hormone) secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause, dapat
meningktkan kemungkinan terjadinya non disjunction.
Umur ayah
Selain pengaruh umur ibu terhadap Nondisjungsi, juga dilaporkan adanya oengaruh dari umur ayah. Penelitian sitogenik pada
orang tua dari anak yang lahir dari proses abnormal mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari
ayahnya. Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.
Dampak nondisjunction
Sindrom down
Yaitu orang yang memiliki 2N+1, 47 XX atau 47
XY. Yang trisominya adalah autosom, kromosom
no.21. Ditemukan pertama kali oleh J.L. Down
(1986)
orang yang mengalami sindrom ini disebut sebut
sebagai mongolisme, karna bermata sipit dan ad
lipatan epicanthic tebal.
• Sindrom Down
Sindrom ppatau
• Ialah
SINDROM PATAU
SINDROM EDWARD
SINDROM CRI DU CHAT / LEJEUNE
SINDROM KLINEFELTER
SINDROM TURNER
SINDROM JACOB
SINDROM SUPER FEMALE
Dampak non-disjunction pada tanaman jagung
4. Gen Letal
Gen letal (gen kematian): gen yang dalam keadaan homozigotik atau homozigot
menyebabkan kematian pada individu.
Gen letal pada suatu individu menyebabkan perbandingan fenotip dalam keturunan
menyimpang dari hukum Mendel.
Namun ada batas penyimpangannya dari keadaan normal dimana suatu makhluk hidup tidak
mampu hidup. Kematian dari makhluk hidup dapat terjadi pada tingkat perkembangan apapun
mulai dari segera setelah pembuahan, selama proses embrionik, saat kelahiran atau setelah
kelahiran.
Kematian dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti luka, penyakit, kekurangan gizi, dan
radiasi yang membahayakan seperti sinar X dan sinar Gamma. Satu diantara demikian banyak
penyebab kematian adalah perubahan gen yang tidak sesuai. Gen-gen ini dikenal sebagai gen-
gen letal.
Terdapat gen-gen lain yang disebut semiletal atau subletal, menyebabkan kematian muda
setelah lahir atau sewaktu-waktu dalam masa kehidupannya. Ada juga gen lain yang tidak
menyebabkan kematian namun jelas sekali dapat menurunkan daya hidup atau ketegaran.
Gen-gen ini disebut sebagai gen-gen nonletal atau detrimental.
Penyebab Letal:
a. Gen-gen letal
b. Mutasi stuktur kromosom dan genom
c. Mutasi aneuploid
Letal Dominan
• Pada ayam dikenal gen dominan C yang bila homozigotik akan bersifat letal dan
menyebabkan kematian. Alelnya resesip c mengatur pertumbuhan tulang normal.
Ayam heterozigot Cc dapat hidup, tetapi memperlihatkan cacat yaitu memiliki kaki
pendek. Ayam demikian disebut ayam redep (Creeper).
C c
C CC mati Cc redep
c Cc redep cc normal
Brakhifalangi
• a
Letal Resesif
i Ii Normal ii Letal
Gen letal dominan dalam keadaan heterozigotik akan memperlihatkan sifat cacat, tetapi gen
letal resesip tidak demikian halnya. Berhubung dengan itu lebih mudah kiranya untuk
mendeteksi hadirnya gen letal dominan pada satu individu daripada gen letal resesip.
Gen-gen letal dapat dihilangkan (dieliminir) dengan jalan mengadakan perkawinan berulang
kali pada individu yang menderita cacat akibat adanya gen letal. Tentu saja hal ini mudah
dapat dilakukan pada hewan dan tumbuh-tumbuhan tetapi tidak pada manusia.
Karena gen letal selalu dalam keadaan homozigot maka jelas perkawinan hanya bisa terjadi
hanya pada individu hetero dengan individu hetero yang bisa menurunkan keturunan yang
bersifat letal. Dari perkawinan hetero yang memunculkan keturunan letal itu dipastikan yang
letal 25% sisanya individu yang hidup dengan rincian yang normal sejati 25% dan yang
hetero Carier 50%. Jadi yang hidup 1/3 normal sejati dan 2/3 hetero pembawa letal.
Jadi letal selalu didapat dari jika induknya heterozigot, jika keduanya tidak heterozigot tidak
bakal terjadi letal.
Obrigado