Anda di halaman 1dari 106

PETA KOMPETENSI

KU: Ketrampilan dan kepercayaan diri mahasiswa dalam menjelaskanberbagai konsep


entomologi dalam situasi belajar (C1, P2, A4).

K5: Ketrampilan mahasiswa dalam mengkaji dan menyusun laporan hasil kajian tentang
berbagai aspek entomologi (C3, P4, A2).

K4: Ketrampilan mahasiswa dalam mendeskripsikan berbagai bentuk interaksi antara serangga
dengan habitat pada berbagai ekosistem (C5, P3, A4).

K3: Peningkatan kemampuan mahasiswa untuk berinovasi dalam mengatasi masalah gangguan
berbagai jenis serangga hama pada berbagai jenis tanaman pangan (C6, P4, A3).

K2: Pengembangan kepercayaaan diri mahasiswa dalam mengorganisir gagasan tentang salah
satu topik entomologi yang dituangkan dalam bentuk tulisan makalah ilmiah (C4, P4, A4).

K1: Kemampuan mahasiswa untuk membuat review terhadap berbagai hasil penelitian bidang
entomologi dalam berbagai jurnal ilmiah (C5, P3, A4).

Keterangan:
C1: Pengetahuan P1: Meniru A1: Menerima
C2: Pemahaman P2: Memanipulasi A2: Menanggapi
C3: Penerapan P3: Lancar dan tepat A3: Menghargai
C4: Analisis P4: Akurat dan cepat A4: Mengatur diri
C5: Sintesa dan evaluasi P5:Spontan dan otomatis A5: Menjadi pola hidup
C6: Kreatif

IDENTITAS MATA KULIAH

1
A. IDENTITAS MATA KULIAH
1. Nama Mata Kuliah : Entomologi
2. Kode Mata Kuliah : STBIO 4605
3. Jumlah SKS : 3 SKS
4. Stastus Mata Kuliah : Pilihan Program Studi
5. Prasyarat :-

B. DESKRIPSI SINGKAT MATA KULIAH


Entomologi mempelajari berbagai aspek tentang serangga yang bidang kajiannya
sangat luas, meliputi bidang kajian entomologi dan peranan serangga, morfologi dan anatomi
eksternal serangga, anatomi internal serangga, perkembangan dan metamorfosis, organ perasa
dan pengaturan, klasifikasi serangga, serangga dan tumbuhan, dan serangga pertanian.
Sedangkan pada bagian praktikum, akan disajikan materi lanjutan untuk memperdalam materi
perkuliahan, maupun topik-topik yang tidak diajarkan dalam kuliah tatap muka.

C. KEGUNAAN MATA KULIAH


Konsep-konsep dan aspek terapan Entomologi sangat penting untuk dipelajari oleh
mahasiswa sebagai calon Sarjana Sains yang menekuni bidang ilmu Biologi. Karena konsep-
konsep Entomologi sangat erat hubungannya dengan kepentingan manusia, maupun
keseimbangan ekosistem pada umumnya. Aplikasi pengetahuan Entomologi, dapat memberi
peluang bagi mahasiswa untuk memahami peranan serangsa dalam bidang pertanian, kehutanan,
dan kesehatan dan peranan serangga dalam ekosistem pada umumnya.

D. KOMPETENSI UMUM
Setelah selesai mengikuti mata muliah Entomologi ini, mahasiswa diharapkan dapat
memahami, menganalisa, dan mengenal peranan serangga, morfologi dan anatomi eksternal
serangga, anatomi internal serangga, perkembangan dan metamorfosis, organ perasa dan
pengaturan, klasifikasi serangga, serangga dan tumbuhan, dan serangga pertanian, serta
mengaplikasikan berbagai konsep entomologi bagi kepentingan manusia.
E. PETUNJUK BELAJAR BAGI MAHASISWA
1. Baca dan pahami materi pada tiap Bab dan diskusikan dengan teman anda dalam kelompok.

2
2. Pelajari semua gambar yang ada dalam Bahan Ajar ini.
3. Bila ada materi yang sulit kalian bahas dalam kelompok, akan dibahas secara bersama
dalam kelas.
3. Kerjakan semua soal yang ada pada setiap Bab dengan cara tulis tangan pada kertas
bergaris double folio.

3
BAB I

RUANG LINGKUP ENTOMOLOGI


DAN PERANAN SERANGGA

A. PENDAHULUAN
1. Uraian Singkat
Serangga mewakili hampir ²/3 dari seluruh invertebrata dan mempunyai species yang sangat
banyak dan bahkan masih ada begitu banyak serangga yang belum diberi nama ilmiah.
Entomologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek tentang serangga. Materi ajar pada
Bab I ini berisikan bidang kajian entomologi yanh meliputi aspek fisiologi serangga, biokimia,
tingkah laku, anatomi, taksonomi, ekologi, dan bahkan mempelajari tentang evolusi serangga,
serta beberapa aspek terapan yang dipelajari secara khusus seperti serangga pertanian. Selain itu
juga membahas tentang peranan serangga bagi manusia dan ekosistem.

2. Kompetensi Khusus
Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan ruang lingkup bidang kajian entomologi
2. Mernjelaskan posisi taxonomi serangga dalam philum arthropoda
3. Menjelaskan peranan esensial serangga dalam ekosistem
4. Menjelaskan peranan serangga entomofagus
5. Menjelaskan peranan serangga pollinator dalam ekosistem hutan

B. PENYAJIAN MATERI
1. Ruang Lingkup Entomologi
Entomologi merupakan bidang ilmu yang secara khusus mempelajari berbagai aspek
tentang serangga (insekta). Materi bahasan entomologi sangat luas, mulai dari kajian biokimia
dan fisiologi serangga sampai mengkaji aspek anatomi, taksonomi, ekologi, dan evolusi
serangga, demikian pula berbagai aspek terapan, dalam bidang pertanian, kehutanan, dan
kesehatan. Untuk itu, mata kuliah entomologi, dalam kuliah tatap muka menyajikan bagian-
bagian yang penting, yaitu materi sajian tentang bidang kajian entomologi dan gambaran umum
peranan serangga, morfologi dan anatomi eksternal serangga, anatomi internal serangga,

4
perkembangan dan metamorfosis serangga, organ-organ perasa dan pengaturan, klasifikasi
serangga, dan kajian ekologi populasi serangga. Sedangkan pada bagian praktikum, akan
disajikan materi lanjutan untuk memperdalam materi perkuliahan, maupun topik-topik yang
tidak diajarkan dalam kuliah tatap muka.

2. Serangga dalam Phylum Arthropoda


Serangga mewakili hampir ²/3 dari seluruh invertebrata dan mempunyai species yang
sangat banyak dan bahkan masih ada begitu banyak serangga yang belum diberi nama ilmiah.
Arthropoda merupakan philum terbesar dalam dunia hewan.Hampir 75% hewan yang hidup di
bumi termasuk dalam phylum Arthropoda, dan merupakan phylum yang penting bagi
manusia.Serangga merupakan salah satu kelas dalam philum Arthropoda. Ciri-ciri utama dari
phylum Arthropoda yaitu: tubuh berbentuk bilateral simetris (salah satu sisi tubuh merupakan
gambaran dari sisi tubuh yang lain), tubuh bersegmen dengan anggota tubuh berpasangan,
mempunyai eksoskeleton yang tersusun atas kutikula. Hewan-hewan invertebrata yang termasuk
dalam phylum Arthropoda antara lain Udang-udangan, kepiting, kalajengking, laba-laba, halipan,
kaki seribu, dan semua jenis serangga. Klasifikasi Arthropoda, para ahli mempunyai sudut
tinjauan yang berbeda. Secara umum klasifikasi Arthropoda antara lain sebagai berikut: a)Kelas
Arachnida, ciri-ciri umum: tubuh terdiri atas dua bagian (Cepalothorax dan abdomen), empat
pasang kaki, tidak mempunyai antene, dan mempunyai mata sederhana (tidak mempunyai mata
facet). Jenis hewan yang termasuk dalam kelas Arachnida yaitu labah-labah, Kalajengking,
tungau, dan lain-lain; b) Kelas Crustacea, ciri-ciri umum: tubuh terdiri atas dua bagian
(Cepalothorax dan abdomen), mempunyai lima atau lebih pasang kaki, antene, pada umumnya
hidup di laut, kadang-kadang hidup di darat. Jenis hewan yang termasuk dalam kelas Crustacea
yaitu Udang, Kepiting, dll; c) Kelas Chilopoda, ciri-ciri umum; bertubuh panjang dan pipih
dorsovenrtal, tubuh tersusun atas ± 19 segmen, mempunyai satu pasang kaki pada tiap segmen,
pasangan kaki yang pertama termodifikasi membentuk semacam gigi taring yang beracun, dan
mempunyai antene. Jenis hewan yang termasuk dalam kelas Chilopoda yaitu: Halipan
(Centipedes); d) Kelas Diplopoda, ciri-ciri umum: tubuh bersegmen melingkar yang berkisar
antara 25 sampai 100 segmen (masing-masing species mempunyai jumlah segmen berbeda).
Tiap segmen mempunyai sepasang anggota tubuh, satu atau sepasang kaki pada segmen ke tujuh
dari yang jantan termodifikasi menjadi alat kopulasi; mulut terdiri dari masing-masing satu

5
pasang mandibula dan maxilla; dan mempunyai satu pasang antene yang pendek. Contoh hewan
yang termasuk dalam kelas Diplopoda yaitu kaki seribu (Polyxenuslagurus); e) Kelas Insekta,
atau serangga yang merupakan bahasan utama dalam enomologi dibahas lebih lanjut. Ciri utama:
tubuh terbagi atas 3 bagian tubuh utama yatitu: kepala (Cepalos) dada (thorax), dan abdomen.
Pada bagian kepala terdapat satu pasang antene, mulut yang terdiri dari mandibula, maxila, dan
labium. Pada bagian dada (thorax) umumnya terdapat 2 pasang sayap, dan 3 pasang kaki (akan
dibahas lebih lanjut).

3. Peranan Serangga
Kita mempelajari serangga untuk berbagai alasan. Aspek kajian tentang ekologi serangga
sangat beragam, demikian pula serangga selalu mendominasi dalam rantai dan jaringan makanan
dalam biomassa dan kekayaan species. Serangga dapat dikelompokkan berdasarkan specialisasi
makan yaitu; serangga detrivory, saprofag, xilofagi, dan fungifory, serangga-serangga aquatik
sebagai pemakan-penyaring (filter feeding), serangga pemakan rumput (grazing = pemakan
rumput), serangga Phytofagi (herbivory), sap feeding, karnivor (predasi dan parasit). Kelompok
serangga yang lain mempunyai variasi kombinasi dari tipe-tipe makan yang telah disebutkan di
atas. Serangga ada yang hidup di air atau di darat selama ontogeninya atau ada juga dalam
tahapan hidupnya, seperti larva hidup di air, lalu setelah dewasa hidup di darat.Serangga ada
yang hidup secara soliter, gregarius, dan hidup secara sosial. Serangga baik secara nyata ataupun
yang tak kelihatan dapat hidup aktif pada siang (diurnal) atau malam hari (nokturnal). Siklus
hidup serangga teradaptasi dengan variasi kondisi abiotik, termasuk perubahan cuaca yang
ekstrim, panas dan dingin, kondisi kering dan basah atau keadaan iklim yang tak dapat
diramalkan. Peranan esensial populasi serangga dalam ekosistem sebagai berikut:
- Pendaur-ulangan nutrient; melalui degradasi serasah (guguran daun, ranting, kayu dan buah),
bangkai/sampah dan kotoran hewan serta kondisi tanah.
- Polinasi pada tumbuhan dan kadang-kadang penyebaran biji-biji tumbuhan
- Menjaga komposisi dan struktur tumbuhan melalui phytofag, termasuk memakan biji-bijian
- Sebagai stok makan bagi hewan-hewan insectivor, termasuk burung-burung, mamalia, reptilia
dan ikan (untuk serangga air).
Manusia memperoleh menfaat dari serangga dalam berbagai hal. Tanpa serangga, manusia
tidak dapat memperoleh hasil pertanian dan hasil hutan, karena serangga berperan dalam proses

6
polinasi (penyerbukan) pada tumbuhan. Manusia dapat memperoleh madu, malam tawon (lilin
dari sarang lebah madu), benang sutera yang dihasilkan oleh ulat sutera yang adalah larva dari
kupu-kupu gajah (Bombyx mori). Ada begitu banyak peranan serangga dalam hasil pertanian
yang bernilai jual tinggi. Seperti kontribusi serangga bagi manusia berupa sirlak yang
mempunyai nilai jual di pasaran dunia. Sirlak merupakan hasil sekresi jenis serangga lak
(Laccifer lacca Kerr.) yang adalah jenis serangga sisik yang hidup pada pohon Kusambi
(Schleichera oleosa), pohon beringin atau jenis-jenis pohon lainnya. Serangga lak (Laccifer
lacca Kerr.) ini membentuk kerak setebal 6-13 ml pada pohon atau dahan-dahan tumbuhan
inang. Sehingga manusia (peternak lak) menggerus “biji-biji lak” (hasil sekresi serangga lak),
kemudian dilelehkan dan dikeringkan menjadi lempengan-lempengan, kemudian dijual pada
industri pembuatan sirlak.
a). Serangga Entomofagus: Berbagai penemuan tentang serangga sebagai makanan manusia
semakin maju dan merupakan salah satu bidang yang populer dalam entomologi. Sehingga sudah
dikenal ±500 species serangga dalam lebih dari 260 genus dan 70 family dimenfaatkan sebagai
bahan makanan di berbagai negara, khususnya di Afrika tengah, Afrika Selatan, Australia dan di
negara-negara Amerika latin. Makanan yang berasal dari serangga mengandung protein dalam
kadar tinggi (5-10%), bermacam-macam vitamin, dan mineral. Hal ini karena kebanyakan
serangga mengkonsumsi material tumbuhan baik yang telah mati maupun material tumbuhan
hidup; b. Serangga Polinator: Sejumlah kecil tumbuh-tumbuhan melakukan penyerbukan
sendiri. Namun kebanyakan tumbuhan membutuhkan penyerbukan silang, yaitu serbuk sari
(polen) dari sebuah bunga harus dipindahkan ke putik pada bunga yang lain, yang dapat terjadi
dengan 2 cara utama, yaitu oleh angin dan oleh bantuan serangga. Tumbuh-tumbuhan Rosaceae
(apel, pir, cheri, blekberi, starwberi) dan jenis tanaman pertanian yang lain sangat tergantung
pada lebah madu untuk penyerbukan. Demikian pula ada begitu banyak jenis tumbuhan
penyusun hutan yang penyerbukannya sangat tergantung pada serangga. Hutan selain berfungsi
untuk menjaga kesimbangan ekosistem juga sangat berperan bagi kehidupan manusia yang
memenfaatkan hasil hutan (akan dibahas lebih lanjut).

7
C. EVALUASI
1. Jelaskan ruang lingkup bidang kajian entomologi.
2. Jelaskan kedudukan serangga dalam philum arthropoda.
3. Jelaskan peranan serangga dalam ekosistem.
4. Jelaskan peranan serangga entomofagus.
5. Jelaskan peranan serangga pollinator dalam bidang pertanian dan ekosistem hutan.

D. DAFTAR PUSTAKA
Gullan, P.J. and Cranston, P.S. 1994. The Insect: An Outline of Entomology. Chapman & Hal,
London.
Romoser, William S, 1981. The Science of Entomology. Macmillan Publishing Co. Inc. New
York.
Berryman A.A. 1983, Forest Insect: Principles and Practice of Population Management,.
Plenum Press, New York.

8
BAB II

MORFOLOGI DAN ANATOMI


EKSTERNAL SERANGGA

A. PENDAHULUAN
1. Uraian Singkat
Materi ajar yang disajikan pada Bab II ini yaitu kutikula dan bagian-bagiannya serta anatomi
dan morfologi serangga. Secara umum tubuh serangga dibedakan atas tiga bagian besar, yaity
kepala (cepalos), dada (thoraks) dan abdomen. Pada tiap-tiap bagian tersebut dilengkapi dengan
beberapa alat (ekstremitas) yang akan dibahas lebih lanjut.

2. Kompetensi Khusus
Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa diharapkan dapat:

1. Menjelaskan struktur umum kutikula.


2. Menjelaskan fungsi masing-masing organ pada kepala.
3. Menjelaskan sistem segmentasi dan organ-organ vital pada thoraks.
4. Menjelaskan sistem segmentasi dan organ-organ vital pada abdomen.

B. PENYAJIAN MATERI
Aspek yang sangat penting untuk memahami tentang serangga yaitu pengetahuan tentang
anatomi dan fisiologi serangga. Pemahaman tentang anatomi eksternal sangat penting, terutama
untuk digunakan dalam taxonomi dan identifikasi serangga. Nomenklatur anatomi serangga
sering menggunakan istilah-istilah yang artinya analog dengan anatomi vertebrata. Serangga
adalah invertebrata bersegmen yang mempunyai skeleton eksternal (eksoskeleton) yang
merupakan ciri umum Arthropoda. Karena salah satu sifat dasar arthropoda yaitu perkembangan
keping-keping yang mengeras atau “sklerit”, dan persatuan keping-keping tersebut ke dalam
sistem rangka arthropoda, yang disebut eksoskeleton, karena sklerit adalah bagian dari dinding
tubuh luar arthropoda. Sebenarnya arthropoda juga mempunyai endoskeleton (rangka dalam)
penunjang yang luas, kekang, dan sebagai tempat penempelan urat-urat daging. Pengelompokan
Arthropoda dibedakan berdasarkan berbagai modifikasi eksoskeleton dan anggota-anggota

9
tubuh luar. Misalnya serangga atau kelas Hexapoda (hexa = 6; poides = kaki) yang mempunyai 6
kaki (3 pasang kaki). Banyak bentuk luar anggota tubuh serangga, khususnya bagian-bagian
mulut, kaki, dan ujung abdomen sangat menentukan dalam pengelompokan/pengklasifikasian
serangga dalam tingkat ordo, family, dan genus. Pemahaman tentang anatomi eksternal serangga
sangat penting dalam mengidentifikasi serangga. Pembahasan pada bagian anatomi eksternal
serangga ini akan mendiskusikan tentang: kutikula, segmentasi tubuh, struktur bagian kepala,
thoraks, abdomen, dan anggota-anggota tubuh.

1. Kutikula

Kutikula sangat vital bagi kelangsungan hidup serangga. Integumen serangga terdiri dari:
a. Epidermis
Epidermis serangga terdiri dari satu lapis sel, dan terdapat kelenjar-kelenjar kulit (dermal
glands) yang menghasilkan lilin dan atau semen yang diangkut melalui duktus/saluran menuju
permukaan kutikula. Epidermis ini berhubungan dengan proses pergantian kulit(molting).
Sebelah dalam/bawah dari epidermis terdapat selaput dasar (basement membrane) yang
merupakan lapisan aseluler yang tipis.
b. Lapisan Kutikula
Lapisan kutikula terdapat di sebelah luar dari selapu dasar adalah lapisan kutikula. Di
antara selaput dasar dengan kutikula, terdapat zona pembentuk kutikula(formating zone), yang
merupakan lapisan aseluler lainnya yang disekresikan oleh sel-sel epidermis. Kutikula adalah
lapisan kimiawi kompleks, yang tidak hanya berbeda dalam struktur dari satu jenis serangga
dengan jenis serangga yang lain, tetapi bahkan berbeda dalam ciri-cirinya dari satu bagian ke
bagian lainnya pada seekor serangga. Kutikula terbuat dari rangkaian-rangkaian polisakarida,
yaitu “chitin” yang terbungkus dalam selubung protein. Chitin terutama terbuat dari monomer
gula N-asetilglukosamin. Rangkaian-rangkaian chitin saling terjalin membentuk mikrofibril, dan
mikrofibril-mikrofibril tersebut sering kali terkletak sejajar dalam satu lapisan yang disebut
“lamina”. Chitin itu sendiri adalah satu zat yang sangat resisten, tetapi tidak membuat kutikula
keras. Kekerasan kutikula berasal dari perubahan-perubahan selubung protein di mana
mikrofibril-mikrofibril diselimuti. Kutikula tersebut pertama kali disekresikan oleh epidermis,
yang disebut “prokutikula”, yang bersifat empuk, liat, berwarna pucat, dan mudah diregangkan
sampai batas tertentu. Pembentukan sklerit di kutikula ini adalah proses pengerasan dan

10
penghitaman atau “skerotisasi”, yang merupakan akibat dari pembentukan ikatan-ikatan silang
antara rangkaian-rangkaian protein yang ada pada bagian luar prokutikula. Kutikula yang
berskelerotisasi demikian disebut “eksokutikula”. Lapisan yang berada di bawah eksokutikula,
disebut “endokutikula”, yang diperkirakan tidak mengalami sklerotisasi. Endokutikula yang liat
ini memebentuk “selaput” yang menghubungkan sklerit-sklerit dan dapat diserap kembali dalam
tubuh sebelum berganti kulit (molting).

Gambar 2.1. Struktur Umum Kutikula (Gullan&Cranston, 1994).

Lapisan bagian atas dari endokutikula dan eksokutikula adalah “epikutikula”, yang
merupakan lapisan aseluler yang sangat tipis. Epikutikula ini tidak menagndung chitin, dan
terdiri dari lapisan-lapisan: epikutikula dalam, epikutikula luar (kutikulin), satu lapisan lilin, dan
satu lapisan perekat. Lapisan lilin tersebut sangat penting bagi serangga darat, karena lapisan
lilin berfungsi sebagai mekanisme utama untuk membatasi kehilangan air (dehidrasi) melalui
dinding tubuh. Eksokutikula dan endokutikula bersifat permeabel terhadap air (gambar 2.1.).

11
2. Segmentasi dan Tagmosis
Tubuh serangga yang berbentuk bilateral simetris dapat dideskripsi berdasarkan 3 axis
(lihat gambar 2.2.), yaitu:

 Longitudinal; dari anterior ke posterior atau cepalos (kepala) ke caudal (ekor).
 Dorsoventral; dari dorsal ke ventral.
 Transversal; dari sisi lateral yang satu, melewati axis longitudinal, ke sisi lateral yang lain.
Tubuh serangga yang bilateral simetris tersebut terbagi menjadi susunan ruas-ruas
(segmentasi) yang metamer, dan ruas-ruas tersebut terbagi menjadi 3 tagmata utama (tunggal:
tagma); yaitu kepala, thoraks, dan abdomen. Pada umumnya serangga tersusun atas 20 segmen,
yang terdiri dari 6 segmen pada bagian kepala, 3 segmen pada thoraks, dan 11 segmen abdomen,
seperti tercermin pada gambar 2.3.

Gambar 2.2. Axis-axis utama pada tubuh serangga (Gullan and Cranston, 1996).

12
Gambar 2.3. Struktur umum seekor serangga: ant, antene (sungut); cr = serkus; e = mata
majemuk; epm = epimeron; eps = episternum; ept = epiprok;hd= kepala; mp =
mouthparts/ bagian mulut: lbm = labium; md= mandibula/mendibel; mx = maksila; n =
nota toraks; ovp = ovipositor; pls = lekuk pleura;ppt = paraprok; sp= spirakel/lubang
pernapasan; t1-t10 = terga; th = toraks; th1 = protoraks; th2 = mesotoraks; th3 =
metatoraks.

a. Kepala (Cepalos)
Kepala serangga adalah tagma yang tersusun dari segmen-segmen metamer tubuh.
Organ-organ yang terdapat pada kepala terspesialisasi berdasarkan kelompok taxonomi serangga.
Namun secara umum, pada kepala seranga terdapat organ-organ mata, sungut atau antene dan
bagian-bagian mulut. Sesuai organ-organ yang terdapat pada kepala tersebut, maka fungsi utama
kepala serangga yaitu untuk penerima perasaan, perpaduan syaraf, dan mengumpulkan makanan.
Pada sisi posterior kepala terdapat lubang foramen oksipitale (foramen magnum) yang
berhubungan ke arah protoraks, dan sisi yang lainnya berhubungan ke arah mulut dan bagian-
bagiannya.
Secara umum, organ-organ kepala, mulai dari posterior ke arah anterior, yaitu: labium,
maksilae, mandibel, labrum, dan antene (gambar 2.4). Sedangkan tata letak organ-organ lain
dari kepala seperti pada gambar 2.4 dan gambar 2.5, yaitu occiput pada bagian dorsal (kranium

13
posterior), vertex pada bagian dorsal, vertex bergabung pada bagian anterior membentuk fronts,
dan clypeus terletak diantara fronts dan labrum, fusi antara clypeus dengan fronts membentuk
frontoclypeus, pada sisi lateral terdapat genae, dan di antara vertex dan genae terdapat sepasang
mata facet dan sepasang organ sensori yaitu antene (sungut). Pada kebanyakan jenis serangga
terdapat sepasang mata sederhana (simple eyes) yaitu ocelli.Pada kepala serangga terdapat mulut
yang terdiri atas beberapa bagian mulut (mouthparts).
Berdasarkan arah hadap mulut, maka terdapat 3 macam (tipe) bagian-bagian mulut pada
serangga, yaitu: 1) bagian-bagian mulut mengarah ke ventral disebut hipognatus; 2) bagian-
bagian mulut mengarah ke anterior disebut prognatus seperti pada bangsa kumbang (ordo
Coleoptera); 3) bagian-bagian mulut mengarah ke posterior disebut opistognatus (ditemukan
pada ordo Hemiptera). Bagian-bagian mulut serangga secara khas terdiri dari labrum atau bibir
atas (pada permukaan ventral terdapat epifaring), sebuah hipofaring (a tongue-like structure),
mandibel atau rahang (sepasang), maksila (sepasang), dan sebuah labium atau bibir
bawah.Struktur-struktur mulut tersebut kadang-kadang mengalami modifikasi pada
kelompok/jenis serangga yang berbeda, sehingga digunakan sebagai dasar dalam klasifikasi dan
identifikasi. Tipe bagian-bagian mulut serangga telah beradaptasi dengan jenis makanan dan cara
makan.
Labrum, merupakan gelambir yang terletak di bawah clypeus.Labrum membetuk atap
ruang preoral dan mulut, serta menutupi bagian dasar mandibel. Mandibel, merupakan sepasang
rahang yang terletak tepat di belakang labrum, dan tidak beruas. Mandibel berfungsi untuk
memotong dan menggerus makanan dan dapat pula sebagai organ pertahanan, seperti pada jenis
serangga pengunyah (jengkrik misalnya). Mandibel pada kumbang-kumbang pemangsa
berbentuk seperti sabit dan panjang. Maksilae, merupakan struktur yang berpasangan, terletak di
belakang mandibel. Setiap maksilae terdapat Hipofaring, struktur serupa lidah yang pendek,
yang terletak tepat di atas labium di antara maksilae. Antara hipofaring, mandibel, dan labrum
terdapat rongga makanan praoral yang disebut “sibarium”.

14
Gambar 2.4. Tampak lateral kepala serangga Pterigota (Gullan and Cranston, 1996).

Bagian mulut serangga dibedakan atas 2 tipe, yaitu:


a.Tipe Mandibulat(pengunyah)
Pada tipe ini, mandibel-mandibel bergerak secara transversal, dari sisi ke sisi, dan serangga
mempunyai kemampuan untuk menggigit dan mengunyah makanan.
b. Tipe Haustelat (pengisap).
Tipe haustelat tidak mempunyai mandibel-mandibel, sehingga tidak mengunyah makanan.
Bagian-bagian mulut serangga tipe haustelat dalam bentuk seperti “probosis” yang memanjang
dan berbentuk stilet, sehingga dapat mengisap makanan yang dalam bentuk cairan. Tipe haustelat
ini dapat dilihat pada:
- Hemiptera; terdapat probosis yang mempunyai struktur beruas. Struktur probosisi yang beruas-
ruas tersebut adalah labium serupa selubung yang membungkus 4 stilet penusuk, 2 mandibel dan
2 maksilae. Pada saat mengambil makanan, labium tidak menusuk, melainkan terlipat ke atas
ketika stilet-stilet menusuk/masuk jaringan. Stilet-stilet yang ada dalam probosis, dan maksilae,
bersama-sama menempel sedemikian sehingga membentuk dua saluran, yaitu saluran makanan

15
dan saluran air liur. Labrum pada hemiptera merupakan sebuah gelambir pendek pada dasar
probosis di sisi anterior, dan hipofaring merupakan gelambir pendek di dalam dasar probosis.
- Lepidoptera (kupu-kupu); Probosis pada mulut kupu-kupu dewasa biasanya panjang dan
melingkar serta terbentuk dari dua galeae. Labrum menyusut menjadi satu pita transversal yang
sempit melintas daerah bagian bawah muka (facet), sedangkan mandibel dan hipofaring tidak
ada. Tipe struktur bagian mulut pada Lepidoptera ini biasanya disebut tipe “meresap-mengisap”,
karena biasa tidak ada alat penusuk dan serangga ini biasanya mengisap atau meresap cairan-
cairan melalui probosis.
- Diptera; Pada diptera betina mempunyai 6 silet penusuk, labrum, mandible, maksilae, dan
hipofaring.

Gambar 2.5. Kepala dan bagian-bagian mulut Dermaptera: Forticulidae (Gullan and Cranston,
1996).

16
Kepala serangga terdapat sungut (antennae) yang letaknya di antara atau di bawah mata
majemuk. Sungut serangga bervariasi, baik dalam ukuran maupun bentuk, sehingga setiap jenis
serangga mempunyai tipe sungut yang berbeda (gambar 2.6).

Gambar 2.6.Tipe-Tipe Antenae pada Serangga: A. Setaesus (Capung: Lepidoptera); B. Filiform


(kumbang tanah); C. Moniliform (kumbang keriput kulit kayu); D. Gada (kumbang hitam:
Tenebrionidae); E. Gada (kumbang lady bird pemakan aphid); F. Kapita (kumbang
penghisap cairan tumbuhan); G. Serrata (kumbang loncat balik); H. Pektinat (kumbang
wara api); I. Plumosa (nyamuk jantan); J. Arista (lalat syrphid); K. Stilat (lalat penyelinap);
L. Flabelat (kumbang sedar); M. Lamelat (kumbang juni); N. Genikulat (Chalcid). Catatan
singkatan: ar, arista; as, lekuk sungut; asc, sklerit sungut; ask, mangkuk sungut; fl,
flagellum; ped, pediset; scp, batang dasar; sty, stili.

17
2. Thoraks
Thorax merupakan tagma lokomotor tubuh yang tersusun atas 3 segmen, yaitu prothorax
(bagian anterior), mesotoraks (bagian tengah), dan metatoraks (bagian posterior). Protoraks
dihubungkan ke kepala oleh suatu daerah serupa leher berselaput yang disebut serviks.Pada
toraks terdapat 2 pasang spirakel, satu spirakel pada mesotoraks dan pada metatoraks. Pada
toraks terdapat organ-organ lokomotor, yaitu tungkai (kaki) dan sayap. Tungkai serangga ada 3
pasang, di mana setiap pasang terdapat pada masing-masing segmen toraks (Gambar 2.7).
Gerakan tungkai tergantung dari urat daging dan persendian antara ruas-ruas. Persendian dengan
2 titik artikulasi disebut dikondilik, dan persendian dengan satu titik artikulasi disebut
monokondilik.

Gambar 2.7. Pandangan Lateral Toraks Pandrapa: alinotum (AN), sklerit leher (cvs), leher (cvx),
koksa (cx), epimeron (epm), epipleurit (epp), episternum (eps), kepala (hd), pronotum (n1),
lekuk pleura (pls), posnotum (PN), tonjolan pleura sayap (pwp), skutelum (scl), skutum
(sct), spirakel (spr), sternum perut (stn), tergum perut (t), dasar sayap (wb).

Serangga mempunyai 3 pasang kaki (tungkai). Tungkai-tungkai toraks bersklerotisasi dan


terbagai atas sejumlah ruas. Pada umumnya tungkai serangga terbagi atas 6 ruas, yaitu: koksa
(cx) yang merupakan ruas dasar, trokanter (tr) berupa satu ruas kecil (kadang 2 ruas), femur
(fm) merupakan ruas pertama yang panjang, tibia (tb) merupakan ruas kedua yang panjang ,

18
tarsus (ts) yang adalah sederetan ruas-ruas kecil di belakang tibia, dan pretarsus (ptar) yang
berupa kuku-kuku dan berbagai struktur serupa bantalan atau serupa seta pada ujung tarsus
(Gambar 2.8).

Gambar 2.8. Struktur Tungkai belakang Blattodea: Blattidae (Gullan and Cranston, 1996).

Sayap pada kebanyakan jenis serangga, terdapat pada ruas-ruas mesotoraks dan
metatoraks, sehingga mesotoraks dan metatoraks disebut pterotorak. Pada serangga-serangga
pterygota, terutama serangga yang mempunyai 2 pasang sayap, umumnya 2 pasang sayap
tersebut terletak pada segmen mesotoraks dan metatoraks. Sayap serangga diperkokoh oleh
rangka-rangka sayap yang mengandung syaraf, trakea, dan hemolimf (darah).Pola rangka sayap
sangat beragam pada berbagai jenis serangga, dan sangat bermenfaat dalam klasifikasi dan
identifikasi serangga.Serangga dewasa pada umumnya mempunyai sayap (Pterygota), di mana
struktur sayap dapat digunakan untuk identifikasi sampai pada tingkat (taxon) ordo.Ada pula
kelompok serangga dewasa primitif yang tidak mempunyai sayap (apterygota).

3. Abdomen
Struktur abdomen dibandingkan dengan 2 tagmata serangga yang lain (kepala dan 8
thoraks) relatif lebih sederhana. Pada umumnya abdomen serangga tersusun dari 11 segmen

19
metamer, dimana segmen pertama mengalami reduksi karena bersatu dengan thoraks. Tiap
segmen metamer terdiri dari satu sklerit dorsal, yaitu tergum (jamak: terga), satu sklerit ventral,
yaitu sternum (jamak: sterna), dan satu selaput daerah lateral, yaitu pleuron (jamak: pleura).
Pada pleuron dari tiap-tiap segmen terdapat lubang-lubang untuk system pernapasan, yaitu
spirakel.Pada umumnya, alat kelamin serangga biasanya terletak pada segemn ke 8 dan 9 yang
memiliki kekhasan yang berkaitan dengan kopulasi dab oviposisi (peletakan telur).

Gambar 2.9. Struktur umum bagian luar tubuh seekor jangkrik (Pfadt, 1985).

C. EVALUASI
Jelaskan struktur umum kutikula.
1. Jelaskan fungsi kepala serangga
2. Jelaskan fungsi masing organ-organ vital pada kepala serangga
3. Jelaskan system segmentasi pada thoraks
4. Jelaskan struktur tungkai serangga
5. Jelaskan sistem segmentasi dan organ-organ vital pada abdomen

D. DAFTAR PUSTAKA
Gullan, P.J. and Cranston, P.S. 1994. The Insect: An Outline of Entomology. Chapman & Hal,
London.
Romoser, W. S. 1981. The Science of Entomology. Macmillan Publishing Co. Inc. New York.
Berryman A.A. 1983, Forest Insect: Principles and Practice of Population Management.
Plenum Press, New York.
Pfadt, R.E. 1985. Fundamental of Applied Entomology. MacMillan Publishing Co. Inc. New York.

20
BAB III

ANATOMI INTERNAL SERANGGA

A. PENDAHULUAN
1. Uraian Singkat
Materi ajar yang disajikan pada Bab III ini meliputi sistem pencernaan serangga, variasi
cara makan dan jenis makanan serangga, sistem sirkulasi serangga, sistem pernapasan serangga,
sistem syaraf serangga, sistem endokrin serangga, sistem ekskresi serangga, dan sistem
reproduksi internal serangga

2. Kompetensi Khusus
Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan sistem pencernaan serangga
2. Menjelaskan variasi cara makan dan jenis makanan serangga
3. Menjelaskan sistem sirkulasi terbuka pada serangga
4. Menjelaskan sistem pernapasan serangga
5. Menjelaskan sistem syaraf serangga
6. Menjelaskan sistem endokrin serangga
7. Mernjelaskan sistem ekskresi serangga
8. Menjelaskan sistem reproduksi internal serangga

B. PENYAJIAN MATERI
Bila tubuh serangga dibedah, maka akan kelihatan gambaran anatomi internal yang
sangat kompleks dan tersusun rapih pada rongga tubuh serangga yang disebut “haemocoel” yang
berisi cairan “haemolymph” semacam darah pada vertebrata. Organ-organ internal serangga
yang dibahas dalam Bab ini, termasuk sistem pencernaan, sistem ekskresi, sistem peredaran
darah, sistem pernapasan, sistem syaraf, sistem endokrin, serta sistem reproduksi internal.

21
1. Sistem Pencernaan dan Makanan Serangga
a. Sistem Pencernaan Serangga
Pencernaan adalah proses perubahan makanan secara kimiawi dan fisik sehingga zat
makanan dapat diserap dan memberikan makanan berbagai bagian tubuh. Proses ini dapat mulai
bahkan sebelum makanan ditelan, tetapi biasanya terjadi bila zat-zat yang tertelan lewat/melalui
saluran pencernaan. Saluran pencernaan serangga dibedakan atas 3 bagian utama, yaitu: Foregut
atau usus depan atau stomodeum; Midgut atau usus tengah atau mesenteron; dan Hindgut atau
usus belakang atau proctodeum.
Foregut, terdiri dari 4 organ yaitu: faring, crop (tembolok = penyimpan makanan
sementara), dan proventrikulus (empedal). Tembolok mungkin suatu pembesaran usus depan
yang se
derhana. Pada ujung posterior foregut terdapat klep stomodeum yang mengatur jalannya
makanan antara usus depan dan usus tengah. Kebanyakan serangga memiliki sepasang kelenjar
salivary (ludah) yang terletak di bawah bagian anterior dari saluran pencernaan. Saluran dari
kelenjar-kelenjar ini memanjang ke depan dan bergabung menjadi 1 saluran umum dan bermuara
dekat dasar labium atau hipofaring. Kelenjar labium ini biasanya berfungsi sebagai kelenjar air
liur. Foregut berfungsi untuk mengambil, menyimpan, dan menggiling makanan untuk
ditransportasikan ke saluran pencernaan berikut (midgut). Midgut, tersusun atas 2 organ, yaitu:
ventriculus, gastric caecum (semacam jonjot usus). Lapisan epitel usus tengah terlibat dua fungsi
yaitu sekresi enzim-enzim pencernaan ke dalam lumen dan penyerapan produk-produk
pencernaan ke dalam tubuh serangga. Usus tengah merupakan tempat utama pencernaan ezimatis
dan juga absorbsi sari-sari makanan. Lapisan epitelium bagian dalam dari midgut disebut
peritrophic membrane (selaput peritrofik), sebagai pembatas antara makanan dengan dinding
midgut. Hindgut (usus belakang), terdiri dari ileum, colon, rectum, dan bermuara ke anus. Usus
belakang meluas dari klep pilorus, yang terletak antara usus tengah dnan usus belakang, sampai
dubur. Usus belakang biasanya dibedakan paling tidak menjadi dua daerah, usus bagian depan
dan poros usus bagian belakang (rectum). Usus bagian depan mungkin suatu pipa sederhana,
atau terbagi lagi menjadi ileum di bagian anterior dan kolon di bagian posterior. Usus belakang
adalah tempat akhir untuk penyerapan kembali (reabsorbsi) air, garam- garam, dan zat- zat
makanan apapun yang masih bermenfaat dari tinja dan urine, sebelum faeces dikeluarkan melalui
anus. Demikian pula urine yang dihasilkan dari tubulus malphigi akan masuk ke hidngut. Sistem

22
pencernaan serangga (lihat gambar 3.1). Rongga penyaringan adalah suatu modifikasi saluran
pencernaan yang didalamnya terdapat dua bagian yang berjarak normal terikat berdekatan satu
sama lain oleh jaringan pengikat. Rongga penyaringan terdapat banyak pada homoptera dan
bentuknya agak beragam pada anggota ordo Homoptera. Usus tengah pada serangga Homoptera
dibedakan menjadi 3 daerah yaitu: ventrikuli pertama, ventrikuli kedua, dan ventrikuli ketiga.
Ventrikuli pertama dan kedua adalah struktur-struktur seperti kantung tepat dibelakang esofagus,
dan ventrikulus ketiga adalah suatu pipa panjang. Ventrikulus ketiga itu membelok kedepan dan
terletak dekat dengan ventrikulus pertama, sering melingkarinya, ditempat itu ventrikulus ketiga
ditahan dengan jaringan pengikat. Kompleks atau himpunan majemuk ini ventrikulus pertama,
ventrikulus ketiga yang melingkar, dan jaringan pengikat membentuk rongga penyaringan.
Homoptera hidup dari cairan-cairan tumbuh-tumbuhan, yang biasanya mereka makan dalam
jumlah yang besar. Rongga penyaringan diperkirakan sebagai suatu alat yang membiarkan air
dari cairan tumbuhan yang tertelan lewat secara langsung dari bagian depan usus tengah ke usus
belakang, jadi mengumpulkan cairan tumbuhan sebelum dicerna di bagian belakang usus tengah.
Bila cairan berkelebihan, maka akan keluar lewat dubur (anus) sebagai embun madu
(honeydew).

Gambar 3.1. Sistem Saluran Pencernaan Serangga (Gullan and Cranston, 1996).

23
b. Makanan dan Cara Makan Serangga
Serangga makan hampir segala zat organik yang terdapat di alam, dan sistem pencernaan
mereka menunjukan variasi yang besar. Serangga memakan sejumlah besar berbagai jenis hewan
yang hidup, dan hewan–hewan yang sedang membusuk, tumbuh- tumbuhan, jamur dan produk-
produk mereka. Dalam beberapa hal, cairan-cairan seperti darah atau cairan-cairan tumbuh–
tumbuhan merupakan persediaan makanan serangga. Karena beragamnya jenis makanan yang
dikonsumsi serangga, maka sistem pencernaan sangat beragam sesuai dengan macam–macam
makanan yang dimakan. Kebiasaan–kebiasaan makan bahkan mungkin sangat beragam pada
berbagai jenis serangga. Larvae dan dewasa biasanya mempunyai kebiasaan-kebiasaan makan
yang sama sekali berbeda dan berbeda pula sistem-sistem pencernaannya. Kebanyakan serangga
mengambil makanan masuk ke tubuh melalui mulut. Beberapa larvae yang hidup secara
endoparasitik pada hewan induk semang mampu menyerap makanan melalui permukaan tubuh-
tubuh mereka dari jaringan -jaringan induk semang. Banyak serangga mempunyai mandibel-
mandibel pengunyah dan maksilae yang memotong, menghancurkan, atau menggerus zat- zat
makanan dan mendesak mereka masuk ke dalam faring. Pada serangga- serangga penghisap,
fungsi- fungsi faring sebagai suatu pompa yang membawa makanan cair melalui probosis ke
dalam esofagus. Makanan digerakkan sepanjang saluran pencernaan oleh aksi peristaltik.
Air liur biasanya dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar labium. Kelenjar-kelenjar labium dari
banyak serangga menghasilka amilase. Pada lebah tertentu, kelenjar-kelenjar ini menyekreksikan
invertase, yang kemudian di ambil masuk ke dalam tubuh dengan air madu. Pada serangga-
serangga penghisap darah seperti nyamuk, air liur biasanya tidak mengandung enzim-enzim
pencernaan, tetapi mengandung suatu substansi yang mencegah pembekuan darah dan
konsekuensi mekanisme penyumbatan saluran makanan. Air liur inilah yang menyebabkan
rangsangan yang di hasilkan oleh gigitan serangga pengisap darah. Banyak serangga
mengeluarkan enzim-enzim pencernaan terhadap makanan, dan sebagian pencernaan dapat
terjadi sebelum makanan ditelan. Larvae lalat daging mengeluarkan enzim-enzim proteolitik
pada makanan mereka, dan afid-afid menginjeksikan amilase kedalam jaringan-jaringan tumbuh-
tumbuhan dan karena itu mencerna tepung dalam tumbuhan makanan. Pencernaan di luar usus
dapat terjadi pada perampokan korban larvae undur-undur dan kumbang-kumbang penyelam
pemangsa dan pada kepinding hemiptera yang makan biji-biji kering.

24
Kebanyakan pencernaan kimiawi dari makanan terjadi di dalam usus tengah (midgut)
yang menghasilkan enzim-enzim. Kadang-kadang sekresi dan penyerapan dilakukan oleh sel-sel
yang sama. Enzim-enzim mungkin disekresikan dan masuk kedalam lumen usus tengah oleh
peruraian (disintegrasi) sel-sel sekretoris (sekresi holokrin) atau oleh pengeluaran sejumlah kecil
enzim-enzim melewati selaput sel (sekresi merokrin). Hanya sedikit serangga menghasilkan
enzim-enzim yang mencerna selulosa, tetapi beberapa jenis serangga mampu menggunakan
selulosa sebagai makanan akibat adanya mikroorganisme simbiotik yang hidup dalam alat
pencernaan. Biasanya mikroorganisme adalah bakteria atau protista berflagel, dapat mencerna
selulosa, dan serangga menyerap produk-produk pencernaan. Mikroorganisme-mikroorganisme
demikian ada di dalam rayap-rayap dan banyak kumbang-kumbang pembor kayu, dan seringkali
ada dalam organ yang khusus yang berhubungan dengan saluran pencernaan.

2. Sistem Sirkulasi pada Serangga


Darah pada serangga disebut haemolimf, merupakan cairan tubuh yang mengalami
sirkulasi bebas di sekitar organ-organ internal serangga. Fungsi utama haemolimf, yaitu
transportasi material zat-zat makanan, hormon-hormon, sisa-sisa dan sebagainya. Dalam banyak

hal darah memainkan peranan yang relatif kecil dalam transpor oksigen (O 2 ) dan

karbondioksida (CO 2 ). Haemolimf juga ikut dalam pengaturan osmose, keseimbangan garam-
garam dan air dalam tubuh, terutama pada buluh-buluh malphigi dan rektum. Darah mempunyai
fungsi lain yang penting yaitu, pada waktu berganti kulit, dalam pengembangan sayap-sayap
sesudah pergantian kulit yang akhir, dan dalam penonjolan struktur yang disembuhkan seperti
gelembung sembul dan alat kelamin. Darah mungkin juga berfungsi dalam pertahanan bagian
dalam tubuh serangga, dalam aksi fagositosis hemosit terhadap mikroorganisme yang
menyerang, dalam penutupan luka-luka, dalam mencegah badan-badan asing tertentu seperti
endoparasit.Akhirnya darah juga sebagai jaringan penyimpan, bertindak sebagai satu reservoir
untuk air dan zat-zat makanan seperti lemak dan karbohidrat.
Haemolimf yang ada dalam pembuluh hanya merupakan satu bagian dari seluruh
sirkulasi, selanjutnya sirkulasi terjadi di dalam rongga tubuh (haemocoel) serangga.Karena
sirkulasi tidak hanya terjadi di dalam pembuluh, melainkan juga terjadi di dalam rongga tubuh
(hemocoel), maka disebut sistem sirkulasi terbuka.Pada serangga terdapat jantung tabung yang

25
panjang dan aorta di bagian antrior. Jantung tabung dilengkapi dengan lubang-lubang (sinus-
sinus) pada sisi lateral yang berpasangan yang disebut ostia. Jantung tabung dan aorta terletak
pada sebelah dorsal dari sistem pencernaan makanan. Jantung memompa haemolimf ke dalam
sinus-sinus dari hemosoel, yang merupakan tempat terjadinya pertukaran zat-zat. Gerakan otot-
otot tubuh yang berkoordinasi, menyebabkan katup-katup kecil pada dingding jantung terbuka,
sehingga haemolimf secara berangsur dari rongga tubuh kembali masuk ke jantung melalui ostia,
selanjutnya akan mengalami sirkulasi ulang. Mekanisme sirkulsi pada serangga secara umum
dapat dijelaskan sebagai berikut: kontraksi jantung pembuluh menyebabkan darah terpompa ke
arah antrior melalui aorta, yang selanjutnya darah (haemolimf) tercurah ke rongga-rongga atau
jaringan tubuh dan beredar bebas ke seluruh tubuh (tanpa melalui pembuluh) untuk mensuplai
makanan ke jaringan tubuh, dan mengangkut zat-zat sisa metabolisme. Darah dari jaringan akan
masuk kembali ke jantung pembuluh melalui ostia.
Gerakan hemolimf dilakukan oleh denyutan jantung dan dibantu dalam bagian-bagian
lain dari tubuh, seperti dasar tungkai-tungkai dan sayap oleh organ denyut tambahan. Denyut
jantung adalah satu gelombang peristaltik yang mulai pada ujung posterior saluran darah dorsal
dan bergerak ke depan. Hemolimf masuk jantung melalui ostia, yang tertutup selama fase sistole
denyut jantung dan di pompa ke depan. Laju denyut jantung sangat bervariasi: angka denyut
jantung yang terlihat pada serangga yang berbeda berkisar dari 14 sampai kira-kira 160
denyut/menit. Terdapat suatu kenaikan dalam laju denyut jantung ini selama periode aktivitas
yang meningkat. Denyut jantung mungkin diawali dalam urat daging jantung (miogenik). Arah
yang terbalik dari gelombang peristaltik kontraksi menyebabkan hemolimf bergerak ke belakang
yang semestinya ke depan, adalah satu hal yang sering terjadi. Tekanan yang sangat kecil
terbentuk dalam aliran darah umum melalui tubuh. Tekanan hemolimf kadang-kadang kurang
dari tekanan atmosfir. Hal ini dapat ditingkatkan oleh kontraksi urat daging dan kompresi
dinding tubuh atau oleh dilasi saluran pencernaan (dihasilkan dengan penelanan udara).
Haemolimf biasanya adalah cairan jernih yang di dalamnya tersuspensi sejumlah sel-sel
(haemosit). Haemolimf mempunyai 2 tipe sel (semacam sel darah), yaitu Nephrocyte (sering
disebut sel-sel pericardial) yang pada umumnya terletak dekat pembuluh dorsal, dan Oenocyte
yang terdapat dalam haemocoel, badan lemak dan epidermis. Belum jelas fungsi dari kedua sel
darah serangga tersebut, namun diketahui fungsinya dalam mengatur sinteisis paraffin dalam
kutikula. Darah mungkin berwarna kekuning-kuningan atau kehijauan-hijauan tetapi jarang

26
sekali berwarna merah. Kecuali pada serangga Chironomus atau Hemiptera aquatik lainnya,
kedua sel darah tersebut dapat menghasilkan hemoglobin. Darah terdapat kira-kira 5% sampai
40% berat tubuh (biasanya kira-kira 25% atau kurang). Hemosit-hemosit sangat bervariasi
3
dalam jumlahnya dari kira-kira 1000 – 100.000/ mm . Sel-sel ini sangat bervariasi baik bentuk
dan fungsinya. Beberapa beredar bersama hemolimf, dan beberapa menempel pada permukaan
jaringan-jaringan. Fungsi berbagai tipe hemosit belum diketahui, tetapi banyak yang bersifat
fagositosis. Hemosit-hemosit mungkin makan bakteri, dan mereka memegang peranan penting
dalam pengeluaran sel-sel dan jaringan yang sudah mati. Hemolimf serangga-serangga yang
berlainan berbeda dalam kemampuan pembekuan; hemosit mungkin berjalan ke luka-luka dan
membentuk suatu penutup. Seringkali hemosit berkelompok sekitar benda-benda asing seperti
parasit-parasit, yang membentuk satu lembaran sekitar mereka dan membatasinya dari jaringan-
jaringan tubuh. Selain dari aksi hemosit-hemosit ini, serangga tidak mempunyai sistem
kekebalan yang dapat dibandingkan dengan zat-zat kebal dari vertebrata. Bagian cairan darah
(plasma) mengandung banyak sekali zat-zat yang larut (garam-garam, gula, protein, hormon dan
sebagainya). Ini sangat bervariasi pada serangga-serangga yang berbeda dan pada serangga yang
sama pada waktu-waktu yang berbeda. Transportasi oksigen adalah fungsi sistem pernapasan dan
dipisahkan dari sistem peredaran.

3. Sistem Pernapasan dan Pertukaran Gas pada Serangga


Transpor gas pada serangga menggunakan fungsi sistem trakea. Sistem peredaran darah
serangga, tidak seperti pada vertebrata, biasanya hanya berperanan kecil dalam proses ini.
Sistem trakea adalah suatu sistem saluran kutikula (trakea) yang dari luar bermuara pada
spirakel-spirakek dan pada bagian dalam bercabang dan meluas ke seluruh ubuh. Trakea berakhir
pada cabang-cabang tertutup yang sangat dan halus, yang disebut trakeolus yang menyelinap
dan sebenarnya menembus jaringan-jaringan hidup. Trakeae dilapisi dengan suatu lapisan
kutikula dan pada cabang-cabang yang lebih besar ini dipertebal untuk membentuk cincin –
cincin heliks yang disebut taenidia, yang secara simultan memberikan kekuatan trakea (terhadap
pengempisan) dan kelenturan (membengkok dan memutar). Trakeol-trakeol adalah buluh-buluh
intraseluler yang kecil dengan dinding-dinding yang tipis, dan mereka seringkali mengandung

27
cairan. Melalui dinding trakeol itulah terjadi pertukaran gas oksigen (O 2 ) dan karbondioksida

(CO 2 ).
Spirakel-spirakel terletak di sebelah lateral pada dinding pleura dan jumlahnya bervariasi
dari satu sampai sepuluh pasang. Biasanya terdapat sepasang pada tepi anterior mesotoraks dan
metatoraks, dan sepasang pada tiap-tiap delapan pertama(atau kurang dari itu) ruas-ruas
abdomen. Ukuran dan bentuk spirakel bervariasi dan biasanya diperlengkapi dengan semacam
alat penutup yang berbentuk klep. Jadi klep-klep inni memainkan peranan penting dalam
menahan air tubuh. Pada serangga-serangga yang mempunyai sistem trakea terbuka (yaitu
dengan spirakel-spirakel yang berfungsi), udara masuk tubuh melalui spirakel, kemudian lewat
melalui trakea kemudian menuju trakeol, dan oksigen selanjutnya masuk ke sel-sel tubuh dengan

cara difusi. Karbondioksida (CO 2 ) meniggalkan tubuh dengan cara yang sama. Spirakel-
spirakel mungkin sebagian atau seluruhnya tertutup selama periode pengembangan pada
beberapa serangga. Kehilang air melalui spirakel mungkin diperkecil dengan cara ini. Serangga
biasanya mempunyai batang-batang trakea longitudinal yang menghubungkan trakea dari
spirakel–spirakel yang berdekatan pada sisi yang sama dari tubuh dan komisura transversal.
yang menghubungkan trakea pada sisi yang berlawanan dari tubuh, sehingga seluruh sistem
saling dihubungkan. Gerakan udara melalui sistem trakea disebabkan oleh difusi yang sederhana
pada banyak seranga-serangga yang kecil, tetapi pada kebanyakan pada serangga-serangga yang
lebih besar gerakan ini diperbesar oleh ventilasi yang aktif terutama oleh urat-urat daging
abdomen, gerakan-gerakan organ-organ bagian dalam, atau dan sayap dapat juga membantu
ventilasi. Bila terjadi ventilasi, udara dapat bergerak ke dalam dan keluar dari masing–masing
spirakel, tetapi umumnya masuk melalui spirakel anterior dan meninggalkannya melalui spirakel
posterior. Aliran udara ini melalui sistem trakea dipengaruhi oleh pengontrolan spirakel untuk
kapan terbuka. Bagian-bagian batang-batang trakea utama seringkali didilasi membentu
kantung–kantung udara, yang dapat membantu dalam ventilasi. Sistem-sistem trakea yang
memiliki spirakel-spirakel yang secara permanen tertutup, tetapi suatu jaringan trakea tepat
dibawah integumen, yang didistribusikan baik secara meluas di seluruh tubuh atau khususnya
dibawah permukaan-permukaan tertentu (insang-insang). Sistem-sistem tertutup terdapat pada
beberapa serangga-serangga akuatik dan parasitik. Pada jenis-jenis ini, gas-gas masuk
meninggalkan tubuh difusi melalui dinding tubuh antara trakea dan lingkungan luar, dan gerakan

28
gas melalui sistem trakea dipengaruhi oleh difusi. Sebagian besar serangga hidup di air, serangga
ini memperoleh oksigen dari satu (jarang keduanya) dari dua sumber: Oksigen yang larut dalam
air atau oksigen atmosfir. Pertukaran gas pada banyak nimfa dan larvae yang kecil dan bertubuh
lunak terjadi oleh difusi melalui dinding tubuh, biasanya masuk dan keluar sistem trakea. Dalam
beberapa hal dinding tubuh tidak dimodifikasikan kecuali barangkali untuk memiliki sekedar
jaringan trakea yang cukup banyak tepat di bawah integumen. Pada kasus-kasus lainnya terdapat
perluasan-perluasan tipis yang khusus dari dinding tubuh yang kaya akan suplai trakea dan
melalui tempat itu terjadi pertukaran gas. Struktur-struktur ini, disebut insang-insang trakea
mempunyai berbagai berbentuk dan mungkin terletak pada bagian-bagian yang berbeda dari
tubuh. Insang-insang pada nimfa ephemeroptera dalam bentuk struktur seperti daun pada sisi –
sisi tujuh ruas pertama abdomen. Jenis serangga yang hidup di dalam air, memperoleh oksigen
dari udara atmosfer dengan salah satu dari tiga cara yang umum; yaitu 1) dari rongga-rongga
udara di dalam bagian-bagian yang terendam dari tumbuh-tumbuhan akuatik tertentu; 2) melalui
spirakel- spirakel yang terletak pada permukaan air (dengan tubuh serangga yang terendam); 3)
dari satu lapisan udara yang ada di manapun pada permukaan tubuh ketika serangga menyelam.
Banyak serangga aquatik (misalnya, kalajengking air, larvae syrphi, larvae nyamuk culex)
mempunyai saluran pernapasan di ujung posterior tubuh, yang dijulurkan kepermukaan. Rambut-
rambut hidrofob sekitar ujung saluran ini memungkinkan serangga bergantung dari lapisan
permukaan, dan mereka menghalang-halangi air masuk kedalam saluran pernapasan. Serangga-
serangga aquatik lainnya (misalnya, perenang gaya punggung dan larvae nyamuk anopheles)
memperoleh udara melalui spirakel-spirakel posterior yang terletak pada permukaan air.
Serangga-serangga ini tidak mempunyai saluran pernapasan yang panjang. Serangga yang
memperoleh oksigen dari udara atmosfir pada permukaan air, tidak menggunakan seluruh
waktunya pada permukaan air. Mereka dapat menyelam dan tinggal didalam air dalam jangka
waktu yang cukup lama, memperoleh oksigen dari persediaan udara baik di dalam atau di luar
tubuh. Persediaan-persediaan tersebut dalam trakea larva nyamuk misalnya, memungkinkan
larva tinggal di bawah air dalam jangka waktu cukup lama. Banyak hemiptera dan kumbang
quatik membawa satu lapisan udara yang tipis dimanapun di atas permukaan tubuh bila mereka
menyelam. Lapisan ini biasanya dibawah sayap-sayap atau di sisi ventral tubuh. Lapisan ini
bertindak sebagai insang fisik, dengan oksigen larut dalam air yang berdifusi menjadi gelembung
bila tekanan parsial oksigen dalam lapisan turun di bawah tekanan air. Serangga tersebut dapat

29
memperoleh oksigen sebanyak beberapa kali dari strukur sementara ini seperti aslinya yang ada
di dalamnya sebagai suatu akibat adanya pertukaran-pertukaran gas antara lapisan udara dan air
sekitarnya. Serangga-serangga parasitik yang hidup di dalam tubuh inang memperoleh oksigen
dari cairan inang dengan difusi melalui integumen mereka, atau (misalnya: larvae lalat tachinid),
spirakel-spirakel posterior mereka dapat dijulurkan ke permukaan tubuh dari inang atau
menempel pada satu batang-batang trakea inang.

4. Sistem Syaraf Serangga


Sistem syaraf pusat serangga terdiri dari: satu otak yang terletak dalam kepala di atas
esofagus, satu ganglion sub-esofagus dihubungkan dengan otak oleh dua syaraf (penghubung-
penghubung sirkum esofagus) yang meluas sekitar masing-masing sisi esofagus, dansatu urat
syaraf ventral yang berjalan ke posterior dari ganglion subesofagus. Otak terdiri dari tiga pasang
gelambir, yaitu: protoserebrum, deutoserebrum dan tritoserebrum. Protoserebrum menginervasi
mata majemuk dan mata tunggal; deutoserebrum menginervasi sungut; tritoserebrum
menginervasi labrum dan usus depan. Dua gelambir tritoserebrum tersebut di pisahkan oleh
esofagus dan dihubungkan oleh komisura yang lewat di bawah esophagus.Urat syaraf ventral
secara khas adalah ganda mempunyai ganglia segmental. Satuan-satuan fungsional sistem syaraf
adalah neuron atau sel-sel syaraf, dimana ada tiga tipe yang utama sensoris, internunsial
(penghubung sensoris) dan motor. Badan-badan sel neuron sensoris biasanya terletak dekat
permukaan tubuh, di tempat tersebut mereka tersusun secara tunggal atau kelompok menjadi
organ-organ sensoris. Dari masing-masing tubuh sel, kurang lebih sebuah akson yang
memanjang melanjut ke sebuah ganglion sistem syaraf pusat. Neuron-neuron motor mempunyai
badan sel dalam sebuah ganglion dan akson meluas sampai organ efektor (satu urat daging atau
kelenjar). Sel-sel penghubung sensoris-motor atau antar neuron adalah sel-sel yang melalui
tempat itu impuls-impuls syaraf yang datang disalurkan baik kedalam sel-sel motor yang tepat
dan ke sel-sel penghubung sensoris motor lainnya. Ganglia sistem syaraf pusat (otak, ganglion
sebesofagus, dan ganglia ruas dari urat syaraf ventral) bertindak sebagai pusat-pusat
koordinasi.Masing-masing mempunyai sejumlah otonomi tertentu, yaitu masing-masing dapat
mengkoordinasikan impuls-impuls yang tersangkut dalam aktivitas daerah-daerah tertentu dari
tubuh.Aktivitas-aktivitas yang mencakup seluruh tubuh dapat dikoordinasi oleh impuls-impuls
dari otak, tetapi banyak dari aktivitas ini dapat terjadi walaupun otak tidak ada.

30
5. Sistem Endokrin Serangga
Beberapa organ pada seekor serangga dikenal menghasilkan hormon. Fungsi utama
hormon yaitu mengontrol proses reproduksi, pergantian kulit (molting) dan metemorfosis. Zat-
zat kimiawi yang serupa hormon-hormon vertebrata, termasuk androgen, estrogen dan insulin,
telah dideteksi pada serangga, tetapi fungsi mereka belum diketahui. Sel-sel neusekretorik di
dalam otak dalam neuron-neuron yang menghasilkan satu atau lebih hormon memainkan peranan
dalam pertumbuhan, metamorfosis dan aktivitas-aktivitas reproduksi. Salah satu dari hormon-
hormon ini, yang umumnya disebut hormon otak atau hormon protasikotropik (PTTH =
Protasicotropic Hormone) memainkan suatu peranan penting dalam pergantian kulit oleh
rangsangan sepasang kelenjar pada protoraks untuk menghasilkan hormon ekdison yang
menyebabkan apolisis. Hormon-hormon lain yang dihasilkan oleh otak, mungkin mempunyai
fungsi lain. Misalnya, diperkirakan bahwa hormon otak memainkan satu peranan dalam
penentuan kasta (tingkat sosial) pada rayap dan menghentikan diapause pada beberapa serangga.
Hormon ekdison mengawali pertumbuhan dan perkembangan dan menyebabkan apolisis.
Hormon ini terdapat pada semua kelompok serangga yang telah diteliti, pada krustasean, dan
pada arachnida, dan barangkali hormon pergantian kulit dari semua artropoda. Hormon ekdison
juga memainkan satu peranan dalam pembedaan ovariol-ovariol dan kelenjar-kelenjar reproduksi
telur (oogenesis). Edikson sebenarnya juga dihasilkan di dalam indung telur (ovari ) serangga.
Korpola allata menghasilkan hormon yang disebut hormon juvenil (JH) yang fungsinya untuk
menghambat metamorfosis. Berbagai substansi, terutama terpen-terpen seperti famesol,
menunjukan aktivitas yang hebat, mirip aktivitas hormon juvenil. JH juga mempunyai pengaruh
pada proses-proses lain disamping penghambatan metamorfosis. JH juga ikut dalam
vitelogenesis, aktivitas tambahan kelenjar reproduksi, produksi feromon, dan kelakuan kelamin.
Substansi-substansi yang secara kimiawi berkaitan dengan hormon ekdison dan JH terdapat pada
tanaman-tanaman tertentu dan dapat melindungi tumbuh-tumbuhan dari dimakan serangga. Zat
kimiawi yang analog dengan hormon ekdison dan JH sedang dipelajari untuk melihat apakah
mereka dapat berfungsi sebagai jenis insektisida yang baru.

31
6. Sistem Ekskresi Serangga
Sistem ekskresi primer seekor serangga terdiri dari sekelompok saluran bergeronggang,
yaitubuluh-buluh malphigi, yang timbul sebagai penyembulan keluar pada ujung anterior usus
belakang.. Buluh-buluh ini bervariasi dalam jumlah dari satu sampai lebih dari beberapa ratus,
dan ujung-ujung bebas distalnya tertutup. Fungsi buluh-buluh ini mengambil sisa-sisa nitrogen
dan mengatur, bersama-sama dengan usus belakang, keseimbangan air dan berbagai garam-
garam dalam hemolimf. Ion-ion secara aktif ditransportasikan melalui selaput bagian buluh,
menimbulkan satu aliran osmose air masuk dalam lumen. Bersama-sama dengan air ini sejumlah
molekul zat terlarut seperti asam-asam amino, glokosa, dan sisa-sisa nitrogen masuk buluh
secara pasif.Air seni primer ini jadinya adalah larutan iso osmotik yang mengandung molekul
yang kecil yang ada di dalam helmolimf. Beberapa dari zat-zat yang terlarut ini dan air mungkin
secara aktif diserap kembali ke dalam hemolimf di bagian dasar buluh-buluh malphigi atau di
dalam usus belakang. Sisa nitrogen utama berupa asam urat, satu zat kimia yang relatif tidak
beracun dan tidak larut di dalam air. Disamping buluh-buluh malphigi, serangga mungkin
mempunyai satu keragaman metoda mengeluarkan sisa-sisa atau zat-zat racun dari haemolimf,
antara lain dengan cara: menyimpan zat-zat kimia, seperti asam urat, kurang lebih secara
permanen di dalam sel-sel individu atau jaringan-jaringan. Proses ini terkenal sebagai ekskresi
penyimpanan. Kecoak-kecoak menyimpan asam urat dalam tubuh lemak mereka, dan pigmen
putih di dalam sisik-sisik kupu-kupu pierid berasal dari asam urat yang disimpan di dalamnya.

7. Sistem Reproduksi Internal Serangga


Bentuk dan ukuran organ-organ reproduksi internal serangga sangat bervariasi tergantung
jenis serangga. Namun yang dibahas dalam bagian ini yaitu struktur dasar organ reproduksi
internal serangga secara umum. Masing-masing komponen dari sistem reproduksi serangga
dapat bervariasi dalam hal bentuk (misalnya: gonad), tata letak atau posisi (misalnya: kelenjar-
kelenjar pelengkap reproduksi), jumlah (misalnya: ovarium, testis, atau organ penyimpan sperma
= spermateca), tergantung jenis serangga. Untuk lebih memahami variasi tersebut, dibutuhkan
pemahaman tentang homologi dari setiap organ reproduksi. Struktur dasar system reproduksi
serangga dapat dilihat pada gambar 3.2.

a. Sistem Reproduksi Betina

32
Fungsi utama dari system reproduksi betina yaitu untuk mengasilkan telur-telur dan
menyimpan sperma dari serangga jantan sampai sel telur siap untuk dibuahi.Transport sperma
menuju organ penyimpan sperma lebih banyak diaktifkan oleh kontraksi otot saluran reproduksi
betina. Komponen utama dari sistem reproduksi serangga betina terdiri dari sepasang ovarium,
oosit yang sudah matang (sistem telur-telur) yang leluar melalui calyx (jamak: calyces) menuju
oviduct (saluran telur), spermatheca, dan kelenjar-kelenjaryang terkait. Gonopore merupakan
pembuka oviduct utama menuju genital chamber (sebagai vagina). Struktur umum system
reproduksi serangga betina dapat dilihat pada gambar 3.2.
Masing-masing ovari biasanya terdiri dari sekelompok ovariol. Ovariol-ovariol itu
menuju ke lateral oviduct di sebelah posterior dan bersatu disebelah anterior dalam satu ligamen
penggantung yang biasanya menempel pada dinding tubuh atau diafragma dorsalis. Jumlah
ovariol tiap-tiap ovarium dari 1 sampai 200 atau lebih, tetapi biasanya dalam kisaran 4- .
Oogonia (sel-sel kecambah primer) terletak pada bagian ujung anterior ovariol yaitu germanium.
Oogonia mengalami pembelahan mitosis, menghasilkan oosit-oosit dan troposit-troposit (sel-sel
perawat). Ovariol di mana troposit dihasilkan disebut ovariol meroistik; tidak ada troposit-
troposit yang di hasilkan dalam ovariol panoistik. Oosit-oosit lewat kebawah melalui ovariol-
ovariol, mengalami pemasakan ketika berjalan melewatinya. Jadi urutan kurun waktu pemasakan
oosit dicerminkan dalam urutan ruang di dalam ovariol. Troposit mungkin dihubungkan ke oosit
oleh filamen-filamen sitoplasma, dan dapat tetap dalam gemarium (ovariol-ovariol teletropik)
atau lewat ke bawah ovariol dengan masing-masing oosit (dalam ovariol-ovariol politropik).
Troposit-troposit itu penting dalam menurunkan ribosom dan RNA dan oosit. Sebuah oosit,
epithelium, dikeliling trofosit (pada ovariol-ovariol politrofik) bersama-sama membentuk sebuah
folikel. Protein-protein kuning telur (vitellogenin) disintesis di luar ovariol dan ditransprotasikan
kedalam oosit oleh epithel folikel. Di daerah ovariol ini (vitellarium) ukuran oosit membesar
karena penyimpanan kuning telur (proses vitellogenesis). Kuning telur terdiri dari badan-badan
protein (terutama berasal dari protein-protein haemolimf), butiran-butiran lemak glikogen.
Pembelahan-pembelahan pemasakan oosit dapat terjadi kira-kira akhir vibellogenesis atau
bahkan sesudah inseminasi yang mengakibatkan di dalam telur-telur terdapat kromosom-
kromosom dengan sejumlah haploid. Pada bagian bawah ovariol suatu selaput vitellin terbentuk
sekitar oosit, dan epithel-epithel folikel menyekresikan korion (atau kuning telur) sekitar oosit
yang masak. Pada beberapa jenis serangga, semua atau kebanyakan oosit masak sebelum satupun

33
diletakkan, dan ovari yang menggembung karena telur dapat menempati sebagian besar rongga
tubuh dan bahkan membengkakkan. Dua saluran telur lateral biasanya bersatu di bagian posterior
untuk membentuk satu saluran telur umum yang tunggal (atau median), yang membesar di
bagian belakang dan masuk ke dalam rongga vagina. Vagina meluas keluar, lubang tersebut
disebut ovipor (berkaitan dengan lubang di tempat itu telur-telur diletakan) atau vulva (lubang
kopulasi). Karena vagina biasanya juga menerima alat kelamin jantan selama kopulasi, kadang-
kadang terkenal sebagai bursa kopulatriks. Berhubungan dengan vagina biasanya ada satu
struktur seperti kantung yang disebut spermatecha, di tempat itu sperma disimpan, dan
seringkali berbagai kelenjar-kelenjar tambahan, yang dapat menyekresikan bahan pelekat untuk
meletakan telur-telur pada beberapa benda sasaran atau memberikan bahan yang menutupi massa
telur dengan selaput pelindung.

b. Sistem Reproduksi Jantan


Fungsi utama dari sistem reproduksi jantan, yaitu untuk mengasilkan telur-telur dan
menyimpan sperma, serta mengangkut menuju saluran reproduksi betina.Sistem reproduksi
jantan dalam pengaturan umum serupa dengan yang betina. Sistem reproduksi jantan terdiri dari
sepasang testis yang masing-masing testis mengandung folikel-folikel pengasil sperma, vas
efferens, dan vas deferens (saluran-saluran keluar ke arah posterior menuju vesikel seminalis
(organ penampung sperma) dan kelenjar-kelenjar tambahan (accessory gland) yang bermuara
ke saluran ejakulasi (ejaculatory duct) Masing-masing testis terdiri dari sekelompok buluh-
buluh sperma atau folikel-folikel yang dikelilingi oleh selaput peritoneum. Masing-masing
folikel sperma bermuara ke dalam buluh penghubung yang pendek, yaitu vas efferens, (jamak:
vasa efferentia), dan buluh- buluh ini berhubungan dengan satu vas deferens (jamak: vasa
defferentia) pada masing-masing sisi hewan. Dua vas deferens (jamak: vasa defferentia) dan
vesikel seminalis biasanya bersatu di sebelah posterior untuk membentuk saluran ejakulasi, yang
bermuara pada bagian luar pada penis atau aedeagus. Struktur umum system reproduksi
serangga jantan dapat dilihat pada gambar 3.2. Kelenjar-kelenjar tambahan menyekresikan
cairan-cairan yang bertindak sebagai satu karier untuk sperma-sperma membentuk satu kapsula
yang mengandug sperma, yaitu spermateca atau spermatofor. Sperma mulai perkembanganya di
bagian ujung distal (anterior) dari folikel-folikel sperma testes dan melanjutkan perkembangan
ketika mereka melewati menuju vas efferen. Proses spermatogenesis biasanya diselesaikan kira-

34
kira pada saat serangga mencapai tahapan dewasa. Spermatozoa serangga ada dalam keragaman
yang mengagumkan mengenai bentuk dan ukurannya, seringkali berbeda sangat mengejutkan
mulai dari sel-sel berbentuk kecebong.

Gambar 3.2. Perbandingan sistem reproduksi internal serannga betina (a) dan jantan (b)
(Gullan&Cranston, 1994).

C. EVALUASI.

1. Jelaskan sistem pencernaan pada serangga


2. Jelaskan variasi cara makan dan jenis makanan serangga
3. Jelaskan sistem sirkulasi terbuka pada serangga
4. Jelaskan sistem pernapasan serangga
5. Jelaskan sistem syaraf serangga
6. Jelaskan sistem endokrin serangga
7. Jelaskan sistem ekskresi serangga.
8. Jelaskan sistem reproduksi internal serangga

D. DAFTAR PUSTAKA.

Gullan, P.J. and Cranston, P.S. 1994. The Insect: An Outline of Entomology. Chapman & Hal,
London.

35
Romoser, William S, 1981. The Science of Entomology, Macmillan Publishing Co. Inc. New
York.
Berryman A.A. 1983, Forest Insect: Principles and Practice of Population Management,.
Plenum Press, New York.

BAB IV
PERKEMBANGAN DAN METAMORFOSIS SERANGGA

A. PENDAHULUAN
1. Uraian Singkat
Materi ajar yang disajikan pada Bab IV ini meliputi struktur kelami luar serangga, penetuan
jenis kelamin pada serangga, bentuk dan ukuran telur serangga, perkembangan embrio serangga,
dan pertumbuhan pascaembrionik pada serangga.

2. Kompetensi Khusus
Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan struktur kelami luar serangga
2. Menjelaskan penetuan jenis kelamin pada serangga
3. Menjelaskan variasi bentuk dan ukuran telur serangga
4. Menjelaskan perkembangan embrio serangga
5. Menjelaskan pertumbuhan pascaembrionik pada serangga
6. Menjelaskan perbedaan proses metamorfosis sederhana dan metamorfosis sempurna

B. PENYAJIAN MATERI
Kebanyakan serangga berbeda dalam tampilan seksual antara jantan dan betina (dimorfik
seksual), serta melakukan kopulasi dan fertilisasi internal.Masih banyak aspek yang belum
terungkap terutama tentang mekanisme kontrol dan regulasi reproduksi dan perkembangan pada
serangga.Kelompok serangga apterigota mengalami perkembangan menjadi dewasa melalui
sedikit perubahan bentuk tubuh (telur → dewasa), sehingga kelompok apterigota ini di sebut
“ametabol”. Ada pula kelompok serangga, mengalami perkembangan dari larva menjadi dewasa
melalui perubahan bentuk secara bertahap, seperti telur → larva → dewasa atau mengalami
perkembangan secara drastis dari larva yang tak bersayap menjadi bentuk dewasa bersayap
melalui fase “pupa” (telur → larva → pupa → dewasa). Sehingga serangga yang mengalami

36
metamorfosis dibedakan menjadi tipe metamorfosis bertahap (paurometabol), metamorfosis
tidak sempurna (hemimetabol), dan metamorfosis sempurna (holometabol).

1. Alat Kelamin Luar Serangga


Alat-alat kelamin luar serangga pada umumnya diperkirakan berasal dari segmen 8, 9 dan
kemungkinan segmen 10 abdomen.Alat kelamin jantan adalah organ-organ primer yang ikut
dengan kopulasi dan pemindahan sperma ke betina. Alat-alat kelamin betina ikut dalam
peletakan telur-telur pada substrat yang cocok. Struktur-struktur ini di sebut alat kelamin luar
walaupun mereka dapat di tarik ke dalam ruas-ruas abdomen ujung apikal bila tidak di pakai dan
seringkali (terutama pada jantan) tidak kelihatan tanpa pembedahan. Oviositir embelan serangga-
serangga pterigota diperkirakan telah mengalami evolusi dari suatu struktur sama seperti yang
ada pada masa kini yang terdapat pada alat kelamin betina pada Thysanura. Ini terdiri dari
ovipositor, yang terbentuk dari embelan-embelan (gonopod-gonopod) ruas 8 dan 9. Gonokosa
pertama (valvifer pertama, dari ruas 8); gonokoksa kedua (Vavifer kedua, dari ruas 9)
berartikulasi dengan tergum 9. Di sebelah lateral, gonokoksae mengandung stili, yaitu gonostili.
Ini dianggap deretan homolog-homolog dari stili pada ruas-ruas pragenital dan karena itu sebagai
mewakili telepod-telepod yang berasal dari embelan-embelan abnomen primitif. Di sebelah
medial masing-masing gonokoksa mengandung sebuah saluran yang memanjang yang terkenal
sebagai suatu gonopofisis (juga di sebut valvula). Gonapofisis yang ke dua terletak di atas
gonapofisis pertama (gap1, ruas 8) dan bersama-sama membentuk batang ovipositor. Pada
serangga-serangga pterigota yang masih terdapat ovipositor embelan, gonostilus pertama hilang,
dan gonakoksa kedua memenjang untuk membentuk penutup luar seperti suatu selubung untuk
membungkus batang ovipositor, yaitu gonoplak (juga terkenal sebagai valvulae ketiga). Pada
kebanyakan serangga, gonoplak berfungsi sebagai pelindung dan berfungsi sensorik dan tidak
tersangkut dalam penembusan substrat agar dapat bertelur. Pada ordo Orthoptera, gonoplat
adalah struktur pemotong atau penggali, menggantikan fungsi gonapofisis kedua, yang menjadi
susut dan berfungsi sebagi pengarah telur. Ada sejumlah perubahan dari struktur ovipositor
embelan dasar ini pada peterigota, tetapi kebanyakan kondisi yang umum terdapat pada beberapa
odonata, homoptera, orthoptera dan hymenopthera.
Alat kelamin bagian luar serangga jantan menunjukkan keragaman, yang menyulitkan
untuk menyimpulkan struktur-struktur primitifnya, dari mana alat-alat kelamin telah berkembang

37
secara evolusioner, dan untuk menghomologkan bagian-bagian pada ordo-ordo yang berlainan.
Alat kelamin Thysanura umumnya sama dengan yang betina, tetapi dengan satu tambahan penis
median yang berasal dari ruas 10. Tetapi, alat kelamin jantan Thysanura tidak tersangkut dalam
kopulasi. Pada Thysanura, terjadi pemindahan sperma secara tidak langsung; di mana serangga
jantan meletakan tetesan spermanya (spermatofor) pada substrat, dan yang betina secara aktif
menaruhkan sperma tersebut di dalam gonopornya. Penis lepismatid di pakai untuk menganyam
jaring-jaring sutera, di tempat tersebut spermatofor diletakan.

Gambar 4.1. Abdomen dan ovipositor serangga betina: (a) tampak lateral abdomen
Lepdoptera dewasa (Lymantriidae) memperlihatkan ovipositor pada segmen terminal;
(b) tampak lateral ovipositor dan beberapa organ pada ujung abdomen Orthoptera; (c)
irisan melintang pada ovipositor Orthoptera (Tettigoniidae). T1-T10, terga dari
segmen 1 – segmen 10l; S2-S8, sterna dari segmen 2 – segmen 8 (Gullan&Cranston,
1994).

2. Penentuan Jenis Kelamin Serangga


Kromososm biasanya selalu berpasangan, tetapi dalam satu kelamin anggota-anggota dari
satu pasang tidak cocok atau diwakili oleh hanya satu kromosom. Kromosom-kromosom dari
pasangan yang ganjil ini disebut kromosom sex, sedangkan pasangan lain itu disebut autosom.
Formula kromosom pada serangga jantan biasanya XY atau kadang-kadang XO (kromosom X
tanpa pasangan), sedangkan betina diacu sebagai XX (homogametik).Namun pengecualian
Lepidoptera (bangsa kupu-kupu), di mana pada kebanyakan betina yang XY

38
(heterogametik).Kelamin ditentukan agak berbeda sedikit pada Hymenoptera dan sejumlah kecil
serangga-serangga lain. Pada serangga-serangga ini, yang jantan biasanya haploid (n) dan
sangat jarang bersifat diploid, sedangkan betina bersifat diploid (2n). Serangga jantan dari ordo
Hymenoptera berkembang dari telur-telur yang tidak dibuahi (parthenogenesis), sedangkan
serangga betina berkembang dari telur-telur yang dibuahi oleh sperma.Bagaimana satu kondisi
haploid dapat menghasilkan seekor jantan, dan satu kondisi diploid menghasilkan seekor betina
belum diketahui secara jelas, tetapi diperkirakan bahwa kelamin dalam serangga-serangga ini
tergantung dari serentetan allela multipel (Xa, Xb, Xc, dsb.): haploid-haploid dan diploid-diploid
homozigot (Xa/Xa, Xb/Xb, Xc/Xc, dan seterusnya adalah jantan. Sedang diploid-diploid
heterozigot (Xa/Xb, Xc/Xd, dsb) adalah betina.
Perkembangan partenogenesis menghasilkan betina-betina terjadi pada banyak serangga
(tipe ini disebut telitoki). Pada beberapa jenis ini, jantan secara relatif jarang atau tidak kenal.
Serangga-serangga ini biasanya mempunyai tipe kelamin XO atau jantan XY dan mekanisme
penentuan kelamin betina XX, yang berarti bahwa telur-telur gagal mengalami meiosis dan juga
diploid, atau mereka mengalami meiosis dan dua inti pembelahan bergabung untuk kembali ke
kondisi diploid. Beberapa serangga (misalnya lebah dan aphid) menghasilkan kedua jantan dan
betina secara partenogenesis pada musim-musim tertentu. Produksi seekor jantan rupa-rupanya
menyangkut hilangnya sebuah kromosom X, dan produksi seekor betina menyangkut baik suatu
peleburan dua inti pembelahan untuk mengembalikan kondisi diploid atau telur-telur diploid
yang timbul dari jaringan kecambah tetraploid. Setiap individu serangga kadang-kadang
berkembang dengan sifat-sifat kelamin yang menyimpang. Individu-individu serangga yang
mempunyai beberapa jaringan jantan dan beberapa jaringan betina disebut ginandromorf, dan
individu-idnividu demikian itu kadang-kadang terjadi pada Hymenoptera dan Lepidoptera. Pada
Hymenoptera, mekanisme penentuan kelamin adalah secara haploid untuk jantan dan secara
diploid untuk betina.Individu serangga ginandromorf dapat berkembang dari sebuah telur yang
berinti dua, dimana hanya satu dari inti tersebut dibuahi atau bila sebuah sperma ekstra
membuahisel telur dan mengalami pembelahan untuk menghasilkan jaringan haploid (jantan).
Individu-individu dengan kondisi kelamin intermediat(antara jantan dan betina) disebut
interseks atau antar kelamin, yang diakibatkan dari ketidakseimbangan genetik, terutama pada
poliploid (misalnya, drosophila triploid XXY adalah antar kelamin dan mandul).

39
3. Telur Serangga
Telur serangga yang berbeda sangat besar variasi penampilannya, namun kebanyakan
telur berbentuk bulat, oval atau memanjang, ada pula beberapa telur serangga berbentuk tong
dan piringan.Telur terbungkus oleh satu kulit yang tebal dan warnanya bervariasi.Banyak telur
dilengkapi dengan kerut-kerut gerigi yang khas,duri-duri atau juluran-juluran lain, dan beberapa
berwarna cemerlang. Kebanyakan telur serangga diletakan dalam satu situasi di mana mereka
memberikan sejumlah perlindungan, pada waktu menetas, akan mempunyai kondisi yang cocok
bagi perkembangan. Banyak serangga menutupi telur-telur mereka dalam sebuah kantung telur
ataukapsula. Ulat-ulat tenda menutupi telur-telur mereka dengan bahan seperti lak. Ngengat ulat
bulu coklat kelabu (Porthetria dispar) meletakan telur-telurnya dalam satu massa dalam bulu-
bulu tubuhnya. Belalang, kumbang, dan beberapa serangga lain meletakan telur-telur mereka di
dalam tanah. Jengkerik pohon meletakan telur-telur mereka ke dalam jaringan tumbuh-
tumbuhan. Kebanyakan serangga pemakan tumbuhan (herbivor) meletakan telur-telur mereka di
dalam air, seringkali menempelkan telur-telurnya pada subsrat-subsrat di dalam air. Serangga
parasitik biasanya meletakan telur-telur mereka di dalam atau di atas tubuh inang (hospes).
Beberapa serangga meletakan (oviposisi) telur-telur mereka secara tunggal, sedangkan lain-
lainnya bertelur dalam kelompok-kelompok yang khas atau dalam massa. Jumlah telur yang
diletakan bervariasi dari satu telur saja sampai ribuan. Seperti pada beberapa serangga sosial,
tetapi kebanyakan serangga bertelur dari 50 sampai beberapa ratus butir. Kebanyakan serangga
adalah ovipar, yaitu hewan muda menetas dari telur sesudah telur diletakan. Pada beberapa
serangga, telur-telur berkembang di dalam tubuh induk, dan serangga muda yang hidup
dikeluarkan (vivipar). Kasus yang ekstrim ini terlihat pada lalat kutu biri-biri (melophagus
ovinus), misalnya; lalat betina menahan telur dan larva dalam tubuhnya untuk jangka waktu yang
agak lama. Bila kelahiran (vivipar) akhirnya terjadi, maka larva langsung membenam diri ke
dalam tanah dan terjadi proses pupasi (membuat kepompong).

4. Perkembangan Embrio Serangga


Telur seekor serangga adalah sebuah sel dengan dua lapis selaput bagian luar, satu
selaput vitelin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan korion bagian luar. Korion yang
mempunyai kulit bagian luar yang keras dari telur tersebut, mempunyai satu lubang yang kecil
atau set lubang-lubang (mikropil) pada satu ujung, melalui tempat tersebut sperma masuk ke

40
dalam telur. Tepat di dalam selaput vitellin terdapat satu lapisan sitoplasma korteks. Bagian
tengah telur tersebut, di dalam korteks sitoplasma terdapat kuning telur yang sangat besar.
Kebanyakan telur serangga mengalami pembelahan superfisial. Pembelahan-pembelahan awal
hanya mencakup inti, yang menghasilkan inti-inti anak yang tersebar di seluruh sitoplasma.
Kemudian inti-inti migrasi ke perifer telur (ke lapisan korteks sitoplasma). Sesudah migrasi inti
sitoplasma perifer menjadi terbagi lagi menjadi sel-sel, biasanya masing-masing dengan satu inti,
membentuk satu lapisan sel yang disebut blastoderm, terjadi pada tahapan blastula. Dalam
blastordem, di dalam massa bahan kuning telur, terdapat sejumlah sel yang tidak ambil bagian
dalam pembentukan blastoderm; ini terutama terdiri dari sel-sel kuning telur.
Sel-sel blastoderm pada sisi ventral telur membesar dan menebal, membentuk satu pita
kecambah atau keping ventral yang akhirnya akan membentuk embrio. Sel-sel yang tinggal dari
blastordem menjadi serosa dan amnion. Pita kecambah berdiferensiasi menjadi suatu daerah
median atau keping tengah dan dua daerah lateral. Tahapan gastrula mulai bila mesoderm
terbentuk dari tengah oleh salah satu dari tiga cara, yaitu: 1) oleh satu pelekukan ke dalam dari
keping ini; 2) oleh keping-keping lateral yang tumbuh di atasnya; a t a u 3) oleh suatu proliferasi
sel-sel dari permukaan dalam keping. Sel-sel berpoliferasi dari masing-masing ujung mesoderm
dan akhirnya tumbuh di sekitar kuning telur. Sel- sel ini sebagai permulaan endoderm, dan
mereka membentuk lapisan yang akan menjadi usus tengah serangga. Dari tiga lapisan kecambah
ektoderm, mesoderm dan endoderm berbagai organ dan jaringan serangga berkembang
selanjutnya, di mana: a) ektoderm menghasilkan dinding tubuh, sistem trakea, sistem urat syaraf,
buluh-buluh malphigi, dan ujung-ujung anteroir dan posterior saluran pencernaan; b) mesoderm
menghasilkan sistem urat daging, jantung, dan kelenjar-kelenjar kelamin; c) endoderm
berkembang menjadi usus tengah.
Saluran pencernaan terbentuk oleh pelekukan ke dalam dari masing-masing ujung
embrio, yang meluas sampai bersatu dengan usus tengah primitif. Lekukan ke dalam bagian
anterior menjadi usus depan, pelekukan ke dalam bagian posterior menjadi usus belakang, dan
bagian tengah (dilapisi dengan endoderm) menjadi usus tengah. Sel-sel yang melapisi usus depan
dan usus belakang asal-usulnya adalah ektoderm dan menyekresi kutikula. Peruasan badan
menjadi agak nyata pada awal perkembangan embrio, kelihatan pertama kali di dalam bagian
antrior tubuh. Embelan-embelan timbul segera sesudah peruasan menjadi nyata.Secara khas,

41
masing-masing ruas mulai mengembangkan satu pasang embelan, tetapi kebanyakan dari
embelan ini terserap kembali dan tidak berkembang lebih lanjut.
Pada awal perkembangannya, embrio dikelilingi oleh dua selaput, amnion bagian dalam
dan serosa bagian luar.Kemudian embrio memperoleh satu selaput kutikula yang disekresikan
oleh epidermis. Pembentukan amnion dan serosa kadang-kadang menyangkut satu posisi terbalik
dari embrio di dalam telur; embrio membalikkan ekornya pertama kali ke dalam kuning telur,
menjauhi blastoderm. Pembalikan ini membawa bagian blastoderm di luar embrio ke dalam
kuning telur, dan bila pembalikan telah sempurna, maka lubang ke rongga embrio tertutup. Jadi
blastoderm di luar embrio membentuk satu lapisan (amnion) sekitar rongga embrio, dan bagian
luar blastoderm yang mengelilingi telur menjadi serosa. Embrio kemudian kembali ke posisi
aslinya pada sisi ventral telur. Pada kasus-kasus lain amnion dan serosa terbentuk oleh lipatan-
lipatan blastoderm, yang tumbuh ke luar dari tepi pita kecambah dan bersatu di bawahnya.
Selaput-selaput ini biasanya hilang sebelum embrio siap meninggalkan telur. Penutup-penutup
kultikular embrio (kadang-kadang disebur selaput-selaput pranimfa) terjadi pada serangga-
serangga dengan metamorfosis sederhana dan pada beberapa serangga dengan metamorfosis
kompleks. Ini dikelupaskan oleh satu proses seperti pada pergantian kulit (molting) sebelum atau
segera sesudah penetasan. Seekor serangga muda mungkin keluar dari telur dengan berbagai
cara. Kebanyakan serangga dengan bagian-bagian mulut mandibulat: saat keluar dari telur
sambil mengunyah jalan yang dilewati; atau banyak pula serangga dengan cara mendobrak telur
satu juluran yang berbentuk duri, seperti pisau, atau seperti gergaji pada sisi dorsal kepala yang
dipakai untuk menembusi kulit telur. Kulit-kulit telur kadang-kadang pecah sepanjang garis-garis
lemah baik oleh gerakan putar serangga di dalam atau oleh serangga yang mengambil udara dan
merobek kulit karena tekanan dalam. Penetasan dari telur disebut eklosi.
Poliembrioni adalah perkembangan dua atau lebih embrio dari suatu telur tunggal. Hal
ini terjadi pada beberapa Hymenoptera parastik. Pada perkembangan embrio serangga yang
demikian, inti yang membelah membentuk kelompok-kelompok sel, masing-masing berkembang
menjadi seekor embrio. Jumlah embrio yang tumbuh sampai dewasa dalam satu inang (hospes)
tertentu tergantung pada ukuran-ukuran relatif larva parasit dan inang. Pada beberapa kasus ada
lebih banyak larva parasit dari pada persediaan makanan (kandungan tubuh host) yang akan
membantu, dan beberapa dari mereka mati dan mungkin dimakan oleh larva yang hidup. Jumlah
serangga muda dari satu telur tunggal beragam, seperti pada macrocentrus (Braconidae) dari 16

42
sampai 24; pada Platigaster (Platygastridae) dari 2 sampai 18 larvae berkembang dari satu telur,
dan pada Aphelopus (Drylnidae) dari 40 sampai 60 berkembang dari sebuah telur tunggal. Pada
beberapa Encyrtidae lebih dari 1500 serangga muda berkembang dari satu telur tunggal.

5. Pertumbuhan Pasca Embrionik


Kenyataan bahwa seekor serangga memiliki satu rangka luar (eksoskeleton) memberikan
satu problem sepanjang mengenai pertumbuhannya. Untuk dapat berfungsi sebagai eksoskeleton,
dinding tubuh serangga secara relatif, harus segar (kaku). Karena itu, bila serangga tumbuh atau
meningkat ukurannya, maka rangka luar harus secara periodik dikelupaskan dan diganti dengan
yang lebih besar. Proses pencernaan bagian-bagian kutikula lama dan menyintesis kutikula yang
baru disebut pergantian kulit (molting), yang mencapai puncak dalam pengelupasan kutikula
lama (eksdisis). Pergantian kulit tidak hanya menyangkut kutikula dinding tubuh, tetapi juga
lapisan-lapisan kutikula trakhea, usus depan, usus belakang dan struktur rangka dalam. Lapisan-
lapisan trakhea biasanya tetap menempel pada dinding tubuh bila dikelupas. Lapisan-lapisan
usus depan dan usus belakang pecah, dan potongan-potongan dikeluarkan melalui dubur.
Tentorium biasanya pecah menjadi empat bagian, yang tertarik melalui lekuk tentorium selama
pergantian kulit. Kulit-kulit eksoskeleton yang terkelupas disebut eksuviae (tunggal: eksuvium),
seringkali mempertahankan bentuk serangga-serangga dari mana mereka dikelupaskan.
Tahap awal dalam siklus molting dirangsang oleh pengeluaran PTTH (Protasicotropic
Hormone = hormon otak) dari sel-sel neurosekresi di dalam otak. Ini merangsang kelenjar-
kelenjar prothoraks (juga kadang-kadang disebut kelenjar-kelenjar pergantian kulit) untuk
mengeluarkan ekdison menstimulasi pemisahan kutikula lama dari epidermmis yang
mendasarinya, suatu proses yang terkenal sebagai apolisis. Epidermis tersebut mengalami
mitosis dan tumbuh dalam ukuran; sesudah ini kutikula yang baru dihasilkan.Cairan pergantian
kulit diekskresikan dari sel-sel epidermis yang mengandung enzim-enzim yang mencerna
endokutikula yang lama (tetapi tidak mempengaruhi epikutikula atau atau eksokutikula) dan
ketika kutikula baru sedang diletakkan, produk-produk pencernaan diserap kembali ke dalam
tubuh.Sekali rangka luar yang baru diselesaikan, serangga siap mengelupaskan atau memecahkan
yang tua.Ekdisis dirangsang oleh satu hormon pergantian kulit, dan mulai dengan membelah
kutikula lama sepanjang garis-garis lemah, biasanya pada garis di tengah sisi dorsal
toraks.Kekuatan untuk membelah itu adalah tekana hemolimf (dan kadang-kadang udara atau

43
air), ditekan ke dalam toraks oleh kontraksi urat-urat daging abdomen.Belahan ini pada toraks
meningkat, dan serangga akhirnya memutarkan tubuhnya keluar dari kutikula lama.
Bila serangga pertama kali muncul dari kutikula lama, serangga berwarna pucat dan
kutikulanya lunak.Dalam waktu satu atau dua jam, eksokutikula mulai mengeras dan berwarna
gelap.Selama periode yang singkat ini serangga membesarkan diri sampai ukuran instar tertentu,
biasanya dengan mengambil udara atau air. Sayap-sayap (bila ada) dikembangkan oleh
penekanan helmolimf ke dalam rangka-rangka sayap mereka. Saluran pencernaan seringkali
bertindak sebagai satu reservoir udara yang dipergunakan dalam ekspansi ini: bila tembolok
lipas, misalnya ditusuk dengan sebuah jarum, serangga tersebut tidak dapat bertambah besar
tetapi mengempis (susut); bila ujung-ujung sayap capung yang sedang muncul dipotong,
hemolimf keluar dari ujung potongan dan sayap-sayap gagal untuk berkembang. Selain
membiarkan kutikula untuk mengembang, periode antara ekdisis dan pengerasan kutikula
memungkinkan serangga-serangga yang pipasi di dalam tanah, misalnya merayap ke permukaan,
di sana mengembangkan kutikula tersebut. Pada beberapa jenis, hormon protein, bursikon telah
diidentifikasi yang mengontrol proses sklerotisasi.
Jumlah pergantian kulit bervariasi diantara kebanyakan serangga dari 4 sampai 8 kali,
tetapi beberapa jenis Odonata (capung) mengalami 10 atau 12 kali pergantian kulit, dan beberapa
jenis Ephemeroptera dapat mengalami sebanyak 28 kali pergantian kulit. Ordo-ordo serangga
pemakan serangga (karnivor), Thysanura, meneruskan untuk berganti kulit sesudah mencapai
tahapan dewasa, Tetapi serangga-serangga yang bersayap tidak berganti kulit maupun tidak
meningkat dalam ukuran sekali tahapan dewasa telah dicapai. Tahapan serangga antara ekdisis-
ekdisis biasanya disebut instar. Instar pertama adalah antara penetasan dan pergantian larva
atau nimfa pertama; instar kedua adalah antara pergantian kulit pertama dan kedua dan
seterusnya (Gambar 4.2.). Namun proses seluruh pergantian kulit tidaklah sekonyong-konyong.
Ada satu periode waktu, biasanya antara apolisis dan ekdisis, selama kurun waktu itu serangga
instar berikutnya tersembunyi di dalam kutikula lama. Istilah instar dipakai untuk merujuk pada
periode waktu dari satu apolisis ke apolisis berikutnya, dan Hinton juga mengusulkan istilah
instar farat untuk merujuk pada serangga selama waktu antara apolisis dan ekdisis. Pada banyak
kasus periode waktu itu cukup singkat hingga sedikit kebingungan timbul mengenai tanda-tanda
yang mana sebagai akhir suatu instar dan sebagai permulaan berikutnya. Tetapi, pada beberapa
jenis serangga, seperti pada ordo Diptera, perbedaan itu tampak jelas. Pada jenis-jenis lalat

44
apolisis larva-pupa tidak diikuti ekdisis langsung. Bahkan kutikula larva terakhir mengeras
membentuk semacam kokon yang di dalamnya terdapat pupa farat. Perkembangan penuh dari
pupa diikuti oleh apolisis pupa dewasa. Kutikula dewasa kemudian terbentuk, dan pada saat
terjadi ekdisis lalat dewasanya mengelupaskan kedua kutikula terakhir larva dan pupa pada saat
yang sama.

Gambar 4.2. Skema fase-fase perkembangan ordo Diptera (Chironomidae: Chironomus)


(Gullan&Cranston, 1994).

Setiap jenis serangga mempunyai perbedaan dalam hal jumlah atau berapa kali ganti kulit
(molting). Bentuk serangga pradewasa di antara 2 proses ganti kulit yang berurutan disebut
“instar”. Serangga pradewasa yang baru keluar dari telur disebut instar I, setelah instar I
berganti kulit maka bentuk baru tersebut dinamakan instar II, dan seterusnya. Rumus untuk
menentukan nomor instar pada perkembangan larva atau nimfa serangga, yaitu n + 1; dimana: n
= banyaknya ganti kulit. Misalnya: telur menetas lalu keluarlah larva yang merupakan instar I,
kemudian larva (instar I) berganti kulit untuk pertama kali (n = 1), maka larva hasil ganti kulit
pertama disebut larva instar II, dan seterusnya. Sedangkan waktu (lamanya) yang dibutuhkan
masing-masing instar disebut stadium (jamak: stadia). Misalnya, instar I berwarna kuning pucat
dengan bintik hitam pada kepala, memiliki stadium tiga hari.

45
6. Metamorfosis Serangga
Metamorfosis pada serangga mempunyai keuntungan secara ekologis, yaitu: 1) adanya
perbedaan habitat, di mana beberapa larva serangga mempunyai habitat yang berbeda dengan
habitat imagonya; 2) adanya perbedaan jenis makanan antara larva dengan imagonya.Perubahan
selama metamorfosis dilaksanakan oleh 2 proses, yaitu: histolisis dan histogenesis. Histolisis
adalah suatu proses di mana struktur-struktur larva terpecah hancur menjadi bahan yang dapat
digunakan dalam perkembangan struktur-struktur dewasa. Histogenesis adalah proses
perkembangan struktur-struktur dewasa dari produk-produk histolisis. Sumber-sumber utama
dari bahan untuk histogenesis adalah hemolimf, lemak badan dan jaringan-jaringan yang larut
seperti urat-urat daging larva.
Struktur-struktur ektoderm seperti sayap-sayap dan tungkai berkembang di bawah
kutikula larva sebagai penebalan-penebalan epidermis yang disebut piringan-piringan imaginal.
Jaringan-jaringan ini melakukan respon dengan cara sangat berbeda dari jaringan-jaringan larva
lain terhadap lingkungan hormon serangga. Pada akhir instar-instar larva, jaringan ini bekerja
untuk membentuk struktur-struktur dewasa, dan bila serangga pupasi (menjadi pupa), mereka
tersembul endopterygota (serangga yang perkembangan sayap-sayapnya didalam tubuh larva).
Organ-organ lain dapat dipertahankan dari larva ke dewasa atau mungkin secara sempurna
dibangun kembali dari sel-sel regeneratif. Banyak serangga berganti bentuk selama
perkembangan pasca embrio, dan instar-instar yang berbeda tidak semuanya serupa. Beberapa
serangga mengalami sangat sedikit perubahan bentuk, dan yang muda dan dewasa sangat mirip
kecuali mengenai ukuran. Serangga-serangga apterigota tidak mengalami metomorfosisi,
sehingga serangga ini disebut kelompok serangga ametabol (gambar 4.3.). Serangga tipe
ametabol, tahap pradewasa memiliki bentuk luar yang serupa dengan serangga dewasa, kecuali
ukuran dan kematangan alat kelamin. Tipe ametabol ditemukan pada ordo Protura, Diplura,
Colembolla, dan Thysanura. Ada sedikit keragaman dalam metamorfosis yang terjadi dalam
kelompok-kelompok serangga yang mengalami metamorfosis, tetapi keragaman ini secara kasar
dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe umum, yaitu: 1) metamorfosis bertahap (paurometabol),
2) metamorfosis sederhana atau tidak sempurna (hemimetabol), dan 3) metamorfosis sempurna
(holometabol).
a. Metamorfosis Bertahap (Paurometabol)

46
Hasil paurometabol pada umumnya nimfa (pradewasa) menyerupai imago (serangga),
namun perubahan bentuk berlangsung secara bertahap seperti terbentuknya bakal sayap dan
embelan alat kelamin pada instar yang lebih tua dan bertambah ukuran. Nimfa dan imago
berbeda dalam hal ukuran, perkembangan sayap, alat kelamin, namun nimfa dan imago sama-
sama sebagai herbivor aktif. Paurometabol antara lain terjadi pada Orthoptera, Isoptera,
Thysanoptera, Hemiptera, Homoptera, Neuroptera, dan ordo Dermaptera (gambar 4.3).

Gambar 4.3. Perbandingan tipe Ametabol (A), Paurometabol (B), dan Holometabol (C)
(Elzinga, 1981).

b. Metamorfosis Sedarhana (Hemimetabol)


Serangga-serangga muda (pradewasa) hemimetabol dinamakan nimfa dan biasanya
sangat mirip dengan dewasa. Bila serangga dewasa bersayap, maka sayap kelihatan seperti
kuncup pada instar-instar awal, dan setelah molting akhir sayap mengembang menjadi ukuran
dewasa. Ciri-ciri serangga dengan metamorfosis sederhana yaitu: a) Nimfa dan imago hidup
pada habitat yang berbeda, di mana naiad hidup di air, imago hidup di darat; b) Nimfa memiliki
beberapa modifikasi, misalnya dari insang → trachea, tungkai berfungsi untuk melekat,
memanjat, dan menggali. Tipe ini ditemukan pada ordo Odonata, Ephemeroptera, dan
Plecoptera.

47
Gambar 4.4. Tipe Hemimetabol pada capung (Odonata). A: Nimfa dalam air; B, C, D: tahapan
perubahandari nimfa menjadi imago; E. Imago (Harahap, et al. 1992).

c. Metamorfosis Sempurna (Holometabol)


Tahapan-tahapan pradewasa dan dewasa serangga holometabol biasanya sangat berbeda
dalam bentuk, seringkali hidup dalam habitat yang berbeda. Larva merupakan fase yang sangat
aktif memakan, sedangkan pupa merupakan bentuk peralihan yang dicirikan oleh terjadinya
perombakan dan penyusunan kembali organ-organ tubuh dalam maupun luar. Pada metamorfosis
holometabol sayap berkembang secara internal dari sekelompok sel dorman yang disebut tunas
sayap (wing bud). Pupa (kepompong) pada beberapa jenis serangga biasanya terlindung dalam
rumah pupa (kokon) yang terbuat dari sutra atau bahan lain. Kokon dibuat oleh larva instar
terakhir, beberapa saat sebelum terbentuk pupa. Jensi-jenis dari odro Diptera, pupa terlindung
dalam eksuvium larva instar terakhir yang mengeras, dan rumah pupa semacam ini disebut
puparium. Hipermetamorfosis adalah salah satu tipe metamorfosis sempurna, di mana instar-
instar larva yang berbeda tidak dalam tipe yang sama. Instar I aktif dan biasanya kampodeiform,
dan isntra-instar larva berikutnya berbentu cacing atau skarabaeiform. Hipermetamorfosis
biasanya terjadi pada serangga parasit, yang instar I mencari host (hospes) lalu berganti kulit.
Tipe holometabol ini antara lain ditemukan pada kumbang (Coleoptera), lalat dan nyamuk
(Diptera), kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), dan pada semut dan (Hymenoptera) (gambar
4.3 dan 4.5).

48
Gambar 4.5. Metamorfosis Holometabol pada Kumbang (Coleoptera) (A) dan Ngengat
(Lepidoptera) (B) (Jumar. 2000)

d. Kontrol Metamorfosis
Metamorfosis serangga dikontrol oleh tiga hormon, yaitu: PTTH (hormon
protorasikotropik atau hormon otak), hormon ekdison, dan JH (hormon juvenil). PTTH
diproduksi oleh sel-sel neurosekretorik di dalam otak dan merangsang kelenjar-kelenjar
protoraks (juga terkenal sebagai kelenjar-kelenjar pergantian kulit) untuk menghasilkan hormon
ekdison, yang merangsang apolisis dan mendorong pertumbuhan. JH dihasilkan oleh sel-sel yang
ada di dalam korpora allata dan menghambat metamorfosis. Pengambilan JH dari seekor larva
atau nimfa (dengan pengambilan korpora allata) akan menyebabkan larva mengalami pupasi dan
nimfa berkembang menjadi dewasa bila terdapat hormon ekdison. Penyuntikan hormon juvenil
ke dalam seekor pupa (dengan adanya ekdison) akan menyebabkan pupa berkembang menjadi
pupa kedua. Penyuntikan JH ke dalam nimfa instar terakhir atau larva akan menyebabkan
tahapan nimfa atau larva lainnya dihasilkan pada pergantian kulit berikutnya. Korpora allata

49
aktif selama instar-instar awal dan biasanya berhenti mensekresi JH dalam instar pradewasa
terakhir. Ketiadaan hormon dalam instar ini mengakibatkan metamorfosis.

C. EVALUASI.
1. Jelaskan struktur kelami luar serangga
2. Jelaskan penetuan jenis kelamin pada serangga
3. Jelaskan variasi bentuk dan ukuran telur serangga
4. Jelaskan perkembangan embrio pada serangga
5. Jelaskan pertumbuhan pascaembrionik serangga
6. Jelaskan perbedaan 3 tipe proses metamorfosis pada serangga
7. Jelaskan mekanisme kontrol dalam proses metamorfosis pada serangga

D. DAFTAR PUSTAKA.
Elzinga, R.J. 1981. Fundamentals of Entomology. Second Edition. Prentice Hall, Inc. Englewood
Cliffs. New Jersay.
Gullan, P.J. and Cranston, P.S. 1994. The Insect: An Outline of Entomology. Chapman & Hal,
London.
Harahap, I. S. dan Budi Tjahyono. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Padi. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Jumar. 2000. Entomolgi Pertanian. P.T. Rineka Cipta. Jakarta.
Romoser, William S, 1981. The Science of Entomology, Macmillan Publishing Co. Inc. New
York.

50
BAB V
ORGAN PERASA DAN PENGATURAN PADA SERANGGA

A. PENDAHULUAN
1. Uraian Singkat
Materi ajar yang disajikan pada Bab IV ini meliputi sistem perasa kimiawi, sistem perasa
mekanik, mekanisme pendengaran, mekanisme penglihatan pada serangga, dan mekanisme
pangaturan suhu tubuh serangga.

2. Kompetensi Khusus
Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan sistem perasa kimiawi
2. Menjelaskan sistem perasa mekanik
3. Menjelaskan mekanisme pendengaran
4. Menjelaskan mekanisme penglihatan
5. Menjelaskan mekanisme pangaturan suhu tubuh serangga

B. PENYAJIAN MATERI
Seekor serangga menerima informasi tentang keadaan di lingkungan eksternal maupun
internal melalui organ-organ perasa. Organ-organ ini terutama terletak di dalam dinding tubuh,
dan kebanyakan ukurannya mikroskopik. Masing-masing biasanya terangsang hanya oleh
stimulus yang khusus. Serangga mempunyai organ-organ perasa yang peka terhadap stimuli
kimiawi, mekanis, pendengaran dan pengelihatan, dan mungkin juga stimuli seperti kelembaban
relatif dan suhu.

1. Perasa Kimiawi Seerangga


Kemoreseptor yang tersangkut dalam perasa pengecap (proses pengecapan) dan pembau
(proses membau) adalah bagian-bagian yang penting dari sistem sensorik serangga dan
tersangkut dalam banyak tipe kelakuan, misalnya makan, kawin, pemilihan habitat dan hubungan
parasit induk semang, seringkali diarahkan oleh perasa-perasa kimiawi serangga. Biasanya tiap-
tiap sensilum terdiri dari sekelompok sel-sel sensoris yang juluran-juluran distalnya membentuk

51
satu ikatan yang meluas kepermukaan tubuh. Ujung-ujung juluran-juluran sensorik biasanya
dalam satu struktur seperti pasak, mungkin tenggelam dalam satu cekungan, atau juluran-juluran
sensorik dapat berakhir dalam satu piringan bulat tipis yang terletak di atas suatu rongga dalam
kutikula. Pada beberapa kasus ujung-ujung juluran sensorik dapat terletak dalam satu lekuk di
dalam dinding tubuh dan tidak tertutup oleh kutikula. Organ-organ pengecap terletak terutama
pada bagian-bagian mulut, tetapi beberapa serangga (misalnya semut, lebah madu, tawon) juga
mempunyai organ-organ pengecap pada sungut, namunkupu-kupu, ngengat dan lalat-lalat
mempunyai organ-organ pengcap pada tarsi.
Mekanisme yang tepat di mana zat-zat (bahan-bahan) tertentu mengawali impuls syaraf
dalam sel-sel sensorik dari kemoreseptor tidak diketahui. Zat-zat dapat menembus sampai sel-sel
sensorik dan merangsang mereka secara langsung, atau dapat bereaksi dengan sesuatu didalam
reseptor untuk menghasilkan satu atau lebih zat-zat lain yang menstimulasi sel-sel sensorik. Pada
setiap peristiwa, kepekaan serangga terhadap zat-zat yang berbeda bervariasi; dua zat kimia yang
sangat mirip, mungkin sangat berbeda dalam efek stimulus mereka. Beberapa bau (misalnya,
atraktan atau pemikat kelamin yang dihasilkan oleh seekor betina) dapat dideteksi oleh satu seks
(dalam hal ini yang jantan) tetapi tidak oleh lainnya. Kepekaan reseptor kimiawi terhadap
beberapa zat adalah sangat tinggi. Banyak serangga dapat mendeteksi bau-bau khusus pada
konsentrasi yang sangat rendah sampai beberapa mil dari sumber mereka.

2. Perasa Mekanik Serangga


Organ-organ perasa serangga peka terhadap reaksi stimuli mekanik terhadap sentuhan,
tekanan, atau getaran, dan melengkapi serangga dengan informasi yang dapat memberikan
petunjuk pengarahan, gerakan-gerakan umum, makan, terbang menjauhi musuh-musuh,
reproduksi, dan aktivitas-aktivitas lain. Organ-organ perasa ini ada tiga tipe pokok, yaitu:
sensilla rambut, sensilla berkelompok (sensilla kompaniform), dan organ-organ skolopoforus.
Tipe yang paling sederhana dari reseptor taktil adalah sebuah sensillum rambut. Satu juluran dari
neuron perasa meluas sampai dasar seta, dan gerakan-gerakan seta mengawali impuls di dalam
neuron. Pada sensillum kompaniform ujung neuron terletak tepat dibawah satu daerah seperti
kuba dari kutikula, dan distorsi dari kuba ini menimbulkan respons syaraf. Organ-organ
skolopoforus (organ kordotonum) adalah sensilla yang lebih kompleks yang terdiri dari satu
ikatan neuron-neuron sensoris yang dendrit-dendritnya menempel pada dinding tubuh, mencakup

52
organ-organ subgenu (biasanya terletak pada ujung proksimal tibia), organ johnston (pada ruas
sungut kedua, peka terhadap gerakan-gerakan dalam flagelum sungut), dan organ-organ
timpanum (alat pendengaran). Stimuli mekanis bertindak karena penggantian. Stimuli dapat
datang dari bagian luar serangga (misalnya, sentuhan dan pendengaran) atau dari dalam serangga
(stimuli akibat dari posisi atau gerakan). Stimuli mekanik mengawali serentetan impuls-impuls
syaraf, sifat mana ditentukan oleh stimuli. Pada beberapa kasus,impuls-impuls syaraf dapat
disalurkan pada frekuensi-frekuensi setinggi beberapa ratus meter tiap detik. Perasaan sentuhan
pada serangga bekerja terutama melalui sensilla rambut. Sifat dari impuls-impuls syaraf yang
dimulai ditentukan oleh laju arah defleksi rambut.
Banyak serangga menunjukkan satu respon terhadap gaya berat, misalnya, pada serangga
air yang bergerak menuju ke pernukaan air dan pada konstruksi tegak lurus, atau membuat
lubang dalam tanah oleh tawon, dan pada sarang lebah madu. Serangga biasanya tidak
mempunyai organ-organ keseimbangan yang dapat dibandingkan terhadap statokista dari
crustacea, walaupun gelembung-gelembung air di bawa atau di atas permukaan tubuh oleh
serangga air tertentu bila mereka menyelam dapat bertindak dengan cara yang sama. Banyak
persendian-persendian pada serangga diperlengkapi dengan setae taktil yang mencatat setiap
gerakan persendian, yang memberi informasi kepada serangga mengenai posisi persendian (ini
terkenal sebagai propriosepsi). Tekanan pada dinding tubuh, apakah dihasilkan oleh gaya berat
atau beberapa gaya lain, biasanya ditemukan oleh sensilla campaniform. Tekanan pada tungkai
dapat ditemukan oleh organ-organ subgenu atau oleh setae yang peka pada tarsi.
Serangga menerima informasi mengenai gerakan-gerakannya baik melalui
mekanoreseptor maupun melalui isyarat penglihatan. Gerakan-greakan udara atau air yang
melewati serangga (apakah serangga dalam keadaan diam dan medium sedang bergerak, atau
pada serangga yang sedang bergerak) dideteksi sebagian besar oleh sungut atau setae sensoris
pada tubuh. Sungut tampak sebagai detektor yang paling penting untuk gerakan-gerakan
demikian pada diptera dan hymenoptera. Pada serangga-serangga lain, setae sensoris pada kepala
atau leher merupakan reseptor-reseptor yang paling penting. Halter-halter (sayap kecil yang tidak
berfungsi) diptera memainkan suatu peranan yang penting untuk menjaga keseimbangan dalam
penerbangan. Mereka bergerak melalui satu busur yang hampir 180º pada laju sampai beberapa
ratus kali tiap detik.

53
3. Sistem Pendengaran Serangga
Kemampuan untuk mendetesksi suara (getaran-getaran dalam subsrat atau dalam medium
sekitar) terbentuk pada banyak serangga, dan suara memainkan suatu peranan dalam banyak tipe
kelakuan. Serangga-serangga mendeteksi suara-suara yang ada di udara dengan dua tipe organ
sensorik, yaitu sensilla rambut dan organ-organ tympanum. Getaran-getaran di dalam substrat
dideteksi oleh organ-organ subgenu. Organ-organ tympanum adalah organ-organ skolopoforus
dimana sel-sel sensorik menempel pada (atau sangat dekat dengan) selaput tympanum. Selaput
timpanum (atau timpanum) adalah selaput yang sangat tipis dengan udara pada kedua sisinya.
Organ-organ timpanum ada pada beberapa jenis Orthoptera, Homoptera, dan Lepidoptera.
Timpana belalang bersungut pendek (Acrididae) terletak pada sisi-sisi ruas abdomen pertama.
Timpani belalang bersungut panjang (Tettigonfidae) dan jengkerik (Gryllidae), bila ada, terletak
pada ujung proksimal tibiae depan.
Getaran dalam substrat dapat diawali di dalam substrat secara langsung atau mungkin
dirangsang (melalui resonansi) oleh getaran suara di udara. Deteksi getaran substrat terutama
oleh organ-organ subgenu. Kisaran frekuensi dimana organ-organ ini peka, bervariasi pada
serangga-serangga yang berbeda, tetapi terutama antara kira-kira 200 Hz - 3000Hz. Beberapa
serangga (misalnya, lebah madu) mungkin sebagian besar tidak peka terhadap suara di udara,
tetapi dapat mendeteksi getaran-getaran suara yang ditangkap melalui substrat.

4. Penglihatan Serangga
Organ pengelihatan utama serangga biasanya ada dua tipe, yaitu tunggal frontal dan
mata majemuk (mata faset). Mata tunggal mempunyai lensa kornea tunggal yaitu agak
menonjol atau berbentuk kubah; di bawah lensa-lensa ini terdapat dua lapisan sel, yaitu sel-sel
korneagen dan retina. Sel-sel korneagen, yang menyekresi kornea, adalah transparans. Bagian
yang peka cahaya dari fotoreseptor-fotoreseptor serangga terbuat dari miikrovilli yang terkemas
berdekatan pada satu sisi sel-sel retina yang disebut rabdom. Pada mata tunggal, rabdom ada di
bagian luar retina. Bagian-bagian dasar sel-sel retina seringkali berpigmen. Mata tunggal
kelihatannya tidak membentuk bayangan-bayangan yang terpusat (cahaya difokuskan di bawah
retina), yang sebagai organutama untuk membeda-bedakan intesitas cahaya.
Reseptor-reseptor cahaya yang paling kompleks pada serangga adalah mata majemuk
(mata faset), yang terdiri dari banyak (sampai beberapa ribu) satuan-satuan individual yang

54
disebut ommatidia. Tiap-tiap ommatidia adalah sekelompok sel-sel yang memanjang yang
tertutup dibagian luar oleh suatu lensa kornea segi enam. Lensa-lensa kornea biasanya cembung
di bagian luar, membentuk faset-faset mata. Di bawah lensa kornea ini biasanya terdapat sebuah
kerucut kristal dari empat sel-sel semper dikelilingi oleh dua sel kornegen yang berpigmen, dan
di bawah kerucut kristal terdapat sekelompok sel sensorik (jumlahnya 8), dikelilingi oleh satu
pembungkus sel-sel epidermis berpigmen. Bagian-bagian yang beralur dari sel-sel sensorik itu
membentuk suatu pusat atau rabdom sumbu di dalam ommatidium. Pigmen yang mengelilingi
sebuah ommatidium biasanya cukup jauh meluas ke dalam sehingga cahaya yang mencapai
sebuah rabdom datangnya hanya melewati satu ommatidium; jadi bayangan yang diperoleh
serangga-serangga adalah satu mosaik, dan keadaan mata demikian disebut sebagai mata
apposisi. Bila pigmen terletak lebih distal dalam kaitannya dengan rabdom, cahaya dari
ommatidia yang berdekatan dapat mencapai satu rabdom tertentu, yang disebut mata superposisi.
Frekuensi fusi kelip atau penyatuan cahaya yang tidak sama gelombangnya pada serangga lebih
tinggi dari pada manusia. Di mana pada serangga 45-53/detik pada manusia dan sampai 250 atau
lebih pada serangga. Laju yang lebih tinggi ini berarti bahwa serangga dapat memandang bentuk,
walaupun ketika serangga dalam penerbangan yang cepat dan karena itu mereka sangat peka
terhadap gerakan. Pada beberapa serangga (mialnya capung) ommatidia dari satu mata ditujukan
demikian hingga sumbu-sumbu mereka saling menyilang dengan mata-mata lainnya, yang
mengahsilkan pandangan stereoskopik. Bila seekor nimfa capung ditutup satu matanya, nimfa
tidak mampu menentukan posisi korbannya secara sangat tepat.

5. Pengaturan Suhu Tubuh Serangga


Biasanya serangga mempunyai perasa suhu yang berkembang baik. Organ-organ perasa
yang terkait, tersebar di seluruh tubuh tetapi lebih banyak lagi di atas sungut dan tungkai.
Beberapa serangga juga mempunyai perasa kelembaban yang berkembang baik. Sensilla yang
tersangkut dalam perasa-perasa ini sangat berbeda dalam struktur, dan dalam banyak kasus
hubungan antar struktur yang terlihat dan fungsi tidak diketahui dengan baik. Serangga biasanya
dianggap sebagai hewan yang berdarah dingin atau poikilotermik, yakni suhu tubuh mereka
meningkat dan menurun sesuai suhu lingkungan. Ini adalah kasus pada kebanyakan serangga,
terutama bila mereka tidak begitu aktif, tetapi aksi urat-urat daging toraks dalam penerbangannya
biasanya meningkatkan suhu serangga di atas suhu lingkungan. Pendinginan suatu obyek kecil

55
benar-benar cepat, dan suhu tubuh serangga yang kecil dalam penerbangan adalah sangat dekat
dengan lingkungan. Pada serangga-serangga seperti kupu-kupu dan belalang, suhu tubuh dalam
penerbangan mungkin 5°C sampai 10°C di atas suhu lingkungan, dan pada serangga-serangga
seperti ngengat atau lebah bunga (yang terisolasi dengan sisik-sisik atau rambut), metabolisme
selama penerbangan mungkin meningkatkan suhu urat-urat daging penerbangan 20°C atau 30°C
di atas suhu lingkungan.
Pada kebanyakan serangga-serangga terbang, suhu urat-urat daging penerbangan harus
dijaga di atas titik tertentu, agar dapat menghasilkan kekuatan yang perlu untuk penerbangan
mereka yang dilakukan sebelum terbang dengan satu “getaran” atau “vibrasi” urat-urat daging
penerbangan. Lebah madu tetap dalam sarang selama musim dingin, tetapi tidak dalam keadaan
tidur pada waktu tibanya udara dingin (seperti kebanyakan dilakukan serangga-serangga lain).
Bila suhu menurun sampai kira-kira 14°C, mereka membentuk satu kelompok di dalam sarang,
dan oleh aktivitas urat-urat daging toraks mereka mempertahankan suhu kelompok dengan bagus
di atas 14°C (setinggi 34°C - 36°C bila mereka sedang membesarkan anaknya).

C. EVALUASI.
1. Jelaskan sistem perasa kimiawi serangga
2. Jelaskan sistem perasa kimiawi serangga
3. Jelaskan mekanisme pendengaran serangga
4. Jelaskan mekanisme penglihatan serangga
5. Jelaskan organ-organ perasa suhu dan kelembaban pada serangga
6. Jelaskan mekanisme pangaturan suhu tubuh serangga.

D. DAFTAR PUSTAKA.

Gullan, P.J. and Cranston, P.S. 1994. The Insect: An Outline of Entomology. Chapman & Hal,
London.
Romoser, William S, 1981. The Science of Entomology, Macmillan Publishing Co. Inc. New
York.
Berryman A.A. 1983. Forest Insect: Principles and Practice of Population Management.
Plenum Press, New York.

56
BAB VI
KLASIFIKASI SERANGGA

A. PENDAHULUAN
1. Uraian Singkat
Materi ajar yang disajikan pada Bab VI ini meliputi sistem dasar-dasar taxonomi dan cara
penamaan taxón, permasalahan dalam klasifikasi serangga, ciri atau karakteristik dari masing-
masing ordo serangga, pengenalan spesies/jenis dan famili dari masing-masing ordo serangga,
identifikasi berbagai jenis serangga hama dan efek yang ditimbulkan terhadap tanaman.

2. Kompetensi Khusus
Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan dasar-dasar taxonomi dan cara penamaan taxón
2. Menjelaskan kendala-kendala dalam klasifikasi serangga
3. Mengidentifikasi karakteristik dari masing-masing ordo serangga
4. Menyebutkan contoh famili dan spesies dari masing-masing ordo serangga
5. Meyebutkan contoh jenis serangga hama dan efek yang ditimbulkan terhadap tanaman

B. PENYAJIAN MATERI
Spesies-spesies arthropoda yang telah diketahui yaitu sebanyak ± 713.600 spesies yang
telah teridentifikasi dan dari jumlah spesies arthropoda tersebut, 70% merupakan anggota dari
kelas insekta (serangga), yaitu sebanyak ± 675.000 spesies. Banyak ahli dengan sudut pandang
berbeda melakukan klaisifkasi serangga (insekta) ke dalam taxon-taxon yang lebih rendah.
Namun pembahasan dalam bagian ini mengacu pada standar klasifikasi serangga yang digunakan
oleh Naumann (1991), Gullan&Cranston, (1994) dan Short (1963).

1. Dasar-Dasar Taxonomi
Taxonomi serangga mengikuti standar taxonomi umum, yaitu urutan taxon mulai dari
yang paling tinggi (umum) sampai yang paling rendah (khusus). Hirarki taksonomi yang umum
dipakai yaitu: kingdom, filum, subfilum, superkelas, kelas, subkelas, superordo, ordo, subordo,
superfamili, famili, subfamili, genus, subgenus, spesies, dan subspesies. Nama ilmiah suatu jenis
serangga terdiri nama genus (suku kata pertama), nama spesies (suku kata kedua) dan nama

57
penemu (author). Pada beberapa taxon mempunyai “akhiran” yang menjadi standar atau indikasi
suatu taxon dalam penamaan suatu kelompok serangga.Para ahli yang menekuni taxonomi
serangga, kadang mengalami kesulitan dalam mengelompokkan serangga dalam kelompok taxon
yang sesuai. Seperti halnya persoalan yang komprehensif dan kompleks dalam hal filogeni dan
diversifikasi serangga secara evolutif, serta kesulitan menentukan identitas antara serangga-
serangga dewasa dan serangga-serangga immature, termasuk asosiasi radiasi antara serangga-
serangga phytophagus dan serangga-serangga parasitik. Ada ahli memandang bahwa ada tingkat
taxon yang lebih tinggi dari kelas insekta, yaitu superkelas hexapoda. Sehingga superkelas
hexapoda (mempunyai 6 kaki) digolongkan menjadi 4 kelas, yaitu: kelas Protura, kelas Diplura,
kelas Collembola, dan kelas Insekta. Protura, Diplura dan Collembola, telah dikelompokkan
sebagai “Entognatha”, karena ketiga kelompok tersebut mempunyai kesamaan anatomi, yaitu
pada bagian-bagian mulut yang tertutup dalam lipatan kepala. Sedangkan insekta mempunyai
bagian-bagian mulut yang terbuka (dapat dilihat dari luar), sehingga serangga disebut sebagai
“Ectognatha”.

2. Klasifikasi Serangga
Superkelas hexapoda digolongkan menjadi 4 kelas, yaitu: kelas Protura, kelas Diplura,
kelas Collembola, dan kelas Insekta. Namun Protura, Diplura dan Collembola, kadang-kadang
disebut juga sebagai taxon “ordo”. Short (1963) mengelompokkan serangga ke dalam 2 sub
kelas, yaitu: sub kelas apterygota dan sub kelas pterygota. Sub kelasapterygota, merupakan
serangga primitif, tak bersayap, dan sedikit yang mengalami metamorfosis atau sama sekali tidak
metamorfosis, struktur thoraks sederhana; yaitu: ordo Thysanura, ordo Diplura, ordo Protura, dan
ordo Collembola. Sedangkansub kelas apterygota, kebanyakan serangga bersayap dan
mengalami metamorfosisi yang bervariasi. Sub kelas pterigota digolongkan menjadi 2 divisi,
yaitu: Exopterigota (hemimetabola) dan Endopterigota (holometabola).

a. Kelas Protura
Kelas Protura berukuran sangat kecil (0.6- 1,5mm), tidak berwarna, tidak mempunyai
antene dan cerci, anamorphic. Serangga berwarna putih dan tidak ada mata, sayap, sungut.
Bagian mulut tidak menggigit tetapi dipakai untuk menggerok partikel makanan.Abdomen
dewasa berjumlah 14 ruas.Protura berada di dalam tanah yang lembab, serasah, di bawah lapisan

58
kulit kayu atau di dalam kayu yang lapuk.Contoh : Acerentulus barberi Ewing. Kelas protura
hanya mempunyai satu ordo dengan nama yang sama, yaitu ordo protura, yang dibedakan lagi
atas 2 sub ordo, yaitu: 1) Sub ordo Eosentomoidea: famili Eosentomidae dan famili
Sinentomidae; 2) Sub ordo Acerentomoidea: famili Protentomidae dan famili Acerentomidae.

Gambar 6.1. Protura: Australentulus tillyardi (Acerentomidae) (Naumann, 1991).

b. Kelas Diplura
Kelas Diplura berukuran kecil, ada juga berukuran besar, tak berwarna, ambomen 10
segmen, cerci berkembang dengan baik, epimorphic. Kelas Diplura hanya mempunyai satu ordo
dengan nama yang sama, yaitu ordo Diplura, yang dibedakan dalam 5 familia, yaitu famili
Campodeidae, Procampodeidae, Projapygidae, Anjapygidae, Japygidae, Heterojapygidae,
Dinjapygidae, Evalljapygidae, dan famili Parajapygidae.

Gambar 6.2. Diplura: A. Heterojapyx evansi (Heterojapygidae), B.Campodea, sp.


(Campodeidae), C.Symphylurinus, sp. (Projapygidae), D. Parajapyx swani
(Parajapygidae) (Naumann, 1991).
c. Kelas Collembola

59
Collembola, yang disebut juga sebagai serangga ekor pegas, merupakan hexapoda kecil
berukuran 1-3 mm, lunak, putih bening dan ada juga berwarna, tidak bersayap, larva berkembang
secara ametabola atau epimetabola.Kelas collembola hanya satu ordo dengan nama yang sama,
yaitu ordo Collembola (Harvey & Yen, 1997). Ahli lain mengelompokkan kelas Collembola ke
dalam 3 ordo, yaitu: 1) ordo Arthropleona, yang digolongkan lagi ke dalam beberapa famili,
yaitu: famili Neanuridae, Entomobryidae, Actaletidae, Odontellidae, Paronellidae, Coenaletidae,
Brachystomellidae, Cyphoderidae, Microfalculidae, Hypogastruridae, Oncopoduridae,
Protenmobryidae, Onychiuridae, famili Tomoceridae, Poduridae, dan famili Isotomidae; 2) Ordo
Neelipleona, hanya famili Neelidae; dan 3) Ordo Symphypleona, hanya famili Dicyrtomidae.

Gambar 6.3. Collembola: A.Drepanura, sp. (Entomobrydae), B.Pseudoparonella,sp.


(Paronellidae), C.Oncopodura tiegsi (Oncopoduridae), D. Acanthurella, sp.(Entomobryidae),
E. Australotomurus johanni (Entomobryidae). (Naumann, 1991).

d. Kelas Insekta.
Insekta mempunyai anggota yang banyak dan bahkan masih banyak lagi jenis insekta
yang belum teridentifikasi. Namun penggolongan dalam Bahan Ajar ini mengacu pada Nauman
(1991) serta Harvey dan Yen (1997), yaitu yaitu ordo Archaeognatha, Thysanura,
Ephemeroptera, Odonata, Plecoptera, Blattodea, Isoptera, Mantodea, Dermaptera, Phasmatodea,
Orthoptera, Embioptera, Psocoptera, Phthiraptera, Hemiptera, Thysanoptera, Megaloptera,
Neuroptera, Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Srepsiptera, Mecoptera,

60
Siphonaptera, dan ordo Trichoptera. Masing-masing ordo tersebut digolongkan lagi ke dalam
beberapa famili-famili.

d.1.. Ordo Archaeognatha


Ordo archaeognatha merupakan kelompok serangga primitif tak bersayap (apterygota),
yang mempunyai kemampuan meloncat.Serangga ini hidup pada kulit batang pohon (bark),
serasah permukaan tanah (life litter). Kebanyakan aktif mencari makan pada malam hari
(nocturnal), ada beberapa berupa serangga diurnal. Famili yang terkenal hanya Meinertillidae
(gambar 6.4).

Gambar 6.4. Jenis Archaeognata: Allomachillis froggattI (A); Nesomachilis australica (B)
(Naumann, 1991).

d.2. Ordo Thysanura (serangga tubuh perak)


Ordo Thysanura juga termasuk serangga primitif yang tidak bersayap (apterygota) dan
kebanyakan hidup pada kulit batang pohon dan serasah. Pada ordo Thysanura terdapat 2 familia
yang terkenal, yaitu famili Nicolettidae dan famili Lepismatidae (gambar 6.5).

61
Gambar 6.5. Jenis Thysanura: Atopatelura michaelseni (Nicoletiidae) (A); Acrotelsella
devriesiana (Lepismatidae) (B) (Naumann, 1991).

d.3. Ordo Ephemeroptera


Serangga ini berukuran kecil sampai sedang, sayap depan lebar berbentuk segi tiga. Larva
hidup dalam air, dan instar terakhir berganti kulit (moulthing) pada permukaan air atau pada
objek dekat air. Serangga dewasa sering dijumpai di sekitar kolam atau aliran air, sehingga
berpotensi sebagai makanan bagi ikan. Familia yang terkenal yaitu Siphlonuridae, Baeteidae,
Oniscigastridae, Ameletopsidae, Coloburiscidae, Leptophlebiidae, Ephemeridae, Caenidae, dan
Prosopistomatidae.

Gambar 6.6. Jenis Ephemeroptera:Atalophlebia, sp. ♂ (Leptophlebiidae) A. Tampak lateral; B.


Bagian kepala (Naumann, 1991).

d.4. Ordo Odonata


Serangga ini adalah bangsa capung, bertubuh panjang dan ramping, sayap memanjang
dan berverna banyak serta membraneus, sering melakukan perkawinan pada saat terbang. Baik
nimfa maupun serangga dewasa sebagai predator. Ordo odonata dibagi menjadi sub ordo

62
Zygoptera (capung jarum = damselfly) sub ordo anisoptera (capung = dragonfly). Sub ordo
Zigoptera dibagi lagi dalam 11 familia, antara lain famili Coenagrionidae, Protoneuridae,
Hemiphlebiidae, Lestidae, Lestoididae, Synlestidae, Amphipterygidae, Isostictidae, dan famili
Megapodagrionidae. Sedangkan sub ordo anisoptera terdiri dari familia Aeshnidae, Gomphidae,
Neopetaliidae, Petaluridae, Corduliidae, dan famili Libellulidae.

Gambar 6.7. Zygoptera: Ischnura cervula (Coenagrionidae) A.Serangga dewasa; B. Nimfa


(Borror, et al. 1992);

Gambar 6.8. Anisoptera: Gomphus exilis (Gomphidae). A.Serangga dewasa; B. Nimfa (Borror,
et al. 1992).
d.5. Ordo Plecoptera
Plecoptera (stonefly) kebenyakan merupakan serangga aquatik, dan beberapa adalah
serangga terrestrial yang mempunyai sayap depan lebih panjang dari pada sayap belakang. Larva
umumnya mirip serangga dewasa namun sayap tidak berkembang dan tidak mempunyai
genitalia. Plecoptera aquatik hanya ditemukan pada habitat air tawar sedangkan plecoptera

63
terrestrial ditemukan pada kulit batang pohon (bark) atau pada batang kayu mati yang telah
tumbang (log) yang ada di sekitar sungai atau kali. Serangga ini meskipun mempunyai sayap,
namun jarang terbang dan biasanya berlari pada permukaan air atau substrat. Untuk mengoleksi
serangga ini dapat dilakukan pada pagi hari ketika sedang berada pada permukaan batu yang
muncul dari sungai, atau pada siang hari yang teduh dapat dikoleksi pada daun-daun pohon di
pinggir sungai atau kali dengan cara menggoyang ranting-ranting. Ordo Plecoptera dibagi ke
dalam beberapa familia, namun ada 4 familia yang terkenal yaitu famili Eustheniidae,
Austroperlidae, Gripopterygidae, dan Notonemouridae.

Gambar 6.9. Jenis Plecoptera: Illiesoperla, sp. (Gripopterygidae) (Naumann, 1991).

d.6. Ordo Blattodea


Ordo Blatodea merupakan bangsa kecoa dengan tubuh pipih dorsoventral, ukuran tubuh
bervariasi. Kebanyakan kecoa hidup secara noktural, pada permukaan tanah, berlindung pada
kulit batang pohon (bark) dan batang kayu mati yang telah tumbang. Beberapa spesies hidup
secara diurnal, termasuk serangga arboreal pada daerah kanopi tumbuhan. Beberapa jenis dari
ordo Blattodea ada yang bereproduksi secara ovipar seperti pada Shawella couloniana dan
Polyzosteria limbata yang selalu membawa ootheca secara eksternal, ada pula jenis yang
ovovivipar seperti pada Calolampra, sp., Laxta, sp., dan Macropanesthia, sp., dan ada pula
reproduksi secara vivipar hanya ditemukan pada Diploptera punctata. Ordo Blattodea dibagi ke
dalam 6 familia, yaitu famili Blattidae, Cryptocercidae, Polyphagidae, Nocticolidae, Blattellidae,
dan famili Blaberidae.

64
Gambar 6.10. Jenis-jenis Blattodea: A.Polyzosteria limbata dengan ootheca, B. Periplaneta
brunnea, C. Platyzosteria nitidella, D. Cosmozosteria subzonata, E. Temnelytra
truncata, (A – E famili Blattidae), F. Shawella couloniana dengan ootheca, G.
Methana curvigera, (Blattidae), H. Ellipsidion australe, I. Nimfa Ellipsidion australe
(F, H, I, famili Blattellidae) (Naumann, 1991).

d.7. Ordo Isoptera


Isoptera (Gr. Iso = sama; ptera = sayap) sering disebut rayap, merupakan serangga
berukuran kecil, bertubuh lunak dan berwarna coklat pucat. Isoptera dewasa ada yang bersayap
dan ada yang tidak bersayap. Kalau yang bersayap jumlahnya 2 pasang dengan bentuk
memanjang, ukuran dan bentuk sayap depan dan belakang selalu sama. Bentuk mulut menggigit-
mengunyah. Serangga ini dapat merusak kayu, dan bangunan yang terbuat dari kayu. Menfaat
serangga ini sebagai makrodekomposer yang menguraikan tanaman yang telah mati menjadi zat-
zat yang berguna dalam ekosistem. Isoptera hidup berkoloni di dalam tanah atau pada kayu
lapuk. Dalam koloni terdapat ratu yang dapat menghasilkan banyak telur (2000-3000/hari) dalam
beberapa hari setelah kopulasi, dan akan menetas dalam beberapa minggu. Hasil tetasan primer
sangat dipelihara oleh anggota koloni untuk berkembang menjadi ratu dan raja, biasanya hanya
ada 1 raja dan 1 ratu dalam tiap koloni. Sedangkan hasil tetasan yang lain akan berkembang
menjadi serangga kasta pekerja dan kasta prajurit yang steril. Raja dan ratu akan hidup beberapa
tahun (bisa mencapai ± 17 tahun), sehingga ratu akan secara periodik dikopulasi dan fertilisai
oleh raja. Isoptera dibedakan atas: famili Kalotermitidae yang bisanya membuat sarang pada
kayu-kayu kering atau basah (hidup), terutama pada pohon tinggi, sarangnya tanpa berhubungan

65
dengan tanah (contoh spesies: Cryptermes brevis dan Marginitermes hubbardi); famili
Hodotermitidae yang banyak menyerang pohon kayu mati (kering) dan bangunan dari kayu
(contoh spesies: Zootermopsis navadensis dan Zootermopsis angusticollis); famili
Rhinotermitidae yang merupakan rayap tanah membentuk koloni pada permukaan tanah di
lantai hutan (contoh spesies: Reticulitermes flavipes dan Prorhinotermes simalek); famili
Termitidae merupakan rayap yang membuat koloni berupa gundukan di atas permukaan tanah
(contoh spesies: Amitermes tubiformans dan Tenoirostritermes tenuirostris). Secara sepintas
diamati, bentuk Isoptera mirip dengan semut, namun hubungan kekerabatan Isoptera lebih dekat
dengan kecoak (Blattodea).

Macrotermes, sp. Microtermes,sp. Coptotermes,sp. Cyrptotermes, sp.


Gambar 6.11. Jenis-jenis Rayap (Isoptera) perusak bangunan.

d.8.. Ordo Mantodea


Mantodea yang dikenal sebagai walang sebah (prayer-like/awaiting prey), lebih banyak
merupakan serangga terrestrial yang lebih banyak ditemukan di daerah tropis, dan merupakan
serangga carnivor yang memakan jenis-jenis serangga lain. Mantodea bersifat soliter, dengan
habitat mulai dari kanopi pohon, bantang pohon, semak-semak, dan kadang-kadang di
permukaan tanah. Populasi Mantodea dalam ekosistem sangat rendah, yang disebabkan oleh
selain mantodea bersifat kanibal juga tingginya populasi musuh alamiah berupa beberapa jenis
semut yang selalu memakan telur-telur mantodea, serta sifat vulnerabilitas (mudah kena serang)
nimfa-nimfa mantodea oleh berbagai jenis parasit, dan juga katak pohon, burung dan reptil
sebagai predator mantode, sehingga menekan populasi mantodea di alam. Ordo Mantodea
dibedakan atas famili Chaeteessidae, Metallyticidae, Mantoididae, Amorphoscelidae,
Eremiaphilidae, Hymenopodidae, Mantidae, dan famili Empusidae. Contoh spesies seperti
gambar 6.12 berikut.

66
Gambar 6.12. Jenis-jenis Mantodea: A. Cliomantis cornuta (Amorphoscelidae); B. Neomatis
australis (Mantidae) C. Orthodera ministralis (Mantodea) (Naumann, 1991).

d.9. Ordo Dermaptera


Dermaptera disebut juga cocopet dengan ujung abdomen seperti sepit untuk menangkap
mangsa, mempunyai 10 segmen pada jantan dan 8 segmen pada betina. Menyebar di daerah
tropis dan beriklim sedang (temperata), selalu ditemukan berlindung di bawah bark (kulit pohon)
yang sudah mati, pada batang pohon tumbang yang sudah mati, juga di antara serasah. Serangga
ini bersifat noktunal dan mendekati cahaya pada malam hari, ada jenis bersifat diurnal seperti
Chelisoches morio. Ordo Dermaptera dikelompokkan atas famili Pygidicranidae, Diplatyidae,
Anisolabididae, Labiduridae, Apachyidae, Hemimeridae, Arixeniidae, Spongiphoridae,
Chelisochidae, dan Forficulidae.

67
Gambar 6.13. Jenis-jenis Dermaptera: A.Cranipygia daemeli (Pygidicranidae); B.
Titanolabis colossea (Anisolabididae); C. Chaetospania brunneri
(Spongiphoridae); D. Chelisoches morio (Chelisochidae) (Naumann, 1991).

d.10. Ordo Phasmatodea


Pasmatodae merupakan bangsa serangga berkaki panjang dan ramping, merupakan
serangga phytophagus yang di Australia banyak menyebabkan defoliasi pada hutan euculiptus
(kayu putih). Tersusun atas famili Phylliidae, Phasmatidae, dan Timematidae.

Gambar 6.14. Jenis-jenis Phasmatodea: A. Phyllium siccifolium (Phylliidae); B.


Ctenomorphodes tessulatus (Phasmatidae) (Naumann, 1991).

d.11. Ordo Orthoptera


Serangga yang termasuk dalam ordo orthoptera yaitu belalang, gangsir dan jengkrik,
mempunyai kaki belakang panjang yang berfungsi untuk melompat, 2 pasang sayap, dengan tipe

68
mulut mengunyah. Orthoptera jantan bisa menghasilkan suara yang khas untuk tiap jenis, suara
bukan dihasilkan dari mulut tetapi hasil dari gesekan sayap depan. Belalang biasa menghasilkan
suara pada siang hari, gansir pada malam hari, sedangkan jengkrik pada siang dan malam hari.
Serangga ini hidup baik secara soliter maupun gregarious. Orthoptera dibedakan atas 28 famili:
famili Acrididae: contoh spesies Locus migratoria (belalang hijau, sangat merusak tanaman
pertanian seperti terjadi pada areal pertanian Sumba); famili Tettigonidae: spesies
Homorocoryphus nitidulus vicinus (belalang kecil) hama pada jagung, padi, dan sorghum; famili
Gryllidae: jenis Acheta, sp. (jengkrik) hama pada tanaman kopi dan teh; famili Eumastacidae
(belalang kera); Gryllotalpidae (jengkrik); Gryllacrididae (jengkrik); Eumastacidae (belalang);
Pyrgomorphidae (belalang kecil).

Gambar 6.15. Famili Acrididae: A. Ranilliella, sp.; B. Phaulacridium vittatum; C. Urnisiella


rubropunctata; D. Acrida conica; E. Nomadacris guttulosa; F. Bermiella acuta; G.
Goniaea australasiae; H. Cryphistes ruricola; I. Ecphantus quadrilobus (Naumann, 1991).

69
Gambar 6.16. Famili Gryllidae: A. Balamara albovittata; B. Oecanthus rufescens; C. Talia
pitonga; D. Amusurgus kanyakis; E. Lepidogryllus comparatus; F. Bobilla neobivittata; G.
Myara aperta; H. Teleogryllus commodus (Naumann, 1991).

d.12. Ordo Embioptera


Secara morfologis, serangga ini menyerupai isoptera dan dermaptera, namun mempunyai
kaki yang sangat pendek dengan tarsus mempunyai 3 segmen. Famili yang dikenal yaitu famili
Notoligotomidae, Australembiidae, Oligotomidae.

Gambar 6.17. Jenis Embioptera: A. Notoligotoma nitens (Notoligotomidae); B. Metoligotoma,


sp. (Australembiidae) (Naumann, 1991).

70
d.13. Ordo Psocoptera
Psocoptera merupakan serangga yang mempunyai sayap yang transparans di mana depan
besar dari pada sayap belakang, dan sering terdapat di daeerah kanopi pohon, semak, dan di
bawah kulit batang pohon (bark), pada tumbuhan yang dijadikan pagar, daerah perkebunan,
serasah, dan di bawah batu. Ordo Psocoptera terdiri dari ±35 famili, antara lain famili Trogiidae,
Lepidopsocidae, Liposcelidae, Myopsocidae, Psoquillidae, dan Elipsocidae.

Gambar 6.18. Jenis Psocoptera: A. Pentacladus eucalypti (Elipsocidae); B. Myiopsocus


australis (Myopsocidae) (Naumann, 1991).

d.14. Ordo Phthiraptera


Phthiraptera merupakan serangga bangsa kutu, tuma atau caplak, yang semuanya hidup
secara eksoparasit pada berbagai jenis burung dan mamalia, sehingga dapat mentrasmisikan
berbagai jenis penyakit bagi host atau hospes. Ordo Phthiraptera terdiri dari 16 familia, antara
lain famili Philopteridae, Haematopinidae, Pediculidae, Hoplopleuridae, Linognathidae,
Trichodectidae, dan Pthiridae. Jenis yang dikenal antara lain Pediculus humanus (Pediculidae)
parasit pada manusia terutama pada pakaian yang sangat lama dipakai/tidak pernah diganti,
Pediculus capitis (Pediculidae) yang adalah kutu kepala manusia, dan Pthirus pubis (Pthiridae)
yang parasit pada daerah bulu kemaluan manusia. Ada pula jenis yang parasit pada hewan
domestik antara lain dari famili Haematopinidae: Haematopinus eurysternus dan Haematopinus
quadripertusus (kutu lembu/sapi), Haematopinus suis (kutu babi), Haematopinus asinis (kutu
kuda); kutu anjing dari famili Linognathidae: Linognathus setosus, famili Trichodectidae:
Trichodectes canis; kutu kucing Felicola subrostratus (Trichodectidae), famili Philopteridae:
Columbicola columbae(kutu burung merpati).

71
Gambar 6.19. Pediculus humanus capitis (Kutu Kepala) (Phthiraptera: Pediculidae).

d.15. Ordo Hemiptera


Hemiptera (hemi = setengah, ptera = sayap) yang disebut kepik (bug). Ciri utama
hemiptera adalah struktur mulut menusuk-mengisap yang efisien untuk mengisap cairan
tumbuhan maupun hewan. Hemiptera hidup pada habitat terestrial dan bersifat phytophagus,
sehingga sebagaian besar sebagai hama tanaman, kecuali beberapa jenis sebagai karnivor,
sebagai vector penyakit, dan juga merupakan serangga aquatik. Ada ahli membedakan hemipera
dalam sub ordo homoptera dan heteroptera. Ordo hemiptera ada ± 126 familia, antara lain famili
Homotomidae, Carsidaridae, Cimicidae (kutu busuk; contoh spesies: Cimex lectularius),
Nopidae (kalajengking air), Belostomatidae (kepik air raksasa), Naucoridae (kepik air perayap),
Miridae (kepik daun), Pyrrhocoridae (kepik kapas), Cicadidae, Cicadellidae, Cercipididae,
Hydrometridae, Hebridae, Triozidae, Aleyrodidae, Triozidae, Delphacidae, dan Alydidae.
Contoh spesies famili Delphacidae yaitu wereng coklat (Nilaparvata lugens) hama pengisap
cairan batang padi hingga padi menjadi kuning, dan wereng punggung putih (Sogatella furcifera)
hama pengisap cairan batang dan malai padi. Famili Alydidae, seperti walangsangit (Leptocorisa
acuts) hama pengisap cairan pada gabah muda padi dan gandum. Jenis Asterolecanium coffeae
dari famili Asterolecaniidae, hama penyerang tunas muda kopi berwarna hijau dan coklat.

72
Gambar 6.20. Jenis Hemiptera (Cicadidae): A. Cystosoma saundersii; B. Froggattoidae
typicus; C. Macrotristria angularis (bentuk nymfa) (Naumann, 1991).

d.16. Ordo Thysanoptera


Ordo Thysanoptera mempunyai 2 pasang sayap berumbai yang panjang, namun ada juga
yang tidak bersayap. Tubuh berukuran kecil dan ramping, dengan mulut memarut-mengisap,
dilengkapi dengan antene yang pendek (4-9 ruas). Thysanoptera merupakan serangga pemakan
tumbuhan baik bunga, buah, ranting maupun daun seperti bawang, kacang tanah, kedelai.
Beberapa jenis merupakan vektor penyakit tanaman dan sebagai predator arthropoda kecil. Ordo
Thysanoptera dibedakan dalam 2 sub ordo, yaitu sub ordo Terebrantia dengan famili
Merothripidae, Aelothripidae, Thripidae, dan sub ordo Tubulifera dengan famili Phlaeothripidae.

Gambar 6.21. Jenis Thysanoptera: A. Desmothrips propinquus (Aelothripidae); B.Thrips


australis(thripidae); C. Idolothrips spectrum (Phlaeothripidae) (Naumann, 1991).

73
d.17. Ordo Megaloptera
Ordo Megaloptera termasuk serangga endopterigota primitif, dan dapat dibedakan dari
ordo Neuroptera, di mana Megaloptera tidak mempunyai bentuk mulut mengisap dan
mempunyai insang pada sisi lateral. Demikian pula larva Megaloptera sangat mirip dengan larva
jenis-jenis dari famili Gyrinidae (ordo Coleoptera). Serangga Megaloptera disebut sebagai
alderfly dan dobsonfly, merupakan serangga yang sepanjang hari hidup di sekitar sungai atau
pada batang tumbuhan di permukaan atau di sekitar sungai. Pada saat istirahat, sayap serangga
ini selalu terlipat menutupi abdomen, ada juga yang sayapnya terlipat ke atas berbentuk seperti
atap. Kebanyakan jenis bersifat krepuskuler dan nocturnal. Ada 2 familia yang dikenal yaitu
famili Sialidae dan Corydalidae.

Gambar 6.22. Jenis Megaloptera: Archichauliodes, sp. (Corydalidae).(Naumann, 1991).

d.18. Ordo Neuroptera


Ordo Neuroptera juga termasuk grup serangga endopterigota primitif, yang ukuran tubuh
serangga dewasa mulai 5 mm sampai berukuran >150 mm. Mempunyai 2 pasang sayap, sayap
belakang dari famili Nemopteridae lebih panjang dari sayap depan. Beberapa jenis berwarna
samar-samar, ada yang berwarna-warni sangat jelas, dengan permukaan tubuh ditutupi oleh

74
rambut. Neuroptera termasuk serangga dengan jumlah jenis sedikit (± 5000). Kebanyakan
serangga dewasa bersifat predator (karnivor), namun ada juga yang phytophagus (herbivor)
seperti pada famili Chrysopidae sebagai pengisap nectar (honeydew feeders) pada bunga
berbagai jenis tumbuhan. Ordo Neuroptera dibedakan atas 18 familia, antara lain famili
Chrysopidae, Osmylidae, Myrmeleontidae, Ithonidae, dan famili Ascalaphidae.

Gambar 6.23. Jenis Neuroptera: A. Chrysopa, sp. (Chrysopidae); B. Glenoleon pulchellus


(Myrmeleontidae); C. Porismus strigatus (Osmylidae). (Naumann, 1991).

d.19. Ordo Coleoptera


Ordo Coleopterea (Coleos = pelindung; ptera = sayap) yang merupakan bangsa
kumbang, dengan sayap depan yang keras dan tebal yang dinamakan elytra berfungsi sebagai
pelindung, sedangkan sayap belakang yang membranous/transparans terlipat di bawah sayap
depan bila istirahat. Habitat Coleoptera bisa terrestrial maupun pada habitat aquatik. Kumbang
air (famili Hydrophilidae dan Elmidae), pada bagian ventral terdapat rambut-rambut hydrofuge
(plastron) berfungsi untuk menjebak gelembung udara guna memperoleh oksigen. Tipe mulut
Coleoptera untuk menggigit-mengunyah. Serangga dewasa umumnya memakan organisme
hidup berupa hewan atau tumbuhan, juga hewan atau tumbuhan yang telah mati (saprofag)
seperti serasah atau batang pohon yang sudah mati, sehingga berperanan juga sebagai
makrodekomposer. Larva Coleoptera tidak memiliki kaki abdominal, tetapi memiliki kaki 3
pasang kaki toraksial. Kelas insekta 40% adalah Coleoptera dengan lebih dari 100 familia dan ±
250 ribu spesies sudah diketahui, dan banyak merupakan hama pertanian dan hama gudang.
Contoh spesies dan famili, seperti hama kelapa: Oryctes rhinoceros (Scarabaeidae) dan Dynastes

75
Gideon L. (Scarabaeidae), dari famili Curculionidae yaitu: Sitophylus oryzae hama perusak
gabah padi (hama gudang) dan Sitophylus zeamays hama biji jagung (hama gudang), famili
Lampyridae (keluarga kunang-kunang), famili Curculionidae, dan famili Cerambycidae.

Gambar 6.24. Jenis-Jenis Coleoptera. A. Megacephala australis (Carabidae); B. Calosoma


schayeri (Carabidae); C. Prophanes masteri (Tenebrionidae); D. Anoplognathus aureus
(Scarabaeidae); E. Anoplognathus smaragdinus (Scarabaeidae); F. Anoplognathus
smaragdinus (Scarabaeidae) warna bervariasi; G. Rhipidocerus australasiae (Cerambycidae);
H. Paracalais gibboni (Elateridae); I. Eurhamphus fasciculatus (Curculionidae); J.
Rhytiphora dallasi (Cerambycidae); K. Penthea pardalis (Cerambycidae); L. Anoplognathus
viriditarsis (Scarabaeidae); M. Anoplostethus laetus (Scarabaeidae); N. Phalacrognathus
muelleri (Lucanidae); O. Ischiopsopha yorkiana (Scarabaeidae); P. Eupoecila australasidae
(Scarabaeidae); Q. Sagra papuana (Chrysomelidae); R. Uracanthus triangularis
(Cerambycidae); S. Carenum sumptuosum (Carabidae); T. Stigmodera gratiosa (Buprestidae);
U. Lamprima aurata (Lucanidae): V. Cyphogastra pistor (Buprestidae); W. Stigmodera
checrolati (Buprestidae); X. Stigmodera amabilis (Buprestidae); Y. Pseudotaenia
quadrisignata (Buprestidae); Z. Stigmodera alternata (Buprestidae); ZA. Calodema regalis
(Buprestidae). (Naumann, 1991).

76
d.20. Ordo Diptera
Ordo Diptera (di = dua; ptera = sayap) mempunyai sepasang sayap depan terdapat pada
mesotoraks yang berfungsi untuk terbang, dan sayap belakang pada metatoraks yang tereduksi
menjadi halter yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan pada saat terbang. Diptera
termasuk lalat dan nyamuk yang mulutnya termodifikasi untuk mengisap dan ada yang menjilat.
Larva Diptera sering disebut belatung (maggot) dan jentik hidup dalam air, di darat, dan di
dalam jaringan tanaman. Belatung kalau diganggu kadang-kadang meloncat, dan hidup dalam
buah, batang, tangkai daun, atau sebagai parasit/luka pada hewan. Sementara jentik hidup dalam
air. Beberapa spesies sebagai hama tanaman (phytophagus), pengisap darah, dan vector penyakit
bagi manusia. Diptera terdapat ± 100 familia, antara lain Cecidomyiidae, contoh spesies: 1)
Pachydiplosis oryzae merupakan hama titik tumbuh padi, hama bawang, hama daun bawang; 2)
Procontarini mattiana (lalat bisul) menyerang tanaman mangga yang larvanya menimbulkan
bisul pada daun mangga; famili Bombyliidae, contoh spesies Villa lloydi parasit pada pupa lalat
tse-tse; famili Asilidae merupakan keluarga lalat kuda, contoh spesies: Leptogaster meigen;
famili Agromyzidae yang sering ditemukan di kebun atau ladang, disebut juga lalat terowongan
karena larvanya selalu membuat terowongan pada daun, tangkai daun, atau batang tumbuhan,
contoh spesies: Agromyza phaseoli sebagai hama pada buncis, kacang panjang dan kacang hijau;
famili Culicidae (nyamuk Culex, Aedes, Anopheles); famili Muscidae adalah keluarga lalat,
termasuk lalat tse-tse (Glossina palpalis) dan lalat rumah (Musca domestica); dan famili
Trypetidae termasuk lalat buah antara lain: 1) Dacus pedestris hama buah mangga, jeruk, dan
pisang, 2) Dacus ferrugineus hama buah mangga, jeruk, pepaya, alpokat, markisa, dan pisang.

Gambar 6.25. Drosophila melanogaster jantan (Famili Drosophilidae).

77
d.21. Ordo Lepidoptera
Lepdoptera (lepidos = sisik; ptera =- sayap), tubuh kecil, dan berukuran besar. Larvanya
disebut “caterpillar” ada 3 pasang kaki (thoraks), 5 pasang kaki semu (proleg) pada abdomen.
Umumnya Lepidoptera bersifat phytophagus (herbivor), terutama larva (ulat) sebagai pemakan
aktif tanaman baik daun, batang, bunga, maupun pucuk, penggerek batang dan buah. Serangga
dewasa kebanyakan pengisap nektar sehingga dapat membantu proses polinasi tumbuhan.
Diketahui ± 100 familia, antara lain famili Cossidae: spesies Xyleutes strix, larvanya penggerek
batang turi (Leguminose), Cousus subfucus (pengerek kulit batang petai), Phragmatoecia
parvipuncta (penggerek batang tebu), Zeuzera coffeae (pengerek batang dan cabang kopi); famili
Plutellidae: Plutella xylostella (ulat pemakan daun kubis); famili Bombycidae: Bombyx mori L.
(ulat sutra pada pohon murbei); famili Noctuidae: Prodenia litura (perusak tanaman palawija),
Heliothis armegera (ulat tongkol jagung); famili Hisperidae: Erionata thrax L. (ulat penggulung
daun pisang); famili Gelechiidae: Sitotroga cereallella (ngengat gabah); famili Yponomeutidae
(Hyponomeutidae): Prays citri Mill. (ulat bunga jeruk), Prays endocapra Meyr. (ulat bisul buah
jeruk), Phyllocnistis citrella Staint (ulat terowongan/penambang daun jeruk); famili
Gelechiidae: Phthorimaea operculella (perusak terung, tomat, tembakau); famili Psychidae (ulat
kantung, membentuk kantung yang tergantung): Mahasena corbetti (ulat gantung kelapa),
Cryptothelea variegata (tanaman kopi, jarak, singkong); famili Pyralidae: mempunyai banyak
jenis yang terkenal sebagai hama pertanian yaitu: Tryporyza incertulas Walker (penggerek
batang padi), Corcyra cephalonica (ngengat beras, tepung jagung, bungkil kelapa, kopra,
buncis), Thagora figurana (ngengat beras hijau), Scirpophaga innotata (penggerek padi putih),
Scirpophaga incertulas (penggerek padi kuning), Chilo suppressalis (pengerek padi bergaris),
Nymphula depunctalis Guen. (penyerang daun padi terutama yang masih muda), Cnaphalocrosis
medinalis Guen. (ulat penggulung daun padi dan jagung), Lamprosema octasema (ulatnya
berkelompok dan pemakan bunga betina pisang, dan menghasilkan kudis pada buah pisang),
Lamprosema indicata (penggulung daun kedelai, kacang tanah, kacang hijau, buncis, kacang
panjang, dan jenis leguminose lainnya), Syllepta derogata (penggulung daun kapas),
Crocidolomia binotalis, sebagai ulat titik tumbuh daun kol, sawi, lobak, dan radish, terutama
daun bagian dalam hingga mencapai titik tumbuh lalu membusuk, Citripestis sagittiferella
penggerek buah jeruk, Philotroctis eutraphera (ulat buah mangga terutama arummanis), Eriella

78
zinckenella ulat penyerang polong kedele, buncis, dan kacang panjang, Omphisa anastomosalis
ulat pengerek batang ubi jalar.

Gambar 6.26. Jenis-Jenis Lepidoptera:A. Aenetus eximia ♂ (Hepialidae); B. Synemon magnifica


(Castniidae); C. Hypochrysops apelles (Lycaenidae); D. Dudgeonea actinias
(Dudgeoneidae); E. Ogrys genoveva ♂ (Lycaenidae); F. Coscinocera Hercules
♂(Saturniidae); G. Cethosia cydippe (Nymphalidae); H. Agape chloropyga (Aganaidae); I.
Alcides zodiaca (Uraniidae); J. Euchromia creusa (Arctiidae); K. Papilio ulysses
(Papilionidae); L. Anisozyga pieroides (Geometridae); M. Hecatesia fenestrata (Noctuidae);
N.Euschemon rafflesia (Hesperiidae).(Naumann, 1991).

d.22. Ordo Hymenoptera


Ordo Hymenoptera termasuk semut, tabuhan/tawon, dan lebah, yang menempati berbagai
habitat, seperti di dalam atau pada permukaan tanah, serasah hutan, dan pada vegetasi.
Kebanyakan hidup secara diurnal maupun krepuskuler. Serangga phytophagus berperan
membantu polinasi pada tumbuhan. Serangga jantan kebanyakan bersifat haploid dan betina
diploid, karena jantan dihasilkan dari reproduksi parthenogenesis. Meskipun beberapa jenis ada
yang bersifat hama, namun kebanyakan mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi dibandingkan
dengan bangsa serangga lain, antara lain sebagai parasit atau predator bagi jenis-jenis serangga

79
hama, sebagai pollinator berbagai jenis tumbuhan, jenis sayuran dan jenis-jenis tanaman
pertanian yang polinasinya sangat tergantung pada serangga Hymenoptera. Ordo Hymenoptera
dikenal ± 100 familia antara lain:
1) Keluarga semut: famili Formicidae, Myrmicidae, Poneridae, Cerapachydae, Dorylidae,
Dolichoderidae, dan famili Leptanillidae;
2) Keluarga tabuhan/tawon: famili Colletidae, Ichneumonidae, Sphecidae, Pompilidae,
Braconidae, Chrysodoidae, Chalcididae, Chalcidoidae, Vespidae, dan famili Vespoidae;
3) Keluarga lebah: famili Apidae, Halictidae, Anthophoridae, Megachilidae, dan famili
Ctenoplectridae.

Gambar 6.27. Struktur tubuh Semut Pekerja: Tetramorium pacificum (Formicidae) (Naumann,
1991).

80
Gambar 6.28. Jenis-jenis Tabuhan famili Vespidae: A.Paragia, sp. .B.Rolandia, sp. C.
Deuterodiscoelius, sp. D. Paralastor, sp. (♂); E. Paralastor, sp. (♀); F.Abispa, sp.
G. Acarozumia amaliae; H. Delta, sp. I. Polistes, sp. (Naumann, 1991).

d.23. Ordo Strepsiptera


Strepsiptera merupakan serangga entomophagus parasitoid, bersifat sexual dimofi, di
mana serangga jantan selalu hidup bebas, sedangkan serangga betina secara permanen
endoparasit, kecuali famili Mengenillidae yang larva betina pada instar terakhir biasanya keluar
dari host lalu membentuk pupa dan berkembang di luar tubuh host menjadi serangga dewasa
betina yang hidup bebas. Strepsiptera mempunyai prothoraks kecil, mesothoraks ada sepasang
sayap kecil yang analogi dengan halter pada Diptera, sayap utama pada metathoraks.
Strepsiptera mempunyai 9 familia: famili Mengenillidae, Mengedae, Corioxenidae,
Bohartillidae, Halictophagidae, Myrmecolacidae, Callipharixenidae, Elenchidae, dan famili
Stylopidae.

81
Gambar 6.29. Jenis-jenis serangga dari Ordo Strepsiptera jantan: A. Mengenilla, sp.
(Mengenillidae); B. Triozocera, sp. (Corioxenidae); C. Myrmecolax, sp. (Myrmecolacidae);
D. Lychnocolax, sp. (Myrmecolacidae); E. Deinelenchus, sp. (Elenchidae); F. Elenchus
varleyi (Elenchidae); G. Hylecthrus, sp. (Stylopidae); H. Pseudoxenos, sp. (Stylopidae);
(Naumann, 1991).

d.24. Ordo Mecoptera


Mecoptera merupakan serangga yang jumlah ordonya paling sedikit, dan mempunyai
sayap depan dan belakang sama baik ukuran maupun bentuk dan membranous. Kebanyakan
hidup pada lhabitat berkelembaban tinggi, sedikit hidup di habitat semi gurun. Ada 9 familia,
yaitu famili Nannochoristidae, Bittacidae, Boreidae, Meropeidae, Eomeropidae,
Apteropanorpidae, Choristidae, Panorpodidae, dan Panorpidae.

82
Gambar 6.30. Jenis Chorista, sp. (Mecoptera: Choristidae) (Naumann, 1991).

d.25. Ordo Siphonaptera


Serangga dewasa tidak bersayap dan berukuran 1- 10 mm panjang (jantan biasanya lebih
lebih kecil dari betina), tubuh ditutupi oleh setae dan spine (semacam durin halus) yang cocok
untuk hidup secara parasit dalam tubuh host. Famili yang dikenal yaitu Pulicidae: spesies
Ctenocephalides felis (kutu kucing) dan Ctenocephalides canis (kutu anjing); Tungidae,
Rhopalopsyllidae, Malacopsyllidae, Vermipsyllidae, dan famili Hystrichopsyllidae.

Gambar 6.31. Ctenocephalides canis (kutu anjing) (Famili Pulicidae)

d.26. Ordo Trichoptera


Trichoptera merupakan serangga yang anggotanya terbanyak hidup pada habitat aquatik.
Serangga betina meletakkan telurnya pada obyek yang muncul ke permukaan atau pada dasar
perairan. Serangga betina biasanya masuk ke dalam air untuk meletakkan telur pada tempat yang

83
cocok. Larva Trichoptera bisa menghasilkan sutra dalam air untuk membangun berbagai bentuk
sarang menetap atau sarang bergerak (ada larva). Ada sepasang sayap subequal (hampir sama)
bila dilipat ke atas berbentuk seperti atap menutupi tubuh bila dalam keadaan istirahat, dan
secara sepintas dilihat mendekati bentuk kupu-kupu. Trichoptera dibedakan atas 38 familia,
antara lain famili Hydrobiosidae, Glossosomatidae, Hydroptillidae, Hyrdopsychidae, Ecnomidae,
Limnephilidae, Calocidae, Kokiriidae, Philorheithridae, Leptoceridae, dan famili
Stenopsychidae.

Gambar 6.32. Jenis-jenis serangga dari ordo Trichoptera: A. Ethochoremabrunneum


(Hydrobiosidae); B.Stenopsychodesaureonigra (Stenopsychidae); C. Asmicredeaedwardsi
(Hyrdopsychidae) (Naumann, 1991).

C. EVALUASI.
1. Jelaskan dasar-dasar taxonomi dan cara penamaan taxon
2. Jelaskan kendala-kendala dalam klasifikasi serangga
3. Jelaskan karakteristik dasar dari tiap-tiap ordo serangga
4. Tuliskan familia dari tiap ordo serangga serta satu contoh spesies
5.Tuliskan jenis-jenis serangga hama dan efek yang ditimbulkan terhadap tanaman

84
D. DAFTAR PUSTAKA.
Borror, D.J. et al. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Terjemahan Partosoedjono,
Yogyakarta.
Gullan, P.J. & Cranston, P.S. 1994. The Insect: An Outline of Entomology. Chapman & Hal,
London.
Harvey, M. S. and Yen A. L. 1987. Worms to Warps: An Illustrated Guide to Australia,s
Terrestrial Invertebrates. Oxford University Press.
Naumann. I. D. 1991. The Insects of Australia: A Text Book For Students and Research
Workers. Second Edition. Volume I dan II. Melbourne University Press. Carlton, Victoria
3053.
Pracaya. 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.

Short, J. R. T. 1963. Introducton to Applied Entomology, Ballantyne & Co. Ltd. London.

85
BAB VII

SERANGGA DAN TUMBUHAN


A. PENDAHULUAN
1. Uraian Singkat
Materi ajar yang disajikan dalam Bab ini yaitu mekanisme interaksi koevolusi antara
serangga dengan tumbuhan, pola pemenfaatan tumbuhan oleh serangga, cara serangga memakan
tumbuhan, serta serangga dan reproduksi tumbuhan.

2. Kompetensi Khusus
Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan mekanisme interaksi koevolusi antara serangga dengan tumbuhan
2. Menjelaskan perbedaan serangga monofag, oligofag, dan serangga polifag
3. Menjelaskan perbedaan lima cara serangga memenfaatkan tumbuhan sebagai makanan
4. Menjelaskan peranan serangga terhadap reproduksi tumbuhan

B. PENYAJIAN MATERI
Serangga dan tumbuhan merupakan komponen ekosistem yang tentunya selalu
berinteraksi, baik secara mutualistik maupun saling merugikan. Secara mutualistik, dapat berupa
interaksi pollinator-tumbuhan, seed predator dan seed dispersal, dan banyak juga jenis serangga
yang berperan sebagai pengatur kesehatan ekologis dalam ekosistem hutan berupa jenis-jenis
serangga dekomposer yang membantu dalam siklus nutrien dalam ekosistem hutan, yaitu dengan
cara dekomposisi serasah pada dasar hutan dan menguraikan kayu-kayu atau pohon-pohon yang
telah mati. Sehingga pada gilirannya nutrien-nutrien yang terkandung dalam serasah atau
tumbuhan yang mati dilepaskan kembali ke ekosistem hutan untuk mengalami daur ulang
selanjutnya. Aktivitas arthropoda juga membawa dampak negatif bagi tumbuhan, yaitu dengan
efek herbivori-nya, serangga herbivor banyak menyebabkan kerusakan daun (defoliasi) pada
berbagai jenis tumbuhan. Seperti pada hutan hujan tropis, arthropoda herbivor telah membawa
dampak pada kerusakan daun berkisar antara 3%-10% pertahun (Lowman, 1987). Demikian
pula hasil penelitian Radho Toly, et al. (2001), melaporkan bahwa kerusakan tahunan pada hutan
Eucalyptus di Australia Barat sebagai efek herbivory insekta, berkisar antara 5%-10%.

1. Interaksi Ko-evolusi Serangga dengan Tumbuhan

86
Interaksi resiprokal selama perjalanan evolusi antara seranga phytophagus (herbivor)
dengan tumbuhan sebagai sumber makanan telah berjalan ratusan juta tahun. Diversitas dan
kompleksitas asosiasi antara serangga herbivor dengan tumbuhan saat ini merupakan hasil dari
proses koevolusi dan koadaptasi yang dipengaruhi oleh perubahan faktor-faktor ekologi baik
fisik maupun biologis. Dapat dikatakan pula, bahwa serangga herbivor sangat berperanan dalam
evolusi tumbuhan, dimana dari efek memakan oleh serangga telah memacu tumbuhan untuk
menghasilkan bermacam-macam cara pertahanan diri baik pertahanan kimia maupun fisika. Cara
mempertahankan diri pada tumbuhan dari tekanan atau efek memakan serangga, antara lain
dengan cara membentuk metabolit sekunder yang berupa senyawa-senyawa biokimia (sering
disebut: allelokhemi atau alkaloida) yang tidak disukai oleh serangga herbivor (mengurangi
palatabilitas atau kelezatan tumbuhan), atau dapat menyebabkan efek toksik pada serangga
pemakan. Tumbuhan dari familia Papaveraceae, Solanaceae, Rubiaceae, dan Amaryllidaceae
dikenal sebagai tumbuhan yang kaya akan senyawa allelokhemi. Selain itu, tumbuhan juga dapat
mempertahankan diri dengan cara mengembangkan sifat-sifat fisik dan morfologi (seperti:
bentuk kulit yang keras, duri, rambut/bulu panjang, dll) yang dapat mengurangi efek memakan
serangga. Sifat pertahanan pada tumbuhan tersebut dibawa oleh gen-gen tertentu, di mana suatu
jenis tumbuhan mempunyai gen-gen ketahanan yang sangat kaya dan bervariasi.
Ketahanan tumbuhan tersebut, di lain pihak akan memperoleh tanggapan balik dari
serangga-serangga herbivor, sehingga melalui seleksi alam akan muncul populasi serangga
herbivor spesies baru dengan sifat baru yang dapat menyesuaikan diri dengan sifat tumbuhan
yang telah memiliki senyawa allelokhemi atau sifat fisik dan morfologi pertahanan. Sehingga
allelokhemi yang semula sebagai senyawa penolak, akan berubah menjadi senayawa penarik,
atau serangga bisa juga hidup dan hanya memakan tanaman tertentu saja (serangga polifag
berubah menjadi serangga monofag). Bahkan serangga lain dapat memenfaatkan senayawa
allelokhemi (toksisitas) tumbuhan yang dimakannya, sebagai zat toksik untuk mempertahankan
dirinya sendiri terhadap pemangsaan hewan lain. Contoh 1: larva/ulat kupu-kupu Danaida
chryssipus (famili Danaidae) yang memakan daun tumbuhan Asclepias curassavica (famili
Asclepiadaceae) yang mengandung senyawa metabolit sekunder “glukosida kardiak”, sehingga
pupa atau kupu-kupu tersebut tubuhnya mengandung “glukosida kardiak” terhindar dari
dampak predasi burung-burung insektivor. Di mana “glukosida kardiak” bila dalam kadar
rendah akan menyebabkan emetik (mual dan muntah-muntah), namun bila dalam kadar tinggi

87
bisa membawa efek letal(mati) pada burung-burung insektivor. Contoh 2: pada mentimun
(famili Cucurbitaceae) mengandung senyawa kukurbitasin (rasa pahit) dalam jaringan daun dan
batang, untuk mempertahankan diri dari tekanan serangga herbivor. Dalam proses ko-evolusi
yang panjang, maka jenis kumbang Diabrotica, sp. (ordo Coleoptera: famili Chrysomelidae)
mampu memakan tanaman yang mengandung senyawa kukurbitasin, karena senyawa
kukurbitasin justru menjadi zat penggairah makanan (feeding excitant). Efek lanjutannya,
kumbang Diabrotica, sp. yang semula bersifat polifag secara evolusioner berubah menjadi
serangga yang monofag.Akibat interaksi koevolusiantara serangga herbivor dengan tumbuhan
inang tersebut, maka saat ini baik di ekosistem alam maupun ekosistem pertanian telah tersedia
sangat banyak gentahan serangga herbivor pada berbagai jenis tumbuhan/tanaman. Sumber daya
genetic tersebut terus dikembangkan oleh para ahli untuk mengembangkan varietas-varietas baru
tanaman pertanian/perkebunan yang resisten terhadap hama dan penyakit.Pola interaksi ko-
evolusi antara tumbuhan dengan serangga herbivor dapat digambarkan melalui skema seperti
pada gambar 7.1 berikut.

Gambar 7.1. Skema Interaksi Ko-evolusi antara Populasi Tumbuhan dengan Populasi
Serangga Herbivor (Kramadibrata, 1996).

2. Pola Pemenfaatan Tumbuhan oleh Serangga


Jenis-jenis serangga herbivor (phytophagus/fitofag) mencapai ¼ dari semua hewan
herbivor makroskopis lainnya. Tiap jenis tumbuhan hijau mempunyai jenis serangga pemakan
yang spesifik. Serangga herbivor dapat memakan jaringan tumbuhan atau mengisap cairan pada
berbagai bagian tumbuhan, meskipun pada berbagai bagian tumbuhan itu bervariasi dalam hal
kandungan nutrient, dan banyak faktor fisik dan kimia pada tumbuhan yang berfungsi sebagai

88
penghalang agar tidak diserang (dimakan) oleh serangga herbivor. Keanekaragaman dan
kelimpahan jenis serangga herbivor yang sangat tinggi, maka dalam piramida ekologi, serangga
herbivor atau merupakan konsumen I yang terletak di antara tumbuhan hijau (produsen primer)
dan hewan-hewan lain yang menempati tingkat trofik yang lebih tinggi.
Serangga herbivor dalam pemenfaatan tumbuhan sebagai makanan, ada yang hanya
memakan 1 (satu) jenis tumbuhan saja, ada pula yang menfaatkan berbagai spesies dari banyak
family tumbuhan sebagai sumber makanan. Sehingga serangga dapat dikelompokkan
berdasarkan banyaknnya jenis tumbuhan yang digunakan sebagai sumber pakan/makanan.
Namun hal penting untuk diketahui yaitu sangat sulit untuk menentukan batas yang jelas dalam
pengelompokan serangga tersebut. Secara umum atas dasar banyaknya spesies tumbuhan yang
dimakan, maka serangga dikelompokkan menjadi: monophagus (monofag) yaitu serangga yang
memakan hanya satu jenis tumbuhan atau memakan jenis-jenis tumbuhan dari genus yang sama;
oligophagus(oligofag) yaitu serangga yang memakan tumbuhan dari beberapa genus tetapi
dalam satu family, tetapi ada juga serangga yang lebih banyak memakan tumbuhan dalam satu
famili (famili yang sama); polyphagus (polifag) yaitu serangga yang memakan banyak jenis
tumbuhan dari famili berbeda atau ordo berbeda.
Serangga monofag merupakan kelompok terbesar dalam serangga herbivor. Misalnya,
kelompok belalang (Orthoptera): Bootettix argentatus adalah monofag pada jenis tumbuhan
semak Creosote; dan belalang jenis Larrea tridentata merupakan belalang yang sangat strictly
monofag di wilayah gurun Amerika Serikat dan Mexico. Banyak jenis Lepidoptera juga
merupakan serangga monofag, terutama kupu-kupu dari genus Heliconius yang ulat-ulatnya
sangat aktif memakan bunga anggur (family Passifloraceae), dan berbagai spesies tumbuhan dari
genus Passiflora. Seperti kupu-kupu jenis Heliconius melpomene, spesifik memakan Passiflora
oerstedii, meskipun pada percobaan di Laboratorium jenis ini masih dapat survive bila diberi
makan jenis lain dari genus Passiflora. Di lain pihak, kupu-kupu jenis Passiflora cydno,
memakan kurang lebih 5 spesies tumbuhan genus Passiflora. Contoh lain serangga monofag
yaitu: serangga penghisap dari jenis Therioaphis maculata (Hemiptera), hanya memakan
tumbuhan alfalfa (Medicago sativa). Demikian pula jenis Chrysolina quadrigemina (Coleoptera)
yang telah digunakan sebagai biological control untuk memusnahkan tanaman pengganggu
(gulma) dari jenis Hypericum perforatum di California. Serangga oligophagus, antara lain
kumbang pemakan kentang di Colorado, yaitu Leptinotarsa decemlineata (Coleoptera), yang

89
memakan 14 jenis kentang dari faimly Solanaceae, dan kebanyakan dari genus Solanum. Ada
juga jenis kumbang Leptinotarsa rubiginosa, yang juga pemakan kentang yaitu 2 spesies kentang
dari genus Physalis dan 2 spesies dari genus Solanum. Serangga oligophagus ada juga yang
memakan sejumlah spesies tumbuhan yang mempunyai karakter yang sama. Misalnya belalang
Locusta migratoria, pemakan berbagai jenis tumbuhan bangsa rumput bahkan ratusan jenis
rumput. Hal ini karena berbagai jenis rumput tersebut mempunyai karakteristik tampilan luar
yang relatif sama. Kadang-kadang serangga memakan berbagai jenis tumbuhan dari family yang
berbeda, karena tumbuhan tersebut mempunyai kandungan zat kimia yang sama.Serangga
polyphagus(serangga polifag), merupakan insekta yang memakan lebih dari satu family
tumbuhan, dan family-family tumbuhan tersebut tidak menampilkan karakter umum yang sama
sebagai penentu untuk dimakan oleh insekta. Misalnya belalang padang gurun, Schistocerca
gregaria, telah diketahui memakan lebih dari 400 spesies tumbuhan, namun diantara 400 spesies
tumbuhan tersebut tidak dikonsumsi dalam jumlah atau volume yang sama. Insekta polyphagus
yang lain, yaitu Aphis fabae, yang diketahui secara reguler hidup dan makan dari 33 genera
tumbuhan, dan kadang-kadang dari 39 genera tumbuhan yang lain. Demikian pula ulat moth
(Lepidoptera) dari jenis Spodoptera littoralis, dikenal sebagai pemakan kapas Mesir. Spesies ini
juga (Spodoptera littoralis) telah dikenal sebagai pemakan lebih dari 100 spesies dari 49 family
tumbuhan di afrika dan wilayah Mediterania.Jenis-jenis serangga polifag sangat berpotensi
dalam merusak jaringan berbagai jenis tumbuhan. Dalam ekosistem, serangga polifag lebih
survived jika ibandingkan dengan serangga-serangga oligofag dan serangga-serangga monofag.
Hal ini terjadi karena serangga polifag mempunyai ketersediaan jenis makanan yang beragam,
sehingga ketika suatu jenis tumbuhan tidak tersedia di alam, maka serangga polifag akan beralih
untuk memakan atau mengkonsumsi jenis tumbuhan yang lain.

3. Cara Serangga Memakan Tumbuhan


Serangga memenfaatkan tumbuhan sebagai sumber makan dengan berbagai cara, yaitu:
a. Menambang (Mining)
Serangga meletakan telurnya dalam jaringan daun, lalu telur berkembang menjadi larva
yang hidup aktif memakan jaringan internal di antara 2 lapisan epidermis (epidermis atas dan
epidermis bawah) daun tumbuhan. Hasil penambangan larva serangga akan terlihat jelas bila
jaringan daun tersebut sudah mati dan meninggalkan alur-alur tambang atau terowongan dan

90
bahkan menghasilkan lubang pada daun. Perkembangan larva terjadi dalam daun, sehingga
meninggalkan material-material ekskresi pada alur tambang yang disebut “frass” yang berwarna
hitam atau coklat. Bentuk terowongan (hasil penambangan), yaitu linier, berkelok-kelok, ada
yang melebar, sebagai akibat perkembangan berbagai jenis larva serangga leaf-miner.
Kerusakan daun akibat penambangan larva, lebih banyak dari 4 ordo serangga (keempatnya
holometabol), yaitu Diptera, Lepidoptera, Coleoptera, dan Hymenoptera, dan leaf-miner yang
paling banyak yaitu lalat dari famili Agromyzidae dan Anthomyiidae (Pegomya hyoscyami) dari
ordo Diptera, famili Gracillariidae, Gelechiidae, Incurvariidae, Lyonetiidae, Nepticulidae, dan
famili Tisheriidae dari ordo Lepidoptera, dan dari ordo Hymenoptera dari famili Tenthredinoidae
(Fenusa pusilla), sedangkan dari ordo Coleoptera yaitu famili Buprestidae, Chrysomelidae, dan
famili Curculionidae. Serangga-serangga leaf-miner dapat menyebabkan kerugian ekonomi
karena menyerang daun muda (foliage) berbagai jenis buah, sayur-sayuran, dan tumbuhan hias di
Amerika Utara, dan daun-daun eucalyptus di Australia. Penambangan oleh larva serangga tidak
hanya pada daun, tetapi juga pada tangkai daun, tangkai bunga, lapisan superficial pada ranting,
cabang, batang pohon, dan pada kulit buah.

Gambar 7.2. Leaf Miners pada berbagai jenis daun tumbuhan: a.linear-bloth mine: Agromyza
aristata (Diptera: Agromyzidae); b. linear mine: Chromatomyia primulae (Diptera:
Agromyzidae); c. linear-bloth mine: Chromatomyia gentianella (Diptera: Agromyzidae); d.
linear mine: Phytomyza senecionis (Diptera: Agromyzidae); e. blotch mine daun apel:
Lyonetia speculella (Lepidoptera: Lyonetiidae); f. linear mine: Phyllocnistis populiella
(lepidoptera: Gracillariidae); g. blotch mine: Perthida glyphopa (Lepidoptera: Incurvariidae)
pada daun jarrah (Eucalyptus marginata) (Gullan & Cranston, 1994).

b. Mengunyah daun (Leaf Chewing)

91
Kerusakan daun akibat aktifitas memakan serangga dengan cara mengunyah dapat
terlihat dengan jelas bila daun kehilangan massa jaringan seperti pada gambar 7.3 berikut.
Kelompok serangga leaf chewing (pengunyah daun) kebanyakan larva dari odro Lepidoptera
(disebut: Caterpillar), Coleoptera, Orthoptera, waps atau keluarga tabuhan (ordo Hymenoptera),
dan sedikit dari ordo Psocoptera..Aktifitas mengunyah bukan hanya pada daun tumbuhan, namun
juga pada akar, ranting dan batang muda, bunga dan buah. Di Australia, kumbang
Anoplognathus, sp. (Coleoptera: Scarabaeidae) yang sering disebut kumbang Christmas
(Christmas beetle) paling banyak menyebabkan kerusakan daun (defoliasi) eucalyptus (kayu
putih). Banyak metode yang digunakan untuk estimasi kerusakan daun (leaf area lost) akibat
leaf-chewing oleh serangga, antara lain secara langsung: pengukuran pada daun (luas total daun
– luas daun utuh x 100%), spot sampling yaitu penandaan ranting untuk koleksi daun-daun yang
rusak; secara tidak langsung: dengan cara mengukur produksi frass atau faeces serangga.

Gambar 7.3. Leaf-chewing oleh Christmas beetles: Anoplognathus, sp. (Coleoptera:


Scarabaeidae) pada daun eucalyptus (Gullan & Cranston, 1994).

c. Pemboran (Boring)
Salah satu cara memperoleh makan pada tumbuhan oleh serangga yaitu dengan cara
membor, dapat terjadi pada tumbuhan atau bagian tumbuhan yang sudah mati (serangga saprofit)
maupun pada tumbuhan hidup. Pembahasan hanya pada tumbuhan hidup, di mana larva serangga
memakan pada pucuk/tunas, buah, biji, polong/kacang, akar, cabang, dan batang atau kayu.
Serangga pembor termasuk jenis tabuhan dari genus Cephus (Hymenoptera: Cephidae) dan larva
kupu-kupu Ostrinia nubilalis (Lepidoptera: Pyralidae). Serangga pembor kayu terbanyak yaitu
dari bangsa kumbang (ordo Coleoptera): familia Cerambycidae dan Curculionoidae. Hasil

92
reproduksi beberapa jenis tumbuhan seperti buah, biji, dan polong banyak mengalami kerusakan
akibat pemboran oleh jenis-jenis seranggapembor. Seperti pembor buah apel, oleh Rhagoletis
pomonella (Diptera: Tephritidae) dan Cydia pomonella (Lepidoptera: Tortricidae), dan pembor
tongkol jagung muda yaitu Ostrinia nubilalis (Lepidoptera: Pyralidae) (lihat gambar 7.4).
Demikian pula larva kumbang penggerek Conotrachelus nenuphar dari Coleoptera banyak
menggerek hasil panen buah atau biji dan polong/kacang yang disimpan pada tempat
penyimpanan (gudang/lumbung).

Gambar 7.4. Larva Pembor tongkol jagung muda (a)Oetrinianubilalis (Lepidoptera: Pyralidae);
dan buah apel (b)Cydia pomonella (Lepidoptera: Tortricidae) (Gullan & Cranston, 1994).

d. Mengisap cairan tumbuhan (Sap Sucking)


Serangga sap-sucking kebanyakan dari ordo Hemiptera, karena tipe mulut Hemiptera
menusuk-mengisap yang terbentuk dari labrum dan labium, lalu membentuk styletmandibula
dan stylet maksila yang panjang. Stylet mengandung saluran yang menginjeksikan saliva
serangga ke dalam jaringan tumbuhan, kemudian cairan jaringan tumbuhan atau juice/jus disedot
masuk ke saluran pencernaan serangga. Bagian jaringan tumbuhan sebagai tempat untuk
menusuk dan mengisap cairan yaitu jaringan palisade dan spons pada daun tumbuhan untuk
menyedot cairan intraseluler (ruang antar sel) dan cairan interseluler (dalam sel), jaringan
parenkhim, floem, xylem, dll. Gejala atau kerusakan pada tumbuhan sebagai akibat aktifitas sap-
sucking serangga yaitu terjadi nekrose, bercak-bercak pucat, daun menjadi keriting. Hal ini
sebagai akibat cairan jaringan tersedot dan toxic saliva yang diinjeksikan ke dalam jaringan, dan

93
juga dapat mentransmisikan penyakit seperti virus bila serangga pindah dari satu pohon ke pohon
lain sambil menyebarkan virus, akibatnya terjadi distorsi atau pertumbuhan abnormal pada
tumbuhan yang disebut “gall” berupa kantung-kantung atau bisul-bisul pada tumbuhan,
tumbuhan menjadi layu, dan menghambat pertumbuhan tunas dan pucuk tumbuhan. Ordo
Thysanoptera, Diptera, dan Hymenoptera juga termasuk kelompok serangga sap-sucking.

Gambar 7.5 . Penetrasi Stylet ke dalam jaringan tumbuhan (a&c) dan Irisan transversal pada
daun Eucalyptus(b) (Gullan & Cranston, 1994).

e. Pembentukan gall (Gall Forming)


Aktifitas herbivory serangga dapat menyebabkan abnormalitas morfologi pada organ-organ
tumbuhan, berupa terbentuknya bisul-bisul atau kantung-kantung abnormal yang disebut gall.
Secara umum gall didefenisikan sebagai perubahan patologis yang terjadi pada sel, jaringan, atau

94
organ-organ tumbuhan dalam bentuk hypertrophy (peningkatan ukuran sel atau sel membesar),
hyperplasia (peningkatan jumlah sel) sebagai akibat dari stimulasi organisme asing. Beberapa
gall dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, cacing nematoda, namun lebih banyak oleh
serangga (ada 13.000 spesies serangga sebagai gall formers). Ilmu yang mempelajari tentang
gall pada tumbuhan disebut “Cecidology”, sehingga penyebab gall (gall formers) dari hewan
berupa serangga dan nematoda disebut “Cecidozoa”. Pembentukan gall hanya terjadi pada
jaringan-jaringan meristematis tumbuhan seperti pada pucuk, tunas, daun muda, bunga, batang
muda, dan ujung akar. Telah diidentifikasi macam-macam gall formation pada tumbuhan yang
disebabkan olehserangga, yaitu:
1. Covering galls: serangga tertutup dalam lipatan gall, baik dengan salah satu ujung terbuka
(ostiole) ke luar (gbr. 7.6. a dan b), atau tanpa ostiole (gbr. 7.6 c).
2. Filz galls: dicirikan oleh terbentuknya rambut-rambut epidermis (gbr. 7.6 d).
3. Roll and fold galls: pertumbuhan diferensiasi pada daun, tunas, pucuk, ranting, atau batang
yang membentuk gulungan dan terpilin/bergelombang (gbr. 7.6 e).
4. Pouch galls atau kantung gall: berbentuk tonjolan/benjol atau kantung pada tepi atau
permukaan helai daun (gbr. 7.6 f).
5. Mark galls: serangga meletakkan telur pada batang atau daun, lalu larva mengalami
metamorfosis menjadi serangga dewasa, dan meniggalkan tanda/bekas berupa tonjolan pada
batang atau daun (gbr. 7.6 g).
6. Pit galls: bintil-bintil tonjolan daging daun atau organ lain yang berbetuk pilinanan atau
bergelombang.
7. Bud and rosette galls: pembesaran yang terjadi pada pucuk, tunas, dan kadang-kadang berupa
multiplikasi pada daun muda, yang bentuknya menyerupai susunan buah cemara.

95
Gambar 7.6. Macam-macam bentuk gall pada tumbuhan (Gullan & Cranston, 1994).

4. Serangga dan Reproduksi Tumbuhan


a. Polinasi
Salah satu sisi equlibrium dalam ekosisitem hutan, yaitu pola “interaksi tumbuhan-
serangga” atau “interakasi tumbuhan-polinator” (hubungan mutualisme), di mana jenis
serangga (polinator) mengunjungi bunga untuk memperoleh makanan (polen dan nektar),
sementara serangga (polinator) bisa membawa polen dari satu bunga ke bungan lain, sehingga
terjadi polinasi (penyerbukan). Ada begitu banyak jenis pohon atau tumbuhan, yang proses
penyerbukannya sangat tergantung pada berbagai jenis serangga, sehingga dapat dibayangkan,
bahwa bila tanpa keberadaan serangga polinator, maka tidak akan terjadi proses re-vegetasi
alami di hutan, sehingga keanekaragaman hayati vegetasi hutan (Forest Biodiversity) tidak bisa
terjadi. Proses polinasi pada bunga tumbuhan membutuhkan serangga (Entomophily atau
Entomogami) dan angin (Anemophilyatau Anemogami). Entomophily lebih efisien dari pada
anemophily karena: efisiensi pemenfaat pollen agar tidak hilang percuma, dan memaksimalkan
polinasi dimana pollen tumbuhan dari suatu kawasan bisa dibawa oleh serangga ke kawasan lain
untuk polinasi. Keuntungan lain bagi tumbuhan, yaitu setiap atau beberapa spesies saja
tumbuhan mempunyai spesies serangga pollinator yang spesifik.

96
Serangga pollinator kebanyakan dari jenis kumbang (Coleoptera), berbagai jenis lalat
(Diptera), tabuhan, lebah dan beberapa jenis semut (Hymenoptera), kupu-kupu dan ngengat
(Lepidoptera), dan beberapa jenis dari ordo Thysanoptera. Serangga-serangga tersebut
mengunjungi bunga untuk meperoleh nectaratau pollen. Dalam cairan nectar terlarut gula
(glukosa, fruktosa, dan sukrosa), sedangkan pollen mengandung protein dalam konsentrasi
tinggi, juga mengandung gula, starch (zat tepung), lemak, vitamin, dan garam inorganik.
Ketertarikan serangga mengunjungi bunga bisa dipengaruhi oleh tampilan atraktif bunga seperti
warna dan aroma bunga, dan kadang-kadang juga bentuk bunga yang sama persis dengan bentuk
serangga betina (insect-mimicking flower), sehingga serangga jantan mengawini bunga tersebut
(pseudocopulate). Pseudocopulasi ini sering ditemukan pada jenis tabuhan dari famili Tiphiidae
(Hymenoptera) dan beberapa jenis lebah, namun jarang terjadi pada semut.
Polinasi dengan perantaraan kumbang (Coleoptera) disebut “Cantharophily” merupakan
bentuk “insect pollination” yang paling tua, di mana kumbang mengujungi bunga untuk
mendapatkan pollen, dan bunga yang dikunjungi biasanya berwarna putih atau warna yang tidak
mencolok, berbau tajam, dan bunga berbentuk mangkuk atau piring. Sedangkan polinasi oleh
lalat (Diptera) disebut “Myophily”, yang kebanyakan mengunjungi bungan untuk mengambil
nectar, meskipun ada lalat dari famili Syrphidae lebih memakan pollen dari pada nectar. Bunga
yang dikunjungi bangsa lalat biasanya berbau tajam.
Banyak jenis dari ordo Hymenoptera (tabuhan, lebah, dan sedikit semut) mengunjungi
bunga untuk memperoleh pollen dan nectar. Polinasi yang dilakukan dengan perantaraan tabuhan
disebut “sphecophily”, polinasi oleh lebah disebut “melittophily”, sedangkan polinasi oleh semut
(famili Formicidae) disebut “myrmecophily”. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang polinasinya
oleh jenis semut. Sedangkan lebah merupakan serangga pollinator yang paling penting dan
banyak, lebih dari 20.000 spesies lebah merupakan serangga pollinator.
Lebah mengoleksi pollen dan nectar secara khusus untuk lebah ratu dan larva yang ada
pada sarang. Karakter bunga yang dikunjungi oleh lebah antara lain berwarna cemerlang seperti
kuning dan biru, bunga beraroma menarik (sweet-smelling) dengan petunjuk keberadaan nectar
(nectar guide-line) yang ada pada petal (mahkota bunga). Polinator utama yaitu lebah madu atau
honey bee (Apis mellifera) dari famili Apididae. Bunga yang polinasi yang dibantu oleh kupu-
kupu dan moths/ngengat (Lepidoptera) selalu berbentuk tabung dan berbau harum.

97
Polinasi oleh moths/ngengat disebut “phalaenophily”, dimana serangga ini selalu
berasosiasi dengan bunga berwarna cerah dan bunga yang biasanya mekar pada malam hari
(nocturnal anthesis) atau bunga yang mekar pada pagi hari atau sore hari (crepuscular anthesis).
Polinasi oleh kupu-kupu disebut “psychophily”, yang tipe bunganya berwarna merah, kuning,
biru cerah yang mekarnya pada siang hari (diurnal anthesis).

Gambar 7.7. Anatomi dan polinasi pada bunga teh, Leptospermum, sp. (famili Myrtaceae): a.
Diagram dengan bagian-bagian bunga; b. Kumbang permata, Stigmodera, sp.
(Coleoptera: Buprestidae) mengambil makan pada bunga (Gullan & Cranston, 1994).

b. Dispersal Biji dan Domatia


Biji tumbuhan mengandung nutrien dengan konsentrasi tinggi dibandingkan konsentrasi
nutrien pada jaringan lain. Jenis serangga spesialis pemakan biji kebanyakan dari ordo
Coleoptera, dan banyak jenis semut (Hymenoptera) sebagai pemanen biji. Semut berperanan
dalam membantu persebaran (dispersi) biji-biji tumbuhan di hutan, dan ada biji yang
dikumpulkan pada sarang semut sehingga membantu mempercepat proses germinasi biji.
Penyebaran biji dengan perantaraan semut disebut “myrmecochory”, dimana penyebaran biji di

98
hutan terjadi pada saat diangkut oleh semut lalu by accident biji terlepas dari semut pada
beberapa situs di hutan. Untuk menjaga keberlanjutan reproduksi atau perkembangan, tumbuhan
melindungi biji dari efek dimakan oleh serangga dengan cara membentuk lapisan keras pada biji
atau dalam biji mengandung senyawa toxic (allelokhemi), atau tumbuhan menghasilkan banyak
biji.
Semut juga berinteraksi dengan tumbuhan yang disebut domatia. Di mana domatia atau
“rumah kecil” berupa batang lunak, ranting, tangkai daun, atau duri pada tumbahan yang
digunakan oleh semut untuk memperoleh makanan atau sebagai situs untuk bersarang.
Tumbuhan yang mempunyai domatia sejati disebut “tumbuhan semut” atau “myrmecophytes”.
Menfaat interaksi dengan tumbuhan bagi semut, yaitu sebagai tempat meletakkan sarang dan
tempat mengambil dan menyimpan makanan. Makanan semut dapat secara langsung diperoleh
pada tumbuhan tersebut berupa Extra Floral Nectarines (EFN) adalah kelenjar tumbuhan yang
memproduksi sekresi gula (sugary secretion) bisa juga mengandung asam amino yang sangat
atraktif, sehingga dikonsumsi oleh semut sebagai makanan, dan food body yang adalah nodul
nutrisi pada daun atau batang pada tumbuhan domatia, yang kebanyakan pada jenis tumbuhan
akasia. Semut juga secara tidak langsung memperoleh makanan berupa “honeydew-excreting”
yang dihasilkan oleh serangga lain dari sub ordo Homoptera (ordo Hemiptera) yang hidup dalam
domatia. Peristiwa di mana semut memakan tumbuhan disebut “Myrmecotrophy”.

C. EVALUASI.
1. Jelaskan mekanisme interaksi koevolusi antara serangga dengan tumbuhan
2. Jelaskan perbedaan serangga monofag, oligofag, dan serangga polifag
3. Jelaskan perbedaan lima cara serangga memenfaatkan tumbuhan sebagai makanan
4. Jelaskan macam-macam peranan serangga terhadap reproduksi pada tumbuhan

D. DAFTAR PUSTAKA.
Gullan, P.J. and Cranston, P.S. 1994. The Insect: An Outline of Entomology. Chapman & Hal,
London. Hal.
Lowman, M. D. 1987. The impact of defoliating insects on the growth of eucalypt saplings.
Australian Journal of E cology 12, 175 – 181.
Radho Toly S. Majer, J. D, Yates, C. 2001. Impact of Fire on Leaf Nutriens, Arthropod Fauna
and Herbivory of Native and Exotic Eucalypts in Kings Park, Perth, Western Australia.
Journal of Austral Ecology 5, 500-506.

99
BAB VIII

SERANGGA PERTANIAN

A. PENDAHULUAN
1. Uraian Singkat
Materi ajar yang disajikan dalam Bab ini yaitu ekosistem pertanian atau Agroekosistem,
tinjauan umum serangga hama, pengelompokkan serangga hama, dan pengamatan serangga
hama.

2. Kompetensi Khusus
Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan perbedaan antara ekosistem alamiah dengan ekosistem pertanian.
2. Menjelaskan keragaman serangga berdasarkan spesifikasi sifat popualsi
4. Menjelaskan cara yang harus dilakukan bila ada kekayaan komunitas serangga hama
5. Menentukan dasar pengelompokkan serangga dalam agroekosistem
6. Menenjelaskan perbedaan macam-macam serangga hama dalam agroekosistem

B. PENYAJIAN MATERI
Ekosistem pertanian atau agroekosistem merupakan salah satu bentuk ekosistem binaan
manusia yang perkembangan dan pemenfaatannya bertujuan menghasilkan produksi pertanian
guna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Agroekosistem berbeda dengan ekosistem alami,
yaitu: 1) dalam agroekosistem ada subsidi materi, energi, dan air yang dibawa oleh manusia dari
luar ekosistem (pupuk/unsur hara, insektisida, dan lain-lain) untuk memperoleh produktivitas
biomasa yang tinggi sesuai kebutuhan manusia; 2) agroekosistem tidak memiliki kontinuitas
temporal (waktu), di mana keberadaan ekosistemnya dalam waktu terbatas sesuai perubahan
iklim mikro, sehingga manusia dapat mengubah ekosistem pertanian sesuai iklim dan kebutuhan
manusia; 3) struktur agroekosistem didominasi oleh jenis tanaman tertentu, yang dipilih dan
dimasukkan oleh manusia dari luar ekosistem dengan alasan produktivitas dan harga; 4)
agroekosistem sangat sederhana, biodiversitas rendah, sehingga tidak stabil (sering terjadi
letusan hama, penyakit, dan gulma).Dalam agroekosistem, tumbuhan/tanaman menempati aras
trofik pertama sebagai produsen. Sedangkan serangga herbivor dan hewan herbivor lainnya
menempati aras trofik kedua atau sebagai konsumen pertama. Sedangkan hewan atau serangga

100
karnivor yang memakan hewan atau serangga herbivor, berupa predator dan parasitoid
menempati aras trofik ketiga atau konsumen kedua.

1. Tinjauan Umum Serangga Hama


Umumnya keberadaan herbivor yang memakan tanaman budidaya dalam ekosistem
pertanian tidak dikehendaki, karena berakibat pada kerusakan tanaman dan membawa dampak
lanjutan berupa kerugian bagi manusia (biasanya dalam kalkulasi biaya produksi dan
keuntungan produksi = ekonomi pertanian). Herbivor yang merugikan dalam agroekosistem ini
disebut hama. Sehingga “hama” merupakan istilah yang berorientasi pada kepentingan manusia
atau istilah antropogenik bukan istilah ekologik. Sehingga dapat dipahami, bahwa tidak semua
herbivor dalam agroekosistem merupakan hama.
Hama dalam ekosistem pertanian selalu hidup bersama manusia, dan hama terus
melaksanakan fungsi kehidupna berupa makan dan berkembang biak. Sebagai bagian dari
ekosistem, hama juga berperanan dalam menjaga stabilitas ekosistem. Sehingga setiap tindakan
manusia untuk mengendalikan hama, tidak hanya mempengaruhi kehidupan hama, tetapi juga
mempengaruhi keseluruhan ekosistem. Populasi hama meningkat dan menjadi sangat tinggi,
karena ketersediaan makanan hama yang sesuai, sebagai akibat dari kegiatan manusia dalam
membudidayakan tanaman tertentu pada areal yang luas dan dilakukan secara terus menerus.
Sehingga manusia diharapkan untuk hidup berkoeksistensi dengan semua organisme dalam
ekosistem pertanian termasuk kelompok organisme sebagai hama. Dengan demikian, tujuan
pengelolaan hama adalah mengelola ekosistem sedemikian rupa sehingga keberadaan hama tidak
berdampak pada kerugian yang besar bagi manusia, hal ini dikenal dengan Pengelolaan Hama
Terpadu.
Komunitas serangga dalam agroekosistem tersusun atas banyak jenis/spesies, dan
masing-masing jenis serangga menampilkan sifat populasi yang spesifik. Sehingga tidak semua
serangga dalam agroekosistem bersifat hama. Ada serangga polinator yang membantu
penyerbukan tanaman pertanian, serangga dekomposer yang berperan sebagai pengurai sisa-sisa
bahan organik yang sangat bermefaat, dan juga ada serangga karnivor (predator & parasitoid)
yang merupakan musuh alami bagi serangga-serangga hama yang bermenfaat dalam
pengendalian alami terhadap populasi serangga hama. Hal ini menggambarkan, bahwa jenis-jenis
serangga yang banyak dijumpai pada suatu ekosistem pertanian, bukan merupakan indikator

101
bahwa ada bahaya terhadap produktivitas pertanian (ledakan hama). Justru bila dalam suatu
ekosistem pertanian terdapat komunitas serangga yang sangat kaya, merupakan indicator yang
baik bagi kestabilan populasi serangga hama, sehingga tidak membahayakan ekonomi pertanian.
Cara bijak yang harus dilakukan bila ada kekayaan komunitas serangga pada sutau
ekosistem pertanian, yaitu mengoleksi atau mengumpulkan sampel-sampel berbagai jenis
serangga, lalu diidentifikasi untuk mengelompokkan menjadi: kelompok serangga hama dan
kelompok yang bukan serangga hama. Berikt ini adala pengelompokan serangga hama:
1. Pengelompokkan serangga hama berdasarkan jenis tanaman target: misalnya hama padi, hama
jagung, hama kopi, hama kelapa, hama fanili, hama cengkeh, hama berbagai jenis kacang, dll;
2. Pengelompokkan berdasarkan relung serang: untuk masing-masing jenis tanaman target
dikelompokkan lagi berdasarkan bagian tanaman yang diserang, misalnya serangga hama padi
ada yang hama batang padi, hama daun padi, hama gabah muda padi, hama akar padi, dll;
3. Pengelompokkan serangga hama berdasarkan kisaran bahaya yang diakibatkan.

Pengelompokkan yang ke-3 ini sering digunakan, dengan macam-macam hama sebagai
berikut:
a. Hama Utama atau Hama Kunci: adalah satu atau beberapa jenis serangga hama yang dalam
kurun waktu lama (sekitar 5 tahun), selalu merusakkan tanaman pertanian pada suatu daerah
yang luas dengan intensitas serangan yang berat. Hama ini dapat mengakibatkan kerugian
ekonomi yang besar bagi petani, maka dibutuhkan usaha pengendalian yang intensif.
b. Hama Minor (Occasional Pests): adalah jenis-jenis hama yang relatif kurang penting, karena
kerusakan dan kerugian yang diakibatkan masih dapat ditolerir baik oleh tanaman maupun
oleh petani. Hama ini disebut pula Hama Kadangkala, perlu dikendalikan agar tidak terjadi
letusan populasi menjadi hama utama. Banyak faktor lingnkungan yang memici hama minor
berubah menjadi hama utama atau sebaliknya. Apa saja faktor lingkungan tersebut?,
diskusikan!.
c. Hama Potensial: adalah sebagain besar serangga herbivor pada suatu agroekosistem yang
berkompetisi untuk memperoleh makanan, dan tidak mengakibatkan kerugian berarti bagi
pengelolaan agroekosistem yang normal. Tetapi serangga ini mempunyai kedudukan tertentu
dalam rantai makanan di alam, maka tentunya mempunyai potensi menjadi hama yang

102
membahayakan, di mana bisa terjadi ledakan populasi menjadi hama bila cara pengeloaan
agroekosistem yang slah oleh manusia. Berikan contoh!.
d. Hama Migran: adalah jenis serangga hama yang tidak berasal dari agroekosistem setempat,
namun merupakan pendatang/migran dari daerah lain yang diakibatkan selain oleh sifatnya
yang berpindah-pindah, namun karena ada gangguan ekologis di daerah asalnya. Kerusakan
tanaman pertanian hanya dalam waktu relatif singkat, karena hama ini akan segera pidah ke
daerah lain. Hama migran ini antara lain belalang kembara (Locus migratoria).
e. Hama Sekunderatau HamaSporadis: adalah jenis serangga hama yang dapat dikendalikan
oleh musuh alaminya bila dalam kondisi ekologis yang normal, sehingga tidak
membahayakan. Kelompok hama ini berpotensi menjadi berbahaya/merugikan (populasi
meningkat) bila populasi musuh alaminya berkurang oleh faktor-faktor tertentu. Beberapa ahli
mengelompokkan hama sekunder ini sebagai hama minor. Contoh: hama wereng batang padi
atau wereng coklat Nilaparvata lugens (Hemiptera: Delphacidae), sebelum tahun 1970
sebagai hama potensial, setelah tahun 1970 menjadi hama utama padi karena adanya
perubahan pola tanam padi pada petani di Indonesia. Setelah itu mulai tahun 1990 digerakkan
PHT secara Nasional, maka hama wereng ini berubah menjadi hama minor padi sampai saat
ini.

2. Pengamatan Serangga Hama


Usaha yang dilakulan untuk pengendalian serangga hama pertanian membutuhkan biaya
cukup banyak. Sehingga dibutuhkan kecermatan perhitungan antara biaya (cost) yang
dikeluarkan untuk pengendalian hama dengan menfaat (benefit) atau total keuntungan dari hasil
pertanian. Sehingga dikenal dengan Ambang Ekonomi (Economical threshold) dan Ambang
Luka Ekonomi (Economical Injury Threshold).Ambang Ekonomi (AE) lebih menekankan
pada aspek pengambilan keputusan kapan dan di mana harus menggunakan insektsida agar
tindakan tersebut efektif menurunkan populasi serangga hama. Sedangkan Ambang Luka
Ekonomi (ALE) lebih menekankan pada aspek perhitungan ekonomi, biaya, menfaat atau
untung rugi dari tindakan pengendalian serangga hama dengan menggunakan insektisida. Bila
salah hitung, maka paling tinggi seorang petani tidak mendapat keuntungan, tidak rugi, hanya
bisa kembali modal (Break even Point) atau titik impas, atau biaya yang dikeluarkan = hasil yang
diterima dari usaha pertanian, atau nilai Menfaat = nilai Biaya (B/C= 1).Sampel atau contoh

103
dalam pengertian statistik merupakan bagian suatu populasi atau universum. Populasi hama pada
suatu tempat merupakan seluruh individu hama yang ada di tempat tersebut pada suatu waktu.
Sasaran program pengamatan adalah menghitung jumlah seluruh individu dari suatu populasi
serangga hama secara tepat. Tetapi untuk menghitung semua individu sangat sulit atau tidak
mungkin dilaksanakan.
Dalam praktek pengamatan petugas pengamat hanya mengamati sebagian kecil anggota
populasi yang berupa sampel. Karena itu sebelum melakukan pengamatan para petugas
pengamat harus melakukan pengambilan sampel atau sampling. Dari data sampel dapat diduga
sifat-sifat populasi termaksud jumlah individu dalam populasi. Permasalahan penting yang
dihadapi dalam setiap pengambilan sampel adalah menentukan jumlah unit sampel yang tepat
untuk dapat mewakili keseluruhan anggota populasi. Apabila penentuan anggota sampel tidak
benar, data sampel tidak dapat digunakan untuk menduga sifat populasi dengan tingkat
ketetapan dan ketelitian tinggi. Dengan demikian kesimpulan yang diambil menjadi kurang tepat
serta tidak sesuai dengan sifat populasi sesungguhnya. Contoh: apabila dari analisis data sampel
disimpulkan bahwa populasi hama telah melampai Ambang Ekonomi, atau kepadatan populasi
serangga hama sudah perlu diadakan tindakan pengendalian untuk mencegah terjadinya
peningkatan populasi berikutnya. Padahal sebenarnya tidak demikian, maka tindakan
pengendalian kimiawi yang direkomendasikan kurang tepat dan tidak perlu, sehingga mungkin
memboroskan biaya pengendalian. Sebaliknya dapat terjadi apabila data populasi hama di
lapangan sudah melampaui AE, namun analisis data sampel menyimpulkan bahwa populasi
hama belum melampaui AE sehingga belum perlu dikendalikan. Keputusan yang kurang tepat ini
dapat mengakibatkan kerugian besar karena hama mungkin sudah merusak tanaman.Proses
pengambilan sampel dan monitoring memerlukan teknik yang beragam tergantung pada jenis
tanaman , jenis hama, atau organisme lain yang diamati.
Ada dua syarat yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik pengamatan dan
pengambilan sampel, yaitu praktis dan dapat dipercaya. Praktis, berarti metode pengamatan
yang dilakukan sederhana, mudah dikerjakan dan tidak memerlukan peralatann dan bahan yang
mahal, dan sedapat mungkin tidak mengambil waktu lama. Dapat dipercaya berarti metode
tersebut akan menghasilkan data yang dapat mewakili atau menggambarkan secara benar tentang
sifat populasi sesungguhnya.

104
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel, yaitu:
a. Keadaan Lingkungan
Perlu memperhatikan keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku sebaran
serangga. Perilaku serangga dan aktifitas serangga sangat beragam, ada serangga nocturnal,
diurnal dan ada pula serangga yang aktif pada pagi dan sere hari saja. Untuk mengurangi bias,
maka pengamatan harus dilakukan sesuai dengan waktu aktif serangga. Ada beberapa serangga
yang aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh waktu dalam satu hari sehingga waktu pengamatan
tidak perlu disesuaikan. Banyak keadaan lingkungan lain seperti curah hujan, kebasahan, suhu,
tanah dan juga cara bercocok tamnam yang mungkin berpengaruh terhadap aktifitas serangga.
b. Sifat Sebaran Spasial Serangga
Sebelum pengambilan sampel, pola sebaran/distribusi serangga di lapangan harus
diketahui. Kadang pengamat menganggap bahwa serangga tersebar secara merata di seluruh
daerah atau petak pengamatan. Sehingga jumlah unit sampel yang diamati cukup sedikit karena
sudah dianggap dapat menggambarkan sifat populasi di seluruh lapangan. Padahal kenyataan di
lapangan menunjukan bahwa kecenderungan sebaran serangga bersifat mengelompok atau
bergerombol. Setiap jenis serangga mepunyai sifat sebaran khas yang dipengaruhi oleh sifat
biologi serangga, jenis habitat, dan faktor-faktor lingkungan. Seringkali sifat sebaran spesies
serangga tidak tetap, tergantung pada banyak faktor termasuk kepadatan populasi. Banyak
serangga yang dalam keadaan populasi rendah sebarannya random, tetapi pada populasi tinggi
sebarannya berubah menjadi mengelompok. Untuk mengetahui sifat dan dinamika sebaran suatu
spesies serangga perlu diadakan penelitian khusus. Sifat sebaran serangga perlu diketahui
sebelumnya karena akan digunakan untuk menentukan besar ukuran dan bentuk unit sampel,
frekfensi pengamatan, ukuran sampel, dan lain-lainnya.

D. EVALUASI
1. Menjelaskan perbedaan antara ekosistem alamiah dengan ekosistem pertanian.
2. Menjelaskan keragaman serangga berdasarkan spesifikasi sifat popualsi
3. Menjelaskan cara yang harus dilakukan bila ada kekayaan komunitas serangga hama
4. Menentukan dasar pengelompokkan serangga dalam agroekosistem
5. Menenjelaskan perbedaan macam-macam serangga hama dalam agroekosistem

105
E. DAFTAR PUSTAKA

Gullan, P.J. and Cranston, P.S. 1994.The Insect: An Outline of Entomology. Chapman& Hal,
London.Hal.
Harahap, I. S. dan Budi Tjahyono.1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Padi. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Harvey, M. S. and Yen A. L. 1987. Worms to Warps: An Illustrated Guide to Australia’s
Terrestrial Invertebrates. Oxford University Press.
Jumar. 2000. Entomolgi Pertanian. P.T. Rineka Cipta. Jakarta.
Michael, P. 1984. Ecological Methods for Field and Laboratory Investigations. Tata McGraw-
Hill Publishing Company. New Delhi.
Naumann. I. D. 1991. The Insects of Australia: A Text Book For Students and Research Workers.
Second Edition.Volume I dan II.Melbourne University Press. Carlton, Victoria 3053.
Pracaya. 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Untung, K. 2006. Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Woods. W. et al. 1990. Insect and Allied Pests of Extensive Farming.Department of Agriculture,
Westren Australia Plant Protection Society.Perth-Australia.

106

Anda mungkin juga menyukai