Anda di halaman 1dari 32

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keanekaragaman satwa liar Indonesia sangat beragam sehubungan dengan

variasi keadaan tanah, letak geografi, dan keadaan iklim. Hal ini ditambah pula

dengan keanekaragaman tumbuhan sebagai habitat satwa. Indonesia sebagai salah

satu negara yang memiliki hutan tropika yang sangat luas dan merupakan gudang

keanekaragaman biologis yang penting di dunia, karena didalamnya terdapat

sumber daya alam hayati lebih dari 25 ribu jenis tumbuhan berbunga dan 400 ribu

jenis satwa daratan serta berbagai perairan yang belum banyak diketahui

(Departemen Kehutanan, 1991).

Primata merupakan salah satu jenis satwa liar yang sangat menarik untuk

diamati dan diteliti. Dari 250 jenis primata tersebar di seluruh dunia, 35 jenis

primata tersebut tidak ditemukan dimanapun di dunia. Satwa–satwa saat ini

terancam punah karena habitatnya menyempit sebagai akibat aktivitas manusia

antara lain, perburuan liar, dan penebangan hutan secara besar – besaran tanpa

memperhatikan azas kelestarian. Untuk mempertahankan hidupnya, satwa liar

membutuhkan keseimbangan ekosistem (Departemen Kehutanan, 1991).

Selat Nusa adalah pulau yang berada di Sungai Kahayan tepatnya di desa

Nusa Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau Kalimatan Tengah. Selat

Nusa memiliki luas ± 600 Ha. Sampai saat ini, data tentang potensi dan struktur

populasi khususnya Monyet ekor panjang serta dampak dari keberadaan Monyet

ekor panjang terhadap kehidupan masyarakat di sekitar khususnya masyarakat

desa Nusa masih terbatas.


2

Tindakan – tindakan nyata yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi

terhadap peningkatan ataupun penurunan kualitas dan kuantitas populasi satwa

liar yaitu berupa tindakan pelestarian dan kegiatan inventarisasi atau pengukuran

tingkat keanekaragaman dan populasi Monyet ekor panjang. Dengan demikian

penelitian terhadap potensi dan struktur populasinya menjadi sangat penting

untuk menunjang konservasi, terutama yang berkaitan dengan perlindungan dan

pelestarian serta kontrol terhadap populasi Monyet ekor panjang. Berdasarkan

kenyataan tersebut, maka dirasakan perlu untuk melakukan penelitian terhadap

populasi Monyet ekor panjang yang ada di Selat Nusa Desa Nusa Kecamatan

Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Monyet ekor panjang

(Macaca fascacularis) di Selat Nusa Desa Nusa Kecamatan Jabiren Raya

Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah.

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan

informasi yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menunjang pengelolaan dan pelestarian satwa liar khususnya Monyet ekor

panjang (Macaca fascacularis) di Selat Nusa Desa Tumbang Nusa Kecamatan

Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah.


3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

Monyet ekor panjang memiliki warna bulu coklat keabu – abuan ke warna

coklat kemerah – merahan. Warna muka abu – abu kecoklatan dengan jambang

pipi, mata mengarah ke depan, hidung pesek/kempes, lubang hidung sempit dan

berdekatan. Monyet ekor panjang mempunyai gigi seri seperti anjing dan

mempunyai rumusan I 2/2 (insisivus/gigi seri atas berjumlah 2, bawah 2), C 1/1

(Caninus/gigi taring atas 1, bawah 1), PM 2/2 (plemorale/graham kecil atas 2/

bawah 2) dan M 3/3 (molere/gigi graham besar atas 3, bawah 3). Panjang badan

berkisar antara 40 – 47 cm belum termasuk ekor. Panjang ekor berkisar 50 – 60

cm. Monyet ekor panjang memperlihatkan dimorfisma seksual (perbedaan tubuh

antara jantan dan betina) dalam ukuran badan. Rata – rata berat untuk jantan 4,8 –

7 kg dan 3 – 4 kg, sedangkan ukuran betina lebih kecil, kurang lebih 69 % rata

berat Monyet ekor panjang jantan (Wheatley, 2001 dalam Mampioper, 2006).

B. Klasifikasi dan Morfologis Monyet Ekor Panjang (Macaca fascacularis)

Klasifikasi Monyet ekor panjang menurut Bonidio (2000) dalam Kurniwan

(2009) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Mammlia
4

Ordo : Primates

Subordo : Haplorhini

Family : Cercopithecidae

Subfamily : Cercopithecinae

Genus : Macaca

Species : Macaca fascicularis

Di Indonesia, Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) ini dapat

dijumpai di Pulau Bali, Bangka, Bawean, Belitung, Jawa, Kalimantan dan

seterusnya. Di dunia terdapat sepuluh sub subspesies Monyet ekor panjang antara

lain Bonidio (2000) dalam Kurniwan (2009) :

1. Macaca fascicularis fascicularis; tersebar luas di kawasan Asia Tengggara

termasuk Indonesia.

2. Macaca fascicularis fascus; endemik Pulau Simeulue, Sumatera, Indonesia.

3. Macaca fascicularis lasiae; endemik Pulau Lasia, Sumatera, Indonesia.

4. Macaca fascicularis karimondjawae; endemik Pulau Karimun, Jawa,

Indonesia.

5. Macaca fascicularis tua; endemik Pulau Maratua, Kalimantan , Indonesia.

6. Macaca fascicularis aureus; Bangladesh, Laos, Myanmar dan Thailand

7. Macaca fascicularis umbrosus; Pulau Nicobar, India.

8. Macaca fascicularis condoresis; Vietman

9. Macaca fascicularis phillpinsis; Filipina

10. Macaca fascicularis atriceps; Thailand

Monyet ekor panjang merupakan satwa yang mempunyai potensi tinggi

menjadi invatif. Monyet ekor panjang dapat menyebar ke daerah baru dan
5

meningkat populasinya dengan sangat cepat pada kondisi lingkungan yang sangat

mendukung. Satwa ini juga dapat beradaptasi dengan berbagai habitat termasuk

habitat pesisir, hutan rawa, hutan hujan dataran rendah, sampai ke hutan

pegunungan pada ketinggian 0 – 1.800 meter di atas permukaan laut (Wheatley,

2001 dalam Mampioper, 2006). Monyet ekor panjang dapat berkembang dengan

baik di seluruh daratan di Kalimantan, khususnya hutan rawa gambut di

Kalimantan Tengah.

Monyet ekor panjang merupakan satwa opportunistic omnivore, yaitu satwa

yang dapat memperoleh bahan makanan dari apa saja yang tersedia di lingkungan

habitatnya. Disamping memperoleh makanan dari buah – buahan, satwa ini juga

memakan daging dan tumbuhan – tumbuhan (Poirer dan Smith, 1974 dalam

Mampioper 2006). Satwa ini juga memakan binatang bertulang belakang jika

mendapat kesempatan dan diduga memangsa telur burung maupun burung

dewasa (Carter dan Bright, 2002: Gibson, 2002: Anon, 2001; Novak, 1995 dalam

Mampioper, 2006). Tidak seperti satwa mamalia lain, jenis Monyet ekor panjang

ini mempunyai tangan yang dapat dipakai untuk mengupas buah – buahan dan

biji sehingga dapat mengeksploitasi lebih banyak jenis makanan. Perilaku seperti

ini sangat berguna bagi suatu spesies tertentu ketika hendak memperluas daerah

jelajah (baik dalam daerah aslinya maupun dalam habitat baru). Perilaku tersebut

merupakan suatu bentuk keuntungan ekologis yang memungkinkan jenis tersebut

mengisi wilayah yang sebelumnya kosong, dengan kemampuan itu, Monyet ekor

panjang menjadi satwa invasif (Mampioper, 2006).


6

C. Struktur Populasi Satwa Liar

Menurut Kartono dan Santosa (1995), ukuran populasi satwa liar

merupakan suatu ekspresi statistik yang memberikaan informasi mengenai nilai

rata-rata, nilai minimum serta nilai maksimum dari jumlah individu di dalam

suatu populasi jenis satwa liar tertentu. Struktur populasi merupakan suatu

informasi yang dapat menunjukkan komposisi dari suatu populasi, baik

berdasarkan komposisi umur (anak – anak, muda, dewasa), struktur umur dan

jenis kelamin (jantan dan betina).

1. Komposisi Umur

Komposisi suatu populasi berdasarkan kelas umur dapat dibedakan ke

dalam klasifikasi anak, muda dan dewasa. Setiadi dan Tjondronegoro (1989)

dalam Wiryasih (1999), populasi yang sedang berkembang cepat biasanya

didominir oleh individu muda sedangkan populasi yang stationer (statis) memiliki

pembagian kelas umur yang merata dan populasi yang sedang jenuh sebagian

besar terdiri dari kelompok individu berumur tua.

2. Struktur Umur

Menurut Odum (1984) dalam Tarumingkeng (1993) struktur umur

populasi dapat digolongkan atas tiga pola, yaitu:

a. Struktur umur menurun, yaitu struktur umur yang memiliki populasi kecil

pada kelas – kelas umur sangat muda dan muda, paling besar pada kelas

umur sedang dan kecil pada umur kelas tua. Perkembangan populasi seperti

itu terus menurun dan jika keadaan lingkungan tidak berubah, populasi akan

punah setelah beberapa waktu.


7

b. Struktur umur stabil, berbentuk piramida sama sisi, dengan sisi – sisi yang

kemiringannya mengikuti garis lurus.

c. Struktur umur meningkat dengan populasi yang terus menerus meningkat,

merupakan piramida dengan sisi – sisi yang cekung dan dasar yang lebar.
8

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Selat Nusa Desa Nusa Kecamatan Jabiren

Raya Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah. Waktu yang

diperlukan untuk kegiatan penelitian sampai pengolahan data 2 (dua) bulan (Juni

- Juli) meliputi kegiatan persiapan penelitian, pengumpulan data di lapangan,

pengolahan data, analisis data dan penulisan skripsi.

B. Objek dan Peralatan

Objek penelitian ini adalah satwa primata jenis Monyet ekor panjang

(Macaca fascicularis) yang terdapat di Selat Nusa Desa Tumbang Nusa

Kecamatan Jabiren Raya Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah.

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini yaitu:

1. Perahu motor sebagai alat transportasi

2. Kamera digital untuk dokumetasi saat penelitian

3. GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui koordinat lokasi

4. Teropong untuk melihat saat yang jauh

5. Kalkulator untuk analisis/perhitungan

6. Bolpoint/pulpen

7. Tally sheet
9

C. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pengumpulan Data

a. Pengumpulan Data

1) Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari lapangan berupa potensi Monyet

ekor panjang yang diperoleh dengan metode garis transek (Gambar 1).

Metode ini sudah biasa digunakan untuk pengamatan satwa liar, khususnya

mamalia. Garis transek merupakan suatu petak contoh dimana seorang

pengamat berjalan sepanjang garis transek dalam hal ini adalah sungai dan

mencatat setiap data yang diperlukan.

Dengan menggunakan metode ini, lebar atau luas dari lokasi

pengamatan tidak langsung ditetapkan. Seorang pengamat, dapat mencatat

setiap jenis mamalia yang teramati walau sejauh jarak apapun sesuai dengan

kemampuan jarak pandang masing-masing pengamat.

Dalam setiap teknik pengamatan, terdapat beberapa hal yang harus

diperhatikan. Asumsi-asumsi yang harus dipegang dalam penggunaan metode

ini adalah :

 Satwa liar dan garis transek terletak secara acak,

 Satwa liar tidak bergerak/pindah sebelum terdeteksi,

 Tidak ada satwa liar yang terhitung dua kali,

 Seekor satwa liar atau kelompok satwa liar berbeda satu sama lainnya.

Seekor satwa liar yang terbang tidak mempengaruhi kegiatan satwa liar

yang lainnya,
10

 Respon tingkah laku satwa liar terhadap kedatangan pengamat tidak

berubah selama dilakukan sensus, dan

 Habitat homogen, bila tidak homogen dapat menggunakan stratifikasi.

Gambar 1. Metode Garis Transek

Keterangan:

Tn = Posisi pencatat

Sn = Satwa liar yang terlihat

α = Sudut pandang, sudut yang terbentuk antara arah transek dengan


posisi satwa

Metode ini umumnya digunakan dalam penghitungan populasi dari

jenis-jenis mamalia yang akan diamati. Teknik pengamatan yang

menggunakan jalur sebagai panjang memudahkan dalam penghitungan luas

wilayah pengamatan. Pada saat akan menghitung populasi, lebar jalur

pengamatan menggunakan rata-rata jarak ditemukannya Satwa liar

berdasarkan tegak lurus garis.

2) Data Sekunder

Data sekunder mengenai tempat penelitian, topografi, iklim dan

vegetasi diperoleh dari literatur-literatur yang ada. Selain itu juga diperlukan
11

data sekunder lain berupa data potensi serta ukuran dan struktur populasi

Monyet ekor panjang dari hasil penelitian terdahulu.

a. Pelaksanaan

Perhitungan dan pengamatan terhadap potensi populasi Monyet ekor

panjang dilakukan pada unit contoh terpilih berupa jalur, yaitu alur sungai.

Metode garis transek ini menghitung jumlah individu dilakukan dengan

menyusuri sungai Selat Nusa dengan waktu pengamatan (selama ± 2 jam) dengan

menggunakan perahu motor dengan panjang sungai yang diamati kurang lebih ±

10 km. Kebiasaan jenis Monyet ekor panjang berkumpul di tepi sungai pada

waktu pagi dan sore hari, sedangkan jalur sungai yang cukup panjang maka

waktu pengamatan dibatasi.

Pelaksanaan pengamatan dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu pada pagi

hari pukul 06.00 – 08.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 – 18.00 WIB. Hal ini

dilakukan karena kebiasaan jenis Monyet ekor panjang berkumpul di kiri dan

kanan tepi sungai pada waktu pagi dan sore hari.

3.3.2. Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah potensi serta ukuran

dan struktur populasi jenis Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).


12

D. Analisis Data

Menurut Setiadi dan Tjondronegoro (1989), perhitungan jenis satwa yang

dilakukan pada areal yang sama untuk waktu yang berbeda atau periode

pengamatan sensus yang berbeda dapat dianalisis dengan menggunakan Metode

Hanson sebagai berikut :

dimana :

P : Peluang terlihatnya satu individu dalam sensus

S : Standar deviasi/simpangan baku

: Rata-rata individu dari seluruh pengamatan

Besarnya dugaan kepadatan populasi diperoleh dengan rumus Hanson, yaitu :

Dimana :

: Kepadatan populasi yang diduga


13

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak

Selat Nusa merupakan pulau yang ada di sungai Kahayan tepatnya berada

di Desa Nusa. Selat Nusa mempunyai luas ± 600 ha dengan sungai yang

memotong sungai Induk (sungai Kahayan) panjang sungai 19,28 km dengan lebar

sungai 5 – 6 meter.

Secara administrasi pemerintahan Selat Nusa terletak di wilayah Desa

Nusa, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

Menurut Badan Pusat Statistik (2009), batas wilayah Desa Nusa adalah sebagai

berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Hutan Negara dan Kabupaten Kapuas.

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Sei Sebangau.

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kalampangan.

4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Pilang.

B. Topografi

Topografi di wilayah Desa Nusa merupakan rawa-rawa dengan

ketinggian tempat berkisar 0 – 0,25 meter di atas permukaan laut, yang

mempunyai elevasi 0 – 8% serta dipengaruhi oleh pasang surut dan merupakan

daerah yang mempunyai potensi banjir yang cukup besar, bahkan dimusim

penghujan genangan air dapat mencapai ± 1 meter di atas permukaan laut.

Keadaan topografi daerah ini umumnya terdiri atas 85% datar, 10%
14

bergelombang dan 5% berbukit. Keadaan tanahnya, 75% merupakan rawa-rawa

atau sekitar 19.000 Ha dan 25% merupakan tanah kering. Jenis tanah yang

terdapat di wilayah Desa Nusa ini adalah organosol, podsolik, dan alluvial,

sedangkan jenis batuannya terbentuk dari sendimen alluvial dan terumbu karang

(Badan Perencanaan Daerah, 2003 dalam Wibowo, 2009).

C. Iklim

Berdasarkan klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson, Desa Nusa

termasuk tipe iklim A dengan nilai Q = 3,82%. Curah hujan pada wilayah ini

relatif tinggi sepanjang tahunnya dengan jumlah rata-rata curah hujan bulanan

252,0 mm dan rata-rata curah hujan tahunnya 3024,1 mm. Curah hujan relatif

tinggi terjadi pada bulan Oktober sampai bulan Desember dan curah hujan relatif

rendah, terjadi sekitar bulan Juni sampai dengan akhir bulan September. Suhu

rata-rata perbulannya adalah 82% (Badan Meteorogi dan Geofisika Kalimantan

Tengah, 2010).

D. Vegetasi

Wilayah Desa Nusa khususnya di Selat Nusa merupakan hutan rawa

gambut dimana sebagaian besar telah berahli fungsi menjadi kebun karet, rotan

irit dan rotan taman di sepanjang kiri kanan sungai (Lampiran 4). Jenis – jenis

pohon yang umumnya bisa dijumpai di sepanjang sungai tersebut yaitu dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :


15

Tabel 1. Daftar Jenis-Jenis Pohon yang Terdapat di Selat Nusa

No. Nama Lokal Nama Latin Famili


1 Asam - Asam Sarcotheca rubrinervis Oxalidaceae
2 Bintangur Callophyllum Guttiferaceae
grandiflorum
3 Galam / Galam Tikus Eugenia spicata Myrtaceae
4 Gerunggang Mambulau Cratoxylum arborescens Hypericaceae
Bl.
5 Hangkang Palaquium leiocarpum Sapotaceae
6 Jambu - Jambu Garcinia nigrolineata Guttiferaceae
7 Jinjit Tidak teridentifikasi -
8 Kahui / Kahoi Shorea belangeran Dipterocarpaceae
9 Karet Hopea sp -
10 Katiau Ganua montleyana Sapotaceae
11 Lunuk beringin Palaquium laerii Sapotaceae
12 Mahang Macaranga diepenhortii Euphorbiaceae
13 Manggis Hutan/M. Garcinia parvifolia Guttiferaceae
Kalawet
15 Pampaning/Pampanen/ Quercus subsericea Fagaceae
Mempaning
16 Rangas Manuk Semecarpus rufovelutinus Anacardiaceae
17 Tabaras / Tambaras Parinari argenteosericea Rosaceae
18 Takapas Tidak teridentifikasi -
19 Tumih Combretocarpus Rhizophoraceae
rotundatus Danser
20 Uwar pului Tidak teridentifikasi -
21 Mendarahan Horsfieldia crassifiloa
22 Hampuak Tidak teridentifikasi
23 Puring pahek Tidak teridentifikasi
24 Putat Tidak teridentifikasi
25 Kacang – kacangan Tidak teridentifikasi
26 Pimping damik Tidak teridentifikasi
27 Tusuk Karandang Tidak teridentifikasi
27 Tampohot Tidak teridentifikasi
Sumber : Hasil wawancara dengan Masyarakat Nusa, 2011.
16

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Potensi Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Pengamatan Potensi Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan

metode garis transek dan sensus dimulai pada titik ikat yaitu 114ᵒ10’59,63” BT

dan 2ᵒ24’43,27” LS sampai titik akhir yaitu 114ᵒ08’18,53” BT dan 2ᵒ21’52,59”

LS dengan panjang transek sungai ± 10 Km. Pengamatan dilakukan selama 5 hari

dengan total pengamatan 10 kali pengamatan (pagi dan sore).

Hasil pengamatan Monyet ekor panjang di Selat Nusa dengan panjang

transek 10 km dengan kisaran waktu tempuh transek 60 – 90 menit maka didapat

jumlahnya ± 710 individu dengan jumlah kelompok 3 – 8 kelompok. Jumlah

satwa yang paling dijumpai pada saat sore hari dengan kisaran 74 – 85 individu,

pada waktu pengamatan antara jam 16.45 – 17.50 WIB. Data rekapitulasi hasil

pengamatan Monyet ekor panjang selama 10 kali pengamatan ditunjukan tabel di

bawah ini.

Tabel 2. Data Rekapitulasi Hasil Pengamatan Terhadap Potensi Monyet Ekor


Panjang (Macaca fascicularis) di Selat Nusa

Monyet ekor panjang ∑


Jumlah
Pengamatan Ke - Kelompok Ket.
Dewasa Anak - anak total
Satwa
1 17 8 25 3 Pagi
2 49 25 74 6 Sore
3 52 23 75 6 Pagi
4 54 22 76 7 Sore
5 52 21 73 8 Pagi
6 56 29 85 8 Sore
7 60 26 86 8 Pagi
8 51 25 76 7 Sore
9 41 19 60 5 Pagi
10 58 22 80 6 Sore
Jumlah 490 220 710 - -
rata - rata 71 6,4 -
17

Berdasarkan hasil analisis data dalam pendugaan populasi Monyet ekor

panjang dengan metode Hanson. Rata – rata individu yang tersensus selama 10

kali pengamatan yaitu 71 individu, dengan varians sampel sebesar 17,69. Peluang

terlihatnya individu dihitung dengan metode Hanson dalam pengamatan yaitu

0,751.

Ukuran populasi Monyet ekor panjang di Selat Nusa ditemukan sebanyak

64 kelompok dengan jumlah individu sebesar 710 individu. Jumlah monyet ekor

panjang dalam satu kelompok berkisar 3 – 7 individu.

Potensi kepadatan populasi Monyet ekor panjang sepanjang jalur

pengamatan sejauh 10 Km dengan menggunakan metode Hanson diperkirakan

sebesar 101.313 individu. Maka populasi Monyet ekor panjang dalam

perkilometernya yaitu sebesar 10,1313 individu. Potensi populasi Monyet ekor

panjang di Selat Nusa dengan panjang sungai ± 19,28 Km sebanyak 195,331

individu

Berdasarkan pengamatan di lapangan, penyebaran Monyet ekor panjang

banyak ditemukan di sebelah kiri sungai. Sebagaian besar adanya alih fungsi

hutan menjadi kebun masyarakat dan akses ke permukiman lebih mudah dan

dekat. Faktor ketersediaan makan menjadi salah faktor penting dalam

peningkatan populasi satwa liar. Anderson (1984) dalam Alikondra (2002)

menyatakan semua organisme memerlukan matahari sebagai sumber energi.

Tumbuhan dapat menggunakan sinar surya secara langsung, akan tetapi satwa liar

harus menggunakan perantara organisme lain sesuai dengan posisinya dalam

rantai makanan. Beberapa jenis satwa liar memakan bebagai macam sumber

makanan, misalnya Monyet ekor panjang memakan buah, daun, serangga maupun
18

ikan. Tetapi ada organisme yang mempunyai jenis makanan yang seperti

khususnya hewan karnivora.

Monyet ekor panjang saat pengamatan dominan meniduri pohon – pohon

seperti Karet, Lunuk/Beringin, Rambai, dan Rengas. Penjumpaan monyet saat

pagi dan sore hari ini terkait dengan pola penyebaran satwa dimana adanya

pengulangan pada saat pemilihan posisi pohon tidur. Greenwood dan Swingland

(1983) dalam Alikondra (2002) menekankan pada adanya faktor yang membatasi

pergerakan satwa liar yaitu ketersediaan makanan, pemangsa dan khususnya bagi

golongan satwaliar ekroternal. Untuk primata, pergerakan di dalam wilayah

jelajahnya sangat penting ditentukan oleh sumber daya makanan, pohon – pohon

dipergunakan sebagai tempat tidur dan pohon – pohon yang dipergunakan

sebagai tembat bersuara/bernyanyi (Whitten,1982) dalam Alikondra (2002)).

B. Strukur Umur Populasi Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Monyet ekor panjang di Selat Nusa berdasarkan data pengamatan, jumlah

individu yang teramati sebanyak 710 Individu. Adapun jumlah dan persentase

komposisi umur Monyet ekor panjang adalah dewasa (jantan dan betina)

sebanyak 490 individu ( 69 %) dan jumlah anak Monyet ekor panjang sebanyak

220 individu (31 %). Persentase komposisi umur dewasa dan anak secara diagram

ditunjukan pada Gambar 2.


19

Gambar 2. Diagram Struktur Umur Monyet Ekor Panjang

Dalam penentuaan komposisi kelas umur Monyet ekor panjang, peneliti

kesulitan dalam pembagaian kelas, maka untuk kelas umur, peneliti membagi

menjadi dua yaitu monyet dewasa yaitu monyet berukuran sedang - besar dengan

dimensi tinggi 25 cm ke atas dan tidak berada dalam gendongan monyet lain,

sedangkan monyet kecil (anak – anakan) yaitu monyet berukuran kecil dengan

dimensi tingginya kurang dari 25 cm kebawah.

Menurut Odum (1996), bahwa populasi yang sedang berkembang cepat

biasanya didominir oleh individu-individu muda, sedangkan populasi yang

stationer (statis) memiliki pembagian kelas umur yang merata dan populasi yang

jenuh sebagian besar terdiri dari kelompok individu yang berumur tua.
20

VI.KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disampaikan hal – hal sebagai

berikut :

1. Potensi Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Selat Nusa dengan

panjang sungai 19,28 Km diduga sebanyak 195,331 individu dengan

kepadatan populasi Monyet ekor panjang 10,1313 individu/Km

2. Rata-rata perjumpaan kelompok Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

di Selat Nusa pada sungai dengan metode jalur sebanyak 6,4 kelompok,

dengan rata – rata individu dalam satu kelompok sebanyak 5 - 7 individu.

3. Struktur umur Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Selat Nusa

meliputi Dewasa sebesar 69% dan anak-anak adalah 31%.

B. Saran

1. Dalam upaya pengelolaan satwaliar khususnya Monyet ekor panjang perlu

adanya perhatiaan khusus dari dinas terkait dengan pengaturan populasinya

sehingga tidak akan menyebabkan kerugian terhadap masyarakat sekitar

khususnya di daerah Selat Nusa.

2. Perlu dilakukan pengamatan dan perhitungan secara periodik terhadap

populasi Monyet ekor panjang sehingga dapat diketahui dinamika populasi

Monyet ekor panjang di Desa Tumbang Nusa.


21

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S., 1980. Dasar-dasar Pembinaan Margasatwa. Institut Pertanian


Bogor.

________, 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid 1. Institut Pertanian Bogor.

________, 2010. Teknik Pengelolaan Satwa Liar. Institut Pertanian Bogor.


IPB Press.

Carter, W., 1984. Mamalia Darat Indonesia. Intermasa. Jakarta.

Direktorat Jenderal Kehutanan, 1977. Pedoman Teknis Investarisasi/Sensus


Satwa. Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam, Bogor.

Djuwantoko, 2000. Pemamfaatan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)


bagi Ekowisata. Fakulas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Tidak
dipublikasikan

Kartono, A. P. dan Y. Santosa, 1995. Teknik Pengukuran dan Monotoring


Keanekaragan Satwa Liar. Skripsi Jurusan Konservasi Sumber Daya
Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kurniwan, A. 2009. Serangan Awal Monyet Ekor Panjang (Macaca


fascicularis) pada HTI (Acacia mangium) di PT. Musi Hutan Persada
Sumatera Selatan. Balai Penelitian Kehutana Palembang. Tidak
dipublikasikan

Mampioper, D. A., 2006. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Ancaman


keanekaragaman hayati dan Hasil Panen di Papua. Fakultas Kehutanan.
Universitas Cendrawasih. Tidak dipublikasikan.

Odum, EP., 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Gajah Mada University Press.


Yogyakararta.

Setiadi, D dan P.D. Tjondronegoro,1989. Dasar-Dasar Ekologi. Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan dan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tarumingkeng, R.C., 1993. Studi Populasi dan Analisis Numerika Ekosistem.


Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wardoyo,W., 1988. Inventarisasi Satwa Liar. Direktorat Jenderal Pengusahaan


Hutan dan Direktorat Jenderal Perlindungan dan Pelestarian Alam. Bogor.
22

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian


23

Lampiran 2. Tally Sheet Pengamatan Monyet Ekor Panjang (Macaca


fascicularis) di Selat Nusa

Hari/Tanggal : Sabtu, 23 Juli 2011


Pengamtan Ke :1
Waktu Pengamatan : 06.05 – 07.20 WIB (Pagi)

Kelompok Jumlah Titik GPS


Ket.
Satwa Dewasa Anak - anak
1 5 2 1
1 7 3 2
1 5 3 3
3 17 8

Hari/Tanggal : Sabtu, 23 Juli 2011


Pengamtan Ke :2
Waktu Pengamatan : 16.40 – 17.20 WIB (Sore)

Kelompok Jumlah Titik GPS


Ket.
Satwa Dewasa Anak - anak
1 9 5 4
1 6 4 5
1 6 3 6
1 7 2 7
1 12 7 8
1 9 4 9
6 49 25

Hari/Tanggal : Minggu, 24 Juli 2011


Pengamtan Ke :3
Waktu Pengamatan : 06.00 – 07.55 WIB (Pagi)

Kelompok Jumlah Titik GPS


Ket.
Satwa Dewasa Anak - anak
1 12 5 4
1 5 2 5
1 9 4 6
1 7 3 7
1 10 5 8
1 9 4 9
6 52 23
24

Lampiran 2. (Lanjutan)

Hari/Tanggal : Minggu, 24 Juli 2011


Pengamtan Ke :4
Waktu Pengamatan : 16.30 – 17.50 WIB (Sore)

Kelompok Jumlah Titik GPS


Ket.
Satwa Dewasa Anak - anak
1 8 3 1
1 8 3 12
1 10 6 15
1 7 3 16
1 12 5 17
1 4 1 8
1 5 1 9
7 54 22

Hari/Tanggal : Senin, 25 Juli 2011


Pengamtan Ke :5
Waktu Pengamatan : 05.55 – 08.00 WIB (Pagi)

Kelompok Jumlah Titik GPS


Ket.
Satwa Dewasa Anak - anak
1 10 3 11
1 5 - 12
1 5 1 2
1 5 3 4
1 11 6 25
1 5 2 17
1 9 5 8
1 2 1 18
8 52 21
25

Lampiran 2. (Lanjutan)

Hari/Tanggal : Senin, 25 Juli 2011


Pengamtan Ke :6
Waktu Pengamatan : 16.05 – 17.35 WIB (Sore)

Kelompok Jumlah Titik GPS


Ket.
Satwa Dewasa Anak - anak
1 10 3 11
1 8 3 2
1 5 3 4
1 11 6 25
1 5 4 28
1 4 2 17
1 8 5 8
1 6 2 18
8 56 29

Hari/Tanggal : Selasa, 26 Juli 2011


Pengamtan Ke :7
Waktu Pengamatan : 05.55 – 07.50 WIB (Pagi)

Kelompok Jumlah Titik GPS


Ket.
Satwa Dewasa Anak - anak
1 12 4 11
1 7 3 2
1 7 3 4
1 9 4 25
1 8 4 28
1 6 2 17
1 6 3 8
1 5 3 18
8 60 26
26

Lampiran 2. (Lanjutan)

Hari/Tanggal : Selasa, 26 Juli 2011


Pengamtan Ke :8
Waktu Pengamatan : 16.20 – 17.00 WIB (Sore)

Kelompok Jumlah Titik GPS


Ket.
Satwa Dewasa Anak - anak
1 10 4 21
2 16 9 3 dan 4 Kiri dan kanan
2 11 5 7 dan 28 Pohon berbeda
1 9 5 27
1 5 2 8
7 51 25

Hari/Tanggal : Rabu, 27 Juli 2011


Pengamtan Ke :9
Waktu Pengamatan : 05.55 – 07.50 WIB (Pagi)

Kelompok Jumlah Titik GPS


Ket.
Satwa Dewasa Anak - anak
1 10 4 21
1 8 3 4
1 9 5 7
1 9 5 27
1 5 2 8
5 41 19

Hari/Tanggal : Rabu, 27 Juli 2011


Pengamtan Ke : 10
Waktu Pengamatan : 16.25 – 17.30 WIB (Sore)

Kelompok Jumlah Titik GPS


Ket.
Satwa Dewasa Anak - anak
2 18 8 11 dan 21 Pohon berbeda
1 14 5 13
1 10 4 14
1 9 3 10
1 7 2 8
6 58 22
27

Lampiran 3. Posisi dan Letak Ditemukan Monyet Ekor Panjang (Macaca


fascicularis) di Selat Nusa

Lintang
Titik Bujur Timur
Selatan Posisi Pohon Tidur Keterangan
GPS (BT)
(LS)
1 114,13801 -2,36804 Kiri Sungai Karet
2 114,13282 -2,37619 Kanan Sungai Karet
3 114,13977 -2,38086 Kanan Sungai Karet
4 114,14029 -2,38123 Kiri Sungai Karet
5 114,15052 -2,38471 Kiri Sungai Karet
6 114,14481 -2,39343 Kanan Sungai Perupuk
7 114,15608 -2,39748 Kanan Sungai Laban
8 114,17378 -2,40558 Kiri Sungai Beringin
9 114,18214 -2,41103 Kanan Sungai Karet
10 114,15120 -2,38450 Kiri Sungai Rengas
11 114,13817 -2,36752 Kiri Sungai Lunuk
12 114,13287 -2,37417 Kanan Sungai Karet
13 114,13489 -2,37905 Kiri Sungai Karet
14 114,13946 -2,38076 Kanan Sungai Beringin
15 114,14891 -2,39478 Kiri Sungai Karet
16 114,16672 -2,39478 Kanan Sungai Beringin
17 114,17051 -2,40355 Kiri Sungai Ponak
18 114,18084 -2,41118 Kanan Sungai Rengas
19 114,18167 -2,41129 Kanan Sungai Kalapapak
20 114,18167 -2,41067 Kiri Sungai Rambai
21 114,13692 -2,36903 Kanan Sungai Perupuk
22 114,13713 -2,37952 Kiri Sungai Rambai
23 114,13754 -2,36856 Kiri Sungai Beringin
24 114,13297 -2,37453 Kanan Sungai Bintangur
25 114,15109 -2,38497 Kanan Sungai Beringin
26 114,16604 -2,39499 Kiri Sungai Rengas
27 114,16667 -2,39566 Kiri Sungai Karet
28 114,15582 -2,39774 Kiri Sungai Karet
Ta 114,18323 -2,41202 Ujung Transek
To 114,13848 -2,36461 Titik Awal Transek
28

Lampiran 4. Perhitungan Potensi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)


di Selat Nusa

a. Rata-rata individu dari seluruh pengamatan adalah:

= 71 individu

b. Varian yang dimiliki contoh (S)

= =

=
S = 17,69
c. Peluang terlihatnya satu individu dalam pengamatan (P), yaitu :

= = 0,751

d. Maka besarnya dugaan kepadatan populasi sejauh 10 km di Selat Nusa adalah

= = = 101,313 individu

e. Apabila dirata-rata maka kepadatan populasi Bekantan dalam 1 km adalah :

= 10,1313 individu/km

f. Potensi Bekantan di Desa Nusa yang mempunyai panjang sungai 19,28 km,
adalah : 10,1313 individu/km x 19,28 km = 195,331 individu
29

Lampiran 5. Foto Survey Pengumpulan Data di Lapangan

Gambar 1. Desa Nusa

Gambar 2. Kondisi vegetasi kiri kanan sungai di Selat Nusa


30

Lampiran 5. (lanjutan)

Gambar 3. Monyet ekor panjang berada di pinggiran sungai Nusa

Gambar4. Monyet ekor panjang di pohon Karet


31

Lampiran 4 (lanjutan)

Gambar 5. Perahu barang yang melintasi Selat Nusa


32

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai